Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 253/PMK.04/2011

Kategori : Lainnya

Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 253/PMK.04/2011
 
TENTANG
 
PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 
Menimbang :
  1. bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengembalian Bea Masuk yang telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4838);
  5. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
     

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.
 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
  2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  4. Pengembalian adalah pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
  5. Perusahaan yang mendapatkan Pengembalian yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah badan usaha yang mendapatkan Pengembalian.
  6. Nomor Induk Perusahaan Pengembalian yang selanjutnya disingkat NIPER Pengembalian adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan.
  7. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang dapat diberikan Pengembalian.
  8. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Bahan Baku asal Impor yang dapat diberikan Pengembalian.
  9. Laporan Pemeriksaan Ekspor yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan hasil pemeriksaan pabean barang ekspor dengan fasilitas Pengembalian, yang diterbitkan oleh Kantor Pabean tempat pemuatan setelah dilakukan rekonsiliasi.
  10. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  11. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  12. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
  13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang.
  14. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
   

Pasal 2


(1) Terhadap Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor yang bea masuknya telah dibayar, dapat diberikan Pengembalian.
(2) Pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah serangkaian kegiatan yang terdiri lebih dari satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan fungsi awal suatu Bahan Baku, sehingga menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
(3) Pengertian dirakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan berupa merangkai beberapa komponen bahan dan/atau barang sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat/barang yang memiliki fungsi yang berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal.
(4) Pengertian dipasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen bahan dan/atau barang pada bagian utama barang jadi dimana tanpa ada penyatuan komponen bahan dan/atau barang tersebut, Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi.
(5) Tidak termasuk dalam pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kegiatan yang semata-mata hanya melakukan pemotongan, penyortiran, pengepakan, dan/atau kegiatan sejenis lainnya.
  
  

BAB II
PENETAPAN NIPER PENGEMBALIAN
 
Pasal 3


(1) Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pengembalian.
(2) Untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mempunyai reputasi yang baik;
b. tidak mempunyai tunggakan utang bea masuk dan pajak dalam rangka impor dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
c. melakukan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang hasil produksinya untuk tujuan Ekspor;
d. memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi;
e. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
f. mempunyai laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik dengan hasil audit yang menyatakan bahwa badan usaha tersebut tidak mendapatkan opini disclaimer atau adverse; dan
g. mendayagunakan sistem informasi berbasis komputer untuk pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku dalam proses produksi badan usaha yang bersangkutan yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan melampirkan:
a. copy nomor identitas kepabeanan;
b. copy bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi atas gudang penimbunan Bahan Baku, pabrik tempat proses produksi, dan gudang penimbunan barang Hasil Produksi;
c. copy izin usaha industri beserta perubahannya;
d. daftar badan usaha penerima subkontrak; dan
e. daftar rencana Hasil Produksi dan Bahan Baku.
(4) Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, pengajuan permohonan untuk memperoleh NIPER Pengembalian ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor paling besar.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan NIPER Pengembalian.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.

     

Pasal 4


Badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan/atau yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan dan/atau Orang yang bertanggung jawab terhadap badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan/atau yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak dapat diberikan NIPER Pengembalian selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
 

Pasal 5


Dalam hal terdapat perubahan data dalam NIPER Pengembalian, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk dilakukan perubahan data NIPER Pengembalian dimaksud.
 

BAB III
IMPOR, PENGOLAHAN, PERAKITAN, DAN/ATAU PEMASANGAN BAHAN BAKU, KETENTUAN MENGENAI SUBKONTRAK, DAN EKSPOR HASIL PRODUKSI
 
Bagian Pertama
Impor Bahan Baku
 
Pasal 6

Atas Impor Bahan Baku yang akan diajukan permohonan Pengembalian diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor.
 

Pasal 7


Atas Impor Bahan Baku yang akan diajukan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean impor dengan mencantumkan NIPER Pengembalian pada kolom pemenuhan persyaratan fasilitas Impor.
 

Pasal 8


(1) Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku dari Kawasan Pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permohonan Perusahaan dengan mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(3) Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan.
(4) Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan NIPER Pengembalian.

