Peraturan Daerah Nomor : 34 Tahun 2023

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Daerah


PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 34 TAHUN 2023

TENTANG

TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :
  1. bahwa untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan daerah, Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah perlu diganti;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1212);
  6. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DAERAH.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
  1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Badan Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disingkat Bapenda adalah badan pendapatan daerah yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan pemerintahan bidang keuangan pada subbidang pendapatan.
  3. Kepala Badan Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Bapenda adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
  4. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.
  5. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.
  6. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan daerah.
  7. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
  8. Pemeriksa Bukti Permulaan adalah pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Bapenda yang diberi wewenang untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
  10. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah yang berlaku.
  11. Informasi adalah keterangan yang disampaikan secara lisan atau tertulis, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
  12. Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
  13. Data Elektronik adalah Data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi.
  14. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak dan/atau kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada pejabat yang berwenang, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, mengenai dugaan telah atau sedang atau akan terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
  15. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, untuk menindak menurut hukum orang pribadi atau badan yang diduga telah melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
  16. Kegiatan Intelijen Perpajakan Daerah adalah serangkaian kegiatan dalam siklus intelijen yang dilakukan oleh petugas intelijen perpajakan yang meliputi perencanaan, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian sehingga diperoleh suatu produk intelijen yang berisi Data dan/atau Informasi terkait Wajib Pajak sehubungan dengan terjadinya suatu transaksi, peristiwa, dan/atau keadaan yang diperkirakan berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah oleh Wajib Pajak dan/atau indikasi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
  17. Peristiwa Pidana adalah peristiwa yang mengandung Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
  18. Bahan Bukti adalah buku, catatan, dokumen, keterangan, Informasi, Data, dan/atau benda lainnya yang dapat digunakan untuk menemukan Bukti Permulaan.
  19. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.
  20. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh kepala daerah.
  21. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
  22. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan adalah perubahan atas Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang telah diterbitkan.
  23. Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak termasuk media penyimpan Data dan akses Data yang dikelola secara elektronik dan benda lain yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan Bahan Bukti.
  24. Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah dokumentasi yang dibuat oleh Pemeriksa Bukti Permulaan mengenai prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditempuh, Bahan Bukti yang dikumpulkan, analisis Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
  25. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Laporan yang disusun oleh Pemeriksa Bukti Permulaan yang mengungkapkan tentang pelaksanaan, simpulan, dan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
  26. Laporan Kejadian adalah Laporan tertulis tentang adanya Peristiwa Pidana yang terdapat Bukti Permulaan sebagai dasar dilakukan Penyidikan.
  27. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Informasi yang memuat hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

BAB II
KEWENANGAN, DASAR, LINGKUP, JENIS, DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Bagian Kesatu
Kewenangan

Pasal 2


(1) Kepala Bapenda berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap orang pribadi atau badan yang diduga melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.
(2) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan yang menerima Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum Penyidikan.


Bagian Kedua
Dasar

Pasal 3


(1) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan pengembangan dan analisis melalui:
a. Kegiatan Intelijen Perpajakan Daerah; atau
b. kegiatan lain.
(2) Pengembangan dan analisis melalui Kegiatan Intelijen Perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan terhadap Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan yang diterima oleh Bapenda, dengan hasil laporan berupa lembar informasi intelijen perpajakan.
(3) Pengembangan dan analisis melalui kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui kegiatan pengawasan, Pemeriksaan, pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau pengembangan Penyidikan, dengan hasil berupa laporan yang memuat usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(4) Laporan hasil pengembangan dan analisis melalui Kegiatan Intelijen Perpajakan Daerah berupa lembar informasi intelijen perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan laporan yang memuat usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan penelaahan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Bapenda.


Pasal 4


(1) Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal terdapat dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. dalam hal tidak terdapat dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, tidak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
c. dalam hal Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, diketahui seketika dilakukan Penyidikan tanpa Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(2) Dalam pelaksanaan penelaahan terhadap laporan hasil pengembangan dan analisis melalui kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dilakukan pengayaan Data intelijen perpajakan.
(3) Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli.
(4) Hasil kegiatan Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dituangkan dalam berita acara dan laporan hasil penelaahan.
(5) Petunjuk pelaksanaan kegiatan intelijen, penelaahan, pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan dan/atau Pengaduan ditetapkan dengan keputusan Kepala Bapenda.


