Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Setiap Instansi yang Memerlukan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yang didasarkan pada:
|
(2) | Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dengan melibatkan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan instansi teknis terkait. |
(3) | Dalam perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menunjuk lembaga profesional terkait dan/atau ahli. |
(1) | Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat:
|
(2) | Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(3) | Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan prioritas pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, menguraikan kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan prioritas pembangunan. |
(4) | Letak tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menguraikan wilayah administrasi:
|
(5) | Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, menguraikan perkiraan luas tanah yang diperlukan. |
(6) | Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, menguraikan data awal mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. |
(7) | Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
(8) | Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan. |
(9) | Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah, meliputi:
|
(10) | Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. |
(11) | Dalam hal diperlukan, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menambah muatan dalam dokumen perencanaan Pengadaan Tanah. |
(1) | Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup:
|
(2) | Survei sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah. |
(3) | Kelayakan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk Kepentingan Umum yang dituangkan dalam peta rencana lokasi pembangunan. |
(4) | Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat. |
(5) | Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah. |
(6) | Dampak lingkungan dan dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Studi lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, merupakan hasil studi yang secara khusus diperlukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat berupa studi budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, atau studi keagamaan, sebagai antisipasi dampak spesifik akibat pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(1) | Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang Memerlukan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. |
(2) | Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Instansi yang Memerlukan Tanah diajukan kepada gubernur/bupati/wali kota. |
(3) | Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(4) | Dalam hal dokumen perencanaan Pengadaan Tanah lebih dari 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi yang Memerlukan Tanah perlu melakukan pembaruan dokumen. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Gubernur melaksanakan tahapan kegiatan persiapan Pengadaan Tanah setelah menerima dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). |
(2) | Dalam melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur membentuk Tim Persiapan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak dokumen perencanaan Pengadaan Tanah diterima secara resmi oleh gubernur. |
(1) | Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), beranggotakan bupati/wali kota, perangkat daerah provinsi terkait, Instansi yang Memerlukan Tanah, instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan di bidang pertanahan dan apabila dianggap perlu dapat melibatkan instansi terkait lainnya. |
(2) | Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur membentuk sekretariat persiapan Pengadaan Tanah yang berkedudukan di sekretariat daerah provinsi. |
(1) | Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), bertugas:
|
(2) | Pendataan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat melibatkan instansi terkait. |
(1) | Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan. |
(2) | Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari sejak Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dibentuk oleh gubernur. |
(3) | Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi mengenai:
|
(4) | Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh ketua Tim Persiapan. |
(1) | Pemberitahuan rencana pembangunan oleh Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), disampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan. |
(2) | Pemberitahuan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan cara:
|
(3) | Pemberitahuan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik. |
(1) | Undangan sosialisasi atau tatap muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan melalui lurah/kepala desa atau nama lain dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Hari sebelum pertemuan dilaksanakan. |
(2) | Pelaksanaan sosialisasi atau tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan Tim Persiapan. |
(3) | Hasil pelaksanaan sosialisasi atau tatap muka dituangkan dalam berita acara sosialisasi pertemuan yang ditandatangani oleh ketua dan anggota Tim Persiapan. |
(1) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan melalui lurah/kepala desa atau nama lain dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari sejak ditandatanganinya surat pemberitahuan. |
(2) | Bukti penyampaian pemberitahuan melalui surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tanda terima surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh pihak yang menerima melalui perangkat kelurahan/desa atau nama lain. |
(1) | Pemberitahuan melalui media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dilaksanakan melalui surat kabar harian lokal dan/atau nasional sebanyak 2 (dua) Hari penerbitan. |
(2) | Pemberitahuan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dilaksanakan melalui situs (website) pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan/atau Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(1) | Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pemerintah desa, Bank Tanah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa yang memiliki atau menguasai Objek Pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(1) | Pemegang alat bukti tertulis hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d merupakan pemegang hak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Hak Atas Tanah. |
(2) | Dalam hal alat bukti tertulis hak lama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditemukan atau tidak berlaku lagi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemilikan atau penguasaan dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari yang bersangkutan dan keterangan dari orang yang dapat dipercaya dan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi. |
(3) | Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi keterangan:
|
(1) | Masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf e merupakan sekelompok orang yang menguasai tanah ulayat secara turun-temurun dalam bentuk kesatuan ikatan asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal di wilayah geografis tertentu, identitas budaya, hukum adat yang masih ditaati, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum. |
(2) | Masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya diperkuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Tanah ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanah yang berada di wilayah penguasaan kesatuan masyarakat hukum adat dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah atau Hak Pengelolaan. |
(1) | Pihak yang menguasai Tanah Negara dengan iktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf f berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah. |
(2) | Penguasaan Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti, berupa:
|
(3) | Dalam hal penguasaan Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dibuktikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) namun dikuasai secara fisik dan di atasnya terdapat ladang, kebun, tanam tumbuh, bekas tanam tumbuh, bangunan permanen/tidak permanen, bukti penguasaannya meliputi:
|
(4) | Bukti penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sebagai izin dari pejabat yang berwenang. |
(1) | Pemegang dasar penguasaan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf g merupakan pihak yang memiliki alat bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan yang bersangkutan. |
(2) | Dasar penguasaan atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti penguasaan, berupa:
|
(1) | Pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf h berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pemerintah desa, Bank Tanah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa yang memiliki bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. |
(2) | Dasar kepemilikan bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti berupa:
|
(1) | Pendataan awal lokasi rencana pembangunan dilaksanakan oleh Tim Persiapan atas dasar dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari. |
(2) | Pendataan awal lokasi rencana pembangunan dihitung mulai tanggal berita acara sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) ditandatangani. |
