Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
a. | PBB-P2; | ||||||||||
b. | BPHTB; | ||||||||||
c. | PBJT atas:
|
||||||||||
d. | Pajak Reklame; | ||||||||||
e. | PAT; | ||||||||||
f. | Pajak MBLB; | ||||||||||
g. | Pajak Sarang Burung Walet; | ||||||||||
h. | Opsen PKB; dan | ||||||||||
i. | Opsen BBNKB. |
(1) | Jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf a, huruf d, huruf e, huruf h, dan huruf i merupakan jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Bupati. |
(2) | Jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g merupakan jenis Pajak yang dipungut berdasarkan perhitungan sendiri oleh Wajib Pajak. |
(3) | Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain adalah surat ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak terutang. |
(4) | Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain adalah surat ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak daerah dan dituangkan kedalam surat ketetapan pajak daerah. |
(5) | Dokumen surat pemberitahuan pajak daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib diisi dengan benar dan lengkap serta disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Pemerintah Kabupaten Bener Meriah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Saat terutang Pajak ditetapkan pada saat orang pribadi atau Badan telah memenuhi syarat subjektif dan objektif atas suatu jenis Pajak dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai perpajakan daerah. |
(2) | Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan perhitungan sendiri Wajib Pajak atau menjadi dasar bagi Bupati untuk menetapkan Pajak terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Bupati. |
(3) | Masa Pajak yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan perhitungan sendiri Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 (tiga) bulan kalender. |
(4) | Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai Masa Pajak, Tahun Pajak, dan bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Subjek Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. |
(2) | Wajib Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. |
(1) | Objek PBB-P2 adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. | ||||||||||||||||||
(2) | Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan. | ||||||||||||||||||
(3) | Yang dikecualikan dari objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:
|
(1) | Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. |
(2) | NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2. |
(3) | NJOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah Kabupaten Bener Meriah, NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap Tahun Pajak. |
(5) | NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(6) | NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah Kabupaten Bener Meriah. |
(7) | Besaran NJOP ditetapkan dengan Peraturan Bupati |
(8) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Tarif Pajak PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) untuk NJOP di bawah Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), |
(2) | Tarif Pajak PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen) untuk NJOP di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), |
(3) | Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan sebesar 08% ( nol koma nol delapan persen). |
(1) | Tahun Pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kelender. | ||||
(2) | Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari. | ||||
(3) | Tempat PBB-P2 yang terutang adalah wilayah Kabupaten Bener Meriah yang meliputi letak objek PBB-P2. | ||||
(4) | Termasuk dalam wilayah Pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan wilayah Kabupaten tempat Bumi dan/atau Bangunan berikut berada:
|
(1) | Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. |
(2) | Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. |
(1) | Objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Yang dikecualikan dari objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Kriteria pengecualian objek BPHTB bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h yaitu untuk kepemilikan rumah pertama dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Bupati. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diselaraskan dengan kebijakan pemberian kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekeijaan umum dan perumahan rakyat. |
(1) | Dasar pengenaan BPHTB merupakan nilai perolehan objek pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan yang mengatur mengenai Pajak dan Retribusi. | ||||||
(2) | Nilai perolehan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
|
||||||
(3) | Dalam hal nilai perolehan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang digunakan adalah NJOP yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan. | ||||||
(4) | Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagai pengurang dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(5) | Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling sedikit Rp. 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk perolehan hak pertama, Wajib Pajak di wilayah Kabupaten Bener Meriah tempat terutangnya BPHTB. | ||||||
(6) | Dalam hal perolehan hak karena hibah wasiat atau waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a angka 4, dan angka 5 yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberian hibah wasiat atau waris termasuk suami/istri, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). |
(1) | Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan/atau ayat (6), dengan tarif BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. | ||||||||||||||
(2) | Saat terutangnya BPHTB ditetapkan pada saat terjadinya perolehan tanah dan/atau Bangunan dengan ketentuan:
|
||||||||||||||
(3) | Dalam hal jual beli tanah dan/atau Bangunan tidak menggunakan perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, maka saat terutang BPHTB untuk jual beli adalah pada saat ditandatanganinya akta jual beli. | ||||||||||||||