Pasal 5


(1) Hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, Data, Laporan, dan/atau Pengaduan yang telah dilakukan penelaahan, ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau tidak ditindaklanjuti.
(2) Hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, Data, Laporan, dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang terindikasi kuat adanya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan.


Bagian Ketiga
Lingkup

Pasal 6


Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan berupa dugaan suatu Peristiwa Pidana yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. 


Bagian Keempat
Jenis

Pasal 7

(1) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan secara:
a. terbuka; atau
b. tertutup.
(2) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap dugaan Peristiwa Pidana yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(4) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan tidak dengan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(5) Kepala Bapenda dapat menghentikan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan pertimbangan risiko perolehan Bahan Bukti dan/atau pemulihan kerugian pada pendapatan daerah, dan selanjutnya dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.


Bagian Kelima
Jangka Waktu

Pasal 8


(1) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dilaksanakan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(2) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, dilaksanakan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan.
(3) Apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan belum dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu kepada Kepala Bapenda.
(4) Perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan diberikan oleh Kepala Bapenda paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).
(5) Surat Pemberitahuan atas perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
(6) Kepala Bapenda mempertimbangkan permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan memperhatikan:
a. kedaluwarsa penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
b. perkembangan penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan/atau
c. jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.


BAB III
KETENTUAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 9


Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan:
a. standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
c. standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

.  

Pasal 10


Standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, dilaksanakan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang diberikan Kepala Bapenda;
b. mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup sebagai Pemeriksa Bukti Permulaan;
c. menggunakan keterampilannya secara cermat dan saksama;
d. berintegritas dan tidak melakukan perbuatan tercela; dan
e. taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.


Pasal 11


Standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilaksanakan oleh tim Pemeriksa Bukti Permulaan yang ditetapkan oleh Kepala Bapenda;
b. dilakukan pengawasan oleh Kepala Bapenda atau pejabat yang berwenang;
c. didahului dengan persiapan yang baik;
d. dilaksanakan di kantor Bapenda dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Bukti Permulaan;
e. dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;
f. mempertimbangkan kedaluwarsa penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
g. didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
h. membuat simpulan yang berdasarkan pada Bahan Bukti yang sah dan cukup.


Pasal 12


Standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
b. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan mengungkapkan tentang pelaksanaan, simpulan, dan usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.


BAB IV
KEWAJIBAN DAN HAK DALAM PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 13


(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
a. menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan, surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemberitahuan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. memperlihatkan kartu tanda pengenal Pemeriksa Bukti Permulaan, jika diminta oleh orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
c. memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan, jika diminta oleh orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
d. mengembalikan Bahan Bukti yang telah diperoleh melalui peminjaman ketika Pemeriksaan Bukti Permulaan telah selesai dilaksanakan;
e. merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
f. mengamankan Bahan Bukti yang ditemukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(2) Kewajiban Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dikecualikan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup.
(3) Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang:
a. meminjam dan memeriksa buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak;
b. mengakses dan/atau mengunduh Data, Informasi, dan bukti yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang, yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
d. melakukan Penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
e. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak saat Pemeriksaan Bukti Permulaan melalui Kepala Bapenda sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah;
f. meminta keterangan kepada pihak yang berkaitan dan dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan;
g. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
h. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kewajiban orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan:
a. memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan untuk memasuki dan/atau memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti;
b. memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan untuk mengakses dan/atau mengunduh Data Elektronik;
c. memperlihatkan dan/atau meminjamkan Bahan Bukti kepada Pemeriksa Bukti Permulaan;
d. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis kepada Pemeriksa Bukti Permulaan; dan
e. memberikan bantuan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan guna kelancaran Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(5) Kewajiban orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup.
(6) Hak orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan:
a. meminta Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan, surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemberitahuan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. melihat kartu tanda pengenal Pemeriksa Bukti Permulaan;
c. melihat Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan; dan
d. menerima kembali Bahan Bukti yang telah dipinjam ketika Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai dilaksanakan.
(7) Hak orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dikecualikan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup.
(8) Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya.