(3) | Tim Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan bersama pejabat kelurahan/desa atau nama lain. |
(1) | Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dituangkan dalam bentuk daftar sementara Pihak yang Berhak, dan Objek Pengadaan Tanah pada lokasi rencana pembangunan yang ditandatangani oleh ketua Tim Persiapan. |
(2) | Daftar sementara Pihak yang Berhak, dan Objek Pengadaan Tanah pada lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan daftar yang berisi data perkiraan dan hanya digunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan. |
(1) | Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang. |
(2) | Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak, Pengelola Barang, Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak. |
(3) | Tim Persiapan melaksanakan Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kantor kelurahan/desa atau nama lain atau kantor kecamatan di tempat rencana lokasi pembangunan, atau dapat di tempat yang disepakati oleh Tim Persiapan dengan Pihak yang Berhak, Pengelola Barang, Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak. |
(4) | Pelibatan Pihak yang Berhak, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa. |
(5) | Pelaksanaan Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan secara bertahap dan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan kondisi setempat. |
(6) | Pelaksanaan Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari yang dihitung mulai tanggal ditandatangani daftar sementara Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah pada lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2). |
(1) | Tim Persiapan mengundang Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang serta masyarakat yang terkena dampak untuk hadir dalam Konsultasi Publik. |
(2) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan langsung kepada Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang serta masyarakat terkena dampak atau melalui perangkat kelurahan/desa atau nama lain dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari sebelum pelaksanaan Konsultasi Publik. |
(3) | Undangan yang diterima oleh Pihak yang Berhak Pengelola dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak atau perangkat kelurahan/desa atau nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuktikan dengan tanda terima yang ditandatangani oleh Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak melalui perangkat kelurahan/desa atau nama lain. |
(4) | Dalam hal Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya, pemberitahuan dilakukan melalui:
|
(1) | Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) menjelaskan mengenai rencana Pengadaan Tanah dalam Konsultasi Publik. |
(2) | Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Dalam Konsultasi Publik dilakukan proses dialogis antara Tim Persiapan dengan Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan/atau masyarakat yang terkena dampak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. |
(2) | Pelaksanaan Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang akan terkena dampak atas rencana lokasi pembangunan. |
(3) | Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak atau kuasanya diberikan kesempatan untuk memberikan pandangan/tanggapan terhadap lokasi rencana pembangunan. |
(4) | Kehadiran Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak atau kuasanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan daftar hadir dan dokumentasi berupa foto dan/atau video. |
(5) | Dalam hal telah diundang 3 (tiga) kali secara patut, Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang, dan masyarakat yang terkena dampak atau kuasanya tidak menghadiri Konsultasi Publik dianggap menyetujui lokasi rencana pembangunan. |
(6) | Hasil kesepakatan atas rencana lokasi pembangunan dalam Konsultasi Publik dituangkan dalam berita acara kesepakatan lokasi pembangunan. |
(7) | Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan Penetapan Lokasi kepada gubernur paling lama 5 (lima) Hari. |
(8) | Dalam hal Pengadaan Tanah yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar permohonan Penetapan Lokasi diajukan kepada bupati/wali kota. |
(1) | Dalam hal Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdapat Pihak yang Berhak, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang, dan/atau masyarakat yang terkena dampak atau kuasanya yang tidak sepakat atau keberatan atas lokasi rencana pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik ulang. |
(2) | Konsultasi Publik ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak tanggal berita acara kesepakatan. |
(3) | Kesepakatan atas lokasi rencana pembangunan dalam Konsultasi Publik ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara kesepakatan Konsultasi Publik ulang. |
(1) | Dalam hal Konsultasi Publik ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) masih terdapat pihak yang keberatan atas lokasi rencana pembangunan, Instansi yang Memerlukan Tanah melaporkan keberatan kepada gubernur melalui Tim Persiapan. |
(2) | Gubernur membentuk Tim Kajian untuk melakukan kajian atas keberatan lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Tim Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
|
(4) | Tim Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas:
|
(5) | Untuk kelancaran pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ketua Tim Kajian dapat membentuk sekretariat. |
(1) | Inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf a berupa:
|
(2) | Inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk dokumen keberatan. |
(3) | Pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf b dilakukan untuk:
|
(4) | Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf c didasarkan atas hasil kajian dokumen keberatan yang diajukan oleh pihak yang keberatan terhadap:
|
(1) | Berdasarkan rekomendasi Tim Kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, gubernur mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas lokasi rencana pembangunan. |
(2) | Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Instansi yang Memerlukan Tanah dan pihak yang keberatan. |
(1) | Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah berstatus kawasan hutan, Instansi yang Memerlukan Tanah melalui gubernur mengajukan permohonan pelepasan status kawasan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan. |
(2) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah untuk proyek prioritas Pemerintah Pusat, perubahan status kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme:
|
(3) | Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik negara/badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah Pusat dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum. |
(1) | Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah kas desa, pemerintah desa mengajukan izin tertulis kepada gubernur untuk persetujuan pelepasan haknya. |
(2) | Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah wakaf, nazhir mengajukan izin tertulis kepada Kementerian Agama/Kantor Wilayah Kementerian Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia/Badan Wakaf Indonesia Provinsi untuk mendapat izin pelepasan atas tanah wakaf. |
(3) | Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah ulayat, Instansi yang Memerlukan Tanah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat dengan melibatkan tokoh masyarakat adat untuk mendapat kesepakatan dan penyelesaian dengan masyarakat yang bersangkutan yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan. |
(4) | Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah aset Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, Pengguna Barang/pemilik aset mengajukan permohonan izin alih status penggunaan/pelepasan aset kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan/atau Proyek Strategis Nasional berada pada lahan pertanian pangan berkelanjutan, dapat dilakukan pengalihfungsian lahan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pengalihfungsian lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan syarat:
|
(3) | Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi lahan untuk infrastruktur tidak dapat ditunda, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tidak diberlakukan. |
(4) | Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan. |
(5) | Pembebasan kepemilikan Hak Atas Tanah yang dialihfungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan pemberian Ganti Kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Proses penyelesaian perubahan status atas Objek Pengadaan Tanah yang berstatus kawasan hutan atau izin alih status penggunaan/pelepasan aset atas tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat, dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42 harus dilakukan sampai dengan Penetapan Lokasi. |
(2) | Dalam hal perubahan status dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi tanpa adanya keterangan tertulis dari instansi terkait, maka Penetapan Lokasi berfungsi sebagai izin perubahan status/pinjam pakai kawasan hutan atau izin alih status penggunaan/pelepasan aset. |