(4) | Wilayah Pemungutan BPHTB yang terutang merupakan wilayah Kabupaten tempat tanah dan/atau Bangunan berada. |
(1) | Pembuat Akta Tanah/Notaris wajib:
|
||||
(2) | Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administratif berupa:
|
||||
(3) | Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara wajib:
|
||||
(4) | Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(5) | Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB. |
(2) | Kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Subjek PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu. |
(2) | Wajib PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu. |
a. | Makanan dan/atau minuman; |
b. | Tenaga Listrik; |
c. | Jasa Perhotelan; |
d. | Jasa Parkir; dan |
e. | Jasa Kesenian dan Hiburan. |
(1) | Jenis penjualan dan /atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi Makanan dan/atau Minuman yang disediakan oleh:
|
||||||||||
(2) | Yang dikecualikan dari objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan Makanan dan/atau Minuman:
|
(1) | Jenis Konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b adalah penggunaan Tenaga Listrik oleh pengguna akhir. | ||||||||
(2) | Yang dikecualikan dari konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(1) | Jenis Jasa Perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan seperti:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Yang dikecualikan dari Jasa Perhotelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(1) | Jenis Jasa Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d meliputi:
|
||||||
(2) | Yang dikecualikan dari jasa penyediaan tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(1) | Jenis Jasa Keseniaan dan Hiburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Yang dikecualikan dari jasa Kesenian dan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Jasa Kesenian dan Hiburan yang semata-mata untuk:
|
(1) | Subjek PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu. |
(2) | Wajib PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu. |
(1) | Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu, meliputi:
|
||||||||||
(2) | Dalam hal tidak terdapat pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Kabupaten Bener Meriah. |
(1) | Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b ditetapkan untuk:
|
||||
(2) | Nilai jual tenaga listrik yang ditetapkan untuk tenaga listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung berdasarkan:
|
(1) | Tarif PBJT ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). | ||||||
(2) | Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan karaoke dan mandi uap/spa ditetapkan 50% (lima puluh persen). | ||||||
(3) | Khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk:
|
(1) | Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dengan tarif PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. |
(2) | PBJT yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Bener Meriah pada tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan. |
(3) | Saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan. |
(1) | Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame. |
(2) | Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Reklame. |
(1) | Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. | ||||||||||||||||||
(2) | Objek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||||||||||
(3) | Yang dikecualikan dari objek Pajak Reklame adalah:
|
(1) | Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame. |
(2) | Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame. |
(3) | Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu penayangan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame. |
(4) | Dalam hal nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, nilai sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Perhitungan nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dengan tarif Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. |
(2) | Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Bener Meriah tempat Reklame tersebut diselenggarakan. |
(3) | Khusus untuk Reklame berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf e, Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Bener Meriah tempat usaha penyelenggaraan Reklame terdaftar. |
(1) | Subjek PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. |
(2) | Wajib PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. |
(1) | Objek PAT adalah semua pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. | ||||||||||||
(2) | Yang dikecualikan dari objek PAT adalah pengembalian untuk:
|
(1) | Dasar pengenaan PAT adalah nilai perolehan Air Tanah. | ||||||||||||
(2) | Nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot Air Tanah. | ||||||||||||
(3) | Harga air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya Air Tanah. | ||||||||||||
(4) | Bobot Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam koofisien yang didasarkan atas faktor- faktor:
|
||||||||||||
(5) | Besarnya nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) berpedoman pada nilai perolehan air tanah yang ditetapkan oleh Gubernur. |
(1) | Besaran pokok PAT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dengan tarif PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. |
(2) | PAT yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Bener Meriah tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. |
(3) | Saat terutangnya PAT dihitung sejak pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. |
(1) | Subjek Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB. |
(2) | Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB. |
(1) | Objek Pajak MBLB adalah kegiatan pengambilan MBLB yang meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Yang dikecualikan dari objek Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengambilan MBLB:
|
(1) | Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB. |
(2) | Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian volume/meter kubik pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB. |