BAB V
SURAT PERINTAH PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 14


(1) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) menjadi dasar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan.
(2) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan perubahan dengan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan dalam hal:
a. perubahan struktur organisasi instansi pelaksana pemungutan pajak daerah;
b. perubahan Pemeriksa Bukti Permulaan;
c. perubahan dan/atau penambahan tahun pajak;
d. perubahan dan/atau penambahan jenis pajak; dan/atau
e. kesalahan administrasi.
(3) Perubahan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh Gubernur berdasarkan pertimbangan efektivitas, efisiensi, atau perubahan struktur organisasi.
(4) Perubahan Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan oleh Kepala Bapenda berdasarkan pertimbangan efektivitas, efisiensi, atau perubahan struktur organisasi.
(5) Dasar pertimbangan perubahan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perubahan Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Perubahan dan/atau penambahan tahun pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan oleh Kepala Bapenda berdasarkan adanya temuan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan yang menyebabkan perlunya dilakukan perubahan dan/atau penambahan tahun pajak.
(7) Perubahan dan/atau penambahan jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilakukan oleh Kepala Bapenda berdasarkan adanya temuan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan yang menyebabkan perlunya dilakukan perubahan dan/atau penambahan jenis pajak.
(8) Kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi kesalahan penulisan identitas orang pribadi atau badan dan/atau elemen Data lain dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang perubahannya dilakukan oleh Kepala Bapenda.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai format Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam keputusan Kepala Bapenda.


Pasal 15


(1) Untuk membantu tugas Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Kepala Bapenda dapat menunjuk pihak lain yang terdiri atas:
a. pegawai Bapenda; dan/atau
b. tenaga ahli dari luar Bapenda, yang memiliki keahlian dan/atau kompetensi tertentu.
(2) Penunjukan pihak lain untuk membantu tugas Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat tugas dari Kepala Bapenda.


BAB VI
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERBUKA DAN TERTUTUP

Pasal 16


(1) Surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), untuk Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka yang dilakukan terhadap orang pribadi, disampaikan secara langsung kepada orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau keluarga yang telah dewasa.
(2) Surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), untuk Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka yang dilakukan terhadap badan, disampaikan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan secara langsung kepada wakil atau pegawai dari badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Dalam hal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat disampaikan secara langsung kepada orang pribadi atau badan, penyampaian dapat dilakukan:
a. melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;
b. melalui faksimile; atau
c. secara elektronik.
(4) Dalam hal diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.


Pasal 17


Ketentuan mengenai penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), dan Pasal 16 ayat (3), berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyampaian surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) dan surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).


Pasal 18


(1) Pemeriksa Bukti Permulaan dapat langsung melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan menggunakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan.
(2) Dalam hal orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Dalam hal orang pribadi atau badan menolak untuk menandatangani berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan penandatanganan.
(4) Berdasarkan berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara penolakan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Bukti Permulaan mengusulkan kepada Kepala Bapenda untuk dilakukan Penyidikan terhadap orang pribadi atau badan tersebut, dalam hal ditemukan Bukti Permulaan atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah.


Pasal 19


(1) Untuk memperoleh Bahan Bukti dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan:
a. Pemeriksa Bukti Permulaan; atau
b. Pemeriksa Bukti Permulaan bersama-sama dengan pihak lain yang diberi tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2),
dapat memasuki dan/atau memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti.
(2) Dalam hal Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ditemukan, Pemeriksa Bukti Permulaan segera meminjam Bahan Bukti dan membuat tanda terima serta memeriksa Bahan Bukti tersebut.
(3) Dalam hal belum diperoleh Bahan Bukti pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminjam Bahan Bukti dengan surat peminjaman.
(4) Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus menyerahkan Bahan Bukti yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada Pemeriksa Bukti Permulaan paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal pengiriman surat peminjaman.
(5) Pemeriksa Bukti Permulaan harus membuat tanda terima atas setiap Bahan Bukti yang diperoleh sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Dalam hal orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak memenuhi permintaan Bahan Bukti dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan telah ditemukannya Bukti Permulaan atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengusulkan kepada Kepala Bapenda untuk dilakukan Penyidikan terhadap orang pribadi atau badan tersebut.