(1) | Permohonan Penetapan Lokasi pembangunan dari Instansi yang Memerlukan Tanah diajukan kepada gubernur berdasarkan berita acara kesepakatan lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (6). |
(2) | Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh gubernur dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan dari Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(3) | Dalam hal Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diterbitkan oleh gubernur dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari bagi Pengadaan Tanah untuk tujuan pembangunan Proyek Strategis Nasional, mendesak dan/atau pembangunan yang tidak dapat dipindahkan lokasinya, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat mengajukan permohonan Penetapan Lokasi kepada Menteri. |
(4) | Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Menteri dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan dari Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(1) | Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dilampiri peta lokasi pembangunan. |
(2) | Peta lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disiapkan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(1) | Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. |
(2) | Keputusan Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 disampaikan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah kepada Kantor Wilayah paling lama 7 (tujuh) Hari setelah Penetapan Lokasi diumumkan. |
(3) | Dalam hal diperlukan, Instansi yang Memerlukan Tanah atas pertimbangan kepala Kantor Wilayah mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur, 6 (enam) bulan sebelum jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan berakhir. |
(4) | Permohonan perpanjangan jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai:
|
(5) | Atas dasar permohonan perpanjangan jangka waktu Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), gubernur menetapkan perpanjangan jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan. |
(6) | Perpanjangan Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh gubernur dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan dari Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(7) | Dalam hal perpanjangan Penetapan Lokasi pembangunan tidak diterbitkan oleh gubernur dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Instansi yang Memerlukan Tanah dapat mengajukan permohonan perpanjangan Penetapan Lokasi kepada Menteri. |
(1) | Dalam hal jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) tidak mencukupi, dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai pengadaannya. |
(2) | Proses ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimulai dari tahap perencanaan. |
(1) | Gubernur bersama Instansi yang Memerlukan Tanah mengumumkan Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(2) | Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat nomor dan tanggal keputusan Penetapan Lokasi, peta lokasi pembangunan, maksud dan tujuan pembangunan, letak dan luas tanah yang dibutuhkan, perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah dan perkiraan jangka waktu pembangunan. |
(1) | Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), dilakukan dengan cara:
|
(2) | Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lama 2 (dua) Hari sejak dikeluarkan Penetapan Lokasi pembangunan. |
(3) | Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan selama 10 (sepuluh) Hari. |
(4) | Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan melalui media cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan melalui surat kabar harian lokal dan/atau nasional paling sedikit 1 (satu) Hari penerbitan. |
(5) | Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan melalui situs (website) pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan/atau Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(1) | Gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan persiapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum kepada bupati/wali kota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis, sumber daya manusia, dan pertimbangan lainnya, dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari sejak diterimanya dokumen perencanaan Pengadaan Tanah. |
(2) | Dalam hal gubernur mendelegasikan kewenangan kepada bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota membentuk Tim Persiapan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya pendelegasian. |
(3) | Ketentuan mengenai pelaksanaan persiapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 49 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan persiapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum oleh bupati/wali kota. |
(4) | Dalam hal Penetapan Lokasi pembangunan tidak ditetapkan oleh bupati/wali kota dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak tanggal permohonan, bagi Pengadaan Tanah untuk tujuan pembangunan Proyek Strategis Nasional, mendesak dan/atau lokasi pembangunan yang tidak dapat dipindahkan, Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan Penetapan Lokasi kepada gubernur. |
(5) | Dalam hal Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak ditetapkan oleh gubernur dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak tanggal permohonan, Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan kepada Menteri untuk diterbitkan Penetapan Lokasi. |
(6) | Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh Menteri dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan dari Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(1) | Dalam hal pelaksanaan persiapan Pengadaan Tanah dilakukan oleh bupati/wali kota berdasarkan pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, permohonan perpanjangan waktu Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) diajukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah kepada bupati/wali kota atas pertimbangan kepala Kantor Pertanahan. |
(2) | Permohonan perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah kepada bupati/wali kota dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan. |
(3) | Perpanjangan Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh bupati/wali kota dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya permohonan. |
(1) | Pelaksanaan Pengadaan Tanah diselenggarakan oleh Menteri. |
(2) | Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh kepala Kantor Wilayah selaku ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(3) | Dalam rangka melaksanakan Pengadaan Tanah, kepala Kantor Wilayah membentuk pelaksana Pengadaan Tanah. |
(4) | Susunan keanggotaan pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berunsurkan paling sedikit:
|
(5) | Penetapan pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
(1) | Dalam hal Kepala Kantor Pertanahan ditugaskan sebagai ketua pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, kepala Kantor Pertanahan membentuk pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Susunan keanggotaan pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang berunsurkan:
|
(3) | Pembentukan pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54. |
(1) | Berdasarkan Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada kepala Kantor Wilayah. |
(2) | Pengajuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan:
|
(3) | Instansi yang Memerlukan Tanah menyampaikan penjelasan tentang permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di hadapan kepala Kantor Wilayah. |
(4) | Dalam hal permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap, kepala Kantor Wilayah membuat berita acara penerimaan permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
(5) | Dalam hal permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala Kantor Wilayah membentuk pelaksana Pengadaan Tanah paling lama 5 (lima) Hari. |
(6) | Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menyiapkan pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
(1) | Dalam melaksanakan penyiapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (6), pelaksana Pengadaan Tanah melakukan kegiatan, paling sedikit:
|
(2) | Penyiapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam rencana kerja yang memuat paling kurang:
|
(1) | Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), ketua pelaksana Pengadaan Tanah membentuk Satuan Tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi Objek Pengadaan Tanah dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak dibentuknya pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Satuan Tugas sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari:
|
(3) | Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk 1 (satu) Satuan Tugas atau lebih dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
(4) | Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(1) | Satuan Tugas A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf a melaksanakan pengukuran dan pemetaan meliputi:
|
(2) | Pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengukuran dan pendaftaran tanah. |
(3) | Hasil inventarisasi dan identifikasi pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta bidang tanah dan ditandatangani oleh ketua Satuan Tugas. |
(4) | Peta bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan dalam proses penentuan nilai Ganti Kerugian dan pendaftaran hak. |