(3) | Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap-tiap jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah Kabupaten Bener Meriah. |
(4) | Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pertambangan mineral dan batu bara. |
(5) | Saat terutang Pajak MBLB ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan MBLB di mulut tambang. |
(1) | Besaran pokok Pajak MBLB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dengan tarif Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43. |
(2) | Pajak MBLB yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Bener Meriah tempat pengambilan MBLB. |
(1) | Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. |
(2) | Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. |
(1) | Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. | ||||
(2) | Yang dikecualikan dari objek Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
(1) | Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual sarang Burung Walet. |
(2) | Nilai jual sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang Burung Walet yang berlaku di Kabupaten Bener Meriah dengan volume sarang Burung Walet. |
(1) | Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dengan tarif Pajak Sarang Burung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48. |
(2) | Saat terutang Pajak Burung Walet ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. |
(3) | Wilayah pemungut Pajak Sarang Burung Walet yang terutang merupakan wilayah Kabupaten tempat pengambillan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. |
(1) | Subjek Pajak Opsen PKB merupakan Subjek PKB. |
(2) | Wajib Pajak Opsen PKB merupakan Wajib PKB. |
(3) | Pemungutan Opsen PKB dilakukan bersamaan dengan pemungutan Pajak terutang dari PKB. |
(1) | Besaran pokok Opsen PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53. |
(2) | Saat terutang Opsen PKB ditetapkan pada saat terutangnya PKB. |
(1) | Subjek Pajak Opsen BBNKB merupakan Subjek Pajak BBNKB. |
(2) | Wajib Pajak Opsen BBNKB merupakan Wajib Pajak BBNKB. |
(3) | Pemungutan Opsen BBNKB dilakukan bersamaan dengan pemungutan Pajak terutang dari BBNKB. |
(1) | Besaran pokok Opsen BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 dengan tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 58. |
(2) | Saat terutang Opsen BBNKB ditetapkan pada saat terutangnya BBNKB. |
(3) | Wilayah pemungutan Opsen BBNKB yang terutang merupakan wilayah Kabupaten tempat kendaraan bermotor terdaftar. |
(1) | Hasil penerimaan Opsen PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h dialokasikan paling sedikit 10% (sepuluh persen) untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. | ||||||||
(2) | Hasil penerimaan PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dialokasikan paling sedikit 10% (sepuluh persen) untuk penyediaan penerangan jalan umum. | ||||||||
(3) | Kegiatan penyediaan penerangan jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum serta pembayaran biaya atas konsumsi Tenaga Listrik untuk penerangan jalan umum. | ||||||||
(4) | Hasil penerimaan PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e, dialokasikan paling sedikit 10% (sepuluh persen) untuk pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam Kabupaten yang berdampak terhadap kualitas dan kuantitas air tanah, meliputi namun tidak terbatas pada:
|
(1) | Jenis Retribusi Kabupaten yang diatur dalam Qanun ini meliputi:
|
||||||
(2) | Objek Retribusi adalah penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi atau Badan oleh Pemerintah Kabupaten. | ||||||
(3) | Wajib Retribusi meliputi orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, jasa, dan/atau perizinan. | ||||||
(4) | Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib membayar atas layanan yang digunakan/dinikmati. | ||||||
(5) | Dikecualikan dari objek jenis Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Aceh, Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta. |
(1) | Jenis pelayanan yang merupakan objek Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf a meliputi:
|
||||||||
(2) | Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten berdasarkan kewenangan Kabupaten sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(3) | Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pelayanan yang diberikan oleh BLUD. | ||||||||
(4) | Detail rincian objek atas pelayanan yang diberikan oleh BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(5) | Detail rincian objek Retribusi yang diatur dengan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan:
|
||||||||
(6) | Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Keuangan Negara, Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Dalam Negeri, dan DPRK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diundangkan. |
(1) | Pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b merupakan pelayanan kebersihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten, meliputi:
|
||||||||||
(2) | Dikecualikan dari pelayanan kebersihan adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan tempat umum lainnya. |
(1) | Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan Jasa Umum merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Kabupaten untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. | ||||||||
(2) | Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan Jasa Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan:
|
(1) | Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. |
(2) | Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasional dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal. |
(3) | Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Besaran Retribusi Jasa Umum yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dengan tarif Retribusi. |
(2) | Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Umum tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini. |
(3) | Tarif Retribusi dapat ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. |
