Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
27 Tahun 2025
PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 27 TAHUN 2025

TENTANG

ADMINISTRASI DAN TATA CARA KERINGANAN, PENGURANGAN, DAN PEMBEBASAN ATAS POKOK DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRATIF PAJAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 99 ayat (4) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Administrasi dan Tata Cara Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan atas Pokok dan/atau Sanksi Administratif Pajak Daerah;

Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
  5. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2024 Nomor 201, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2041);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN GUBERNUR TENTANG ADMINISTRASI DAN TATA CARA KERINGANAN, PENGURANGAN, DAN PEMBEBASAN ATAS POKOK DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRATIF PAJAK DAERAH.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:
  1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Gubernur dan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta.
  4. Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta yang selanjutnya disebut Bapenda adalah badan pendapatan daerah yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan pemerintahan bidang keuangan pada subbidang pendapatan.
  5. Kepala Badan Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Bapenda adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
  6. Kementerian Luar Negeri adalah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
  7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  8. Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
  9. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BBNKB adalah Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  12. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PBBKB adalah Pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat.
  13. Pajak Barang dan Jasa Tertentu yang selanjutnya disingkat PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.
  14. Makanan dan/atau Minuman adalah makanan dan/atau minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran.
  15. Jasa Perhotelan adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya.
  16. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
  17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang.
  18. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.
  19. Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran yang selanjutnya disingkat SKKP adalah surat yang digunakan untuk menetapkan besarnya biaya administrasi STNK dan/atau TNKB, besarnya PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ.
  20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.
  21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.
  22. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  23. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  24. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
  25. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  26. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP, adalah kartu tanda penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana.
  27. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  28. Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik dan/atau konsuler yang diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat ASEAN, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia.

Pasal 2

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Gubernur ini meliputi:
a. keringanan pokok Pajak;
b. pengurangan dan pembebasan pokok Pajak; dan
c. pengurangan dan pembebasan sanksi administratif Pajak.
 

BAB II
KERINGANAN POKOK PAJAK

Pasal 3

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan keringanan pokok Pajak dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan/atau objek Pajak.
(2) Keringanan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan:
a. secara jabatan; atau
b. atas permohonan Wajib Pajak.


Pasal 4

(1) Pemberian keringanan pokok Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a selain memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan/atau objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat diberikan berdasarkan pertimbangan:
a. penggalian potensi pencairan piutang Pajak;
b. percepatan target penerimaan Pajak;
c. stimulus kepada Wajib Pajak untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam hal tertib administrasi pembayaran;
d. kepentingan sosial kemanusiaan; dan/atau
e. pertimbangan lain yang ditentukan oleh Gubernur dalam rangka mendukung program prioritas nasional dan/atau Provinsi DKI Jakarta.
(2) Keringanan pokok Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan menerbitkan keputusan keringanan pokok Pajak secara jabatan.
(3) Keputusan keringanan pokok Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
  

Pasal 5

(1) Keringanan pokok Pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang ditujukan kepada Gubernur.
(2) Keringanan pokok Pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan menerbitkan keputusan keringanan pokok Pajak atas permohonan Wajib Pajak.
(3) Keputusan keringanan pokok Pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.


BAB III
PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN POKOK PAJAK

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan/atau objek Pajak.
(2) Pengurangan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar persentase atau nilai tertentu.
(3) Pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar 100% (seratus persen).
(4) Kriteria pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap jenis Pajak dan besaran pengurangan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.


Bagian Kedua
Pengurangan dan Pembebasan Pokok Pajak untuk Jenis Pajak yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Gubernur

Pasal 7

Pengurangan atau pembebasan pokok Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Gubernur dapat diberikan:
a. secara jabatan; atau
b. atas permohonan Wajib Pajak.


Pasal 8

Pengurangan atau pembebasan pokok Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diberikan secara otomatis melalui sistem informasi manajemen pajak daerah dan ditetapkan dengan cara menerbitkan surat ketetapan Pajak yang mencantumkan:
a. pemberian pengurangan atau pembebasan pokok; dan/atau
b. Pajak yang harus dibayar setelah pemberian pengurangan atau pembebasan pokok.
 

Pasal 9

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat diajukan dalam hal surat ketetapan Pajak yang dimohonkan pengurangan atau pembebasan pokok:
a. tidak diajukan permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran;
b. diajukan permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal atau ditolak;
c. tidak diajukan keberatan;
d. diajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal; atau
e. diajukan keberatan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut.
(2) Permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan Pajak;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan permohonan dan dalam hal permohonan pengurangan, harus mencantumkan besaran pengurangan yang dimohonkan; dan
c. diajukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dan dalam hal diajukan bukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dalam hal:
a. permohonan pengurangan atau pembebasan pokok PKB dan BBNKB, 1 (satu) permohonan dapat diajukan secara kolektif untuk beberapa Kendaraan Bermotor; dan
b. permohonan pengurangan pokok PBB-P2, 1 (satu) permohonan dapat diajukan secara kolektif untuk beberapa SPPT tahun pajak yang sama atas objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang sama dan terdaftar di unit kerja Bapenda yang sama.
(4) Permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri:
a. fotokopi KTP pemohon untuk Wajib Pajak atau Penanggung Pajak orang pribadi;
b. fotokopi KTP pengurus, kartu NPWP, dan akta pendirian dan/atau perubahan Badan, untuk Wajib Pajak atau Penanggung Pajak Badan;
c. fotokopi KTP penerima kuasa jika dikuasakan; dan
d. dokumen persyaratan khusus sesuai dengan kriteria pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak.
(5) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak disampaikan secara elektronik, dokumen yang harus dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa hasil pindai atau foto.
(6) Dokumen persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d ditetapkan dalam Keputusan Gubernur.