Pasal 20


(1) Untuk memperoleh atau mengamankan Bahan Bukti, dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan:
a. Pemeriksa Bukti Permulaan; atau
b. Pemeriksa Bukti Permulaan bersama-sama dengan pihak lain yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2),
dapat melakukan kegiatan penanganan Data Elektronik, unduhan Data Elektronik, dan/atau bukti elektronik.
(2) Kegiatan penanganan Data Elektronik, unduhan Data Elektronik, dan/atau bukti elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan kelancaran layanan publik dan integritas, atau keutuhan Data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 21


(1) Untuk memperoleh atau mengamankan Bahan Bukti dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan Penyegelan.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. Pemeriksa Bukti Permulaan tidak diberi atau tidak mempunyai kesempatan untuk memasuki dan/atau memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti;
b. orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak meminjamkan Bahan Bukti yang diminta oleh Pemeriksa Bukti Permulaan; atau
c. terdapat keadaan selain keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b sehingga Pemeriksa Bukti Permulaan memerlukan upaya Penyegelan.
(3) Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang saksi selain anggota Pemeriksa Bukti Permulaan.
(4) Pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pelaksanaan Penyegelan.
(5) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan.
(6) Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat membuka segel dalam hal:
a. orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan telah memberi kesempatan untuk memasuki dan/atau memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang disegel;
b. orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan bersedia meminjamkan dan/atau memberikan akses untuk memperoleh Bahan Bukti yang diminta oleh Pemeriksa Bukti Permulaan;
c. berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Bukti Permulaan, Penyegelan tidak diperlukan lagi; dan/atau
d. terdapat permintaan pembukaan segel dari penyidik yang sedang melakukan Penyidikan.
(7) Pemeriksa Bukti Permulaan membuka segel sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dengan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang saksi selain anggota Pemeriksa Bukti Permulaan dan membuat berita acara pembukaan segel.
(8) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel.
(9) Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta bantuan pengamanan atau meminta sebagai saksi kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau instansi atau unsur pemerintah daerah setempat dalam rangka Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau pembukaan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(10) Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tersebut dan melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sehubungan dengan tindak pidana terkait Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana.


Pasal 22


(1) Untuk memperoleh dan memperkuat Bahan Bukti dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada:
a. pihak lain yang mempunyai hubungan dengan orang pribadi atau badan, namun tidak terbatas pada pegawai, pelanggan, atau pemasok; dan/atau
b. pihak ketiga sehubungan dengan keahlian dan/atau kompetensinya, namun tidak terbatas pada penyedia jasa keuangan, akuntan publik, notaris, dan konsultan.
(2) Pemeriksa Bukti Permulaan meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat panggilan.
(3) Dalam hal perlu dan mendesak, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara langsung dan segera disampaikan surat panggilan.
(4) Permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan secara tertulis atau secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.
(5) Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meminta keterangan dan/atau bukti di kantor Bapenda atau tempat lain dengan alasan yang patut dan wajar.
(6) Dalam hal Pemeriksa Bukti Permulaan meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak lain dan/atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak lain dan/atau pihak ketiga wajib memberikan keterangan dan/atau bukti yang diminta oleh Pemeriksa Bukti Permulaan.
(7) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara tertutup, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan tetap menjaga kerahasiaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(8) Pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (7).
(9) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8), dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan untuk memberikan keterangan dan/atau bukti.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai format surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ditetapkan dalam keputusan Kepala Bapenda.