   

Bagian Kedua
Pengolahan, Perakitan, dan/atau Pemasangan Bahan Baku dan Ketentuan mengenai Subkontrak
 
Pasal 9


Kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, wajib dilakukan sendiri oleh Perusahaan.
 

Pasal 10


(1) Perusahaan dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada badan usaha industri yang tercantum dalam data NIPER Pengembalian sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. pekerjaan yang disubkontrakkan bukan merupakan kegiatan utama dalam proses produksi; dan
b. pekerjaan yang disubkontrakkan bukan merupakan pemeriksaan awal, penyortiran, pengepakan, dan/atau pemeriksaan akhir.
(2) Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha industri yang tidak tercantum dalam NIPER Pengembalian, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk mendapatkan izin.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan jawaban berupa menyetujui atau menolak, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.


Bagian Ketiga
Ekspor Hasil Produksi
 
Pasal 11


(1) Ekspor Hasil Produksi yang akan diajukan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor.
(2) Atas Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko.

  

BAB IV
PELAPORAN DAN PENGEMBALIAN
 
Bagian Pertama
Pelaporan
 
Pasal 12


(1) Perusahaan wajib menyerahkan laporan pemakaian Bahan Baku yang diimpor dengan dokumen pemberitahuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan konversi untuk setiap satuan Hasil Produksi, setiap perusahaan akan memproduksi satuan Hasil Produksi yang akan dimintakan Pengembalian.
(2) Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa suatu pernyataan tertulis dari Perusahaan mengenai komposisi pemakaian bahan baku untuk setiap satuan Hasil Produksi.

 

Bagian Kedua
Persyaratan Pengembalian
 
Pasal 13


(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas Impor Bahan Baku yang hasil produksinya telah diekspor.
(2) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar bea masuk dari Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi yang telah diekspor.
(3) Pengembalian dapat diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Hasil Produksi yang menggunakan Bahan Baku yang dimohonkan Pengembalian nyata-nyata telah diekspor dengan diajukan pemberitahuan pabean ekspor;
b. Ekspor sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dalam jangka waktu:
1) paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor; atau
2) melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan atas Bahan Baku yang diimpor setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU.
c. bea masuk atas Impor Bahan Baku dari Hasil Produksi yang diekspor sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilunasi dengan bukti pembayaran menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian;
d. telah menyerahkan laporan pemakaian Bahan Baku dan konversi setiap satuan Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
e. permohonan pengembalian bea masuk diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal LPE;
f. tanggal pemberitahuan pabean impor tidak dalam periode pembekuan NIPER Pengembalian; dan
g. tidak mempunyai tunggakan utang bea masuk.
(4) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan terhadap:
a. Bahan Baku yang habis terpakai dalam proses produksi; dan/atau
b. bahan penolong yang dipergunakan dalam proses produksi tetapi tidak menjadi bagian integral dari Hasil Produksi.


Bagian Ketiga
Permohonan Pengembalian
 
Pasal 14


(1) Untuk mendapatkan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan melampirkan:
a. Daftar Laporan Pemakaian Bahan Baku yang dimohonkan Pengembalian;
b. dokumen Impor berupa:
1) dokumen pemberitahuan pabean impor yang telah mendapat persetujuan keluar oleh Pejabat Bea dan Cukai; dan
2) bukti pembayaran bea masuk yang menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian.
c. dokumen Ekspor berupa:
1) dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
2) persetujuan Ekspor dari Pejabat Bea dan Cukai;
3) LPE dari Kantor Pabean tempat pemuatan barang Ekspor.
d. salinan bukti penerimaan transaksi Ekspor berupa buku piutang, letter of credit, rekening koran, telegraphic transfer, dan/atau dokumen yang membuktikan adanya transaksi Ekspor; dan
e. daftar konversi dari pemakaian Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE).

