Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 beserta tata cara dan petunjuk pelaksanaannya sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.04/1994 tanggal 22 Maret 1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994, maka guna menyamakan persepsi dan keseragaman pelaksanaan di lapangan perlu diberikan penegasan sebagai berikut :
Sesuai dengan penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, antara lain dijelaskan bahwa pembayaran PPh Pasal 25 oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan berkaitan dengan adanya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, dengan perkataan lain kewajiban PPh Pasal 25 ini berkaitan dengan adanya obyek PPh yang berasal dari transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
Berdasar uraian di atas bahwa penjualan atau pengalihan hak atas tanah, bangunan atau tanah dan bangunan dihadapan Notaris walaupun tidak selaku PPAT, seperti akta perikatan jual beli, jual beli bangunan di atas tanah negara (Kotamadya, pelabuhan) atau diatas tanah pihak ke tiga, pembebasan tanah oleh Real Estate/Industrial Estate, jual beli atau pengalihan hak pengelolaan, atau cara lain yang dapat dikategorikan penjualan tanah, bangunan atau tanah dan bangunan dihadapan Notaris wajib membayar PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 3 Tahun 1994.
Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan terjadi karena tukar menukar atau "ruilslag", maka kedua belah pihak masing-masing dikenakan PPh Pasal 25 sebesar 3% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, kecuali salah satu pihak yang melakukan tukar menukar adalah pemerintah maka yang dikenakan hanya pihak bukan pemerintah saja.
Dalam hal pengalihan hak karena penjualan lelang, apabila pihak yang hartanya dilelang tidak bersedia membayar PPh Pasal 25, maka Kepala Kantor Lelang Negara atas nama Wajib Pajak yaitu pihak yang hartanya dilelang wajib membayar PPh Pasal 25 dengan mencantumkan "qq" nama Wajib Pajak yang bersangkutan disertai cap Kantor Lelang yang berkenaan pada kolom Nama Wajib Pajak/Penyetor yang disediakan dalam blanko Surat Setoran Pajak (SSP). Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut diambil dari hasil lelang yang dilaksanakan.
Dalam hal yang dilelang adalah tanah dan atau bangunan milik Pemerintah, Badan Pemerintah non subyek pajak serta pihak lain yang termasuk bukan merupakan subyek pajak, maka kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 tidak ada dan tidak diperlukan adanya SKB PPh Pasal 25.
Harga penjualan pada risalah lelang dipakai sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25 walaupun harga lelang lebih rendah dari NJOP atas tanah dan atau bangunan tersebut.
Tata cara pembayaran, penyetoran dan kewajiban laporan sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994, bagi Kantor Lelang Negara Klas I dan Pejabat Kantor Lelang Negara Klas II mulai berlaku sejak tanggal 1 September 1994.
Dalam hal Kantor Lelang Negara Klas I dan Pejabat Kantor Lelang Negara Klas II telah melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 sebelum tanggal 1 September 1994, maka PPh Pasal 25 yang telah disetor tidak perlu dikembalikan, tetapi dapat diperhitungkan dalam SPT Tahunan PPh-nya.
Dalam hal pelepasan atau pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan terjadi karena adanya keputusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung diharapkan dapat memerintahkan pihak yang haknya beralih untuk membayar PPh Pasal 25.
Dalam hal terjadi perikatan pengalihan atau pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilanjutkan dengan jual beli, apabila harga jual beli yang disepakati sama besarnya dengan harga menurut akta perikatan pengalihan atau pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan, maka pada saat pembuatan akta jual beli, pihak penjual atau yang mengalihkan harta tidak perlu menyetor lagi PPh Pasal 25, sepanjang PPh Pasal 25 sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 sudah disetor pada saat akta perikatan pengalihan atau pelepasan hak ditandatangani Notaris.
Namun apabila pada saat pembuatan akta perikatan tersebut belum atau kurang dibayar PPh Pasal 25-nya, maka saat pembuatan akta jual beli kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 harus dilunasi sesuai dengan ketentuan.
Pengalihan bangunan di atas tanah negara melalui Notaris, termasuk dalam pengertian pengalihan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994.
Dengan adanya penegasan ini maka kepada semua Notaris, Kepala Kantor Lelang Negara/BUPLN, Pejabat yang berwenang memberikan Keputusan atas pengalihan hak atas tanah, bangunan atau tanah dan bangunan, wajib melaksanakan ketentuan PP Nomor 3 Tahun 1994 beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.04/1994 tanggal 22 Maret 1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994, mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, dan kewajiban laporannya.
Demikian penjelasan ini disampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
ttd
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.