Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Sebagai pelaksanaan perjanjian kerjasama dalam rangka pengenaan, pemungutan, pembayaran dan pelaporan PPh atas produk Pertamina yang ditanda tangani tanggal 8 Juli 1994, dengan ini disampaikan petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 1994 sebagai berikut :
Bagi SPBU, agen/dealer produk Pertamina yang menerima atau memperoleh penghasilan lain selain sebagai penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah penghasilan Netto sebagai penyalur premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah dijumlahkan dengan penghasilan netto lainnya dan dikenakan PPh sesuai dengan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Penghasilan lain selain penghasilan sebagai penyalur premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah harus dibukukan secara terpisah. Dalam menghitung besarnya penghasilan netto dari usaha sebagai Penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah, besarnya biaya overhead yang diperhitungkan adalah sesuai dengan jumlah yang diperhitungkan dalam menghitung besarnya PPh yang harus disetor waktu penebusan Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah sesuai dengan Perjanjian Kerjasama.
Besarnya biaya overhead yang diperhitungkan, sesuai dengan perhitungan yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh menurut perjanjian kerjasama, yaitu :
4.1. |
Untuk SPBU Swastanisasi |
|
Premium |
: 68,14% X Laba Bruto |
|
Solar |
: 68,14% X Laba Bruto |
|
Untuk SPBU Pertamina |
||
Premium |
: 61,99% X Laba Bruto |
|
Solar |
: 61,99% X Laba Bruto |
|
4.2. |
Untuk Pelumas |
: 73,05% X Laba Bruto |
4.3. |
Untuk Gas LPG |
: 84,34% X Laba Bruto |
4.4. |
Untuk Minyak Tanah |
: 73,26% X Laba Bruto |
Dalam hal hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan netto sebagai penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah berdasarkan laporan keuangan tidak sama dengan jumlah PPh yang telah disetor atas penebusan Premium, Solar, Pelumas Gas LPG dan Minyak tanah yang bersangkutan,
maka penghasilan netto tersebut disesuaikan terlebih dahulu sehingga penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 terhadap jumlah setelah disesuaikan adalah sama dengan jumlah PPh yang disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama. Dalam melakukan penghitungan besarnya biaya overhead yang dibebankan sebagai biaya
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dalam rangka menghitung besarnya penghasilan netto selain sebagai penyalur Premium, Solar, Gas LPG dan Minyak tanah, harus diperhatikan besarnya overhead yang telah diperhitungkan dalam rangka menghitung besarnya penghasilan sebagai Penyalur
Premium, Solar, Pelumas Gas LPG dan Minyak tanah. Contoh pengisian SPT Tahunan PPh seperti tersebut pada lampiran 2.
Dalam hal SPBU disamping menyalurkan Premium, Solar, Pelumas juga menyalurkan Premix, maka sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.41/1995 tanggal 8 Pebruari 1995 tentang Pembayaran PPh Pasal 25 atas penebusan bahan bakar Premix, ketentuan tersebut pada butir 1 s/d 4 berlaku pula dalam pengisian SPT Tahunan PPh Tahunn 1994 bagi SPBU yang bersangkutan. Dengan demikian untuk SPBU yang menyalurkan Premix dalam menghitung besarnya penghasilan netto dari usaha menyalurkan Premix, besarnya biaya overhead yang diperhitungkan adalah sesuai dengan jumlah yang diperhitungkan dalam menghitung besarnya PPh yang harus disetor waktu penebusan Premix sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.41/1995. Besarnya biaya overhead yang diperhitungkan, sesuai dengan perhitungan yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh menurut perjanjian kerjasama, yaitu :
Untuk SPBU Swastanisasi |
|
Premix |
: 70,17% X Laba Kotor |
Untuk SPBU Pertamina |
|
Premix |
: 69,34% X Laba Kotor |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.