(5) | Pengukuran dan pemetaan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan penyurvei berlisensi. |
(1) | Satuan Tugas B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b melaksanakan pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah paling kurang:
|
(2) | Hasil inventarisasi dan identifikasi data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dalam bentuk daftar nominatif yang ditandatangani oleh ketua Satuan Tugas. |
(3) | Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan dalam proses penentuan nilai Ganti Kerugian. |
(4) | Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan penyurvei berlisensi. |
(1) | Satuan Tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 menyelesaikan tugasnya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari. |
(2) | Dalam hal tertentu Satuan Tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat melakukan tugas lebih dari 30 (tiga puluh) Hari. |
(3) | Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keadaan dimana:
|
(1) | Peta bidang tanah dan daftar nominatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan Pasal 61 ayat (2) diumumkan di kantor kelurahan/desa atau nama lain, kantor kecamatan, dan lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari. |
(2) | Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan secara bertahap, parsial atau keseluruhan. |
(1) | Dalam hal Pihak yang Berhak keberatan atas hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak hasil inventarisasi dan identifikasi diumumkan. |
(2) | Dalam hal keberatan atas hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, ketua pelaksana Pengadaan Tanah melakukan verifikasi dan perbaikan peta bidang tanah dan/atau daftar nominatif. |
(3) | Verifikasi dan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari sejak diterimanya pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi dan identifikasi. |
(4) | Dalam hal terjadi perbedaan antara hasil inventarisasi dan identifikasi dengan hasil verifikasi, dilakukan perbaikan dalam bentuk berita acara perbaikan hasil inventarisasi dan identifikasi. |
(5) | Dalam hal keberatan atas hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, ketua pelaksana Pengadaan Tanah membuat berita acara penolakan. |
(1) | Jasa Penilai diadakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dan ditetapkan oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Dalam hal tidak terdapat jasa Penilai dan/atau dalam rangka efisiensi biaya untuk Pengadaan Tanah skala kecil, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menunjuk Penilai Publik atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. |
(3) | Pengadaan jasa Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. |
(1) | Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah, meliputi:
|
(2) | Penilai atau Penilai Publik melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah menerima salinan dokumen perencanaan, daftar nominatif dan peta bidang tanah, dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah yang dituangkan dalam berita acara. |
(3) | Penilai atau Penilai Publik menyelesaikan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani. |
(4) | Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penilai dapat meminta informasi dan/atau data yang mendukung penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah kepada instansi terkait. |
(1) | Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai atau Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, merupakan nilai pada saat pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum dengan mempertimbangkan masa tunggu pada saat pembayaran Ganti Kerugian. |
(2) | Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan nilai tunggal untuk bidang per bidang tanah. |
(3) | Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat. |
(4) | Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Penilai disampaikan kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah dengan berita acara penyerahan hasil penilaian. |
(5) | Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian. |
(1) | Dalam hal terdapat bidang tanah sisa yang terkena Pengadaan Tanah, yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang Berhak dapat meminta penggantian atas bidang tanahnya. |
(2) | Dalam hal bidang tanah sisa yang luasnya tidak lebih dari 100 m2 (seratus meter persegi) dan tidak dapat difungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Ganti Kerugian. |
(3) | Dalam hal bidang tanah sisa yang luasnya lebih dari 100 m2 (seratus meter persegi) dapat diberikan Ganti Kerugian setelah mendapat kajian dari pelaksana Pengadaan Tanah bersama Instansi yang Memerlukan Tanah dan tim teknis terkait. |
(4) | Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk berita acara hasil kajian tanah sisa. |
(1) | Pelaksana Pengadaan Tanah melaksanakan musyawarah didampingi Penilai atau Penilai Publik dan Instansi yang Memerlukan Tanah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak hasil penilaian dari Penilai diterima oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) |
(3) | Dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan besarnya Ganti Kerugian hasil penilaian Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1). |
(4) | Pelaksanaan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan jumlah Pihak yang Berhak, waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian. |
(1) | Pelaksana Pengadaan Tanah mengundang Pihak yang Berhak dalam musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian sesuai dengan tempat dan waktu yang ditentukan. |
(2) | Dalam hal Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan karena hukum maka undangan disampaikan kepada pengampu atau wali. |
(3) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 3 (tiga) Hari sebelum tanggal pelaksanaan musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian. |
(4) | Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. |
(1) | Dalam hal Pihak yang Berhak berhalangan hadir dalam musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Pihak yang Berhak dapat memberikan kuasa kepada:
|
(2) | Pihak yang Berhak atas 1 (satu) atau beberapa bidang tanah yang dimilikinya yang terletak dalam 1 (satu) lokasi Pengadaan Tanah hanya dapat memberikan kuasa kepada 1 (satu) orang penerima kuasa. |
(3) | Dalam hal Pihak yang Berhak telah diundang 3 (tiga) kali secara patut, tidak hadir dan tidak memberikan kuasa, dianggap menyetujui bentuk Ganti Kerugian yang ditetapkan oleh pelaksana Pengadaan Tanah. |
(1) | Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan. |
(2) | Berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
|
(3) | Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pelaksana Pengadaan Tanah dan Pihak yang Berhak yang hadir atau kuasanya. |
(1) | Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3). |
(2) | Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya pengajuan keberatan. |
(3) | Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. |
(4) | Mahkamah Agung wajib memberikan keputusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak permohonan kasasi diterima. |
(1) | Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
|
(2) | Bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), baik berdiri sendiri maupun gabungan dari beberapa bentuk Ganti Kerugian, diberikan sesuai dengan nilai Ganti Kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai. |
(1) | Dalam musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 pelaksana Pengadaan Tanah mengutamakan pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang. |
(2) | Pelaksana Pengadaan Tanah membuat penetapan mengenai bentuk Ganti Kerugian berdasarkan berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2). |
(1) | Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf a, diberikan dalam bentuk mata uang Rupiah. |
(2) | Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah berdasarkan validasi dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. |
(3) | Validasi dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak berita acara kesepakatan bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2). |
(4) | Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersamaan dengan Pelepasan Hak oleh Pihak yang Berhak. |
(5) | Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 17 (tujuh belas) Hari sejak penyampaian hasil validasi oleh pelaksana Pengadaan Tanah. |
(6) | Dalam hal tertentu Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan lebih dari 17 (tujuh belas) Hari. |
(7) | Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan keadaan dimana:
|
(1) | Ganti Kerugian dalam bentuk tanah pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah berdasarkan permintaan tertulis dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk dan atas nama Pihak yang Berhak. |
(3) | Penyediaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jual beli atau cara lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Dalam hal peruntukan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan termasuk dalam jenis Kepentingan Umum, penyediaannya dapat dilakukan melalui tahapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(5) | Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan Pelepasan Hak oleh Pihak yang Berhak tanpa menunggu tersedianya tanah pengganti. |
