Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 64/PJ/2013

Kategori : PBB

Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, Dan Panas Bumi


31 Desember 2013


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 64/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI,
DAN PANAS BUMI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A. Umum

Dalam rangka penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, yang lebih baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka diperlukan petunjuk mengenai Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi (PBB Migas dan PBB Panas Bumi), baik yang pembayarannya dilakukan melalui pemindahbukuan maupun dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
2. Tujuan
Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan petunjuk mengenai hal-hal yang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, masih bersifat umum dan memerlukan penegasan.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Surat Edaran ini meliputi penegasan mengenai penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi terkait:
  1. Pendaftaran atau Pemutakhiran Data;
  2. Penilaian Objek Pajak;
  3. Penetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi; dan
  4. Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi.
   
D. Dasar

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi.
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi.
   
E. Pengertian

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
  1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi yang meliputi Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang ditunjuk, dan Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk.
  2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP Pratama adalah KPP Pratama yang mengadministrasikan objek pajak PBB Migas Onshore dan PBB Panas Bumi yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak PBB Migas Onshore dan PBB Panas Bumi.
  3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang ditunjuk yang selanjutnya disebut KPP Pratama yang ditunjuk adalah KPP Pratama yang mengadministrasikan objek pajak PBB Migas Onshore dan PBB Panas Bumi, dalam hal terdapat lebih dari satu KPP Pratama dalam satu kabupaten/kota/wilayah DKI Jakarta.
  4. Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk yang selanjutnya disebut KPP yang ditunjuk adalah KPP yang mengadministrasikan objek pajak PBB Migas Offshore dan Tubuh Bumi.
  5. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan KPP.
  6. Formulir Data Masukan yang selanjutnya disingkat FDM adalah formulir yang digunakan sebagai sarana perekaman data hasil penilaian ke dalam basis data PBB Migas dan PBB Panas Bumi.
  7. Rincian Perhitungan Nilai yang selanjutnya disingkat RPN adalah informasi rinci perhitungan nilai bumi dan bangunan PBB Migas atau PBB Panas Bumi.
   
F. Penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi

1. Pendaftaran atau Pemutakhiran Data
a. SPOP dan LSPOP merupakan sarana pelaporan yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk mendaftarkan atau memutakhirkan data objek pajak, dan subjek pajak atau Wajib Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi.
b. KPP menyampaikan SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak secara langsung atau melalui pos/jasa pengiriman lainnya.
c. SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada huruf b yang telah diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan ditandatangani, harus disampaikan ke KPP paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak.
d. KPP menerima dan meneliti atas pengisian dan kelengkapan SPOP dan LSPOP.
e. SPOP dan LSPOP PBB Migas untuk onshore serta SPOP dan LSPOP PBB Panas Bumi diadministrasikan oleh KPP Pratama atau KPP Pratama yang ditunjuk.
f. SPOP dan LSPOP PBB Migas untuk offshore dan tubuh bumi diadministrasikan oleh KPP yang ditunjuk.
g. Dalam hal diperlukan, KPP dapat berkoordinasi dengan Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, terkait:
1) penyampaian SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak; dan
2) penerimaan pengembalian SPOP dan LSPOP dari subjek pajak atau Wajib Pajak.
2. Penilaian Objek Pajak
Penilaian objek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagai berikut:
a. Nilai bumi per meter persegi untuk:
1) Permukaan bumi onshore
Nilai bumi per meter persegi untuk permukaan bumi onshore yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi.
Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal dimaksud.
Untuk menentukan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal yang dikenakan PBB Migas atau PBB Panas Bumi, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Melakukan pengumpulan data pembanding, yang diperoleh dari data transaksi jual beli, penawaran, lelang, ganti rugi, atau informasi lainnya,menggunakan Formulir Pengumpulan Data Pembanding.
b) Melakukan analisis terhadap data pembanding sebagaimana dimaksud pada huruf a) untuk menentukan nilai bumi per meter persegi data pembanding, dengan melakukan penyesuaian jenis data dan waktu, menggunakan Formulir Analisis Penentuan Nilai Bumi per Meter Persegi Data Pembanding.
c) Menentukan nilai indikasi rata-rata (NIR) bumi per meter persegi untuk masing-masing areal dengan melakukan penyesuaian terhadap faktor lokasi, fisik, jenis penggunaan tanah, dan keluasan, menggunakan Formulir Analisis Penentuan Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR), dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Terhadap faktor lokasi, fisik, dan jenis penggunaan tanah, diberikan penyesuaian:
(a) positif (+), dalam hal kondisi masing-masing areal lebih baik dibandingkan dengan kondisi data pembanding;
(b) negatif (-), dalam hal kondisi masing-masing areal lebih jelek dibandingkan dengan kondisi data pembanding; atau
(c) nol (0), dalam hal kondisi masing-masing areal relatif sama dengan kondisi data pembanding.
(2) Terhadap faktor keluasan, diberikan penyesuaian:
(a) positif (+), dalam hal keluasan masing-masing areal lebih kecil daripada keluasan data pembanding;
(b) negatif (-), dalam hal keluasan masing-masing areal lebih besar daripada keluasan data pembanding; atau
(c) nol (0), dalam hal keluasan masing-masing areal relatif sama dengan keluasan data pembanding.
Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) bumi per meter persegi untuk masing-masing areal merupakan nilai bumi per meter persegi untuk masing-masing areal tersebut.
2) Permukaan bumi offshore
Nilai bumi per meter persegi untuk permukaan bumi offshore yang dikenakan PBB Migas menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3) Tubuh Bumi Eksplorasi
Nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
4) Tubuh Bumi Eksploitasi
a) Dalam hal terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi dengan luas Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya.
Hasil produksi Minyak Bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum tahun pajak yang digunakan dalam penentuan nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi untuk PBB Migas mengacu pada laporan rekonsiliasi lifting triwulan IV dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
b) Dalam hal tidak terdapat hasil produksi yang terjual, menggunakan nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada angka 3).
b. Nilai bangunan per meter persegi, merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan.
1) Total nilai bangunan merupakan jumlah nilai masing-masing bangunan. Nilai masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan, dengan ketentuan:
a) bangunan umum menggunakan aplikasi daftar biaya komponen bangunan sesuai ketentuan yang berlaku;
b) bangunan khusus menggunakan petunjuk teknis penilaian bangunan sesuai ketentuan yang berlaku; dan
c) dalam hal terdapat bangunan khusus yang belum mempunyai petunjuk teknis penilaian bangunan, maka nilai bangunan ditentukan menggunakan metode survei kuantitas atau metode biaya lain sesuai kaidah penilaian.
2) Total luas bangunan merupakan jumlah luas masing-masing bangunan.
3. Penetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi
a. Berdasarkan SPOP dan LSPOP, KPP:
1) merekam SPOP dan LSPOP ke dalam basis data;
2) melakukan penilaian dan membuat FDM;
3) merekam FDM ke dalam basis data;
4) membuat dan menyampaikan usulan lampiran Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB (KMK NJOP) ke Kanwil DJP paling lambat tanggal 31 Maret Tahun Pajak.
b. Kanwil DJP:
1) meneliti usulan lampiran KMK NJOP;
2) menetapkan dan menyampaikan KMK NJOP ke KPP.
c. Setelah menerima KMK NJOP, KPP:
1) mencetak SPPT disertai rekapitulasi penerbitan SPPT PBB Migas atau PBB Panas Bumi paling lambat akhir bulan April Tahun Pajak, dengan ketentuan:
a) satu SPPT dan 3 (tiga) rangkap salinan SPPT yang pembayarannya melalui pemindahbukuan, dengan rincian:
(1) satu SPPT disampaikan kepada Wajib Pajak;
(2) satu salinan SPPT untuk arsip KPP;
(3) satu salinan SPPT untuk arsip Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian; dan
(4) satu salinan SPPT sebagai dokumen kelengkapan permintaan pembayaran melalui pemindahbukuan.
b) satu SPPT dan 2 (dua) rangkap salinan SPPT yang pembayarannya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, dengan rincian:
(1) satu SPPT disampaikan kepada Wajib Pajak;
(2) satu salinan SPPT untuk arsip KPP; dan
(3) satu salinan SPPT untuk arsip Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian.
2) menyampaikan SPPT ke Wajib Pajak paling lambat Minggu ke-2 bulan Juni Tahun Pajak;
3) mengirimkan ke Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian paling lambat Minggu ke-2 bulan Mei Tahun Pajak:
a) salinan SPPT sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) angka (3) dan angka (4), serta rekapitulasi penerbitan SPPT PBB Migas atau PBB Panas Bumi; dan
b) salinan SPPT sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) angka (3) dan rekapitulasi penerbitan SPPT PBB Migas atau PBB Panas Bumi.
4) mengirimkan rekapitulasi penerbitan SPPT PBB Migas atau PBB Panas Bumi ke Kanwil DJP;
5) dalam hal diperlukan, dapat berkoordinasi dengan Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian terkait penyampaian SPPT ke Wajib Pajak dan mengirimkan SPPT dimaksud ke Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian paling lambat Minggu ke-2 bulan Mei Tahun Pajak;
6) melakukan pemberkasan SPOP, LSPOP, FDM, dan salinan SPPT per objek pajak.
d. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian:
1) membuat Daftar Ketetapan PBB Migas Onshore per Wajib Pajak per kabupaten/kota, Daftar Ketetapan PBB Migas Offshore dan Tubuh Bumi per Wajib Pajak, dan Daftar Ketetapan PBB Panas Bumi per Wajib Pajak per kabupaten/kota, untuk SPPT yang pembayarannya melalui pemindahbukuan;
2) menyampaikan Daftar Ketetapan PBB Migas atau PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada angka 1) disertai 1 (satu) salinan SPPT paling lambat Minggu ke-1 bulan Juni Tahun Pajak ke Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan;
3) dalam hal diperlukan, dapat berkoordinasi dengan KPP terkait penyampaian SPPT kepada Wajib Pajak;
4) mengarsipkan Daftar Ketetapan PBB Migas atau PBB Panas Bumi dan 1 (satu) salinan SPPT;
5) bersama-sama Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, melengkapi dokumen permintaan pembayaran tidak lengkap yang dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dan menyampaikan kembali dokumen permintaan pembayaran yang telah dilengkapi tersebut kepada Direktorat Jenderal Anggaran.
4. Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi
a. Melalui pemindahbukuan
Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan:
1) membuat konsep surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Anggaran mengenai permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan;
2) menghitung besarnya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan berdasarkan:
a) PBB yang terutang dalam SPPT; dan/atau
b) pokok atau selisih PBB yang terutang dalam SKP PBB.
3) menyampaikan surat Direktur Jenderal Pajak mengenai permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan beserta salinan SPPT dan/atau SKP PBB kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat Minggu ke-2 bulan Juni, dilampiri:
a) Daftar Ketetapan PBB Migas Onshore per Wajib Pajak per kabupaten/kota;
b) Daftar Ketetapan PBB Migas Offshore dan Tubuh Bumi per Wajib Pajak; dan
c) Daftar Ketetapan PBB Panas Bumi per Wajib Pajak per kabupaten/kota.
4) menyampaikan daftar realisasi pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi ke KPP; 
5) bersama-sama Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, melengkapi dokumen permintaan pembayaran tidak lengkap yang dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dan menyampaikan kembali dokumen permintaan pembayaran yang telah dilengkapi tersebut ke Direktorat Jenderal Anggaran.
b. Dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak
Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dilakukan oleh Wajib Pajak di Bank Persepsi yang melaksanakan penatausahaan penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
   