(4) | Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek Retribusi Jasa Umum. |
(5) | Tarif Retribusi hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Subjek Retribusi Jasa Usaha merupakan orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Jasa Usaha. |
(2) | Wajib Retribusi Jasa Usaha merupakan orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi atas jenis pelayanan Jasa Usaha. |
(1) | Jenis penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa yang merupakan objek Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b meliputi:
|
||||||||||||||||||||
(2) | Penyediaan/pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten berdasarkan jasa/pelayanan yang diberikan dan kewenangan Kabupaten sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||
(3) | Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pelayanan yang diberikan oleh BLUD. | ||||||||||||||||||||
(4) | Detail rincian objek atas pelayanan yang diberikan oleh BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||
(5) | Detail rincian objek Retribusi yang diatur dengan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||||||
(6) | Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Keuangan Negara, Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Dalam Negeri, dan DPRK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diundangkan. |
(1) | Penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b merupakan penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. |
(2) | Termasuk penyediaan tempat pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat yang dikontrak oleh Pemerintah Kabupaten dari pihak lain untuk dijadikan sebagai pemungutan retribusi tempat pelelangan. |
(1) | Penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c merupakan penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Kabupaten. |
(2) | Pemungutan retribusi tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipungut selama 1 (satu) Tahun atau sama dengan masa berlaku pajak kendaraan bermotor. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati. |
(1) | Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan Jasa Usaha merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Kabupaten untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. | ||||||||||||||||||||
(2) | Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan:
|
(1) | Bentuk pemanfaatan barang milik Kabupaten dan tata cara penghitungan besaran tarif dapat ditetapkan dengan Peraturan Bupati untuk pemanfaatan barang milik Kabupaten berupa:
|
||||||||
(2) | Penetapan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk setiap pelaksanaan pemanfaatan barang milik Kabupaten. | ||||||||
(3) | Bentuk pemanfaatan barang milik Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:
|
||||||||
(4) | Pelaksanaan pemanfaatan barang milik Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik Kabupaten. |
(1) | Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha untuk memperoleh keuntungan yang layak. |
(2) | Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. |
(3) | Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Usaha yang diberikan oleh BLUD ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai BLUD. |
(1) | Besaran Retribusi Jasa Usaha yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dengan tarif Retribusi. |
(2) | Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini. |
(3) | Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. |
(4) | Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek Retribusi Jasa Usaha. |
(5) | Tarif Retribusi hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam Peraturan Bupati. |
(1) | Subjek Retribusi Perizinan Tertentu merupakan orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pemberian Perizinan Tertentu. |
(2) | Wajib Retribusi Perizinan Tertentu merupakan orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi atas pemberian Perizinan Tertentu. |
(1) | Jenis pelayanan pemberian izin yang merupakan objek Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c adalah:
|
||||
(2) | Jenis pelayanan pemberian izin yang merupakan objek Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c yang tidak dipungut adalah Pengelolaan Pertambangan Rakyat. | ||||
(3) | Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten berdasarkan kewenangan Kabupaten sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pelayanan PBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf a meliputi penerbitan PBG dan SLF oleh Pemerintah Kabupaten sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Penerbitan PBG dan SLF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan layanan konsultasi pemenuhan standar teknis, penerbitan PBG, inspeksi bangunan gedung, penerbitan SLF dan SBKBG serta pencetakan plakat SLF. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Penerbitan PBG dan SLF tersebut diberikan untuk permohonan persetujuan:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Dikecualikan dari pengenaan Retribusi atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten, dan bangunan yang memiliki fungsi keagamaan/peribadatan. |
(1) | Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan Perizinan Tertentu merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Kabupaten untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. | ||||||||||||||||
(2) | Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||
(3) | Besarnya retribusi PBG yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa atas penyediaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan harga satuan retribusi PBG. | ||||||||||||||||
(4) | Harga satuan retribusi PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. Indeks lokalitas dan standar harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung; dan/atau b. Harga satuan retribusi prasarana bangunan gedung untuk prasarana bangunan gedung. |
||||||||||||||||
(5) | Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
|
(1) | Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. |