(6) | Selama proses penyediaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dana penyediaan tanah pengganti, dititipkan pada bank oleh dan atas nama Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(7) | Pelaksanaan penyediaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh pelaksana Pengadaan Tanah. |
(1) | Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk permukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah berdasarkan permintaan tertulis dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Penyediaan tanah untuk permukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jual beli atau cara lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal permukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kegiatannya termasuk dalam jenis Kepentingan Umum, penyediaan tanahnya dapat dilakukan melalui tahapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(4) | Permukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk dan atas nama Pihak yang Berhak. |
(5) | Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan Pelepasan Hak oleh Pihak yang Berhak tanpa menunggu selesainya pembangunan permukiman kembali. |
(6) | Selama proses penyediaan permukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dana penyediaan permukiman kembali dititipkan pada bank oleh dan atas nama Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(7) | Pelaksanaan penyediaan permukiman kembali, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh pelaksana Pengadaan Tanah. |
(1) | Ganti Kerugian dalam bentuk kepemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf d diberikan oleh badan usaha milik negara yang berbentuk perusahaan terbuka atau Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik negara/badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah Pusat dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum. |
(2) | Kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Pihak yang Berhak dengan badan usaha milik negara atau Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik negara/badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah Pusat dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum. |
(3) | Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan Pelepasan Hak oleh Pihak yang Berhak. |
(4) | Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak dapat berupa gabungan 2 (dua) atau lebih bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d. |
(2) | Ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 82 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
|
(2) | Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai Bank Tanah diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1). |
(4) | Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diberikan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1). |
(5) | Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) didasarkan atas hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68. |
(6) | Nilai Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah berupa harta benda wakaf ditentukan sama dengan nilai hasil penilaian Penilai atas harta benda wakaf yang diganti. |
(1) | Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82 dibuat dalam berita acara pemberian Ganti Kerugian. |
(2) | Berita acara pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri:
|
(1) | Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang Memerlukan Tanah melalui pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Pengalihan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak ditetapkannya lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sampai ditetapkannya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai. |
(3) | Dalam hal Pihak yang Berhak membutuhkan Ganti Kerugian dalam keadaan khusus, pelaksana Pengadaan Tanah memprioritaskan pemberian Ganti Kerugian. |
(1) | Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3), diberikan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari perkiraan Ganti Kerugian yang didasarkan atas nilai jual objek pajak tahun berjalan, Zona Nilai Tanah atau perkiraan nilai Ganti Kerugian dari Penilai. |
(2) | Pemberian sisa Ganti Kerugian terhadap Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah ditetapkannya hasil penilaian dari Penilai atau nilai yang sudah ditetapkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
(3) | Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah dilakukan bersamaan dengan diberikannya pemberian sisa Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan penitipan Ganti Kerugian kepada ketua Pengadilan Negeri pada wilayah lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(2) | Penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pengadilan Negeri pada wilayah lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum setelah dilakukan penetapan persetujuan penitipan oleh Pengadilan Negeri. |
(3) | Permohonan penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
(4) | Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa uang dalam mata uang Rupiah. |
(5) | Pelaksanaan penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam berita acara penitipan Ganti Kerugian. |
(6) | Pengadilan Negeri paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari wajib menerima penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(1) | Dalam hal Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui keberadaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) huruf c, pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan mengenai ketidakberadaaan Pihak yang Berhak secara tertulis kepada camat dan lurah/kepala desa atau nama lainnya. |
(2) | Dalam hal Pihak yang Berhak telah diketahui keberadaannya, Pihak yang Berhak mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri tempat penitipan Ganti Kerugian dengan surat pengantar dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(1) | Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah dilaksanakan oleh Pihak yang Berhak kepada Negara di hadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat atau pejabat yang ditunjuk oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) | Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam berita acara Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah. |
a. | menyiapkan surat pernyataan pelepasan/penyerahan Hak Atas Tanah atau penyerahan tanah, dan/atau bangunan, dan/atau tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; |
b. | menarik bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah dari Pihak yang Berhak; |
c. | memberikan tanda terima pelepasan; dan |
d. | membubuhi tanggal, paraf, dan cap pada sertipikat dan buku tanah bukti kepemilikan yang sudah dilepaskan kepada Negara, yang dilakukan secara manual atau elektronik. |
(1) | Dalam pelaksanaan Pelepasan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1), Pihak yang Berhak atau kuasanya wajib:
|
(2) | Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada:
|
(3) | Dalam hal Pihak yang Berhak berhalangan karena hukum maka pelaksanaan Pelepasan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pengampu atau wali. |
(1) | Objek Pengadaan Tanah yang telah diberikan Ganti Kerugian atau Ganti Kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri atau yang telah dilaksanakan Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah, hubungan hukum antara Pihak yang Berhak dan tanahnya hapus demi hukum. |
(2) | Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya, melakukan pencatatan hapusnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada buku tanah dan daftar umum pendaftaran tanah lainnya, dan selanjutnya memberitahukan kepada para pihak terkait. |
(3) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terdaftar, ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan tentang hapusnya hak dan disampaikan kepada lurah/kepala desa atau nama lain, camat dan pejabat yang berwenang yang mengeluarkan surat untuk selanjutnya dicatat dan dicoret dalam buku administrasi kantor kelurahan/desa atau nama lain atau kecamatan. |
(1) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah sedang menjadi objek perkara di pengadilan dan Ganti Kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri, ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan kepada ketua pengadilan dan pihak-pihak yang berperkara tentang hapusnya hak dan putusnya hubungan hukum antara Pihak yang Berhak dengan tanahnya. |
(2) | Alat bukti penguasaan/kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku sebagai pembuktian di Pengadilan Negeri sampai memperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
(1) | Pihak yang Berhak mengambil Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) merupakan pihak yang dimenangkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
(2) | Ketua pelaksana Pengadaan Tanah membuat berita acara Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang sedang menjadi objek perkara di pengadilan. |
