Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 160/PMK.07/2021
TENTANG
PENGELOLAAN DANA INSENTIF DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Kementerian Negara (Lembaran Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6735);
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423);
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
- Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2020 tentang Pemberian Penghargaan dan/atau Pengenaan Sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 74);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN DANA INSENTIF DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
- Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
- Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari belanja negara yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara kepada Daerah dan desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan desa.
- Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah bagian dari dana TKDD yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria/kategori tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan um um pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
- Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
- Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
- Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah tahunan yang disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran BUN.
- Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
- Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
- Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
- Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
- Indikasi Kebutuhan Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana TKDD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKDD.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
- Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
- Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat SKPRTD adalah surat keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer setiap daerah menurut jenis transfer dalam periode tertentu.
- Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
- Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
- Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
PENGELOLAAN DID
Pasal 2
(1) |
Dalam rangka pengelolaan DID, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelolaan TKDD menetapkan:
a. |
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD; |
b. |
Direktur Dana Transfer Umum sebagai KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum; dan |
c. |
Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer sebagai KPA BUN Penyaluran TKDD. |
|
(2) |
Dalam hal KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum dan/atau KPA BUN Penyaluran TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berhalangan tetap, Menteri Keuangan menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum dan/atau KPA BUN Penyaluran TKDD. |
Pasal 3
(1) |
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. |
mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung; |
b. |
menyusun RKA BUN DID beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait; |
c. |
menyampaikan RKA BUN DID beserta dokumen pendukung kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu; |
d. |
menandatangani RKA BUN DID yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD; dan |
e. |
menyusun dan menyampaikan rekomendasi penyaluran DID kepada KPA BUN Penyaluran TKDD. |
|
(2) |
KPA BUN Penyaluran TKDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. |
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM; |
b. |
menyusun RDP BUN TKDD; |
c. |
menyusun DIPA BUN TKDD; |
d. |
menyusun SKPRTD atas DIPA BUN TKDD; |
e. |
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan Rencana Penarikan Dana TKDD; |
f. |
mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan penyaluran TKDD; |
g. |
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran TKDD kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKDD; dan |
h. |
melaksanakan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran dan penyaluran kembali TKDD. |
|
Pasal 4
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum dan KPA BUN Penyaluran TKDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan DID oleh Pemerintah Daerah.
BAB III
PENGANGGARAN
Pasal 5
(1) |
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD. |
(2) |
Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID. |
(3) |
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari. |
(4) |
Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN. |
(5) |
Indikasi Kebutuhan Dana TKDD untuk DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disusun dengan memperhatikan:
a. |
perkembangan DID dalam 3 (tiga) tahun terakhir; |
b. |
arah kebijakan DID; dan/atau |
c. |
kemampuan keuangan negara. |
|
BAB IV
PENGALOKASIAN
Bagian Kesatu
Penghitungan dan Penetapan Alokasi DID
Pasal 6
(1) |
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi DID berdasarkan pagu indikatif DID dan kebijakan Pemerintah. |
(2) |
Penghitungan alokasi DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penilaian atas:
a. |
kinerja tahun sebelumnya; dan |
b. |