(2) | Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penerbitan dokumen izin, pengawasan, penegakan hukum, penatausahaan, dan/atau biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. |
(3) | Pelayanan PBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) , biaya penyelenggaraan pelayanan memperhatikan pada rincian layanan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Bangunan Gedung. |
(1) | Besaran Retribusi PBG yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dengan tarif Retribusi. |
(2) | Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai rupiah yang ditetapkan untuk menghitung besaran Retribusi yang terutang. |
(3) | Dalam hal tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam satuan mata uang selain rupiah, pembayaran Retribusi dimaksud tetap harus dilakukan dalam satuan mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk kepentingan perpajakan. |
(4) | Struktur dan besaran tarif Retribusi PBG tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini. |
(5) | Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. |
(6) | Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek Retribusi Perizinan Tertentu. |
(7) | Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) khusus layanan PBG hanya terhadap besaran harga/indeks dalam tabel HSBGN/SHST dan Indeks Lokalitas. |
(8) | Tarif Retribusi hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Pelayanan penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 ayat (1) huruf b merupakan pelayanan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing perpanjangan sesuai wilayah kerja tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tenaga kerja asing. |
(2) | Dikecualikan dari Retribusi atas pelayanan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) yaitu penggunaan tenaga kerja asing oleh instansi Pemerintah, perwakilan negara asing, badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan. |
(1) | Wajib pajak untuk jenis pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh wajib pajak wajib mengisi SPTPD. | ||||||||||
(2) | Pelaporan SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap masa pajak. | ||||||||||
(3) | Wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda. | ||||||||||
(4) | Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan STPD dalam satuan rupiah setiap STPD. | ||||||||||
(5) | Besaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). | ||||||||||
(6) | Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dikenakan jika wajib pajak mengalami keadaan kahar (force majeure). | ||||||||||
(7) | Kriteria keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi :
|
(1) | Ketentuan mengenai tata cara Pemungutan Pajak dan Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai:
|
||||||||||||||||||||||
(3) | Pembayaran dan penyetoran pajak Kabupaten dan retribusi Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui sistem pembayaran berbasis elektronifikasi. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal sistem pembayaran berbasis elektronik belum tersedia, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan melalui pembayaran tunai. |
(1) | Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, Bupati dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di Kabupaten. | ||||||||||||
(2) | Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan atas pokok Pajak, pokok Retribusi, dan/atau sanksinya. | ||||||||||||
(3) | Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak dan/atau Wajib Retribusi atau diberikan secara jabatan oleh Bupati berdasarkan pertimbangan, meliputi:
|
||||||||||||
(4) | Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati dan diberitahukan kepada DPRK. | ||||||||||||
(5) | Pemberitahuan kepada DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan pertimbangan Bupati dalam memberikan insentif fiskal. | ||||||||||||
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi dan tata cara pemberian insentif fiskal diatur dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi Pajak dan/atau Retribusi dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi. |
(2) | Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi. |
(3) | Kondisi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemampuan membayar Wajib Pajak atau tingkat likuiditas Wajib Pajak. |
(4) | Kondisi objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lahan pertanian yang sangat terbatas, tanah dan bangunan yang ditempati Wajib Pajak dari golongan tertentu, nilai objek Pajak sampai dengan batas tertentu, dan objek Pajak yang terdampak bencana alam, kebakaran, huru-hara, dan/atau kerusuhan. |
(1) | Bupati dapat memberikan kemudahan perpajakan Kabupaten kepada Wajib Pajak, berupa:
|
||||||||||
(2) | Perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada Wajib Pajak yang mengalami keadaan kahar sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban Pajak pada waktunya. | ||||||||||
(3) | Perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan Bupati secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang ditetapkan dalam keputusan Bupati. | ||||||||||
(4) | Pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau keadaan kahar Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pelunasan Pajak pada waktunya. | ||||||||||
(5) | Pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan Bupati berdasarkan permohonan Wajib pada ayat (4), Bupati memperhatikan kepatuhan Wajib Pajak yang ditetapkan dalam keputusan Bupati. | ||||||||||
(6) | Dalam pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati memperhatikan kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak selama 2 (dua) tahun terakhir. | ||||||||||
(7) | Keputusan Bupati atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat berupa:
|
||||||||||
(8) | Persetujuan atau persetujuan sebagian angsuran atau penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dan huruf b paling lama diberikan untuk jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan. | ||||||||||