(1) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah masih dipersengketakan kepemilikannya dan Ganti Kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri, ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan hapusnya hak dan putusnya hubungan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa. |
(2) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua pelaksana Pengadaan Tanah membuat berita acara Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang masih dipersengketakan. |
(1) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang dan Ganti Kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri, ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan kepada pejabat yang meletakkan sita dan pemegang hak tentang hapusnya alat bukti kepemilikan dan putusnya hubungan hukum. |
(2) | Dalam hal Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua pelaksana Pengadaan Tanah membuat berita acara Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang. |
(1) | Pelaksana Pengadaan Tanah melakukan pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, dan penyimpanan data Pengadaan Tanah. |
(2) | Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan, didokumentasikan dan diarsipkan oleh kepala Kantor Pertanahan setempat. |
(3) | Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disimpan dalam bentuk data elektronik. |
(1) | Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dibuat salinan. |
(2) | Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Instansi yang Memerlukan Tanah, dan menjadi dokumen di Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan setempat. |
(3) | Dalam hal data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3) telah disimpan dalam bentuk data elektronik, data diserahkan kepada Instansi yang Memerlukan Tanah dengan berita acara. |
(1) | Ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang Memerlukan Tanah disertai data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari sejak Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah. |
(2) | Penyerahan hasil Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa bidang tanah dan dokumen Pengadaan Tanah dengan penandatanganan berita acara penyerahan hasil Pengadaan Tanah. |
(3) | Penyerahan hasil Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara bertahap dengan berita acara untuk selanjutnya dipergunakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah untuk pensertipikatan. |
(4) | Tugas dan tanggung jawab pelaksana Pengadaan Tanah berakhir dengan telah ditandatanganinya berita acara penyerahan hasil Pengadaan Tanah secara keseluruhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | Pensertipikatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak penyerahan hasil Pengadaan Tanah. |
(1) | Dalam hal keadaan mendesak akibat bencana alam, konflik sosial yang meluas, dan wabah penyakit, pembangunan untuk Kepentingan Umum dapat langsung dilaksanakan setelah diterbitkan Penetapan Lokasi oleh gubernur/bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. |
(2) | Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. |
(3) | Instansi yang Memerlukan Tanah tetap dapat melaksanakan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meskipun terdapat keberatan atau gugatan di pengadilan. |
(4) | Pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak dalam Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. |
(1) | Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dapat bersumber terlebih dahulu dari dana Badan Usaha selaku Instansi yang Memerlukan Tanah yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian yang bertindak atas nama lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. |
(2) | Pendanaan Pengadaan Tanah oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar kembali oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota melalui anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah proses Pengadaan Tanah selesai. |
(3) | Pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa perhitungan pengembalian nilai investasi. |
(1) | Dalam hal Pengadaan Tanah dilakukan oleh badan hukum milik negara/badan usaha milik negara, Bank Tanah yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah Pusat atau badan usaha milik daerah yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah Daerah, pendanaan bersumber dari internal perusahaan dan/atau sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Ketentuan mengenai biaya operasional dan biaya pendukung yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Biaya operasional dan biaya pendukung Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dilaksanakan oleh badan hukum milik negara/badan usaha milik negara, Bank Tanah yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah Pusat atau badan usaha milik daerah yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan:
|
(2) | Penetapan Lokasi untuk tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh bupati/wali kota. |
(3) | Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. |
(4) | Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah dan rencana kerja Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(5) | Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disusun berdasarkan muatan dan studi kelayakan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. |
(6) | Penilaian tanah dalam rangka Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi yang Memerlukan Tanah menggunakan hasil penilaian jasa Penilai. |
(1) | Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian atau Instansi yang memperoleh tanah dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dapat diberikan insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Insentif perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pihak yang Berhak apabila:
|
(1) | Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional, pelaksanaannya diprioritaskan dengan tahapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 128. |
(2) | Dalam hal Proyek Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dimuat dalam rencana tata ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang diberikan dalam bentuk rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang oleh Menteri. |
(3) | Tata cara pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang. |
(1) | Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam menyediakan lahan bagi Proyek Strategis Nasional. |
(2) | Dalam hal Pengadaan Tanah belum dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional dapat dilakukan oleh Badan Usaha. |
(3) | Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dan Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik negara/badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum. |
(4) | Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan mempertimbangkan prinsip kemampuan keuangan negara dan kesinambungan fiskal. |
(5) | Dalam hal Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Badan Usaha, mekanisme Pengadaan Tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(1) | Kegiatan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum dilaksanakan secara elektronik. |
(2) | Dalam hal tidak dapat dilaksanakan secara elektronik, kegiatan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara manual. |
(3) | Hasil pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data, informasi, dan dokumen elektronik. |
(4) | Data, informasi, dan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dilakukan secara elektronik diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Setiap orang yang karena jabatannya mengetahui informasi tentang rencana Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di lokasi tertentu, dilarang membeli tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dan/atau menghambat Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. |
(2) | Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka yang bersangkutan wajib melepaskannya guna pembangunan untuk Kepentingan Umum dengan diberikan Ganti Kerugian. |
(3) | Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai setara dengan harga perolehan. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri. |
I. | UMUM Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur melalui pembangunan nasional. Dalam rangka percepatan mewujudkan masyarakat adil dan makmur tersebut dibutuhkan penyederhanaan aturan, penciptaan lapangan kerja, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan Proyek Strategis Nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
Dalam rangka untuk mencapai tujuan khususnya peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan Proyek Strategis Nasional, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam bidang agraria/pertanahan dan tata ruang. Salah satu diantaranya adalah pengaturan mengenai Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Beberapa perubahan ketentuan dimaksud antara lain meliputi penambahan jenis pembangunan untuk Kepentingan Umum; upaya percepatan Pengadaan Tanah seperti penyelesaian status kawasan hutan; percepatan Pengadaan Tanah terkait dengan tanah kas desa, tanah wakaf, tanah aset; pelibatan lembaga pertanahan membantu dalam penyusunan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah; penambahan jangka waktu Penetapan Lokasi; dan penitipan Ganti Kerugian.
