Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 16/BC/2023

Kategori : Lainnya

Pengelolaan Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Yang Dikuasai Negara, Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Di Tempat Penimbunan Pabean


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 16/BC/2023

TENTANG

PENGELOLAAN BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG

YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA DI
TEMPAT PENIMBUNAN PABEAN

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2019 tentang Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara;
  2. bahwa untuk memberikan pedoman dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan dan kepatuhan dalam melaksanakan kegiatan penyimpanan, pengadministrasian, dan penyelesaian barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara di tempat penimbunan pabean, perlu mengatur ketentuan mengenai pengelolaan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara di tempat penimbunan pabean;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara di Tempat Penimbunan Pabean;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.05/1996 tentang Buku Catatan Pabean;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2019 tentang Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1518);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PENGELOLAAN BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA DI TEMPAT PENIMBUNAN PABEAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Tempat penimbunan sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  3. Tempat penimbunan berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  4. Tempat penimbunan pabean yang selanjutnya disingkat TPP adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di Kantor Bea dan Cukai, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  5. Tempat lain yang berfungsi sebagai TPP yang selanjutnya disingkat TLB-TPP adalah tempat lain yang disamakan dengan TPP untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara.
  6. Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang selanjutnya disingkat BTD adalah:
    1. barang yang ditimbun di TPS yang melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya;
    2. barang yang tidak dikeluarkan dari TPB yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; atau
    3. barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos yang Ditunjuk:
      1) yang ditolak oleh alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean; atau
      2) dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju, dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pemberitahuan dari Penyelenggara Pos yang Ditunjuk.
  7. Barang yang Dikuasai Negara yang selanjutnya disingkat BDN adalah:
    1. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai; atau
    3. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.
  8. Barang yang Menjadi Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMMN adalah:
    1. BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor;
    2. BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di TPP;
    3. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;
    4. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di TPP;
    5. BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor; atau
    6. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.
  9. Buku Catatan Pabean yang selanjutnya disingkat BCP adalah buku daftar atau formulir yang digunakan untuk mencatat pemberitahuan pabean dan kegiatan kepabeanan berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan, antara lain untuk kegiatan penatausahaan BTD, BDN, dan BMMN.
  10. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  11. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
  12. Kantor Pusat adalah Kantor Pusat DJBC.
  13. Direktorat Penindakan dan Penyidikan yang selanjutnya disingkat Direktorat P2 adalah Direktorat yang menangani penindakan dan penyidikan kepabeanan dan cukai di lingkungan DJBC.
  14. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan DJBC.
  15. Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
  16. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai DJBC yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  17. Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk adalah penyelenggara pos yang diberikan tugas oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union).
  18. Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
  19. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah pajak yang dipungut oleh DJBC atas impor barang yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor).


BAB II
TEMPAT PENIMBUNAN PABEAN

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup TPP

Pasal 2


(1) Di setiap Kantor Pelayanan disediakan TPP yang dikelola oleh DJBC.
(2) Dalam hal pada Direktorat P2 dan Kantor Wilayah terdapat kegiatan pengelolaan BDN dan BMMN, TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disediakan di Direktorat P2 dan Kantor Wilayah.
(3) TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. lapangan penimbunan;
  2. gudang penimbunan;
  3. tangki penimbunan; dan/atau
  4. tempat penimbunan lainnya.
(4) TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menyimpan:
  1. BTD;
  2. BDN; dan/atau
  3. BMMN.
(5) BDN dan BMMN yang berasal dari pelanggaran di bidang cukai berdasarkan Undang-Undang di Bidang Cukai dapat disimpan di TPP.


Bagian Kedua
Penetapan TPP dan TLB-TPP

Pasal 3


(1) Penetapan TPP dilakukan oleh Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri.
(2) TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlokasi di dalam dan/atau di luar area Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan.
(3) Bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang ditetapkan sebagai TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh pemerintah berupa aset yang dimiliki atau dikuasai oleh DJBC.
(4) Penetapan TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki papan nama TPP;
  2. memiliki batas-batas yang jelas;
  3. memiliki tata letak yang jelas;
  4. terdapat tempat penyimpanan barang;
  5. tersedia sarana dan peralatan penunjang pelaksanaan kegiatan TPP, misalnya Closed Circuit Television (CCTV);
  6. memiliki sistem pencatatan barang secara elektronik;
  7. terdapat ruang kerja untuk petugas Bea dan Cukai (mini office); dan
  8. terdapat tempat pencacahan atau pemeriksaan barang.
(5) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g dan huruf h dapat disesuaikan dengan ketersediaan ruangan di TPP.
(6) Penetapan TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan keputusan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Keputusan mengenai penetapan sebagai TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku sampai dengan keputusan tersebut dicabut.
(8) Penyimpanan BTD di TPP dipungut sewa gudang sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan.
(9) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam mengelola BTD, BDN, dan BMMN di TPP.
(10) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat dengan menggunakan mekanisme kegiatan jasa pra lelang.

 

Pasal 4


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri dapat menetapkan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu sebagai TLB-TPP.
(2) Penetapan TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
  1. Direktorat P2, Kantor Wilayah, Kantor Pelayanan tidak memiliki TPP atau TPP yang tersedia tidak mencukupi; dan/atau
  2. sifat, jenis, dan/atau kondisi BTD, BDN, dan/atau BMMN tidak memungkinkan untuk disimpan di TPP yang tersedia, seperti barang yang dikemas dalam peti kemas berpendingin, kapal laut, pesawat udara, dan barang berupa mesin yang terpasang di kawasan berikat.
(3) TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berlokasi di dalam TPS dan keberadaan barang tetap menjadi tanggung jawab pengusaha TPS.
(4) TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).
(5) Penetapan TLB-TPP didahului dengan dilakukan pemeriksaan lokasi dan hasil pemeriksaan lokasi dituangkan dalam berita acara dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Penetapan TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan keputusan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Keputusan mengenai penetapan TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku:
  1. paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkan, dalam hal penguasaan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun;
  2. paling lama sampai dengan jangka waktu penguasaan, dalam hal penguasan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain kurang dari 5 (lima) tahun; atau
  3. sampai dengan penyelesaian BTD, BDN, dan/atau BMMN atau pemindahan BTD, BDN, dan/atau BMMN ke TPP atau TLB-TPP lain untuk TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(8) Dalam hal penetapan TLB-TPP berdasarkan permohonan oleh pengusaha tempat penimbunan, keputusan atas permohonan penetapan TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi.
(9) TLB-TPP berdasarkan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) minimal harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan persyaratan administratif berupa dokumen perjanjian kerja sama yang antara lain memuat:
  1. hak dan kewajiban antara penyedia tempat penimbunan dan Kantor Pelayanan, Kantor Wilayah, atau Direktorat P2;
  2. dokumen yang dipersyaratkan dalam perjanjian kerja sama seperti bukti kepemilikan atau penguasaan; dan/atau
  3. hal-hal lain berupa ketentuan yang perlu diatur dalam perjanjian kerja sama sesuai kebutuhan.
(10) Tata kerja penetapan TLB-TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Penggunaan TPP atau TLB-TPP Secara Bersama-Sama

Pasal 5


(1) Untuk kepentingan efisiensi dan efektivitas, unit kerja yang terdiri dari Direktorat P2, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan dapat menggunakan TPP atau TLB-TPP secara bersama-sama.
(2) Penggunaan TPP atau TLB-TPP secara bersama-sama harus mendapat persetujuan dari unit kerja pengelola TPP atau TLB-TPP.
(3) Pengelola TPP atau TLB-TPP bertanggung jawab terhadap keberadaan fisik BTD, BDN, dan/atau BMMN yang disimpan di TPP atau TLB-TPP yang digunakan secara bersama-sama.
(4) Unit kerja yang menyatakan status BTD, menetapkan status BDN, dan/atau menetapkan status BMMN bertanggung jawab terhadap administrasi dan penyelesaian atas BTD, BDN, dan/atau BMMN yang disimpan di TPP atau TLB-TPP yang digunakan secara bersama-sama.
(5) Penyerahan barang kepada unit kerja pengelola TPP atau TLB-TPP yang digunakan secara bersama-sama, dituangkan dalam berita acara serah terima menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Penggunaan TPP atau TLB-TPP secara bersama-sama dilakukan dengan ketentuan:
  1. dilakukan pencatatan secara terpisah; dan
  2. penyimpanan barang dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemudahan dalam identifikasi dan pencarian.