kinerja tahun berjalan. |
|
(3) |
Penghitungan alokasi DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berdasarkan:
a. |
klaster Daerah; |
b. |
kriteria utama; dan |
c. |
kategori kinerja. |
|
(4) |
Penghitungan alokasi DID penilaian atas kinerja tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dialokasikan berdasarkan kategori kinerja termasuk tetapi tidak terbatas pada kinerja pengelolaan APBD, penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan peningkatan perekonomian Daerah. |
Pasal 7
(1) |
Klaster Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dibagi ke dalam 3 (tiga) klaster berdasarkan peta kapasitas fiskal daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai peta kapasitas fiskal daerah yang berlaku pada saat dilakukan perhitungan alokasi DID. |
(2) |
Klaster Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. |
klaster A merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi dan tinggi berdasarkan provinsi, kabupaten, dan kota; |
b. |
klaster B merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sedang dan rendah berdasarkan provinsi, kabupaten, dan kota; dan |
c. |
klaster C merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sangat rendah berdasarkan provinsi, kabupaten, dan kota. |
|
(3) |
Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pas al 6 ayat (3) huruf b diatur dengan ketentuan:
a. |
klaster A menggunakan indikator:
1. |
opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah 5 (lima) tahun terakhir; |
2. |
penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu; |
3. |
pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) dengan kategori minimal B; |
4. |
aplikasi penganggaran berbasis elektronik (e-Budgeting); dan |
5. |
ketersediaan pelayanan terpadu satu pintu; |
|
b. |
klaster B menggunakan indikator:
1. |
opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk 1 (satu) tahun terakhir; |
2. |
penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu; |
3. |
pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) dengan kategori minimal B; |
4. |
aplikasi penganggaran berbasis elektronik (e-Budgeting); dan |
5. |
ketersediaan pelayanan terpadu satu pintu; |
|
c. |
klaster C tidak menggunakan kriteria utama. |
|
Pasal 8
(1) |
Penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. |
(2) |
Pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a angka 3 dan huruf b angka 3 merupakan pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dan berbasis web atau internet dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. |
(3) |
Aplikasi penganggaran berbasis elektronik (e-Budgeting) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a angka 4 dan huruf b angka 4 merupakan penyusunan APBD melalui aplikasi dan dinyatakan aktif. |
(4) |
Dalam hal menteri/pimpinan lembaga nonkementerian terkait tidak melakukan penilaian atau menyediakan data kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), kriteria utama tersebut tidak diperhitungkan dalam pengalokasian DID. |
Pasal 9
(1) |
Kategori kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dikelompokkan dalam:
a. |
kelompok tata kelola keuangan Daerah; |
b. |
kelompok pelayanan dasar publik; |
c. |
kelompok pelayanan umum pemerintahan; dan |
d. |
kelompok kesejahteraan masyarakat. |
|
(2) |
Kelompok tata kelola keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. |
kategori kemandirian Daerah yang didasarkan pada rumus: |
|
kemandirian Daerah = |
|
(pajak daerah + retribusi daerah) Produk Regional Bruto non minyak dan gas bumi
|
|
; dan |
b. |
kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah berupa interkoneksi data transaksi melalui sistem informasi keuangan Daerah. |
|
(3) |
Kelompok pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. |
kategori angka partisipasi murni; |
b. |
kategori peta mutu pendidikan; |
c. |
kategori penanganan stunting; |
d. |
kategori balita mendapatkan imunisasi lengkap; |
e. |
kategori persalinan di fasilitas kesehatan; |
f. |
kategori pengelolaan air minum; dan |
g. |
kategori akses sanitasi layak. |
|
(4) |
Kelompok pelayanan umum pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. |
kategori penyelenggaraan pemerintahan Daerah; |
b. |
kategori sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; |
c. |
kategori inovasi dan penghargaan pembangunan Daerah; |
d. |
kategori kinerja pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelayanan berusaha; |
e. |
kategori pengelolaan lingkungan hidup; dan |
f. |
kategori indeks pencegahan korupsi. |
|
(5) |
Kelompok kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. |
kategori tingkat pengangguran terbuka; |
b. |
kategori penurunan penduduk miskin; |
c. |
kategori indeks pembangunan manusia; dan |
d. |
kategori pengendalian inflasi Daerah. |
|
(6) |
Kategori inovasi dan penghargaan pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, terdiri atas variabel:
a. |
inovasi pelayanan publik; |
b. |
inovasi Pemerintah Daerah; dan |
c. |
penghargaan pembangunan Daerah. |
|
(7) |
Dalam hal data kategori kinerja/variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) tidak tersedia, kategori kinerja/variabel tersebut tidak diperhitungkan dalam pengalokasian DID. |
Pasal 10