Perubahan dimaksud memerlukan pengaturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang sederhana dan lebih efektif sehingga diharapkan tercapai tujuan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bendungan” adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air juga untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing) atau lumpur sehingga terbentuk waduk.
Yang dimaksud dengan “bendung” adalah tanggul untuk menahan air di sungai, tepi laut, dan sebagainya. Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “sampah” adalah sampah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sampah.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “fasilitas keselamatan umum” adalah semua fasilitas yang diperlukan untuk menanggulangi akibat suatu bencana, antara lain rumah sakit darurat, rumah penampungan darurat, serta tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan longsor.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “fasilitas sosial” digunakan antara lain untuk kepentingan keagamaan atau beribadah.
Yang dimaksud dengan "ruang terbuka hijau publik" adalah ruang terbuka hijau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penataan ruang. Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau desa” adalah sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan, termasuk lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan unit pelaksana teknis lembaga pemasyarakatan lain.
Huruf o
Yang dimaksud dengan “perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah” adalah perumahan masyarakat yang dibangun dalam bentuk rumah susun, rumah umum baik milik maupun sewa.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Yang dimaksud dengan “pasar umum dan lapangan parkir umum” adalah pasar dan lapangan parkir yang direncanakan, dilaksanakan, dikelola, dan dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan pengelolaannya dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
Huruf s
Yang dimaksud dengan “diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah” adalah:
Huruf t
Yang dimaksud dengan “diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah” adalah:
Huruf u
Yang dimaksud dengan “diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah” adalah:
Huruf v
Yang dimaksud dengan “diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah” adalah:
Huruf w
Yang dimaksud dengan “diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah” adalah:
Huruf x
Yang dimaksud dengan “diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah” adalah:
Cukup jelas.
Pasal 4 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "melibatkan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan" adalah Instansi yang Memerlukan Tanah dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, status tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah dan perkiraan biaya operasional dan biaya pendukung serta biaya sertipikasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Perkiraan nilai tanah merupakan nilai perkiraan dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pemberian Ganti Kerugian.
Huruf j
Rencana penganggaran Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum harus tersedia sesuai dengan jangka waktu Penetapan Lokasi.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Peta rencana lokasi pembangunan menggunakan peta dasar berupa peta rupa bumi Indonesia atau peta dasar pertanahan dengan skala 1:2.500 atau 1:10.000 atau 1:25.000 atau 1:50.000.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Data awal lokasi rencana pembangunan merupakan gambaran lokasi rencana pembangunan dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pemberian Ganti Kerugian.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Saksi merupakan orang yang dapat dipercaya, bisa karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di kelurahan/desa letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pihak yang menguasai Tanah Negara dengan iktikad baik” adalah:
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “bukti lain yang dipersamakan dengan bukti penguasaan lainnya” adalah dokumen-dokumen yang menunjukan iktikad baik kepemilikan tanah tersebut, misalnya surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah atau bukti pembayaran pajak.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 25 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pemegang dasar penguasaan atas tanah" adalah pihak yang memiliki alat bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan yang bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, misalnya pemegang akta jual beli atas Hak Atas Tanah yang belum dibalik nama, pemegang akta jual beli atas hak milik adat yang belum diterbitkan sertipikat, dan pemegang surat izin menghuni.
Bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang belum atau tidak dipunyai dengan Hak Atas Tanah, Ganti Kerugian diberikan kepada pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “masyarakat yang terkena dampak” adalah masyarakat yang terkena dampak secara langsung baik itu Pihak yang Berhak atau masyarakat yang menggarap tanah tersebut termasuk masyarakat yang berbatasan langsung atau sekitar lokasi Pengadaan Tanah berdasarkan hasil kajian dalam dokumen perencanaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
Pasal 42 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah undang-undang mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46 Cukup jelas.
Pasal 47 Cukup jelas.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50 Cukup jelas.
Pasal 51 Cukup jelas.
Pasal 52 Cukup jelas.
Pasal 53 Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas.
Pasal 55 Cukup jelas.
Pasal 56 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah” adalah penyampaian secara rinci data yang tertuang dalam keputusan Penetapan Lokasi, dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah serta ketersediaan anggaran untuk biaya operasional, biaya pendukung, dan biaya Ganti Kerugian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 57 Cukup jelas.
Pasal 58 Cukup jelas.
Pasal 59 Cukup jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penyurvei berlisensi” adalah orang perseorangan yang mempunyai kompetensi pengumpulan dan pengolahan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah, yang sudah diberikan lisensi/diakui oleh instansi yang berwenang.
Pasal 62 Cukup jelas.