Bagian Keempat
Pemasukan dan Pengeluaran BTD, BDN, dan BMMN
Ke dan Dari TPP atau TLB-TPP

Pasal 6


(1) Pemasukan BTD, BDN, dan/atau BMMN ke TPP atau TLB-TPP dilakukan berdasarkan surat perintah pemindahan dari Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal penyimpanan BTD, BDN, dan/atau BMMN dilakukan di TPP atau TLB-TPP dan tidak mengakibatkan pengeluaran atas barang tersebut dari lokasi atau tempat penimbunan semula, pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pencatatan di TPP atau TLB-TPP dan dikecualikan dari penerbitan surat perintah pemindahan.
(3) Surat perintah pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Tata kerja pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 7


(1) Pengeluaran BTD, BDN, dan/atau BMMN dari TPP atau TLB-TPP dapat dilakukan dalam hal:
  1. BTD telah diselesaikan kewajiban pabeannya;
  2. BTD akan dimasukkan ke kawasan pabean untuk diekspor kembali;
  3. BDN telah dibatalkan dan diselesaikan kewajiban pabeannya atau akan dimasukkan ke kawasan pabean untuk diekspor kembali;
  4. BDN yang telah disita dan ditetapkan sebagai barang bukti diserahterimakan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil DJBC;
  5. BTD, BDN, dan/atau BMMN dipindahkan ke TPP atau TLB-TPP lain;
  6. BTD, BDN, dan/atau BMMN diserahkan kepada pemenang lelang;
  7. BTD, BDN, dan/atau BMMN diserahterimakan kepada pengguna barang sesuai penetapan status penggunaan;
  8. BTD, BDN, dan/atau BMMN diserahterimakan kepada penerima hibah sesuai penetapan peruntukan;
  9. BTD, BDN, dan/atau BMMN dimusnahkan di luar TPP atau TLB-TPP setelah mendapat persetujuan pemusnahan dari Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk atau setelah diterbitkan keputusan pemusnahan oleh Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan;
  10. terjadi kondisi force majeure; atau 
  11. BTD, BDN, dan/atau BMMN diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum lain sebagai barang bukti atau terkait dengan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan lain.
(2) Sebelum pengeluaran BTD, BDN, dan/atau BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik barang atau pemenang lelang wajib melunasi biaya sewa gudang di TPS, biaya sewa gudang di TPP atau TLB-TPP, dan/atau biaya lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BTD, BDN, dan/atau BMMN dapat dikeluarkan dari TPP atau TLB-TPP setelah Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN menerbitkan dokumen pengeluaran.


Bagian Kelima
Penyimpanan dan Pemberian Identitas

Pasal 8


(1) Penyimpanan BTD, BDN, dan BMMN di TPP atau TLB-TPP dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pencarian dan tidak berdampak pada kerusakan barang.
(2) BTD, BDN, dan BMMN yang memerlukan penanganan khusus disimpan di tempat khusus yang disediakan.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki karakteristik antara lain barang berbahaya, memiliki sifat merusak, mempengaruhi barang lain, dan/atau memerlukan instalasi khusus.


Pasal 9


(1) Terhadap BTD dan BDN yang disimpan di TPP atau TLB-TPP diberikan identitas berupa tanda pengenal yang dilekatkan pada barang atau pengemasnya.
(2) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat:
  1. menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan/atau
  2. berupa tanda pengenal berbasis elektronik.


Bagian Keenam
Pencatatan

Pasal 10


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencatatan BTD, BDN, dan BMMN menggunakan BCP.
(2) BCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. buku atau formulir;
  2. rekaman pada media elektronik; atau
  3. sistem komputer pelayanan.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pemasukan BTD, BDN, dan BMMN ke TPP atau TLB-TPP;
  2. pengeluaran BTD, BDN, dan BMMN dari TPP atau  TLB-TPP;
  3. proses penyelesaian BTD, BDN, dan BMMN; dan
  4. persediaan akhir BTD, BDN, dan BMMN sebagai saldo awal bulan berikutnya.
(4) Pencatatan atas BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
minimal memuat elemen data mengenai:
  1. nomor dan tanggal pencatatan sebagai BTD;
  2. nomor dan tanggal airway bill, bill of lading, atau dokumen pengangkutan lainnya, jika ada;
  3. nomor dan tanggal BC 1.1, jika ada, atau dokumen asal lainnya (misalnya Tanda Terima Pengembalian Barang untuk barang kiriman pos atau naskah dinas pemberitahuan dari Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPB);
  4. nama dan alamat shipper/consignee/notify party, jika ada;
  5. nomor dan ukuran peti kemas atau kemasan, jika ada;
  6. uraian barang meliputi jumlah barang, satuan barang, dan jenis barang;
  7. nomor dan tanggal surat perintah pemindahan BTD, jika ada;
  8. nama TPP atau TLB-TPP;
  9. tanggal penimbunan di TPP atau TLB-TPP;
  10. nomor dan tanggal surat pemberitahuan kepada pemilik barang; 
  11. nomor dan tanggal berita acara pencacahan;
  12. jenis penyelesaian;
  13. nomor dan tanggal dokumen penyelesaian, misalnya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang, keputusan mengenai penetapan sebagai BMMN, Risalah Lelang, atau dokumen penyelesaian lainnya; 
  14. nomor dan tanggal dokumen pengeluaran;
  15. tanggal pengeluaran dari TPP atau TLB-TPP; dan 
  16. keterangan tambahan.
(5) Pencatatan atas BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat elemen data mengenai:
  1. nomor dan tanggal pencatatan sebagai BDN;
  2. nomor dan tanggal surat keputusan penetapan sebagai BDN;
  3. nomor dan tanggal dokumen asal, misalnya surat bukti penindakan atas barang dan/atau sarana pengangkut yang berasal dari penegahan atau naskah dinas dari pejabat pemeriksa dokumen terkait barang larangan atau pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar;
  4. kategori BDN;
  5. nama dan alamat pemilik/consignee, jika ada;
  6. nomor dan tanggal BC 1.1, jika ada;
  7. nomor dan ukuran peti kemas atau kemasan, jika ada;
  8. uraian barang meliputi jumlah barang, satuan barang, dan jenis barang;
  9. nomor dan tanggal surat perintah pemindahan BDN, jika ada;
  10. nama TPP atau TLB-TPP;
  11. tanggal penimbunan di TPP atau TLB-TPP;
  12. jenis penyelesaian;
  13. nomor dan tanggal dokumen penyelesaian misalnya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang; 
  14. nomor dan tanggal dokumen pengeluaran;
  15. tanggal pengeluaran dari TPP atau TLB-TPP; dan
  16. keterangan tambahan.
(6) Pencatatan atas BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat elemen data mengenai:
  1. nomor dan tanggal pencatatan sebagai BMMN;
  2. nomor dan tanggal surat keputusan penetapan sebagai BMMN;
  3. nomor dan tanggal dokumen asal, misalnya nomor dan tanggal pembukuan dalam BCP mengenai BTD atau surat keputusan penetapan sebagai BDN;
  4. Peraturan perundang-undangan sebagai dasar penetapan BMMN;
  5. nomor dan ukuran peti kemas atau kemasan, jika ada;
  6. uraian barang meliputi jumlah barang, satuan barang, jenis barang, kondisi barang, dan nilai wajar/perkiraan nilai barang;
  7. nomor dan tanggal surat perintah pemindahan BMMN, jika ada;
  8. tanggal penimbunan di TPP atau TLB-TPP;
  9. nama TPP atau TLB-TPP;
  10. usulan peruntukan BMMN meliputi nomor dan tanggal surat serta jenis usulan peruntukan; 
  11. persetujuan peruntukan BMMN meliputi nomor dan tanggal surat persetujuan/keputusan serta jenis persetujuan/keputusan; 
  12. nilai limit lelang, jika ada;
  13. tindak lanjut penyelesaian meliputi nomor dan tanggal dokumen serta jenis dokumen penyelesaian, seperti risalah lelang, berita acara serah terima, atau berita acara pemusnahan;
  14. nomor dan tanggal dokumen pengeluaran;
  15. tanggal pengeluaran dari TPP atau TLB-TPP; dan 
  16. keterangan tambahan.