G. Ketentuan Lain-Lain

1. Kepala KPP melakukan pengawasan kepatuhan penyampaian SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP pada waktunya sebagaimana dimaksud dalam huruf F angka 1 huruf c, Kepala KPP menerbitkan Surat Teguran pengembalian SPOP dan LSPOP dan menyampaikannya kepada subjek pajak atau Wajib Pajak.
  2. Apabila setelah ditegur sebagaimana dimaksud pada huruf a, subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP sesuai jangka waktu yang ditentukan, Kepala KPP dapat menerbitkan SKP PBB.
  3. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang seharusnya terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP dan LSPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak, Kepala KPP dapat menerbitkan SKP PBB.
2. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian menyiapkan konsep Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Angka Kapitalisasi, Nilai Bumi Per Meter Persegi Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi Tubuh Bumi Eksplorasi PBB Migas dan PBB Panas Bumi, Harga Uap, dan Harga Listrik yang berlaku.
3. Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak meminta informasi rincian perhitungan nilai bumi dan nilai bangunan objek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi, KPP menerbitkan RPN atas objek pajak dimaksud.
4. Bentuk formulir:
  1. Formulir Pengumpulan Data Pembanding sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Formulir Analisis Penentuan Nilai Bumi per Meter Persegi Data Pembanding sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Formulir Analisis Penentuan Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Formulir Data Masukan (FDM) sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  5. Rekapitulasi Penerbitan SPPT PBB Migas atau PBB Panas Bumi sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  6. Daftar Ketetapan PBB Migas atau PBB Panas Bumi sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; dan
  7. Rincian Perhitungan Nilai (RPN) sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
5. Prosedur kerja:
a. Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh KPP adalah sebagai berikut:
1) Prosedur Pendaftaran atau Pemutakhiran Data Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
2) Prosedur Pembuatan Usulan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan NJOP Sebagai Dasar Pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
3) Prosedur Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran X Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
4) Prosedur Penyelesaian Permohonan Pencetakan Rincian Perhitungan Nilai PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
5) Prosedur Perekaman Bukti Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
b. Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh Kanwil DJP adalah sebagai berikut:
Prosedur Penerbitan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan NJOP Sebagai Dasar Pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
c. Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian adalah sebagai berikut:
1) Prosedur Penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Angka Kapitalisasi, Nilai Bumi Per Meter Persegi Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi Tubuh Bumi Eksplorasi PBB Migas dan PBB Panas Bumi, Harga Uap, dan Harga Listrik adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XIV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
2) Prosedur Penatausahaan Salinan SPPT dan Rekapitulasi Penerbitan SPPT PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
d. Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan adalah sebagai berikut:
1) Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XVI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
2) Prosedur Tindak Lanjut Surat Direktur Jenderal Anggaran Mengenai Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XVII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
6. Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ/2012 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
7. Dalam hal aplikasi basis data PBB Migas dan PBB Panas Bumi belum tersedia pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dilakukan secara manual.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001


Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
  2. Para Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan