B.1 |
Perlakuan PPN terhadap SGU dengan hak opsi (Finance Lease) dalam hal tidak terdapat hubungan istimewa : |
1.1. |
Dalam suatu kegiatan SGU dengan hak opsi pada hakekatnya terdapat 2 macam penyerahan, yaitu penyerahan jasa dan penyerahan barang modal. Ketentuan yang berlaku sehubungan dengan kedua jenis penyerahan tersebut adalah : |
1.1.1. |
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 jo. Pasal 15 Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam transaksi SGU dengan hak opsi dari lessor kepada lessee merupakan jasa financial leasing yang dikecualikan dari pengenaan PPN, dengan demikian lessor bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). |
1.1.2. |
Berdasarkan Pasal 1 huruf d angka 1) huruf b) Undang-undang PPN 1984, pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian SGU, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN. Penyerahan barang dianggap telah terjadi pada saat barang (barang modal) dipindahkan penguasaannya dari penjual (supplier) atau lessor kepada pembeli atau lessee, walaupun belum diikuti dengan penyerahan hak kepemilikan atas barang yang disewa guna usaha tersebut kepada lessee. |
1.1.3. |
Dengan demikian dalam hal lessee adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN yang dibayar atas perolehan barang yang disewa guna usaha dengan hak opsi tersebut, merupakan PPN Pajak Masukan bagi lessee. Untuk keperluan pengkreditannya, oleh supplier barang yang disewa guna usahakan dibuat Faktur Pajak atas nama lessor untuk dan atas nama (qq) lessee, dengan mencantumkan identitas lessor maupun lessee (Nama NPWP dan alamat). |
1.2. |
Pembayaran kembali Pajak Masukan : Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi (finance lease) kadang-kadang berakhir lebih cepat yaitu karena force majeur, default atau karena sebab ekonomis sehingga masa SGU menjadi lebih pendek dari masa yang semula disepakati atau bahkan lebih pendek dari masa menurut Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991. Dalam hal demikian, maka perlakuan atas Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh lessee diatur sebagai berikut : |
1.2.1. |
Dalam hal terjadi force majeur, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh lessee tidak wajib dibayar kembali oleh lessee. Apabila barang tersebut diasuransikan dan penggantian asuransi berupa uang tunai, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh lessee wajib dibayar kembali, kecuali penggantian asuransi tersebut berupa barang modal baru atau bagian barang modal baru, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan dari barang modal lama tidak wajib dibayar kembali dan Pajak Masukan dari barang modal baru atau bagian dari barang modal baru tersebut tidak dapat dikreditkan. |
1.2.2. |
Dalam hal terjadi default, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar kembali sebagian oleh lessee.Pajak Masukan yang harus dibayar kembali oleh lessee dalam butir 1.2.1. dan 1.2.2. dihitung berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan No. 1441b/KMK.04/1989 dengan rumus : |
P X PM |
dimana, |
P - |
adalah prosentase harga sisa buku (prosentase sisa manfaat berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1983) pada awal tahun pajak terjadinya pemutusan transaksi SGU. |
PM - |
adalah jumlah Pajak Masukan yang telah dikreditkan. |
Contoh : Mesin seharga Rp. 100.000.000,- disewa guna usahakan pada tanggal 1 Nopember 1992 untuk masa sewa guna usaha 4 tahun. PPN Pajak Masukan yang dibayar Rp. 10.000.000,- dan telah dikreditkan pada SPT Masa Nopember 1992. Pemutusan transaksi sewa guna usaha terjadi pada Oktober 1994. Mesin tersebut termasuk golongan I Keputusan Menteri Keuangan No. 826/KMK.04/1984, sehingga atas mesin tersebut telah disusutkan selama 2 (dua) tahun. Prosentase sisa buku pada awal tahun 1994 adalah 25%. PPN Pajak Masukan yang harus dibayar kembali adalah : 25% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 2.500.00,- Keterangan : Dalam hal penghentian SGU terjadi dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun sejak dimulai SGU, maka seluruh Pajak Masukan atas Barang Modal yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar kembali. Pembayaran kembali Pajak Masukan tidak perlu dilakukan, jika jumlah Pajak Masukan yang harus dibayar kembali kurang dari Rp. 100.000,00,-(seratus ribu rupiah). Pembayaran kembali Pajak Masukan dimaksud harus dilakukan bersamaan dengan saat penyampaian atau selambat-lambatnya pada saat jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Pembayaran kembali Pajak Masukan (Formulir 1435 PM). Dalam hal tidak dibayar, maka KPP yang bersangkutan harus menagih utang Pajak tersebut dengan cara menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. |
1.2.3. |
Dalam hal terjadi "sebab ekonomis" maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan tidak wajib dibayar kembali oleh lessee. |
1.3. |
Dalam suatu perjanjian SGU yang berakhir sesuai dengan masa SGU yang disepakati, namun lessee ternyata tidak menggunakan hak opsinya, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar kembalisebagian dengan perhitungan seperti tersebut pada butir 1.2.2. di atas. |