Pasal 11


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD melakukan penutupan pencatatan BTD dalam BCP dengan mengisikan nomor dan tanggal dokumen penyelesaian dalam hal BTD telah diselesaikan dengan:
  1. diimpor untuk dipakai;
  2. diekspor kembali;
  3. dibatalkan ekspornya;
  4. diekspor;
  5. dikeluarkan dengan tujuan TPB;
  6. dilelang;
  7. dimusnahkan;
  8. ditetapkan menjadi BMMN; atau
  9. diserahkan kepada aparat penegak hukum lain sebagai barang bukti atau terkait pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan lain.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BDN melakukan penutupan pencatatan BDN dalam BCP dengan mengisikan nomor dan tanggal dokumen penyelesaian dalam hal BDN telah diselesaikan dengan:
  1. diimpor untuk dipakai;
  2. diekspor kembali;
  3. dilelang;
  4. dimusnahkan;
  5. diserahkan kepada penyidik pegawai negeri sipil DJBC sebagai barang bukti;
  6. ditetapkan menjadi BMMN; atau
  7. diserahkan kepada aparat penegak hukum lain sebagai barang bukti atau terkait pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan lain.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BMMN melakukan penutupan pencatatan BMMN dalam BCP dengan mengisikan nomor dan tanggal dokumen penyelesaian dalam hal BMMN telah diselesaikan dengan:
  1. dilelang;
  2. dimusnahkan;
  3. diserahterimakan untuk dihibahkan atau penetapan status penggunaan; atau
  4. dihapuskan.
 

Bagian Ketujuh
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 12


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan melakukan monitoring terhadap TPP dan TLB-TPP meliputi:
a.  masa berlaku TPP dan TLB-TPP;
b.  tingkat keterisian tempat penyimpanan; dan
c.  tindak lanjut atas pengelolaan BTD, BDN, dan BMMN.
(2) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan melakukan evaluasi terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (9) minimal 1 (satu) kali setiap tahun.


BAB III
PENGELOLAAN BTD

Bagian Kesatu
Pernyataan sebagai BTD

Pasal 13


(1) Barang yang ditimbun di TPS yang melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya yang statusnya dinyatakan sebagai BTD merupakan:
  1. barang yang sama sekali tidak diajukan pemberitahuan pabean impor;
  2. barang yang telah diajukan pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran, tetapi belum mendapatkan persetujuan pengeluaran barang impor;
  3. barang yang telah diajukan pemberitahuan pabean impor dan belum dilakukan pemenuhan persyaratan atas ketentuan larangan dan/atau pembatasan berdasarkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan; atau
  4. barang yang telah diajukan pemberitahuan pabean ekspor yang tidak dimuat ke sarana pengangkut.
(2) Barang yang sama sekali tidak diajukan pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk barang impor yang diangkut lanjut yang tidak direalisasikan pengangkutannya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan belum mendapatkan persetujuan pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terhadap barang yang diberitahukan dengan pemberitahuan pabean untuk ditimbun di TPB berupa pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di TPB (BC 2.3) atau pemberitahuan pabean pemasukan barang impor untuk ditimbun di pusat logistik berikat (BC 1.6).
(4) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan barang yang belum mendapatkan penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menimbulkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dan PDRI.
(5) Penyelesaian atas barang impor yang ditimbun di TPS yang telah diajukan pemberitahuan pabean impor dan telah mendapatkan penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan bea masuk dan/atau cukai.


Pasal 14


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD atas nama Kepala Kantor menyatakan status BTD terhadap barang impor atau barang ekspor dengan membukukan dalam BCP mengenai BTD.
(2) Pernyataan status BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
  1. 2 (dua) hari kerja terhitung sejak:
    1) diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani manifes dan/atau TPS atau oleh Pengusaha TPS, untuk barang yang ditimbun di TPS; atau
    2) diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman, untuk barang yang dikirim melalui pos yang ditolak oleh alamat atau orang yang dituju; atau
  2. 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPB, untuk barang yang tidak dikeluarkan dari TPB yang telah dicabut izinnya.
(3) Dalam hal telah diberlakukan pencatatan pada BCP menggunakan sistem komputer pelayanan, pernyataan status BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh sistem komputer pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai melalui sistem komputer pelayanan.


Bagian Kedua
Penyimpanan dan Pemberitahuan BTD

Pasal 15


(1) BTD disimpan di TPP atau TLB-TPP.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN atas nama Kepala Kantor Pelayanan menerbitkan surat perintah untuk pemindahan BTD dari tempat asal ke TPP atau TLB-TPP.
(3) Penerbitan surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak pernyataan status BTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(4) Untuk Kantor Pelayanan dengan volume BTD yang tinggi, surat perintah pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterbitkan secara periodik untuk pemindahan BTD dalam periode 1 (satu) minggu.
(5) Pemindahan BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat perintah pemindahan.
(6) Pemindahan BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara serah terima kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 16


(1) Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya untuk segera menyelesaikan kewajiban pabean atas BTD dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP.
(2) Penerbitan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak BTD disimpan di TPP atau TLB-TPP.
(3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(4) Tata kerja penerbitan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Pencacahan BTD

Pasal 17


(1) Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat tugas kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pencacahan BTD.
(2) Pencacahan BTD mulai dilakukan paling lambat hari ke-70 (ketujuh puluh) sejak penyimpanan BTD di TPP atau TLB-TPP.
(3) Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pencacahan BTD sebelum jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP untuk mengetahui jenis, sifat, dan/atau kondisi barang.
(4) Pencacahan BTD selesai dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak batas terakhir BTD mulai dilakukan pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Dalam hal diperlukan, pada saat pencacahan dapat dilakukan pengambilan contoh barang untuk pengujian laboratorium.
(6) Penghitungan jangka waktu pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pencacahan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk pemutakhiran data BTD dalam BCP.
(9) Tata kerja pencacahan BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Penelitian Kondisi, Sifat, dan Ketentuan Larangan dan/atau
Pembatasan