(9) | Pembayaran angsuran setiap masa angsuran dan pembayaran Pajak yang ditunda disertai bunga sebesar 0,6% (nol koma enam persen) per bulan dari jumlah Pajak yang masih harus dibayar, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. | ||||||||||
(10) | Kedadaan kahar sebagaimana pada ayat (2) dan ayat (4) meliputi:
|
||||||||||
(11) | Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi dan tata cara pemberian kemudahan perpajakan Kabupaten diatur dengan Peraturan Bupati. |
(1) | Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan Kabupaten. | ||||
(2) | Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan Kabupaten. | ||||
(3) | Yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
|
||||
(4) | Untuk kepentingan Kabupaten, Bupati berwenang memberikan izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk. | ||||
(5) | Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan hukum acara pidana dan hukum acara perdata, Bupati dapat memberikan izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. | ||||
(6) | Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta. |
(1) | Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan dan pidana denda sesuai ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
(2) | Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan dan pidana denda sesuai ketentuan Pasal 181 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak atau Wajib Retribusi tidak memenuhi kewajibannya, dikenakan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan Pajak atau Retribusi. |
(2) | Besaran sanksi administratif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar tarif bunga per bulan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. |
(3) | Besaran sanksi administratif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar tarif bunga per bulan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. |
(2) | Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui APBK. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati sesuai ketentuan perundang- undangan. |
(1) | terhadap hak dan kewajiban Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang belum diselesaikan sebelum Qanun ini diundangkan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak dan Retribusi yang ditetapkan sebelum berlakunya Qanun ini; |
(2) | Peraturan pelaksanaan mengenai Qanun Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Kabupaten dan Retribusi Kabupaten masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Qanun ini; |
(3) | Ketentuan peraturan pelaksana Qanun ini wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Qanun ini; dan |
(4) | Ketentuan mengenai Pajak Opsen PKB, dan Opsen BBNKB, berlaku pada 5 Januari 2025. |
1. | Qanun Kabupaten Bener Meriah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembar Daerah Bener Meriah Tahun 2011 Nomor 73); |
2. | Qanun Kabupaten Bener Meriah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotan (Lembar Daerah Bener Meriah Tahun 2011 Nomor 90); dan |
3. | Qanun Kabupaten Bener Meriah Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta (Lembaran Daerah Bener Meriah Tahun 2018 Nomor 138). |
4. | Qanun Kabupaten Bener Meriah Nomor 04 Tahun 2021 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Bener Meriah Tahun 2021 Nomor 146). |
I. | UMUM Penyempurnaan regulasi dan kebijakan dibidang perpajakan Kabupaten dan retribusi Kabupaten yang landasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan adanya kewajiban setiap warga negara untuk berkontribusi dalam pembayaran pajak atau pungutan Kabupaten lainnya yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Salah satu pungutan yang diatur sebagai kewenangan Kabupaten yaitu berupa pajak Kabupaten dan retribusi Kabupaten yang selanjutnya diformulasikan menjadi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan adanya PAD yang kewenangan Kabupaten diharapkan dapat membiayai penyelenggaraan Pemerintah dalam mendukung pembangunan Kabupatennya masing-masing. Dengan demikian urusan Pemerintah Kabupaten berhak mengatur dan mengurus urusan Pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas perbantuan.
Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perubahan ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya Pemerintahan Kabupaten yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kewenangan Kepala Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, penyederhanaan jenis retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut HKPD Nomor 1 Tahun 2022 berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu:
Menyikapi amanat Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bener Meriah secara bersama-sama bersinergi untuk menindaklanjuti pembentukan Qanun mengenai Pajak Kabupaten dan Retribusi Kabupaten sebagai pengganti dari:
Dengan kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang ini, diharapkan layanan publik kepada masyarakat Kabupaten Bener Meriah dapat makin merata dan dengan kualitas yang baik, tentunya dibutuhkan pemahaman dan kesungguhan dari semua pihak untuk dapat mengimplementasikan kebijakan yang dituangkan dalam qanun ini. |
||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 4 Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 5 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 6 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan “Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis” adalah jalur rel yang digunakan sebagai infrastruktur perhubungan untuk moda berbasis rel dimaksud, tidak termasuk area lain pada stasiun seperti kantor, gedung parker, lounge, fasilitas makan/minum, dan fasilitas hiburan di stasiun.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 11 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Ayat (1)
Huruf a
Contoh penjualan dan/atau peyerahan Makanan dan/atau Minuman:
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Yang dimaksud dengan “tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel” adalah rumah, apartemen, dan kondominium yang disediakan sebagai jasa akomodasi selayaknya akomodasi hotel, tetapi tidak termasuk bentuk persewaan (kontrak) jangka panjang (lebih dari satu bulan).