Pasal 10

(1) Penyampaian permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan melalui kanal resmi yang ditetapkan oleh Kepala Bapenda sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
(2) Dalam hal kanal resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak dapat dilakukan:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(3) Atas penyampaian permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan bukti penerimaan elektronik sebagai tanda bukti penerimaan permohonan.
(4) Atas penyampaian permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan bukti penerimaan surat yang diberikan oleh petugas yang ditunjuk pada unit kerja Bapenda tempat permohonan disampaikan.
(5) Tanggal yang tercantum dalam bukti pengiriman surat, bukti penerimaan elektronik, dan bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ayat (3), dan ayat (4) merupakan tanggal permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak diterima.


Pasal 11

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, bukan merupakan permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak dan tidak dipertimbangkan.
(2) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan menyampaikan pemberitahuan yang berisi alasan permohonan tidak dipertimbangkan.
(3) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali.


Pasal 12

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian.
(2) Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pengurangan pokok Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), harus diberikan keputusan pengurangan.
(3) Keputusan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. mengabulkan seluruhnya;
b. mengabulkan sebagian; atau
c. menolak.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terlampaui dan tidak diterbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak disampaikan pemberitahuan yang berisi alasan permohonan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), permohonan pengurangan pokok Pajak dianggap dikabulkan dan harus diterbitkan keputusan pengurangan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dengan besaran persentase tidak melebihi ketentuan besaran persentase pengurangan pokok Pajak.
(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan pembebasan pokok Pajak diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), harus diberikan keputusan pembebasan.
(6) Keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa:
a. mengabulkan; atau
b. menolak.
(7) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah terlampaui dan tidak diterbitkan keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau tidak disampaikan pemberitahuan yang berisi alasan permohonan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), permohonan pembebasan pokok Pajak dianggap dikabulkan dan harus diterbitkan keputusan pembebasan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak.
(8) Dalam hal proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak dilaksanakan secara elektronik, keputusan pengurangan atau pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (7), diterbitkan secara elektronik serta dapat diunduh dan dicetak secara mandiri oleh pemohon.
 

Pasal 13

(1) Dalam hal permohonan pengurangan pokok Pajak diajukan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran, jangka waktu pembayaran Pajak yang masih harus dibayar dalam keputusan pengurangan ditetapkan:
a. sesuai tanggal jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak yang diajukan pengurangan pokok Pajak; atau
b. paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan pengurangan,
tergantung jangka waktu mana yang lebih lama.
(2) Dalam hal permohonan pengurangan pokok Pajak diajukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal permohonan dikabulkan seluruhnya atau sebagian, diberikan pembebasan sanksi administratif berupa bunga yang timbul sebelum diajukannya permohonan tersebut dan jangka waktu pembayaran Pajak yang masih harus dibayar dalam keputusan pengurangan ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan pengurangan; dan
b. dalam hal permohonan ditolak, jangka waktu pembayaran Pajak yang masih harus dibayar mengacu pada tanggal jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak yang diajukan pengurangan pokok Pajak dan dikenakan sanksi administratif berupa bunga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.


Pasal 14

(1) Dalam hal permohonan pembebasan pokok Pajak diajukan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dan permohonan ditolak, jangka waktu pembayaran Pajak yang masih harus dibayar dalam keputusan pembebasan ditetapkan:
a. sesuai tanggal jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak yang diajukan pembebasan pokok Pajak; atau
b. paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan pembebasan,
tergantung jangka waktu mana yang lebih lama.
(2) Dalam hal permohonan pembebasan pokok Pajak diajukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal permohonan dikabulkan, diberikan pembebasan sanksi administratif berupa bunga yang timbul sebelum diajukannya permohonan tersebut; dan
b. dalam hal permohonan ditolak, jangka waktu pembayaran Pajak yang masih harus dibayar mengacu pada tanggal jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak yang diajukan pembebasan pokok Pajak dan dikenakan sanksi administratif berupa bunga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.


Bagian Ketiga
Pengurangan dan Pembebasan Pokok Pajak untuk Jenis Pajak yang Dipungut Berdasarkan Penghitungan Sendiri oleh Wajib Pajak

Pasal 15

(1) Pengurangan atau pembebasan pokok Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak dapat diberikan secara jabatan.
(2) Khusus untuk pembebasan pokok PBJT atas Makanan dan/atau Minuman dan Jasa Perhotelan, dapat diberikan atas permohonan Perwakilan Negara Asing atau pejabat Perwakilan Negara Asing.