Pasal 18


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN melakukan penelitian atas BTD mengenai:
  1. kondisi barang seperti busuk, kedaluwarsa, atau tidak layak dikonsumsi;
  2. sifat barang seperti tidak tahan lama, merusak atau mencemari barang lain, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi;
  3. klasifikasi barang (kode HS); dan
  4. pengenaan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(2) Penelitian klasifikasi barang (kode HS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan pengenaan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penelitian larangan dan/atau pembatasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk oleh Kepala Kantor.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7).
(4) Penghitungan jangka waktu penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk jangka waktu untuk pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk tindak lanjut penyelesaian BTD berupa:
  1. pemusnahan;
  2. penetapan sebagai BMMN; atau
  3. pelelangan.
(6) Tata Kerja penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Pemusnahan BTD

Pasal 19


(1) Kepala Kantor Pelayanan menetapkan keputusan mengenai pemusnahan BTD yang:
  1. dalam kondisi busuk, kedaluwarsa, atau tidak layak dikonsumsi; atau
  2. bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP berupa:
    1) barang rusak berat dan tidak mempunyai nilai ekonomis; atau
    2) dokumen.
(2) Penetapan pemusnahan BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak:
  1. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, untuk BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
  2. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan telah melewati jangka waktu 60 (enam puluh) hari penyimpanan BTD di TPP atau TLB-TPP, untuk BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(3) Pemusnahan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan keputusan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, pemusnahan dapat dilaksanakan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan ketentuan tidak melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan keputusan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pelaksanaan pemusnahan BTD dapat dilakukan oleh importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya, atau pihak lain, di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(6) Pemusnahan BTD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dituangkan dalam berita acara pemusnahan.
(7) Keputusan mengenai pemusnahan BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menggunakan contoh format yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(8) Tata kerja pemusnahan BTD dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keenam
Penetapan BTD sebagai BMMN

Pasal 20


(1) Kepala Kantor Pelayanan menetapkan BTD sebagai BMMN dalam hal:
  1. BTD merupakan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor; atau
  2. BTD merupakan barang yang dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP.
(2) Penetapan BTD sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BTD sebagai BMMN.
(3) Penetapan BTD sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(4) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan sebelum melewati jangka waktu 60 (enam puluh) hari penyimpanan BTD di TPP atau TLB-TPP, penetapan BTD sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah melewati jangka waktu 60 (enam puluh) hari penyimpanan.
(5) Penetapan BTD sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan setelah melewati jangka waktu 60 (enam puluh) hari penyimpanan BTD di TPP atau TLB-TPP.
(6) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(7) Tata kerja penetapan BTD sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketujuh
Lelang BTD

Pasal 21


Lelang BTD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
  1. penetapan BTD untuk dilelang;
  2. pembentukan panitia lelang;
  3. penunjukan balai lelang untuk melaksanakan kegiatan jasa pra lelang, dalam hal diperlukan;
  4. penetapan harga terendah lelang;
  5. permintaan jadwal lelang;
  6. pelaksanaan lelang; dan
  7. penyerahan barang kepada pemenang lelang. 


Pasal 22


(1) BTD yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP dan bukan merupakan:
a. barang dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1); dan
b. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1),
ditetapkan untuk dilelang.
(2) BTD yang sifatnya:
a. tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat busuk seperti buah segar dan sayur segar;
b. merusak atau mencemari barang lainnya, seperti asam sulfat dan belerang;
c. berbahaya, seperti barang yang mudah meledak; atau
d. pengurusannya memerlukan biaya tinggi, seperti barang yang harus disimpan dalam ruangan pendingin,
dapat dilakukan pelelangan tanpa menunggu jangka waktu 60 (enam puluh) hari penyimpanan di TPP atau TLB-TPP terlewati, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor.
(3) Penetapan pelelangan BTD dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak:
  1. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan telah melewati jangka waktu 60 (enam puluh) hari penyimpanan BTD di TPP atau TLB-TPP, untuk BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
  2. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, untuk BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Kepala Kantor Pelayanan menerbitkan Keputusan mengenai pelelangan atas BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menggunakan contoh format yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(5) BTD yang telah ditetapkan untuk dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diadministrasikan dalam rencana pelelangan barang.
(6) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui lelang umum.


Pasal 23


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN menyampaikan permintaan penelitian bea masuk dan PDRI yang terutang terhadap BTD yang akan dilelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang merupakan barang impor kepada pejabat pemeriksa dokumen.
(2) Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak naskah dinas permintaan penelitian diterima.
(3) Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri menetapkan harga terendah untuk BTD yang akan dilelang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak naskah dinas hasil penghitungan bea masuk dan PDRI yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima.
(4) Kepala Kantor Pelayanan dapat membentuk tim dalam melakukan penelitian penghitungan bea masuk dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Keputusan Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri mengenai penetapan harga terendah untuk BTD yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.


Pasal 24


(1) Kepala Kantor Pelayanan menetapkan keputusan mengenai panitia lelang, dalam hal belum dibentuk panitia lelang.
(2) Panitia lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
  1. melakukan penyiapan penyelenggaraan lelang;
  2. berkoordinasi dengan pejabat lelang;
  3. berkoordinasi dengan balai lelang, dalam hal diperlukan;
  4. melakukan serah terima barang kepada pemenang lelang;
  5. meneliti pemenuhan pelunasan harga lelang; dan
  6. menyusun laporan pelaksanaan lelang.
(3) Penyampaian laporan pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya risalah lelang dari Pejabat lelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

    

Pasal 25


(1) Kepala Kantor Pelayanan mengajukan permohonan jadwal lelang kepada Kepala kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang (KPKNL) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal keputusan mengenai penetapan harga terendah.
(2) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan lelang, Kepala Kantor Pelayanan dapat menyampaikan permohonan jadwal lelang atas beberapa penetapan lelang BTD dalam periode tertentu maksimal 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan mengenai penetapan harga terendah.


Pasal 26


(1) Lelang atas BTD dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Kepala KPKNL.
(2) Dalam hal diperoleh informasi dan dapat dibuktikan bahwa pemenang lelang adalah pemilik barang, importir, eksportir, atau kuasanya, pengesahan sebagai pemenang lelang dibatalkan dan dilakukan pelelangan ulang.
(3) Tata kerja pelelangan BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelelangan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 27


(1) Pemenang lelang dapat melakukan pengambilan barang setelah melakukan pelunasan dan menerima dokumen pengeluaran dari Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang bertugas di TPP melakukan penyerahan barang kepada pemenang lelang setelah menerima dokumen pengeluaran.


Pasal 28


(1) Dalam pelaksanaan lelang, Kepala Kantor Pelayanan dapat menunjuk balai lelang untuk melaksanakan kegiatan jasa pra lelang.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan jasa pra lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), balai lelang diberikan imbalan jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Bagian Kedelapan
Tindak Lanjut BTD Tidak Laku Lelang

Paragraf 1
Usulan Peruntukan

Pasal 29


(1) Dalam hal penawaran dalam lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) tidak mencapai harga terendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan usulan peruntukan BTD untuk dilakukan pemusnahan, penetapan status penggunaan, hibah, atau lelang dengan penyesuaian nilai kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
(2) Usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen:
a.  salinan risalah lelang; dan
b.  daftar BTD yang diajukan usulan peruntukannya.
(3) Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. surat pernyataan kesediaan dari pemerintah daerah/desa atau lembaga yang bersifat non komersial seperti lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, lembaga pendidikan, yang ditandatangani oleh sekretaris daerah/kepala desa, atau pimpinan lembaga, dalam hal BTD diusulkan untuk dilakukan hibah;
  2. surat pernyataan kesediaan dari kementerian atau lembaga yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal kementerian atau sekretaris lembaga bersangkutan, dalam hal BTD diusulkan untuk dilakukan penetapan status penggunaan; atau
  3. bukti bahwa barang sudah tidak memiliki nilai ekonomis misalnya barang dengan nilai wajar, nilai likuidasi, atau nilai perkiraan lebih kecil atau sama dengan biaya-biaya lain, dalam hal BTD diusulkan untuk dilakukan pemusnahan.
(4) Usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(5) Penyampaian usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak risalah lelang diterima.
(6) Tata kerja usulan peruntukan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  