Pasal 63 Cukup jelas.
Pasal 64 Cukup jelas.
Pasal 65 Cukup jelas.
Pasal 66 Cukup jelas.
Pasal 67 Cukup jelas.
Pasal 68 Cukup jelas.
Pasal 69 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “masa tunggu” adalah jangka waktu yang dihitung mulai dari Penetapan Lokasi sampai dengan pelaksanaan pembayaran yang dapat dipakai sebagai dasar mempertimbangkan nilai Ganti Kerugian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “final dan mengikat” adalah nilai Ganti Kerugian merupakan nilai tunggal dan tidak dapat dimusyawarahkan sepanjang penilaian dilakukan berdasarkan standar penilaian yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 70 Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Pihak yang Berhak berhalangan karena hukum” adalah orang yang tidak cakap melakukan tindakan hukum yaitu orang yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan seperti orang gila atau hilang ingatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 73 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Pihak yang Berhak lainnya” antara lain apabila terdapat objek yang dikuasai atau dimiliki beberapa orang dapat menguasakan kepada salah satu orang Pihak yang Berhak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 74 Cukup jelas.
Pasal 75 Cukup jelas.
Pasal 76 Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
Pasal 78 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “validasi” adalah kegiatan verifikasi berupa rekapitulasi data mengenai kesesuaian data nominatif dan peta bidang atas objek dan subjek serta bentuk Ganti Kerugian maupun data lainnya berdasarkan hasil musyawarah yang selanjutnya disampaikan secara tertulis kepada Instansi yang Memerlukan Tanah sebagai dasar pemberian Ganti Kerugian maupun penitipan Ganti Kerugian di Pengadilan Negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 79 Cukup jelas.
Pasal 80 Cukup jelas.
Pasal 81 Cukup jelas.
Pasal 82 Cukup jelas.
Pasal 83 Cukup jelas.
Pasal 84 Cukup jelas.
Pasal 85 Cukup jelas.
Pasal 86 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keadaan khusus” adalah keadaan dimana Pihak yang Berhak membutuhkan uang Ganti Kerugian dengan segera untuk kebutuhan yang mendesak, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari lurah/kepala desa atau nama lain.
Kebutuhan mendesak antara lain bencana alam, biaya pendidikan, menjalankan ibadah, pengobatan, pembayaran hutang, dan/atau keadaan mendesak lainnya. Pasal 87 Cukup jelas.
Pasal 88 Cukup jelas.
Pasal 89 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “masih dipersengketakan kepemilikannya” adalah masih adanya keberatan dari pihak lain terhadap peta bidang tanah dan/atau daftar nominatif yang belum diajukan ke pengadilan.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 90 Cukup jelas.
Pasal 91 Cukup jelas.
Pasal 92 Cukup jelas.
Pasal 93 Yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung.
Pasal 94 Yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung.
Pasal 95 Cukup jelas.
Pasal 96 Cukup jelas.
Pasal 97 Cukup jelas.
Pasal 98 Cukup jelas.
Pasal 99 Cukup jelas.
Pasal 100 Cukup jelas.
Pasal 101 Cukup jelas.
Pasal 102 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pihak yang Berhak meninggal dunia sebelum pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian maka yang menandatangani berita acara Pelepasan Hak dan menerima Ganti Kerugian adalah ahli waris yang dibuktikan dengan keterangan waris dan kuasa ahli waris sebagaimana ketentuan yang berlaku serta surat kematian Pihak yang Berhak.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Pihak yang Berhak berhalangan karena hukum” adalah orang yang tidak cakap melakukan tindakan hukum yaitu orang yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan seperti orang gila atau hilang ingatan.
Cukup jelas.
Pasal 104 Cukup jelas.
Pasal 105 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 106 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 107 Cukup jelas.
Pasal 108 Cukup jelas.
Pasal 109 Cukup jelas.
Pasal 110 Cukup jelas.
Pasal 111 Cukup jelas.
Pasal 112 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “data Pengadaan Tanah” berupa:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 113 Cukup jelas.
Pasal 114 Cukup jelas.
Pasal 115 Cukup jelas.
Pasal 116 Cukup jelas.
Pasal 117 Cukup jelas.
Pasal 118 Cukup jelas.
Pasal 119 Cukup jelas.
Pasal 120 Cukup jelas.
Pasal 121 Cukup jelas.
Pasal 122 Cukup jelas.
Pasal 123 Cukup jelas.
Pasal 124 Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “data dan informasi elektronik” antara lain alas hak yang sudah dilakukan alih media (scan) menjadi dokumen elektronik dan telah divalidasi oleh pejabat berwenang. Dalam proses alih media, dinyatakan bahwa dokumen yang dilakukan alih media (scan) adalah sesuai dengan aslinya. Hasil alih media (scan) menjadi dokumen elektronik yang disimpan dan dikelola oleh sistem elektronik yang terverifikasi. Dokumen elektronik yang dibuat oleh sistem elektronik atau hasil alih media (scan) menjadi merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Pasal 125 Cukup jelas.
Pasal 126 Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dilakukan secara langsung” adalah Pengadaan Tanah yang dilakukan dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 128 Cukup jelas.
Pasal 129 Cukup jelas.
Pasal 130 Cukup jelas.
Pasal 131 Cukup jelas.
Pasal 132 Cukup jelas.
Pasal 133 Cukup jelas.
Pasal 134 Cukup jelas.
Pasal 135 Cukup jelas.
Pasal 136 Cukup jelas.
Pasal 137 Yang dimaksud dengan “perubahan data pendukung di luar Penetapan Lokasi” adalah data penambahan objek dan subjek di luar Penetapan Lokasi yang menjadi pendukung dan harus diselesaikan dalam kegiatan Pengadaan Tanah.
Pasal 138 Cukup jelas.
Pasal 139 Cukup jelas.
Pasal 140 Cukup jelas.
Pasal 141 Cukup jelas.
Pasal 142 Cukup jelas.
Pasal 143 Cukup jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.