   

Pasal 15


(1) Atas permohonan Pengembalian yang diajukan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
a. kelengkapan laporan dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
b. pemenuhan persyaratan jangka waktu Ekspor dan pengajuan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b dan huruf e;
c. kesesuaian konversi dengan jumlah pemakaian Bahan Baku, jumlah Hasil Produksi yang dilaporkan, dan sisa proses produksi; dan
d. dalam hal tertentu berdasarkan manajemen risiko, Kepala Kantor Wilayah atau KPU dapat meminta pengesahan konversi sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 kepada instansi teknis terkait atau oleh lembaga profesional yang diakui oleh instansi teknis terkait.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 14 diproses untuk diterima atau ditolak oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.

 

Pasal 16


(1) Lembar asli Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) disampaikan kepada Perusahaan dan dibuat salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dengan peruntukan:
a. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat;
b. Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
c. Kantor Pabean atau KPU, tempat dipenuhinya kewajiban pabean impor; dan
d. Kantor penerbit Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai arsip.
(2) Penyampaian salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan melalui Kantor Pabean atau KPU tempat dipenuhinya kewajiban pabean impor untuk diajukan bersamaan pada saat pengajuan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.


Bagian Keempat
Tatacara Pembayaran Pengembalian
 
Pasal 17

(1) Berdasarkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), Perusahaan mengajukan permohonan pembayaran Pengembalian Bea Masuk ke Kantor Pabean atau KPU tempat dipenuhinya kewajiban pabean impor.
(2) Berdasarkan permohonan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan pengujian dengan salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM).
(3) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai, Kepala Kantor Pabean atau KPU atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
(4) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat ketidaksesuaian, Kepala Kantor Pabean atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan penolakan.
(5) Berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud ayat (3), Kepala Kantor Pabean atau KPU atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk dalam 5 (lima) rangkap dengan peruntukan:
a. lembar ke-1 dan ke-2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
b. lembar ke-3 untuk Perusahaan;
c. lembar ke-4 untuk Kantor Wilayah penerbit Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM); dan
d. lembar ke-5 sebagai arsip pada Kantor Pabean atau KPU penerbit Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.
(6) Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal diterima permohonan Pengembalian dari Perusahaan.
(7) Lembar ke-1 Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) secara langsung oleh petugas yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.
(8) Berdasarkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) berdasarkan peraturan perundang-undangan.


Pasal 18


(1) Penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk tidak boleh dirangkap oleh 1 (satu) orang pejabat.
(2) Spesimen tanda tangan pejabat penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setiap tahun atau setiap ada perubahan pejabat penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan/atau Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.
   
 

Bagian Kelima
Kelebihan Pembayaran Pengembalian
 
Pasal 19

Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pengembalian, Perusahaan wajib mengembalikan atas kelebihan pembayaran Pengembalian.
 

BAB V
Monitoring dan Evaluasi
 
Pasal 20


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pengembalian secara periodik paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Berdasarkan manajemen risiko, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan lapangan terhadap persediaan Bahan Baku, barang dalam proses produksi, Hasil Produksi, dan sisa proses produksi.
(3) Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian.

    

Pasal 21


Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan laporan hasil audit kepabeanan, dapat dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi atas fasilitas Pengembalian yang telah diberikan.
 

BAB VI
SANKSI
 
Bagian Pertama
Pembekuan
 
Pasal 22


(1) NIPER Pengembalian dibekukan dalam hal Perusahaan:
a. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. tidak melunasi utang bea masuk dan pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan tanggal jatuh tempo;
c. tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan tanggal jatuh tempo;
d. tidak menyerahkan laporan pemakaian Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
e. tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20; dan/atau
f. diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dengan bukti permulaan yang cukup.
(2) Dalam hal NIPER Pengembalian dibekukan, atas pemberitahuan pabean impor selama periode pembekuan NIPER Pengembalian tidak dapat diberikan Pengembalian.
(3) Selama periode pembekuan NIPER Pengembalian, Perusahaan tidak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Pengembalian atas Bahan Baku yang diimpor.


Pasal 23


NIPER Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:
a. telah mendapatkan persetujuan perubahan data NIPER Pengembalian;
b. telah melunasi seluruh utang bea masuk dan/atau sanksi administrasi bunga denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
c. telah mengembalikan kelebihan Pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
d. telah menyerahkan laporan pemakaian Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
e. tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20; dan/atau
f. tidak terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan.