Pasal 30


(1) BTD dengan usulan peruntukan penetapan status penggunaan, hibah, pemusnahan, atau lelang dengan penyesuaian nilai, dilakukan penilaian untuk mendapatkan nilai wajar, nilai likuidasi, atau nilai perkiraan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. dalam hal akan diusulkan lelang dengan penyesuaian nilai, menggunakan nilai wajar atau nilai likuidasi sebagai harga terendah lelang yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik; atau
  2. dalam hal akan diusulkan hibah, penetapan status penggunaan, atau pemusnahan, menggunakan:
    1. nilai wajar atau nilai likuidasi yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik; atau
    2. nilai perkiraan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Dalam rangka penentuan nilai perkiraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2, Kepala Kantor Pelayanan dapat menyusun tim penilaian.
(4) Nilai wajar, nilai likuidasi, atau nilai perkiraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam usulan peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) dengan menambahkan kolom nilai wajar/nilai likuidasi/nilai perkiraan.


Pasal 31


(1) Untuk mendapatkan surat pernyataan kesediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a dan huruf b, Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan permintaan surat pernyataan kesediaan kepada calon penerima hibah atau penetapan status penggunaan.
(2) Apabila permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan, Kepala Kantor Pelayanan dapat mengganti calon penerima hibah atau penetapan status penggunaan, atau menyampaikan usulan peruntukan lainnya.
   

Paragraf 2
Pemusnahan BTD

Pasal 32


(1) Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan pemusnahan BTD yang telah mendapat persetujuan pemusnahan dari Menteri.
(2) Pemusnahan terhadap BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam angka 1 butir 1.2 Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 3
Penetapan Status Penggunaan dan Hibah BTD

Pasal 33


(1) Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan serah terima BTD yang telah mendapat persetujuan penetapan status penggunaan atau hibah dari Menteri.
(2) Pelaksanaan serah terima BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan penetapan status penggunaan atau hibah dari Menteri.
(3) Pelaksanaan serah terima BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(4) Tata kerja serah terima BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 4
Lelang Dengan Penyesuaian Nilai atas BTD

Pasal 34


(1) Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan lelang BTD yang telah mendapat persetujuan lelang dengan penyesuaian nilai dari Menteri.
(2) Harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang dalam lelang penyesuaian nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang, merupakan harga lelang.
(3) Pemenang lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga bertanggung jawab atas pembebanan/pembayaran imbalan jasa pra lelang, dalam hal dilakukan kegiatan jasa pra lelang.
(4) Dalam pengumuman lelang atas BTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan informasi mengenai pembebanan/pembayaran imbalan jasa pra lelang, dalam hal dilakukan kegiatan jasa pra lelang menjadi tanggung jawab pemenang lelang.
(5) Tata kerja lelang dengan penyesuaian nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 5
Alokasi Hasil Lelang Dengan Penyesuaian Nilai

Pasal 35


(1) Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri menetapkan alokasi hasil lelang dengan penyesuaian nilai untuk menentukan besaran:
  1. bea masuk;
  2. cukai;
  3. PDRI;
  4. sewa gudang di TPS yang terutang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari;
  5. sewa gudang di TPP atau TLB-TPP yang terutang untuk paling lama 60 (enam puluh) hari; dan/atau
  6. biaya lainnya yang harus dibayar sesuai tarif yang berlaku.
(2) Biaya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f termasuk bea lelang penjual.
(3) Penetapan alokasi hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.


BAB IV
PENGELOLAAN BDN

Bagian Kesatu
Penetapan BDN


Pasal 36


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai BDN terhadap:
  1. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  3. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.
(2) Penetapan status BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak:
  1. diberitahukan oleh pejabat pemeriksa dokumen berupa rekomendasi penetapan BDN, untuk barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam pemberitahuan pabean; atau
  2. laporan pelanggaran (LP) atau laporan dari pengelola kawasan pabean, untuk barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean.
(3) Jangka waktu penetapan status BDN atas barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata laksana di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai.
(4) Tata kerja penetapan BDN untuk barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Penyimpanan dan Pemberitahuan BDN

Pasal 37


(1) BDN disimpan di TPP atau TLB-TPP.
(2) Pemindahan BDN dari tempat asal ke TPP atau TLB-TPP dilakukan berdasarkan surat perintah pemindahan dari Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan.
(3) Penerbitan surat perintah pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penetapan sebagai BDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(4) Untuk Kantor Pelayanan dengan volume BDN yang tinggi seperti Kantor Pelayanan yang melakukan pengawasan dan pelayanan barang kiriman pos, surat perintah pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterbitkan secara periodik untuk pemindahan BDN per 7 (tujuh) hari sejak penetapan status BDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(5) Pemindahan BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat perintah pemindahan diterbitkan.
(6) Penyerahan BDN kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN dan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penetapan BDN adalah pejabat yang sama, penyerahan BDN dituangkan dalam berita acara pemindahan; atau
  2. dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN bukan merupakan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penetapan BDN, penyerahan BDN dituangkan dalam berita acara serah terima atau dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan/atau kemasan barang yang diserahterimakan yang selanjutnya dituangkan dalam berita acara serah terima.
(7) Dalam hal penyimpanan BDN dilakukan di TPP atau TLB-TPP dan tidak mengakibatkan pengeluaran atas barang tersebut dari lokasi semula, pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pencatatan di TPP atau TLB-TPP dan dikecualikan dari penerbitan surat perintah pemindahan, serta berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN bukan merupakan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penetapan BDN, BDN diserahterimakan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN dengan dituangkan dalam berita acara serah terima atau dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan/atau kemasan barang yang diserahterimakan yang selanjutnya dituangkan dalam berita acara serah terima;
  2. dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN dan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penetapan BDN adalah pejabat yang sama, tidak perlu menerbitkan berita acara serah terima atau berita acara pemindahan.
(8) Berita acara serah terima atau berita acara pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 38


(1) Terhadap BDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya atau melalui pengumuman bahwa barang dan/atau sarana pengangkut miliknya berada dalam penguasaan negara.
(2) Penerbitan surat pemberitahuan atau pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak barang ditetapkan sebagai BDN.
(3) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pernyataan status BDN yang dibuktikan dengan:
  1. tanda terima surat, dalam hal disampaikan secara langsung;
  2. bukti pengiriman surat, dalam hal dikirim melalui layanan pos; atau
  3. bukti pengiriman lainnya.
(4) Pemberitahuan secara tertulis atau pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(5) Tata kerja pemberitahuan atau pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Pencacahan BDN

Pasal 39


(1) Dalam hal belum dilakukan pencacahan sebelum penetapan BDN, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat tugas kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pencacahan BDN.
(2) Pencacahan BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dilakukan paling lambat hari ke-70 (ketujuh puluh) sejak penyimpanan BDN di TPP atau TLB-TPP.
(3) Pencacahan BDN selesai dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak batas terakhir BDN mulai dilakukan pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pencacahan terhadap BDN sebelum jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP untuk mengetahui jenis, sifat, dan/atau kondisi barang.
(5) Dalam hal diperlukan, pada saat pencacahan dapat dilakukan pengambilan contoh barang untuk pengujian laboratorium.
(6) Penghitungan jangka waktu pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Dalam hal pencacahan telah dilakukan sebelum penetapan BDN, terhadap BDN dapat dilakukan pencacahan kembali untuk memastikan kesesuaian data BDN dalam BCP.
(8) Hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (7) dituangkan dalam berita acara hasil pencacahan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Dalam hal hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (7) berbeda dengan penetapan BDN, dilakukan perubahan terhadap keputusan mengenai penetapan BDN dan pemutakhiran data BDN dalam BCP.
(10) Tata kerja pencacahan BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (7) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Penelitian Kondisi, Sifat, dan Ketentuan Larangan dan/atau
Pembatasan