(1) |
Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan kategori kinerja/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) sampai dengan ayat (6) dapat dilakukan perubahan dengan pertimbangan:
a. |
capaian kriteria utama dan kategori kinerja sudah dipenuhi maksimal oleh Pemerintah Daerah; |
b. |
data kriteria utama dan kategori kinerja sudah tidak disediakan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam penyediaan data; dan/atau |
c. |
kebijakan Pemerintah untuk memberikan penghargaan atas kinerja Pemerintah Daerah di bidang tertentu. |
|
(2) |
Perubahan kriteria utama dan/atau kategori kinerja/variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. |
Pasal 11
(1) |
Penilaian:
a. |
kategori kemandirian Daerah; |
b. |
kategori angka partisipasi murni; |
c. |
kategori peta mutu pendidikan; |
d. |
kategori penanganan stunting; |
e. |
kategori balita mendapatkan imunisasi lengkap; |
f. |
kategori persalinan di fasilitas kesehatan; |
g. |
kategori pengelolaan air minum; |
h. |
kategori akses sanitasi layak; |
i. |
kategori penyelenggaraan pemerintahan Daerah; |
j. |
kategori sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; |
k. |
kategori pengelolaan lingkungan hidup; |
l. |
kategori indeks pencegahan korupsi; |
m. |
kategori tingkat pengangguran terbuka; |
n. |
kategori penurunan penduduk miskin; dan |
o |
kategori indeks pembangunan manusia, |
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a, ayat (3), ayat (4) huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f, serta ayat (5) huruf a, huruf b, dan huruf c, didasarkan pada penghitungan nilai kinerja Daerah. |
|
(2) |
Penghitungan nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap tiap-tiap kategori, terdiri atas:
a. |
nilai peningkatan kinerja; dan |
b. |
nilai capaian kinerja tahun terakhir. |
|
(3) |
Nilai peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dihitung melalui tahapan sebagai berikut:
a. |
menghitung selisih nilai 2 (dua) tahun terakhir dengan rumus: |
|
nilai peningkatan kinerja = T-1 - T-2 |
|
Keterangan: |
|
T-1 |
= data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan |
T-2 |
= data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan; |
|
b. |
nilai peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada huruf a diurutkan mulai nilai terendah hingga nilai tertinggi berdasarkan klaster sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); |
c. |
nilai peningkatan kinerja yang telah diurutkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelas; dan |
d. |
nilai peningkatan kinerja tiap-tiap Daerah dimasukkan ke dalam kelas sesuai dengan nilainya, sebagai berikut: |
|
Kelas |
Nilai |
10 |
10 |
9 |
9 |
8 |
8 |
7 |
7 |
6 |
6 |
5 |
5 |
4 |
4 |
3 |
3 |
2 |
2 |
1 |
1 |
|
|
(4) |
Nilai capaian kinerja tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dihitung melalui tahapan sebagai berikut:
a. |
nilai capaian kinerja tahun terakhir merupakan nilai capaian pada 1 (satu) tahun sebelum perhitungan diurutkan mulai nilai terendah hingga nilai tertinggi berdasarkan klaster sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); |
b. |
nilai capaian kinerja tahun terakhir yang telah diurutkan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelas; dan |
c. |
nilai capaian kinerja tahun terakhir tiap-tiap Daerah dimasukkan ke dalam kelas sesuai dengan nilainya, sebagai berikut: |
|
Kelas |
Nilai |
10 |
10 |
9 |
9 |
8 |
8 |
7 |
7 |
6 |
6 |
5 |
5 |
4 |
4 |
3 |
3 |
2 |
2 |
1 |
1 |
|
|
(5) |
Nilai kinerja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung menggunakan rumus: |
|
nilai kinerja Daerah = |
|
(nilai peningkatan kinerja + nilai capaian tahun terakhir) x10
2
|
(6) |
Nilai kinerja kategori tingkat pengangguran terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan kategori penurunan penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n merupakan inversi nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) |
Nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diperingkatkan menjadi 5 (lima) peringkat, yaitu:
Nilai Kinerja |
Peringkat |
91-100 |
amat baik (A) |
76-90 |
baik (B) |
61-75 |
cukup (C) |
51-60 |
sedang (D) |
0-50 |
kurang (E) |
|
Pasal 12
(1) |
Pemerintah Daerah yang telah mencapai nilai maksimal untuk nilai capaian kinerja tahun terakhir pada kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), diberikan peringkat amat baik (A). |
(2) |
Pemerintah Daerah yang tidak memiliki data untuk data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan dan/atau data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan untuk kategori se bagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tidak diperhitungkan nilai peningkatan kinerja. |
(3) |
Pemerintah Daerah yang tidak memiliki data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan untuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tidak diperhitungkan nilai capaian tahun terakhir. |
Pasal 13
(1) |
Penilaian:
a. |
kategori inovasi dan penghargaan pembangunan Daerah; |
b. |
kategori kategori kinerja pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelayanan berusaha; dan |
c. |
kategori pengendalian inflasi Daerah. |
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf c dan huruf d, dan ayat (5) huruf d merupakan hasil penilaian kementerian negara/lembaga nonkementerian terkait. |
|
(2) |
Hasil penilaian kategori kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat . (1) ditetapkan dalam keputusan menteri/pimpinan lembaga nonkementerian terkait. |
(3) |
Dalam hal penetapan hasil penilaian kategori kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ditetapkan dalam keputusan menteri/pimpinan lembaga nonkementerian terkait, kategori tersebut tidak diperhitungkan dalam pengalokasian DID. |
Pasal 14
Interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dinilai berdasarkan variabel:
a. |
registrasi dengan bobot 40% (empat puluh persen); |
b. |
status koneksi agen sistem informasi keuangan Daerah dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan |
c. |
penyampaian data dengan bobot 40% (empat puluh persen), |
yang dihitung dengan rumus: |
interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah = |
registrasi + status koneksi + penyampaian data |
Pasal 15
(1) |
Daerah yang mendapatkan alokasi DID untuk klaster A dan klaster B se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dan huruf b merupakan Daerah yang memenuhi kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. |
mendapatkan nilai kinerja Daerah dengan peringkat amat baik (A) atau baik (B) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7); |
b. |
mendapatkan penilaian oleh kementerian negara/lembaga nonkementerian terkait; dan/atau |
c. |
mendapatkan nilai paling rendah 95 (sembilan puluh lima) untuk kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. |
|
(2) |
Daerah yang mendapatkan alokasi DID untuk klaster C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c merupakan Daerah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
mendapatkan nilai kinerja Daerah dengan peringkat amat baik (A) atau baik (B) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7); |
b. |
mendapatkan penilaian oleh kementerian negara/lembaga nonkementerian terkait; dan/atau |
c. |
mendapatkan nilai paling rendah 95 (sembilan puluh lima) untuk kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. |
|
Pasal 16
(1) |
Alokasi DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
per klaster sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan |
b. |
per kategori/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) sampai dengan ayat (6). |
|
(2) |
Alokasi DID per klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan proporsi:
a. |
klaster A sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya; |
b. |
klaster B sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari pagu alokasi DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya; dan |
c. |
klaster C sebesar 15% (lima belas persen) dari pagu alokasi DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya. |
|
(3) |
Alokasi DID per klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan ke kategori/variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan prioritas kategori/variabel dan jumlah Daerah penerima DID per kategori/variabel. |
(4) |
Prioritas per kategori/variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan berdasarkan bobot sebagai berikut:
a. |
bobot prioritas per kategori adalah |
|
Kategori Kinerja |
Bobot Prioritas |
|
7,00 |
2. |
sistem informasi keuangan Daerah |
|
4,00 |
3. |
angka partisipasi murni |
|
7,00 |
|
7,00 |
5. |
balita yang mendapatkan imunisasi lengkap |
|
7,00 |
6. |
persalinan di fasilitas kesehatan |
|
7,00 |
|
7,00 |
|
7,00 |
9. |
penyelenggaraan pemerintahan Daerah |
|
4,00 |
10. |
sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah |
|
4,00 |
11. |
inovasi dan penghargaan pembangunan daerah |
|
4,00 |
|
4,00 |
13. |
kinerja pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelayanan berusaha |
|
4,00 |
|
9,00 |
15. |
indeks pembangunan manusia |
|
6,00 |
16. |
pengendalian inflansi |
|
4,00 |
17. |
penuruanan penduduk miskin |
|
4,00 |
18. |
tingkat pengangguran terbuka |
|
4,00 |
Nasional |
100,00 |
|
b. |
bobot variabel inovasi pelayanan publik, variabel inovasi pemerintah Daerah, dan variabel penghargaan pembangunan Daerah masing-masing sebesar satu per tiga dari bobot kategori inovasi dan penghargaan pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 11. |
|
(5) |
Penentuan alokasi per kategori/variabel pada tiap-tiap klaster dihitung dengan tahapan sebagai berikut:
a. |
menghitung jumlah Daerah yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 pada tiap-tiap kategori/variabel; |
b. |
menghitung indeks per kategori/variabel dengan rumus: |
|
indeks per kategori/variabel = |
|
jumlah Daerah X bobot kategori/variabel |
|
Keterangan: |
|
jumlah Daerah = jumlah Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a |
|
bobot kategori/variabel = bobot kategori/variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (4) |
c. |
menghitung persentase alokasi per kategori/variabel dengan rumus: |
|
persentase alokasi per kategori/variabel ke - i = |
|
indeks kategori/variabel ke - i total indeks kategori/variabel |
|
Keterangan: |
|
i = kategori/variabel ke-1 sampai dengan ke n |
|
n = jumlah total kategori/variabel; dan |
d. |
