Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 89/PMK.010/2015
Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva Dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 89/PMK.010/2015
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN
MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU
DI DAERAH-DAERAH TERTENTU SERTA PENGALIHAN AKTIVA
DAN SANKSI BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI
YANG DIBERIKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan;
Mengingat :
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5688);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU SERTA PENGALIHAN AKTIVA DAN SANKSI BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG DIBERIKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
- Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
- Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
(1) | Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal baik Penanaman Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, pada:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga diberikan kepada Wajib Pajak yang atas usulan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sesuai ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, ditolak oleh Menteri Keuangan. |
(1) | Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dibebankan sejak tahun pajak saat mulai berproduksi secara komersial. |
(2) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun dikalikan jumlah Penanaman Modal yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan. |
(1) | Penghitungan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dimulai sejak bulan berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan. | ||||||||||||
(2) | Penghitungan penyusutan atas aktiva berwujud dan amortisasi atas aktiva tak berwujud untuk bulan sebelum berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dilakukan sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya. | ||||||||||||
(3) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(4) | Dalam hal aktiva tetap yang lama diganti dengan aktiva tetap yang baru, dasar penyusutan aktiva tetap baru adalah harga perolehan aktiva baru dimaksud. |
(1) | Terhadap aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tetap baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:
|
(2) | Terhadap aktiva tak berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tak berwujud dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud baru, sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva tak berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2. |
(1) | Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan berakhir pada saat Wajib Pajak tidak lagi memenuhi ketentuan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) . |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak selain menghasilkan produk yang diberikan fasilitas juga menghasilkan produk yang tidak diberikan fasilitas, besaran dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c adalah sebesar persentase total nilai penjualan produk yang mendapat fasilitas terhadap total nilai penjualan seluruh produk pada tahun pajak sebelum dividen dibagikan. |
(3) | Kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c sebanding dengan persentase nilai realisasi aktiva perluasan usaha terhadap total nilai buku fiskal aktiva yang diperoleh sebelum perluasan usaha ditambah dengan nilai realisasi aktiva perluasan usaha pada waktu selesainya perluasan usaha. |
(1) | Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6 dan/atau angka 7. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak dapat memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d, sehingga Wajib Pajak dimaksud dapat memperoleh tambahan jangka waktu kompensasi kerugian yang melebihi dari 5 (lima) tahun, besarnya tambahan jangka waktu kompensasi kerugian yang diberikan adalah paling lama untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan lapangan menerbitkan keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 sesuai dengan penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 dihitung dengan formula sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 6 dihitung dengan formula sebagai berikut:
|
Permohonan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diajukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pengajuannya dilakukan sebelum saat mulai berproduksi secara komersial.
Pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 berlaku, terhadap Wajib Pajak yang izin prinsip Penanaman Modal atau izin prinsip perluasan Penanaman Modalnya diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015, dapat diajukan usulan untuk diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, sepanjang:
- izin prinsip Penanaman Modal atau izin prinsip perluasan Penanaman Modal tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
- bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), cakupan produk, persyaratan, dan/atau Daerah/Provinsi sesuai dengan Lampiran I atau Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015;
- belum berproduksi secara komersial pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 berlaku; dan
- usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dimaksud diterima oleh Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.
Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. | Diperuntukkan bagi:
|
||||
b. | Memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015; | ||||
c. | Wajib Pajak dianggap telah mengajukan permohonan mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan | ||||
d. | Dilakukan pemrosesan berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, dilakukan pembahasan dalam rapat yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk memutuskan dapat tidaknya permohonan dimaksud diusulkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak, staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara, dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat hadir dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
(2) | Usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri dokumen berupa:
|
(3) | Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri dengan surat keterangan belum beroperasi secara komersial yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) setelah mendapat rekomendasi staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara. |
(2) | Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada dokumen-dokumen, berupa:
|
(4) | Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tersedia lengkap pada saat rapat yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan saat disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). |
(5) | Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). |
(6) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Saat mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adalah saat pertama kali hasil produksi dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut. | ||||||||||
(2) | Saat mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan. | ||||||||||
(3) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan tertulis dari Wajib Pajak secara lengkap atau berdasarkan penelitian terhadap surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Wajib Pajak diketahui Wajib Pajak telah mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||
(4) | Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak dilakukannya produksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||
(5) | Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, yang paling sedikit dilampiri dengan:
|
||||||||||
(6) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diterima secara lengkap, harus menerbitkan keputusan yang berisi mengenai:
|
(2) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) terdapat ketidaksesuaian antara penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, permohonan penetapan saat mulai berproduksi secara komersial ditolak, dan keputusan persetujuan pemberian fasilitas dicabut, serta kepada Wajib Pajak dikenakan sanksi perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Keputusan pencabutan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut:
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan dalam periode sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sampai dengan diterbitkannya keputusan saat mulai berproduksi secara komersial. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan dalam periode sejak diterbitkannya keputusan saat mulai berproduksi secara komersial sampai dengan berakhirnya masa manfaat aktiva secara fiskal. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap Wajib Pajak dimaksud dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Terhadap penyalahgunaan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu dan Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dilakukan pencabutan terhadap keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dan tidak dapat lagi diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu dan Peraturan Menteri ini. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pencabutan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. |
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. | Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2012. |
2. | Terhadap permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang:
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2012 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 6 Mei 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 April 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 April 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 652
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.