Pasal 40


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN melakukan penelitian atas BDN mengenai:
  1. kondisi barang seperti busuk, kedaluwarsa, atau tidak layak dikonsumsi;
  2. sifat barang seperti tidak tahan lama, merusak atau mencemari barang lain, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi;
  3. klasifikasi barang (kode HS); dan
  4. pengenaan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(2) Penelitian klasifikasi barang (kode HS) dan pengenaan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dapat dilakukan dengan berkoordinasi kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penelitian larangan dan/atau pembatasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk oleh Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja:
  1. setelah tanggal Berita Acara Serah Terima/Pemindahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5), dalam hal telah dilakukan pencacahan sebelum penetapan BDN; atau
  2. sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (8).
(4) Penghitungan jangka waktu penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk jangka waktu untuk pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk tindak lanjut penyelesaian BDN berupa:
  1. pemusnahan;
  2. penetapan BMMN; atau
  3. pelelangan.
(6) Tata Kerja penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Pemusnahan BDN

Pasal 41


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menetapkan keputusan mengenai pemusnahan BDN yang:
  1. dalam kondisi busuk, kedaluwarsa, atau tidak layak dikonsumsi; atau
  2. ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai karena pelanggaran administrasi, bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi, dan tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP berupa:
    1) barang rusak berat dan tidak mempunyai nilai ekonomis; atau
    2) dokumen.
(2) Penetapan pemusnahan BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak:
  1. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, untuk BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
  2. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan telah melewati jangka waktu 30 (tiga puluh) hari penyimpanan BDN di TPP atau TLB-TPP, untuk BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(3) Pemusnahan BDN dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan keputusan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, pemusnahan dapat dilaksanakan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan ketentuan tidak melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan keputusan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pelaksanaan Pemusnahan BDN dapat dilakukan oleh importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya, atau pihak lain, di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(6) Pemusnahan BDN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dituangkan dalam berita acara pemusnahan.
(7) Keputusan mengenai pemusnahan BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(8) Tata kerja pemusnahan BDN dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keenam
Penetapan BDN sebagai BMMN

Pasal 42


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menetapkan BDN sebagai BMMN dalam hal:
  1. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam pemberitahuan pabean yang tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadi tindak pidana di bidang kepabeanan;
  2. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana kepabeanan yang pelakunya tidak dikenal;
  3. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai berupa barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang merupakan pelanggaran administrasi yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya atau dalam hal barang impor sementara tidak dilakukan realisasi ekspor kembali atau penyelesaian selain diekspor kembali dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di TPP atau TLB-TPP; atau
  4. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP.
(2) Penetapan BDN sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BDN sebagai BMMN apabila tidak terdapat permohonan keberatan secara tertulis dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan atau pengumuman serta dapat mempertimbangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.
(3) Penetapan BDN sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terpenuhi.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(5) Tata kerja penetapan BDN sebagai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketujuh
Lelang BDN

Pasal 43


Lelang BDN dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
  1. penetapan BDN untuk dilelang;
  2. pembentukan panitia lelang;
  3. penunjukan balai lelang untuk melaksanakan kegiatan jasa pra lelang (dalam hal diperlukan);
  4. penetapan harga terendah lelang;
  5. permintaan jadwal lelang;
  6. pelaksanaan lelang; dan
  7. penyerahan barang kepada pemenang lelang.


Pasal 44


(1) Terhadap BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang:
a. merupakan pelanggaran administrasi dan tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP; atau
b. merupakan barang impor sementara yang tidak dilakukan ekspor kembali atau penyelesaian selain ekspor kembali dalam jangka waktu 30 hari sejak disimpan di TPP atau TLB-TPP,
ditetapkan untuk dilelang, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Terhadap BDN yang sifatnya:
a. tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat busuk seperti buah segar dan sayur segar;
b. merusak atau mencemari barang lainnya, seperti asam sulfat dan belerang;
c. berbahaya, seperti barang yang mudah meledak; atau
d. pengurusannya memerlukan biaya tinggi, seperti barang yang harus disimpan dalam ruangan pendingin,
dapat dilakukan pelelangan tanpa menunggu jangka waktu 30 (tiga puluh) hari penyimpanan di TPP atau TLB-TPP terlewati, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor.
(3) Penetapan pelelangan BDN dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak:
a. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan telah melewati jangka waktu 30 (tiga puluh) hari penyimpanan BDN di TPP atau TLB-TPP, untuk BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
b. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, untuk BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menerbitkan keputusan mengenai pelelangan atas BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(5) BDN yang telah ditetapkan untuk dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diadministrasikan dalam rencana pelelangan barang.
(6) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui lelang umum.


Pasal 45


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN menyampaikan permintaan penelitian bea masuk dan PDRI yang terutang atas BDN yang akan dilelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 kepada pejabat pemeriksa dokumen.
(2) Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak naskah dinas permintaan penelitian diterima.
(3) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri menetapkan harga terendah untuk BDN yang akan dilelang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak naskah dinas hasil penghitungan bea masuk dan PDRI yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima.
(4) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat membentuk tim dalam melakukan penelitian penghitungan bea masuk dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Keputusan mengenai penetapan harga terendah untuk BDN yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.


Pasal 46


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menetapkan keputusan mengenai panitia lelang, dalam hal belum dibentuk panitia lelang.
(2) Panitia lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
  1. melakukan penyiapan penyelenggaraan lelang;
  2. berkoordinasi dengan pejabat lelang;
  3. berkoordinasi dengan balai lelang, dalam hal diperlukan;
  4. melakukan serah terima barang kepada pemenang lelang;
  5. meneliti pemenuhan pelunasan harga lelang; dan
  6. menyusun laporan pelaksanaan lelang.
(3) Penyampaian laporan pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya risalah lelang dari Pejabat lelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

  

Pasal 47


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan mengajukan permohonan jadwal lelang kepada Kepala KPKNL dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal Keputusan mengenai Penetapan Harga Terendah.
(2) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan lelang, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat menyampaikan permohonan jadwal lelang atas beberapa penetapan lelang BDN dalam periode tertentu maksimal 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan mengenai penetapan harga terendah.


Pasal 48


(1) Lelang atas BDN dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Kepala KPKNL.
(2) Dalam hal diperoleh informasi dan dapat dibuktikan bahwa pemenang Lelang adalah pemilik barang, importir, eksportir, atau kuasanya, pengesahan sebagai pemenang lelang dibatalkan dan dilakukan pelelangan ulang.
(3) Tata kerja pelelangan BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelelangan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 49


(1) Pemenang lelang dapat melakukan pengambilan barang setelah melakukan pelunasan dan menerima dokumen pengeluaran dari Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang bertugas di TPP melakukan penyerahan barang kepada pemenang lelang setelah menerima dokumen pengeluaran.