menghitung besaran alokasi per kategori/variabel dengan rumus: |
|
alokasi per kategori/variabel ke - i = |
|
persentase alokasi kategori/variabel ke-i X alokasi per klaster |
|
Keterangan: |
|
i = kategori/variabel ke-1 sampai dengan ke n |
|
n = jumlah total kategori/variabel |
|
alokasi per klaster = alokasi tiap-tiap klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (2) |
|
(6) |
Dalam hal terdapat perubahan proporsi alokasi DID per klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan bobot prioritas kategori/variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (4), perubahan proporsi alokasi DID per klaster dan perubahan bobot prioritas kategori/variabel ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. |
Pasal 17
(1) |
Alokasi DID suatu Daerah yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 untuk tiap-tiap kategori dihitung dengan rumus:
alokasi DID suatu Daerah i = |
nilai kinerja Daerah i total nilai kinerja Daerah |
X alokasi per kategori/variabel |
|
|
Keterangan: |
|
i = Daerah ke-1 sampai dengan Daerah ke n |
|
n = total Daerah yang memenuhi ketentuan dalam Pasal 15 untuk tiap kategori/variabel |
|
nilai kinerja Daerah = nilai kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan (6), Pasal 13 ayat ( 1), dan Pasal 14 pada satu kategori/variabel |
|
alokasi per kategori/variabel = alokasi per kategori/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5). |
(2) |
Alokasi DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam pembahasan rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. |
(3) |
Berdasarkan pagu alokasi DID dalam rancangan Undang-Undang mengenai APBN dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan alokasi DID menurut Daerah provinsi dan kabupaten/kota. |
(4) |
Berdasarkan alokasi DID menurut Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan informasi alokasi DID melalui portal (website) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. |
(5) |
Alokasi DID menurut Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. |
Bagian Kedua
Penyediaan Data DID
Pasal 18
(1) |
Dalam penyediaan data DID, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat permintaan data kepada:
a. |
Kepala Badan Pusat Statistik; |
b. |
Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan; dan/atau |
c. |
menteri/pimpinan lembaga nonkementerian terkait, |
paling lambat bulan Juni. |
|
(2) |
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyiapkan data:
a. |
realisasi APBD; |
b. |
penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD; |
c. |
penyampaian Peraturan Daerah mengenai APBD kepada Kementerian Keuangan; |
d. |
interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah; dan/atau |
e. |
data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
|
(3) |
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan kompilasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat bulan September. |
BAB V
PENYALURAN
Pasal 19
(1) |
KPA BUN Penyaluran TKDD menyusun DIPA BUN TKDD atau perubahan DIPA BUN TKDD. |
(2) |
Penyusunan DIPA BUN TKDD atau perubahan DIPA BUN TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara. |
Pasal 20
(1) |
Berdasarkan DIPA BUN TKDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, KPA BUN Penyaluran TKDD menetapkan SKPRTD sesuai dengan alokasi DID untuk setiap Daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. |
(2) |
SKPRTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pejabat pembuat komitmen sebagai dasar penerbitan SPP. |
(3) |
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM. |
(4) |
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara sebagai dasar penerbitan SP2D. |
(5) |
Penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. |
Pasal 21
(1) |
Penyaluran DID dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. |
(2) |
Dalam hal terdapat perubahan RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah wajib menyampaikan permohonan perubahan RKUD kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilampiri:
a. |
asli rekening koran dari RKUD; dan |
b. |
salinan keputusan Kepala Daerah mengenai penunjukan bank tempat menampung RKUD. |
|
Pasal 22
(1) |
Penyaluran DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dilakukan secara bertahap, dengan ketentuan:
a. |
tahap I sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi paling cepat bulan Februari dan paling lambat bulan Juni; dan |
b. |
tahap II sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi paling cepat bulan Juli. |
|
(2) |
Penyaluran DID tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima:
a. |
Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan; |
b. |
rencana penggunaan DID tahun anggaran berjalan; dan |
c. |
laporan realisasi penyerapan DID tahun anggaran sebelumnya bagi Daerah yang mendapatkan DID pada tahun anggaran sebelumnya, |
dari Pemerintah Daerah paling lambat tanggal 20 Juni. |
|
(3) |
Penyaluran DID tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan realisasi penyerapan DID tahap I dari Pemerintah Daerah paling lambat tanggal 20 November. |
(4) |
Laporan realisasi penyerapan DID tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menunjukkan penyerapan paling rendah 70% (tujuh puluh persen) dari dana yang diterima di RKUD. |