Pasal 23


(1) Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka berdasarkan Bahan Bukti yang diperoleh.
(2) Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama satu bulan terhitung sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir.
(3) Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, setelah dilakukan klarifikasi mengenai potensi kerugian pada pendapatan daerah kepada Wajib Pajak.
(4) Klarifikasi mengenai potensi kerugian pada pendapatan daerah kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), didahului dengan penyampaian surat panggilan paling lama 2 (dua) bulan terhitung sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir.
(5) Dalam hal diberikan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan paling lama satu bulan terhitung sebelum jangka waktu perpanjangan Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir.
(6) Dalam hal diberikan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada orang pribadi atau badan untuk Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebelum terpenuhinya jangka waktu penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai format Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan dalam keputusan Kepala Bapenda.


Pasal 24


(1) Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya atas tindak pidana sebagai berikut:
a. tidak menyampaikan SPTPD sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan daerah; atau
b. menyampaikan SPTPD yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan daerah.
(2) Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), baik sebelum maupun sesudah dilakukan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, sepanjang surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus melakukan tindakan sebagai berikut:
a. menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya secara tertulis dan ditandatangani serta tidak dikuasakan; dan
b. melampirkan:
1. penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang dalam format surat pemberitahuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya;
2. SSPD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak; dan
3. SSPD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan sebagai bukti pelunasan sanksi administrasi.
(4) Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan secara tertulis kepada Kepala Unit Pelayanan Pemungutan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar atau tempat objek pajak diadministrasikan, dan tembusannya kepada Kepala Bapenda.
(5) Pengungkapan mengenai ketidakbenaran perbuatan yang dibuat secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan Kepala Bapenda.
(6) Dalam hal penyampaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat dilakukan, pengungkapan ketidakbenaran perbuatan disampaikan secara langsung kepada Kepala Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah dimana Wajib Pajak terdaftar atau tempat objek pajak diadministrasikan, serta ditembuskan kepada Kepala Bapenda.


Pasal 25


(1) Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan penelitian atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, untuk memastikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
(2) Keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila jumlah pembayaran atas pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, sama dengan atau lebih besar daripada jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Kepala Bapenda mengirimkan pemberitahuan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditindaklanjuti dengan Penyidikan.
(4) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Kepala Bapenda mengirimkan pemberitahuan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.


Pasal 26


(1) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan ayat (4) dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tidak menghilangkan seluruh kerugian pada pendapatan daerah.
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan daerah, sepanjang pembayaran dilakukan sebelum Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Pembayaran yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat dipindahbukukan atau diminta kembali oleh Wajib Pajak.
(4) Jumlah yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu sebesar pokok pajak yang telah dibayarkan dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya.


Pasal 27


(1) Pada saat dilakukan Pemeriksaan ditemukan adanya dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, Pemeriksaan ditangguhkan dan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
(2) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan jika:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena:
1. tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
2. peristiwa bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah; atau
3. Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
b. Penyidikan dihentikan:
1. karena tidak terdapat cukup bukti;
2. karena peristiwa bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah; atau
3. demi hukum karena terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya (nebis in idem) atau tersangka meninggal dunia.
c. terdapat putusan pengadilan atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Kepala Bapenda.
(3) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan jika:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana diatur ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah, dan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut telah sesuai dengan keadaan sebenarnya;
b. Penyidikan dihentikan karena:
1. Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya; atau
2. Wajib Pajak atau tersangka melakukan pelunasan;
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan dihentikan karena telah kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; atau
d. terdapat putusan pengadilan atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Kepala Bapenda.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan dalam hal masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil Penyidikan.
(5) Penangguhan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat pemberitahuan penangguhan pemeriksaan.
 

Pasal 28


(1) Dalam hal Pemeriksa Bukti Permulaan menemukan:
a. potensi pajak yang bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, Kepala Bapenda menindaklanjuti potensi pajak tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah;
b. tindak pidana selain Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah, Kepala Bapenda memberitahukan tindak pidana tersebut kepada pihak yang berwenang; dan/atau
c. Bukti Permulaan yang cukup mengenai keterlibatan pegawai Bapenda, Kepala Bapenda melaporkan keterlibatan pegawai tersebut kepada Gubernur.
(2) Kewajiban melaporkan pegawai Bapenda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak menunda proses Pemeriksaan Bukti Permulaan, termasuk terhadap pegawai Bapenda yang terlibat.
(3) Tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan tidak menunggu Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai.