Pasal 50


(1) Dalam pelaksanaan lelang, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat menunjuk balai lelang untuk melaksanakan kegiatan jasa pra lelang.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan jasa pra lelang sebagaimana dimaksud ayat (1), balai lelang diberikan imbalan jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Bagian Kedelapan
Tindak Lanjut BDN Tidak Laku Lelang

Paragraf 1
Usulan Peruntukan

Pasal 51


(1) Dalam hal penawaran dalam lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) tidak mencapai harga terendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan usulan peruntukan BDN untuk dilakukan pemusnahan, penetapan status penggunaan, hibah, atau lelang dengan penyesuaian nilai kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
(2) Usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen:
  1. salinan risalah lelang; dan
  2. daftar BDN yang diajukan usulan peruntukannya.
(3) Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan peruntukan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilampiri dengan:
  1. surat pernyataan kesediaan dari pemerintah daerah/desa atau lembaga yang bersifat non komersial seperti lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, lembaga pendidikan, yang ditandatangani oleh sekretaris daerah/kepala desa, atau pimpinan lembaga, dalam hal BDN diusulkan untuk dilakukan hibah;
  2. surat pernyataan kesediaan dari kementerian atau lembaga yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal kementerian atau sekretaris lembaga bersangkutan, dalam hal BDN diusulkan untuk dilakukan penetapan status penggunaan; atau
  3. bukti bahwa barang sudah tidak memiliki nilai ekonomis misalnya barang dengan nilai wajar, nilai likuidasi, atau nilai perkiraan lebih kecil atau sama dengan biaya-biaya lain, dalam hal BDN diusulkan untuk dilakukan pemusnahan.
(4) Usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(5) Penyampaian usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak risalah lelang diterima.
(6) Tata kerja usulan peruntukan BDN kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 52


(1) BDN dengan usulan peruntukan penetapan status penggunaan, hibah, pemusnahan, atau lelang dengan penyesuaian nilai, dilakukan penilaian untuk mendapatkan nilai wajar, nilai likuidasi, atau nilai perkiraan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. dalam hal akan diusulkan lelang dengan penyesuaian nilai, menggunakan nilai wajar atau nilai likuidasi sebagai harga terendah lelang yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik; atau
  2. dalam hal akan diusulkan hibah, penetapan status penggunaan, atau pemusnahan, menggunakan:
    1) nilai wajar atau nilai likuidasi yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik; atau
    2) nilai perkiraan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Dalam rangka penentuan nilai perkiraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2), Kepala Kantor Pelayanan dapat menyusun tim penilaian.
(4) Nilai wajar, nilai likuidasi, atau nilai perkiraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam usulan peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) dengan menambahkan kolom nilai wajar/nilai likuidasi/nilai perkiraan.


Pasal 53


(1) Untuk mendapatkan surat pernyataan kesediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf a dan huruf b, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan permintaan surat pernyataan kesediaan kepada calon penerima hibah atau penetapan status penggunaan.
(2) Apabila permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat mengganti calon penerima hibah atau penetapan status penggunaan, atau menyampaikan usulan peruntukan lainnya.


Paragraf 2
Pemusnahan BDN

Pasal 54


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan pemusnahan BDN yang telah mendapat persetujuan pemusnahan dari Menteri.
(2) Pemusnahan terhadap BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam angka 1 butir 1.2 Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 3
Penetapan Status Penggunaan dan Hibah BDN

Pasal 55


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan serah terima BDN yang telah mendapat persetujuan penetapan status penggunaan atau hibah dari Menteri.
(2) Pelaksanaan serah terima BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan penetapan status penggunaan atau hibah dari Menteri.
(3) Pelaksanaan serah terima BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(4) Tata kerja serah terima BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 4
Lelang Dengan Penyesuaian Nilai atas BDN

Pasal 56


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan lelang BDN yang telah mendapat persetujuan lelang dengan penyesuaian nilai dari Menteri.
(2) Harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang dalam lelang penyesuaian nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh pajabat lelang, merupakan harga lelang.
(3) Pemenang lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga bertanggung jawab atas pembebanan/pembayaran imbalan jasa pra lelang, dalam hal dilakukan kegiatan jasa pra lelang.
(4) Dalam pengumuman lelang atas BDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan informasi mengenai pembebanan/pembayaran imbalan jasa pra lelang menjadi tanggung jawab pemenang lelang, dalam hal dilakukan kegiatan jasa pra lelang.
(5) Tata kerja lelang dengan penyesuaian nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 5
Alokasi Hasil Lelang Dengan Penyesuaian Nilai

Pasal 57


(1) Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri menetapkan alokasi hasil lelang dengan penyesuaian nilai untuk menentukan besaran:
  1. bea masuk;
  2. cukai;
  3. PDRI;
  4. sewa gudang di TPS yang terutang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari;
  5. sewa gudang di TPP atau TLB-TPP yang terutang untuk paling lama 60 (enam puluh) hari; dan/atau
  6. biaya lainnya yang harus dibayar sesuai tarif yang berlaku.
(2) Biaya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f termasuk bea lelang penjual.
(3) Penetapan alokasi hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.


Bagian Kesembilan
Pembatalan BDN

Pasal 58


(1) Pembatalan status sebagai BDN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(2) Pembatalan status sebagai BDN dapat dilakukan terhadap sebagian barang pada keputusan penetapan BDN.
(3) Pembatalan status sebagai BDN terhadap sebagian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menerbitkan keputusan mengenai pembatalan status sebagai BDN atas sebagian barang dalam keputusan penetapan BDN sebelumnya menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R.


BAB V
PENGELOLAAN BMMN

Bagian Kesatu
Perkiraan Nilai dan Penilaian BMMN

Pasal 59


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan membuat perkiraan nilai BMMN berdasarkan dokumen kepabeanan, dokumen pelengkap pabean, harga pasar, atau sumber informasi harga lainnya.
(2) Dalam penentuan perkiraan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat menyusun tim penilaian.
(3) Perkiraan nilai BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan dalam pengajuan usulan peruntukan BMMN.
(4) Pembuatan perkiraan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penetapan sebagai BMMN.
(5) Dalam hal pembuatan perkiraan nilai dilakukan oleh tim penilaian, tim penilaian membuat perkiraan nilai dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal naskah dinas permintaan perkiraan nilai dari Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola BTD, BDN, dan/atau BMMN.
(6) Permintaan perkiraan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal keputusan mengenai penetapan BMMN.
(7) Dalam hal BMMN diajukan usulan peruntukan penjualan secara lelang, terhadap BMMN dilakukan penilaian untuk mendapatkan nilai wajar.
(8) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik berdasarkan permintaan atau penunjukan oleh Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan.
(9) Pengajuan permintaan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal keputusan mengenai penetapan BMMN.
(10) Dalam hal BMMN diajukan usulan peruntukan penjualan secara lelang, perkiraan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(11) Tata kerja pembuatan perkiraan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengajuan permintaan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  