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel” adalah ruangan yang disewa oleh pelaku usaha untuk penyelenggaraan kegiatan usaha seperti kantor, toko, atau mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di dalam hotel.
Pasal 23 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 24 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan “permainan ketangkasan” adalah bentuk permainan yang berada di dalam kawasan arena dan/atau taman bermain yang dipungut bayaran, baik yang berada di dalam ruangan maupun di luar ruangan seperti permainan ding-dong, lempar bola ke dalam keranjang, painball, dan sebagainya.
Huruf i
Yang dimaksud denagan “olahraga permainan” adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran [fitness center), lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaanya.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perhitungan nilai jual Tenaga Listrik untuk Tenaga listrik yang dihasilkan sendiri adalah berdasarkan realisasi penggunaan Tenaga Listrik Penggunaan variabel kapasitas tersedia dalam perhitungan nilai jual Tenaga Listrik adalah untuk menetapkan golongan tarif satuan listrik.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 32 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 33 Cukup jelas
Pasal 34 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemanfaatan” adalan kegiatan penggunaan Air Tanah di sumbernya tanpa dilakukan pengambilan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 37 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 42 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 43 Cukup jelas
Pasal 44 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 46 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 47 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48 Cukup jelas
Pasal 49 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 50 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 51 Cukup jelas
Pasal 52 Cukup jelas
Pasal 53 Cukup jelas
Pasal 54 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 55 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 56 Cukup jelas
Pasal 57 Cukup jelas
Pasal 58 Cukup jelas
Pasal 59 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum dalam ayat ini termasuk pembayaran ketersediaan layanan atas penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum yang disediakan melalui skema pembiayaan kerja sama antara pemerintah dan badan usaha.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 61Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 62 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penyelesaian detail rincian objek dalam Peraturan Bupati dapat dilakukan sepanjang detail objek yang baru merupakan bagian dari rincian objek yang telah diatur dalam Qanun.
Contoh:
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 63 Cukup jelas
Pasal 64 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 65 Cukup jelas
Pasal 66 Cukup jelas
Pasal 67 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 68 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 69 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 70 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 71 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 72 Cukup jelas
Pasal 73 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 74 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tempat khusus parkir di luar badan jalan” adalah tempat khusus parkir di luar ruang milik jalan.
Contoh tempat khusus parkir di luar badan jalan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Kabupaten: tempat parkir yang disediakan di gedung atau bangunan yang dimilki atau dikelola oleh Pemerintah Kabupaten, seperti pada rumah sakit, pasar, sarana rekreasi dan/atau sarana umum lainnya milik Pemerintah Kabupaten. Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 75 Contoh tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Kabupaten, seperti asrama, hotel, atau aula/ruangan yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang difungsikan sebagai tempat penginapan/pesanggrahan/villa.
Pasal 76 Cukup jelas
Pasal 77 Cukup jelas
Pasal 78 Cukup jelas
Pasal 79 Cukup jelas
Pasal 80 Cukup jelas
Pasal 81 Cukup jelas
Pasal 82 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Pasal 83 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 84 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 85 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 86 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 87 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 88 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 89 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 90 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 91 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 92 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “jabatan tertentu” adalah jabatan tertentu di lembaga pendidikan berpedoman pada peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintah di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 93 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 94 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 95 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 96 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 97 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Pasal 98 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 99 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 100 Cukup jelas
Pasal 101 Cukup jelas
Pasal 102 Cukup jelas
Pasal 103 Cukup jelas
Pasal 104 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 105 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 106 Cukup jelas
Pasal 107 Cukup jelas
Pasal 108 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 109 Cukup jelas
Pasal 110 Cukup jelas
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.