1. |
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. |
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. |
2. |
Impor adalah kegiatan memasukkan Bahan Baku ke dalam daerah pabean. |
3. |
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Hasil Produksi dari daerah pabean. |
4. |
Pengembalian adalah pengembalian bea masuk, yang telah dibayar atas impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. |
5. |
Perusahaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku yang mendapatkan Pengembalian. |
6. |
Nomor Induk Perusahaan Pengembalian yang selanjutnya disebut NIPER Pengembalian adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan. |
7. |
Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan termasuk bahan penolong, yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai tambah yang dapat diberikan Pengembalian. |
8. |
Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain. |
9. |
Diolah adalah serangkaian kegiatan yang terdiri lebih dari satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan/atau fungsi awal suatu Bahan Baku, sehingga menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
10. |
Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa barang dan/atau bahan sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat/barang yang memiliki fungsi yang berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal. |
11. |
Dipasang adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen barang dan/atau bahan pada bagian utama barang jadi yang tanpa ada penyatuan komponen barang dan/atau bahan tersebut, Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi. |
12. |
Konversi adalah suatu pernyataan tertulis dari Perusahaan mengenai komposisi pemakaian Bahan Baku untuk setiap satuan Hasil Produksi. |
13. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
14. |
Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
15. |
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. |
16. |
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang. |
17. |
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. |
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, dan ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) |
Atas Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor yang bea masuknya telah dibayar, dapat diberikan Pengembalian. |
(2) |
Dihapus. |
(3) |
Dihapus. |
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Dihapus. |
|
|
|
3. |
Ketentuan Pasal 3 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan satu ayat yaitu ayat (3a), dan ditambahkan satu ayat yaitu ayat (9), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) |
Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pengembalian. |
(2) |
Untuk memperoleh NIPER Pengembalian, badan usaha harus mengajukan permohonan dengan memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
a. |
mempunyai Sistem Pengendalian Internal yang baik, yang dibuktikan dengan laporan hasil audit oleh auditor independen dengan opini tidak disclaimer atau adverse, atau paparan mengenai Sistem Pengendalian Internal untuk badan usaha yang baru berdiri; |
b. |
memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory), yang memiliki keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dan dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang dibuktikan dengan print screen dan buku manual atas sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory); |
c. |
memiliki nature of business berupa badan usaha industri manufaktur, yang dibuktikan dengan izin usaha industri beserta perubahannya; |
d. |
memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi; |
e. |
memiliki Nomor Identitas Kepabeanan (NIK); dan |
f. |
memiliki rencana Hasil Produksi dan Bahan Baku serta daftar badan usaha penerima subkontrak berikut keterangan tempat penimbunan dan tempat melakukan proses produksi, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan. |
|
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang memiliki wilayah kerja yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan melampirkan pembuktian kriteria dan persyaratan dalam bentuk soft copy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik. |
(3a) |
Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU dapat meminta hard copy dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(4) |
Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, pengajuan permohonan untuk memperoleh NIPER Pengembalian ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor Bahan Baku terbesar. |
(5) |
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan. |
(6) |
Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan NIPER Pengembalian. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(9) |
Perusahaan yang telah mendapatkan NIPER Pengembalian harus memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pengembalian pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik. |
|
|
|
4. |
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) |
Perusahaan dapat melakukan Impor Bahan Baku dari:
a. |
luar daerah pabean; |
b. |
Gudang Berikat; |
c. |
Kawasan Berikat; |
d. |
Kawasan Bebas yang dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas; dan/atau |
e. |
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah. |
|
(2) |
Atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor. |
|
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) |
Atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan akan diajukan permohonan pengembalian, Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean Impor dengan mencantumkan NIPER Pengembalian pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas Impor. |
(2) |
Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencantumkan NIPER Pengembalian pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas Impor, atas Impor barang dan/atau bahan yang terdapat pada pemberitahuan pabean Impor dimaksud tidak mendapat Pengembalian. |
|
|
|
6. |
Ketentuan Pasal 8 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (2a), sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) |
Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku yang berasal dari Kawasan Pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(2) |
Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
a. |
mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU; atau |
b. |
menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum kegiatan pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU, dalam hal Perusahaan termasuk Authorized Economic Operator, berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas atau importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas. |
|
(2a) |
Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(3) |
Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan. |
(4) |
Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan NIPER Pengembalian. |
|
|
|
7. |
Ketentuan Pasal 9 dihapus. |
|
|
8. |
Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) |
Perusahaan dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku kepada badan usaha industri yang tercantum dalam data NIPER Pengembalian. |
(2) |
Perusahaan dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi, dengan ketentuan:
a. |
Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat; |
b. |
Perusahaan termasuk dalam Authorized Economic Operator; atau |
c. |
Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas. |
|
(3) |
Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha yang tidak tercantum dalam NIPER Pengembalian, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk mendapatkan izin. |
(4) |
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
|
|
|
9. |
Ketentuan Pasal 11 ditambahkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) |
Ekspor Hasil Produksi yang akan diajukan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor. |
(2) |
Atas Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko. |
(3) |
Hasil Produksi dapat diserahkan kepada perusahaan lain dalam rangka ekspor barang gabungan dan dapat dijadikan sebagai penyelesaian atas Bahan Baku, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
Perusahaan lain yang menerima Hasil Produksi merupakan perusahaan yang mendapat fasilitas Pembebasan dan/atau fasilitas Pengembalian; |
b. |
Hasil Produksi yang diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, hanya untuk digabungkan dengan Hasil Produksi Perusahaan lain tersebut serta wajib diekspor dalam satu kesatuan unit; dan |
c. |
Pelaksanaan ekspor gabungan mengacu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
|
|
|
|
10. |
Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
(1) |
Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai. |
(2) |
Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan harus mengajukan perubahan Konversi. |
(3) |
Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lama sebelum perusahaan melakukan Ekspor. |
|
|
|
11. |
Ketentuan Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan satu ayat yaitu ayat (2a), dan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) |
Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan yang telah dibayar atas Impor Bahan Baku yang hasil produksinya telah diekspor. |
(2) |
Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar bea masuk dan/atau bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan dari Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi yang telah diekspor. |
(2a) |
Pengembalian bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sebesar bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan yang terkandung dalam Hasil Produksi yang diekspor yang dihitung secara proporsional. |
(3) |
Pengembalian dapat diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. |
Hasil Produksi yang menggunakan Bahan Baku yang dimohonkan Pengembalian nyata-nyata telah diekspor dengan diajukan pemberitahuan pabean ekspor; |
b. |
Ekspor sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan dengan ketentuan:
1) |
dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor, dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan; atau |
2) |
melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan; |
3) |
jangka waktu ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU, dalam hal:
a. |
terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri; |
b. |
terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau |
c. |
terdapat kondisi force majeure, seperti:
1. |
peperangan, bencana alam, atau kebakaran; |
2. |
bencana lainnya yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang. |
|
|
|
c. |
bea masuk termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan atas Impor Bahan Baku dari Hasil Produksi yang diekspor sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilunasi dengan bukti pembayaran menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian; |
d. |
telah menyerahkan konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; dan |
e. |
permohonan pengembalian bea masuk diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal LPE atau tanggal dokumen pemberitahuan pabean ekspor dalam hal Perusahaan tidak wajib menyerahkan LPE. |
|
(4) |
Dihapus. |
|
|
|
12. |
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) |
Untuk mendapatkan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan melampirkan:
a. |
dokumen Impor yang telah mendapat persetujuan keluar oleh Pejabat Bea dan Cukai dan bukti pembayaran bea masuk yang menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian; |
b. |
dokumen Ekspor berupa dokumen pemberitahuan pabean ekspor dan persetujuan Ekspor; |
c. |
dokumen yang membuktikan adanya transaksi Ekspor; dan |
d. |
Laporan Pemeriksaan Ekspor. |
|
(2) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE). |
(3) |
Ketentuan penyerahan laporan pemeriksaan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak berlaku bagi:
a. |
Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat; |
b. |
Perusahaan yang termasuk Authorized Economic Operator; atau |
c. |
Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas. |
|
|
|
|
13. |
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) |
Atas permohonan Pengembalian yang diajukan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk, melakukan penelitian terhadap:
a. |
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); |
b. |
pemenuhan persyaratan jangka waktu Ekspor dan pengajuan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b dan huruf e; dan |
c. |
kesesuaian konversi dengan jumlah pemakaian Bahan Baku, jumlah Hasil Produksi yang dilaporkan, dan sisa proses produksi. |
|
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diproses untuk diterima atau ditolak oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
|
|
|
14. |
Ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
(1) |
Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pengembalian secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sejak tanggal Surat Keputusan Penerbitan NIPER Pengembalian. |
(2) |
Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan lapangan dan pengujian persyaratan penerbitan NIPER Pengembalian. |
(2a) |
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap:
a. |
Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat; |
b. |
Perusahaan yang termasuk Authorized Economic Operator; atau |
c. |
Perusahaan yang berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas, |
dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(2b) |
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada unit audit dan unit pengawasan sebagai bahan informasi awal. |
(3) |
Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian. |
|
|
|
15. |
Ketentuan Pasal 22 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu ayat yaitu ayat (1a), sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
(1) |
NIPER Pengembalian dibekukan dalam hal Perusahaan:
a. |
tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; |
b. |
tidak melunasi utang bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan tanggal jatuh tempo; |
c. |
tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan tanggal jatuh tempo; |
d. |
tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20; |
e. |
diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dengan bukti permulaan yang cukup; |
f. |
tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); dan/atau |
g. |
tidak memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pengembalian pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik. |
|
(1a) |
Pembekuan karena tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, berlaku selama 3 (tiga) bulan. |
(2) |
Dalam hal NIPER Pengembalian dibekukan, atas pemberitahuan pabean impor selama periode pembekuan NIPER Pengembalian tidak dapat diberikan Pengembalian. |
(3) |
Selama periode pembekuan NIPER Pengembalian, Perusahaan tidak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Pengembalian atas Bahan Baku yang diimpor. |
|
|
|
16. |
Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
NIPER Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:
a. |
telah mengajukan permohonan perubahan pada data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; |
b. |
telah melunasi seluruh utang bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; |
c. |
telah mengembalikan kelebihan Pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; |
d. |
telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi; |
e. |
tidak terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan dan cukai; |
f. |
telah berakhir masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1a); dan/atau |
g. |
telah memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pengembalian pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik. |
|
|
|
17. |
Ketentuan Pasal 24 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
(1) |
NIPER Pengembalian dicabut dalam hal Perusahaan:
a. |
tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a; |
b. |
tidak melunasi utang bea masuk Pajak Dalam Rangka Impor dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan diterbitkannya surat paksa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b; |
c. |
tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan diterbitkannya surat paksa; |
d. |
terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan berdasarkan putusan pengadilan; |
e. |
melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di luar lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) atau melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di lokasi yang tidak diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau tidak diberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); |
f. |
berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat; |
g. |
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; |
h. |
tidak menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan selama 10 (sepuluh) tahun; |
i. |
tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan berdasarkan Laporan Hasil Audit Kepabeanan; |
j. |
tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); dan/atau |
k. |
mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan NIPER Pengembalian. |
|
(2) |
Dalam hal NIPER Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh tagihan yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
|
|
|
18. |
Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) |
Perusahaan yang telah menerima fasilitas Pengembalian, dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, sepanjang lokasinya berbeda. |
(2) |
Dalam hal Perusahaan beralih dari penerima fasilitas Pengembalian menjadi penerima fasilitas kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor selama 1 (satu) tahun sebelum tanggal penerbitan izin kawasan berikat, dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. |
|
|
|
19. |
Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 ditambahkan satu Pasal, yaitu Pasal 25A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25A
Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|