Bagian Kedua
Pencabutan
 
Pasal 24


(1) NIPER Pengembalian dicabut dalam hal Perusahaan:
a. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a;
b. tidak melunasi utang bea masuk Pajak Dalam Rangka Impor dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan diterbitkannya surat paksa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b;
c. tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan diterbitkannya surat paksa;
d. tidak mengajukan permohonan Pengembalian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b angka 1) dan Pasal 13 ayat (3) huruf b angka 2) secara berturut-turut;
e. terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan berdasarkan putusan pengadilan;
f. melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di luar lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan tidak diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);
g. tidak melakukan sendiri kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
h. melakukan subkontrak tanpa memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
i. bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain membuat konversi yang tidak benar dan mengakibatkan kerugian negara;
j. berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat;
k. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
l. tidak menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
m. mempunyai laporan keuangan yang dinyatakan oleh Kantor Akuntan Publik dengan opini disclaimer atau adverse;
n. tidak menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun;
o. tidak menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya berdasarkan Laporan Hasil Audit Kepabeanan dan/atau Cukai;
p. tidak mempunyai reputasi yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a;
q. tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1); dan/atau
r. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan NIPER Pengembalian.
(2) Dalam hal NIPER Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh tagihan yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
 
Pasal 25


Dalam hal Perusahaan beralih dari penerima fasilitas Pengembalian menjadi penerima fasilitas kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor selama 1 (satu) tahun sebelum tanggal penerbitan izin kawasan berikat, dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
 

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 26


Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Terhadap badan usaha yang telah memiliki NIPER berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011, untuk memperoleh Pengembalian wajib mengajukan permohonan NIPER Pengembalian berdasarkan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama tanggal 31 Desember 2012.
b. Dalam hal badan usaha tidak mengajukan permohonan NIPER Pengembalian sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, NIPER yang telah dimiliki oleh badan usaha dibekukan sampai proses pencabutan diselesaikan.
c. Dalam hal badan usaha yang telah memiliki NIPER, tetapi belum memiliki NIPER Pengembalian sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat mengajukan permohonan pengembalian sebelum memperoleh NIPER Pengembalian dengan ketentuan sebagai berikut:
1) atas Bahan Baku yang diimpor dengan mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat diajukan pengembalian bea masuk dan/atau cukai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 sepanjang permohonan pengembalian diajukan paling lama 31 Maret 2013;
2) atas Bahan Baku yang diimpor dengan mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat diajukan pengembalian bea masuk berdasarkan Peraturan Menteri ini.
d. Terhadap badan usaha yang telah memiliki NIPER berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 dan akan mengajukan permohonan untuk memperoleh NIPER Pengembalian berdasarkan Peraturan Menteri ini, harus memenuhi ketentuan mengenai pendayagunaan teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2012.
e. Dalam hal badan usaha beralih dari penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor menjadi penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor dan penyerahan ke kawasan berikat yang telah dilakukan oleh badan usaha tersebut dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
f. Terhadap permohonan pengembalian yang telah disampaikan oleh badan usaha yang telah memiliki NIPER sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam proses penelitian, penyelesaian penelitian dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 dalam jangka waktu paling lama pada tanggal 1 April 2014.

     

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 27


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif, penerapan manajemen risiko dalam rangka pengesahan konversi, dan penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan lapangan;
b. tata cara pengajuan permohonan NIPER Pengembalian dan pemberian NIPER Pengembalian serta perubahan NIPER Pengembalian;
c. tata cara pembekuan dan pencabutan NIPER Pengembalian;
d. tata cara pengajuan permohonan Pengembalian;
e. tata cara pengajuan laporan pertanggungjawaban, penyusunan elemen data konversi, dan format laporan;
f. tata cara monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pengembalian;
g. format Surat Ketetapan Pembayaran, Surat Permintaan Pembayaran, dan Surat Perintah Membayar Kembali; dan
h. tata cara penentuan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3),
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
 

Pasal 28


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011; dan
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai yang Telah Dibayar Dalam Rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, 
 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2012.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,


AGUS D.W. MARTOWARDOJO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,


AMIR SYAMSUDIN