1.4. |
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 4 ayat (4) Keputusan Menteri Keuangan No. 1441b/KMK.04/1989, dalam rangka perjanjian Sale and Lease Back, tidak termasuk pengertian pemindahtanganan barang dari lessee kepada lessor, dengan syarat Barang Modal tersebut masih digunakan oleh lessee sebagai PKP dalam kegiatan usahanya. Dalam hal terjadi pemutusan SGU lebih pendek dari masa SGU yang semula disepakati atau bahkan lebih pendek dari masa SGU yang semula disepakati atau bahkan lebih pendek dari masa menurut Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar kembali sebagian oleh lessee dengan perhitungan seperti tersebut pada butir 1.2.2. |
B.2. |
Perlakuan PPN terhadap SGU dengan hak opsi (finance lease) dalam hal terdapat hubungan istimewa. Dalam hal antara lessor dan lessee terdapat hubungan istimewa membuat perjanjian SGUdengan hak opsi (finance lease), perlakuan PPN-nya sama dengan seperti diuraikan pada butir B1. Apabila terjadi perubahan masa SGU menjadi lebih pendek dari masa yang semula disepakati, maka perlakuan PPN-nya adalah sebagai berikut : |
2.1. |
Apabila masa SGU menjadi lebih pendek dari masa yang telah disepakati namun masih dalam batas sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, perlakuan PPN tetap sama tidak perlu diubah menjadi diperlakukan sebagai Operating Lease. |
2.2. |
Kecuali terjadi karena force majeur, apabila masa SGU menjadi lebih pendek dari masa yang telah disepakati sehingga tidak memenuhi Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991, maka perlakuan PPN yang telah diberikan terhadap SGU dengan hak opsi (finance lease) tersebut harus diubah menjadi atau diperlakukan sebagai SGU tanpa hak opsi (operating lease), yang diatur sebagai berikut |
2.2.1. |
Pihak lease harus membayar kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan bersamaan dengan saat penyampaian atau selambat-lambatnya pada saat jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Pembayaran Kembali Pajak Masukan (Formulir 1485 PM). |
2.2.2. |
Dalam hal tidak dibayar, KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. |
2.2.3. |
Atas masa SGU yang telah dijalani diperlakukan sebagai telah terjadipersewaan barang sehingga terutang PPN. Oleh karena itu KPP harus menagih PPN yang terutang tersebut dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas nama Lessor sebesar PPN yang terutang tersebut dengan DPP sebesar pembayaran bruto berupa sewa guna usaha (lease payment) yang telah diterima ditambah sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. |
2.2.4. |
Pihak lessor selanjutnya wajib mengenakan PPN atas Jasa Persewaan Barang yang masih tersisa dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar pembayaran bruto sewa guna usaha (lease payment) yang masih dilakukan lessee. |
B.3. |
Perlakuan PPN terhadap SGU dengan hat opsi (finance lease) yang masanya tidak memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991. Dalam hal Lessor dan Lessee membuat perjanjian SGU dengan hak opsi (Finance Lease) namun masanya tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 huruf b KeputusanMenteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, maka perlakuan PPN yang diberikan terhadap perjanjian tersebut sama dengan perlakuan PPN terhadap perjanjian SGU tanpa hak opsi (Operating Lease). |
B.4. |
Perlakuan PPN terhadap SGU tanpa hak opsi (Operating Lease). |
4.1. |
Perlakuan PPN atas transaksi SGU tanpa hak opsi : |
4.1.1. |
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988 jis huruf d dan Pengumuman Dirjen Pajak No. PENG-139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4 dan 5 Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-05/PJ./1994, penyerahan jasa dalam transaksi SGU tanpa hak opsi dari Lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). |
4.1.2. |
Pengalihan barang dalam transaksi SGU tanpa hak opsi bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka persewaan biasa. |
4.1.3. |
Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf p Undang-undang PPN 1984. |
4.1.4. |
PPN sebagaimana dimaksud pada butir 4.1.3. merupakan PPN Pajak Keluaran bagi lessor dan merupakan PPN Pajak Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah PKP. PPN yang dibayar atas perolehan BKP yang disewa guna usahakan merupakan PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran Lessor. |
4.2. |
Dalam hal transaksi Sale and Lease Back tanpa hak opsi, PPN Pajak Masukan atas perolehan barang yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar kembali seperti halnya pembayaran kembali dalam pemindahtanganan barang modal sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.1441b/KMK.04/1989.Dalam hal lessee kemudian menyewa guna usaha kembali (leased back) barang tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang dilakukannya dengan pengaturan seperti tersebut pada butir 4.1. Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditandatangani dan berlaku surat terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. |