Bagian Kedua
Usulan Peruntukan BMMN

Pasal 60


(1) Usulan peruntukan BMMN meliputi:
  1. penjualan secara lelang;
  2. penetapan status penggunaan;
  3. hibah;
  4. pemusnahan; dan/atau
  5. penghapusan.
(2) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan usulan peruntukan BMMN kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai.
(3) Usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
  1. keputusan mengenai penetapan BMMN;
  2. berita acara pencacahan barang; dan
  3. daftar BMMN yang diajukan usulan peruntukannya.
(4) Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilampiri dokumen:
  1. surat pernyataan kesediaan dari pemerintah daerah/desa, lembaga nonkomersial seperti lembaga sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, atau pendidikan, dan ditandatangani oleh sekretaris daerah/kepala desa, atau pimpinan lembaga, dalam hal BMMN diusulkan untuk dilakukan Hibah; atau
  2. surat pernyataan kesediaan dari kementerian atau lembaga yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal kementerian atau sekretaris lembaga yang bersangkutan, dalam hal BMMN diusulkan untuk dilakukan Penetapan Status Penggunaan.
(5) Dalam hal BMMN diusulkan untuk penjualan secara lelang, usulan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga mencantumkan nilai limit lelang.
(6) Dalam hal BMMN diusulkan untuk hibah atau penetapan status penggunaan, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan permintaan surat pernyataan kesediaan kepada calon penerima Hibah atau Penetapan Status Penggunaan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal:
  1. naskah dinas hasil perkiraan nilai atau laporan penilaian (dalam hal akan diajukan usulan peruntukan pertama); atau
  2. Laporan Pelaksanaan Lelang atau Naskah Dinas Penyampaian Laporan Pelaksanaan Lelang (dalam hal sebelumnya BMMN dimaksud mendapat persetujuan peruntukan lelang dan tidak laku dalam lelang pertama, kedua, atau ketiga, kemudian akan diajukan usulan peruntukan kedua atau ketiga untuk dilakukan hibah atau penetapan status penggunaan).
(7) Apabila permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dipenuhi dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat mengganti calon penerima Hibah atau Penetapan Status Penggunaan atau menentukan usulan peruntukan lainnya.
(8) Pengajuan usulan peruntukan BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama:
  1. 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat pernyataan kesediaan, dalam hal BMMN diusulkan untuk dilakukan Hibah atau Penetapan Status Penggunaan;
  2. 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal naskah dinas hasil perkiraan nilai atau laporan penilaian, dalam hal BMMN diajukan usulan peruntukan pertama (untuk dilakukan lelang, pemusnahan, atau penghapusan) atau usulan peruntukan kedua (untuk dilakukan lelang ketiga); atau
  3. 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal Laporan Pelaksanaan Lelang atau Naskah Dinas Penyampaian Laporan Pelaksanaan Lelang, dalam hal BMMN diajukan usulan peruntukan kedua atau ketiga (untuk dilakukan pemusnahan atau penghapusan).
(9) Tata kerja penyampaian usulan peruntukan BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Tindak Lanjut Persetujuan Peruntukan BMMN

Pasal 61


Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Pelayanan melakukan penyelesaian terhadap BMMN sesuai penetapan persetujuan peruntukan BMMN yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri.
 

Paragraf 1
Pemusnahan BMMN

Pasal 62


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan melakukan pemusnahan BMMN yang telah mendapat persetujuan peruntukan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal persetujuan peruntukan.
(3) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, pemusnahan dapat dilaksanakan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan tidak melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan peruntukan.
(4) Pelaksanaan pemusnahan dituangkan dalam berita acara pemusnahan BMMN menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Tata kerja pemusnahan BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 2
Penetapan Status Penggunaan atau Hibah BMMN

Pasal 63


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan melakukan serah terima BMMN dengan peruntukan penetapan status penggunaan atau hibah yang telah mendapat persetujuan peruntukan.
(2) Pelaksanaan serah terima BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan peruntukan.
(3) Pelaksanaan serah terima BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf W yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Tata kerja serah terima BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 3
Penghapusan BMMN

Pasal 64


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan melaksanakan penghapusan BMMN yang telah mendapat persetujuan peruntukan.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya naskah dinas persetujuan peruntukan penghapusan.
(3) Tata kerja penghapusan BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 4
Pelelangan BMMN

Pasal 65


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menetapkan Keputusan mengenai panitia lelang untuk melaksanakan pelelangan BMMN yang telah mendapat persetujuan peruntukan lelang.
(2) Dalam hal panitia lelang telah ditetapkan, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan tidak perlu menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Panitia lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
  1. melakukan penyiapan penyelenggaraan lelang;
  2. berkoordinasi dengan pejabat lelang;
  3. berkoordinasi dengan balai lelang, dalam hal diperlukan;
  4. melakukan serah terima barang kepada pemenang lelang;
  5. meneliti pemenuhan pelunasan harga lelang; dan
  6. menyusun laporan pelaksanaan lelang.
(4) Penyampaian laporan pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya risalah lelang dari Pejabat lelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(5) Tata kerja pelelangan BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf Y yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 66


(1) Apabila pada pelelangan pertama BMMN tidak laku, dilakukan pelelangan kedua.
(2) Pelaksanaan lelang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan nilai limit lelang yang sama pada saat lelang pertama.
(3) Apabila pada pelelangan kedua BMMN tidak laku, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat menyampaikan usulan peruntukan kembali untuk dilakukan pelelangan ketiga, pemusnahan, penetapan status penggunaan, hibah, dan/atau penghapusan.
(4) Dalam hal diusulkan pelaksanaan lelang ketiga, dilakukan penilaian kembali terhadap BMMN.
(5) Dalam hal pelaksanaan lelang ketiga BMMN tidak laku, Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan usulan peruntukan kembali untuk dilakukan pemusnahan, penetapan status penggunaan, hibah, dan/atau penghapusan.
(6) Usulan pelaksanaan pelelangan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau usulan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud ayat (5) diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Tata kerja mengenai:
a. pelelangan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam huruf f angka 2) sampai dengan huruf i; dan
b. pelelangan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam huruf a sampai dengan huruf i,
Lampiran Huruf Y yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Tata kerja usulan peruntukan BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Tata kerja permintaan penilaian terhadap BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Tata kerja pelaksanaan pemusnahan, serah terima penetapan status penggunaan atau hibah, atau pelaksanaan penghapusan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf V, Lampiran Huruf N, atau Lampiran Huruf X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VI
PELAPORAN PENCATATAN DAN PENYELESAIAN
BTD, BDN, DAN BMMN

Pasal 67


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan laporan mengenai pencatatan dan penyelesaian administrasi BTD, BDN, dan/atau BMMN secara periodik sesuai dengan ketentuan  sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap BTD, BDN, dan BMMN.
(2) Laporan BTD, BDN, dan/atau BMMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Z yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengadministrasian BTD, BDN, dan/atau BMMN dengan sistem komputer pelayanan telah diimplementasikan.


BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 68


(1) Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat menetapkan jangka waktu yang berbeda dari yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dalam hal terdapat penyebab di luar kendali, antara lain:
  1. force majeur;
  2. barang dalam penanganan perkara oleh penegak hukum lainnya; dan/atau
  3. identifikasi barang sulit, volume tinggi, membutuhkan penanganan khusus, anggaran yang tidak memadai, dan/atau jumlah sumber daya manusia yang tidak mendukung.
(2) Penetapan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan menerbitkan keputusan Direktur P2, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat keterangan atau penjelasan antara lain alasan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dan jangka waktu yang ditetapkan.
(4) Penetapan jangka waktu yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jangka waktu:
  1. kriteria BTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6;
  2. kriteria BMMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 8;
  3. kriteria BTD yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
  4. kriteria BTD yang ditetapkan sebagai BMMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);
  5. kriteria BTD yang dilelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1);
  6. kriteria BDN yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
  7. kriteria BDN yang ditetapkan sebagai BMMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1); atau
  8. kriteria BDN yang dilelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1).


Pasal 69


Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaksanakan bimbingan teknis, pengawasan teknis, pengendalian, evaluasi, dan penyelesaian masalah dalam pengelolaan BTD, BDN, BMMN, dan TPP atau TLB-TPP pada Kantor Pelayanan di wilayahnya.


BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 70


TPP atau TLB-TPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8) yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dalam hal dilakukan perpanjangan atau perubahan penetapan TPP atau TLB-TPP.


Pasal 71


Pemberian tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberlakukan terhadap BTD dan BDN yang ditetapkan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 72


Terhadap BTD, BDN, dan BMMN yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, pengelolaannya dapat mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 2023
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
 
Ditandatangani secara elektronik

ASKOLANI