BAB VII
PELAPORAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN DAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Bagian Kesatu
Pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pasal 29


(1) Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan mencantumkan:
a. pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. simpulan mengenai ada atau tidaknya Bukti Permulaan; dan
c. tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(2) Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan dan disampaikan kepada Kepala Bapenda.
(3) Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat paling lambat pada saat berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), atau ayat (4).


Bagian Kedua
Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pasal 30


(1) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka, Kepala Bapenda menerbitkan pemberitahuan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c kepada orang pribadi atau badan pada saat Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberitahuan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk dilakukan:
a. Penyidikan dalam hal ditemukan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah dan Wajib Pajak:
1. tidak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1); atau
2. mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya namun tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2);
b. penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan dan tidak ditindaklanjuti dengan Penyidikan dalam hal:
1. Wajib Pajak telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2);
2. Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
3. peristiwa bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
4. tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah; atau
5. kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.
(3) Dalam hal ditemukan:
a. potensi pajak yang bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
b. tindak pidana selain Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah; dan/atau
c. Bukti Permulaan yang cukup mengenai keterlibatan pegawai Bapenda,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Pemeriksa Bukti Permulaan harus mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(4) Apabila Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau melakukan pembetulan surat pemberitahuan setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Surat Pemberitahuan dimaksud dianggap tidak disampaikan.
(5) Apabila Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau melakukan pembetulan surat pemberitahuan sejak Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat mempertimbangkannya dalam Laporan Pemeriksaaan Bukti Permulaan.
(6) Dalam hal diperoleh atau ditemukan Bahan Bukti setelah Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan yang dapat menyebabkan simpulan yang berbeda dengan simpulan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dapat dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara tertutup, tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c meliputi tindak lanjut untuk dilakukan:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau Penyidikan berdasarkan hasil penelaahan apabila ditemukan dugaan atau Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah; atau
b. penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
2. peristiwa bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah;
3. tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah; atau
4. kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai format Pemberitahuan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam keputusan Kepala Bapenda.


Pasal 31


(1) Terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditindaklanjuti dengan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) atau Pasal 30 ayat (7) huruf a, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengungkapkan informasi harta kekayaan orang pribadi atau badan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(2) Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat yang berwenang menyusun Laporan Kejadian.
(3) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan tetapi tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a angka 2, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan daerah pada saat dilakukan Penyidikan.
(4) Pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dapat dipindahbukukan atau dimintakan pengembalian kelebihan pajak oleh Wajib Pajak.
(5) Jumlah yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yaitu pembayaran pokok pajak dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya.


Pasal 32


(1) Wajib Pajak dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) setelah tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), dengan syarat mulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti oleh Kepala Bapenda dengan melakukan penelitian untuk memastikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan sebenarnya.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Bapenda menerbitkan pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai format pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam keputusan Kepala Bapenda.


BAB VIII
TINDAK PIDANA YANG DIKETAHUI SEKETIKA

Pasal 33


(1) Tindak pidana yang diketahui seketika merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah yang diketahui sedang berlangsung atau baru saja terjadi, yang memerlukan penanganan secara segera terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana dan pengamanan Bahan Bukti yang ada pada pelaku tersebut.
(2) Dalam menangani pelaku tindak pidana dan mengamankan Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bapenda dapat secara langsung meminta keterangan kepada pihak yang terkait dugaan tindak pidana serta meminta dan/atau memeriksa Bahan Bukti.
(3) Dalam hal diperoleh Bukti Permulaan dari penanganan tindak pidana yang diketahui seketika sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Laporan Kejadian dapat dibuat tanpa dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34


Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2020 Nomor 61016), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 35


Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2023
Pj. GUBERNUR DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

HERU BUDI HARTONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2023
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

JOKO AGUS SETYONO



BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2023 NOMOR 62021