(5) |
Rencana penggunaan DID sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditandatangani oleh Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah. |
(6) |
Laporan realisasi penyerapan DID sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) ditandatangani oleh Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah atau pejabat pengelola keuangan Daerah. |
(7) |
Dalam hal persyaratan penyaluran DID belum diterima sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), DID tidak disalurkan. |
(8) |
Dalam hal tanggal 20 Juni dan tanggal 20 November sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penyampaian persyaratan penyaluran DID pada hari kerja berikutnya. |
Pasal 23
(1) |
Pemerintah Daerah menyusun dan menyampaikan laporan bulanan realisasi penyerapan DID. |
(2) |
Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya. |
(3) |
Penyampaian laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pejabat pengelola keuangan Daerah. |
Pasal 24
(1) |
Laporan persyaratan penyaluran DID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b dan huruf c dan ayat (3) serta laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disusun dan disampaikan melalui aplikasi sistem informasi keuangan Daerah. |
(2) |
Ketentuan mengenai penyusunan dan penyampaian laporan persyaratan penyaluran DID dan penyampaian laporan bulanan melalui sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. |
BAB VI
PENGGUNAAN
Pasal 25
(1) |
DID penilaian atas kinerja tahun sebelumnya digunakan untuk:
a. |
bidang pendidikan; |
b. |
bidang kesehatan; dan/atau |
c. |
bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat |
|
(2) |
Penggunaan DID untuk bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling rendah 10% (sepuluh persen) dari alokasi DID setiap Daerah. |
(3) |
Penggunaan DID untuk bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling rendah 21 % (dua puluh satu persen) dari alokasi DID setiap Daerah. |
(4) |
DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
a. |
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan |
b. |
perjalanan dinas. |
|
BAB VII
PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN
PELAPORAN
Pasal 26
(1) |
KPA BUN Penyaluran TKDD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan pengelolaan DID tingkat KPA kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD. |
(2) |
Laporan keuangan pengelolaan DID tingkat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi satu kesatuan dalam laporan keuangan tingkat KPA atas pengelolaan dana alokasi umum, dana bagi hasil, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus, dan dana keistimewaan daerah istimewa Yogyakarta. |
(3) |
Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menyusun laporan keuangan BA BUN TKDD berdasarkan laporan keuangan tingkat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Laporan keuangan tingkat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan keuangan BA BUN TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh unit organisasi pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan BA BUN TKDD dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi. |
(5) |
Penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKDD. |
BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 27
(1) |
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan DID. |
(2) |
Pemantauan terhadap pengelolaan DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. |
laporan rencana penggunaan; |
b. |
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan |
c. |
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran. |
|
(3) |
Evaluasi terhadap pengelolaan DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. |
kebijakan pengalokasian DID; |
b. |
mekanisme penyaluran DID; |
c. |
realisasi penyaluran DID; dan |
d. |
penggunaan dan hasil keluaran DID. |
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
Ketentuan mengenai penghitungan alokasi, penyaluran, dan penggunaan DID penilaian atas kinerja tahun berjalan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Pasal 29
Ketentuan mengenai:
a. |
tata cara penentuan kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf b; |
b. |
contoh format rencana penggunaan DID tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b; |
c. |
contoh format laporan realisasi penyerapan DID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c dan ayat (3); dan |
d. |
contoh format laporan bulanan realisasi penyerapan DID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), |
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 30
Ketentuan mengenai pengelolaan DID dalam Peraturan Menteri ini tetap berlaku, sepanjang diamanatkan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang mengenai APBN.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1180) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1237), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 November 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI
|
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 November 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1282
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.