Pasal 16

(1) Pengurangan atau pembebasan pokok Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) untuk BPHTB, dihitung sendiri oleh Wajib Pajak sesuai dengan besaran pengurangan atau pembebasan pokok Pajak yang sudah ditentukan dan langsung dikurangkan dalam penghitungan BPHTB yang harus dibayar dalam SSPD BPHTB.
(2) Pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan satu kesatuan layanan pada sistem pembayaran, pelaporan, pelayanan, dan pengawasan BPHTB secara elektronik.
(3) Dalam rangka penelitian pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Bapenda dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang ada atau yang diterima.
(5) Pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan pada saat SSPD BPHTB yang mencantumkan pengurangan atau pembebasan pokok Pajak diberikan status lulus verifikasi.
(6) Dalam hal berdasarkan penelitian, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mengakibatkan jumlah BPHTB kurang dibayar, Wajib Pajak wajib membayar kekurangan dimaksud.


Pasal 17

(1) Pengurangan atau pembebasan pokok Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) untuk PBBKB dan PBJT, diberikan pada saat pembayaran atas penyerahan atau konsumsi barang atau jasa yang dilakukan oleh konsumen kepada Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak diberikan kewenangan untuk memungut Pajak sebesar pokok Pajak setelah dikurangi dengan pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Wajib Pajak memungut Pajak tanpa memperhitungkan pemberian pengurangan atau pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dikenakan kewajiban menyetor Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.


Pasal 18

(1) Pembebasan pokok PBJT atas Makanan dan/atau Minuman dan Jasa Perhotelan atas permohonan Perwakilan Negara Asing atau pejabat Perwakilan Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diberikan kepada Perwakilan Negara Asing atau pejabat Perwakilan Negara Asing yang melakukan pembayaran kepada restoran, penyedia jasa boga atau katering, atau penyedia Jasa Perhotelan.
(2) Pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terhadap:
a. acara Perwakilan Negara Asing, seperti acara perayaan hari nasional/kemerdekaan, acara jamuan kenegaraan, dan sejenisnya; atau
b. acara pribadi pejabat Perwakilan Negara Asing.
(3) Pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan:
a. diberikan berdasarkan asas timbal balik;
b. diberikan sebagian atau seluruhnya dari Pajak yang terutang; dan
c. tidak berlaku bagi pejabat Perwakilan Negara Asing yang berkewarganegaraan Indonesia.
(4) Pejabat Perwakilan Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:
a. pejabat perwakilan diplomatik, yaitu:
1. duta besar serta pasangan;
2. wakil duta besar serta pasangan;
3. kuasa usaha tetap serta pasangan;
4. pejabat diplomatik serta pasangan; dan
5. staf administrasi dan teknis, serta pasangan.
b. pejabat perwakilan konsulat jenderal dan konsulat, yaitu:
1. konsulat jenderal serta pasangan;
2. konsul serta pasangan;
3. pejabat diplomatik serta pasangan; dan
4. staf administrasi dan teknis, serta pasangan.
(5) Termasuk pejabat Perwakilan Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu anak pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat perwakilan konsulat jenderal dan konsulat, sepanjang perwakilan negara Indonesia memperoleh perlakuan yang sama di negaranya.


Pasal 19

(1) Permohonan pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) acara;
b. diajukan secara elektronik melalui kanal resmi yang ditetapkan oleh Kepala Bapenda sesuai dengan perkembangan teknologi informasi;
c. diajukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilaksanakan; dan
d. diajukan oleh Perwakilan Negara Asing atau pejabat Perwakilan Negara Asing dan dalam hal diajukan bukan oleh Perwakilan Negara Asing atau pejabat Perwakilan Negara Asing, permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa.
(2) Permohonan pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri:
a. dokumen penawaran/proposal acara dari restoran, penyedia jasa boga atau katering, atau penyedia Jasa Perhotelan yang mencantumkan jumlah PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan yang harus dibayar; dan
b. surat rekomendasi pembebasan pokok Pajak dengan mencantumkan jumlah minimal pembayaran berdasarkan asas timbal balik dari Kementerian Luar Negeri yang ditujukan kepada Bapenda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal pembebasan pokok Pajak diajukan untuk acara pribadi pejabat Perwakilan Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, permohonan pembebasan pokok Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dilampiri:
a. daftar nama pejabat Perwakilan Negara Asing yang akan diberikan pembebasan pokok Pajak; dan
b. kartu tanda pengenal pejabat Perwakilan Negara Asing yang masih berlaku, paling sedikit 30 (tiga puluh) hari sebelum habis masa berlakunya.

 
Pasal 20

(1) Permohonan pembebasan pokok Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, ditindaklanjuti dengan melakukan verifikasi.
(2) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian data, permohonan pembebasan pokok Pajak tidak dipertimbangkan dan ditindaklanjuti dengan menyampaikan pemberitahuan yang berisi alasan permohonan tidak dipertimbangkan.
(3) Dalam hal permohonan pembebasan pokok Pajak tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon dapat mengajukan permohonan kembali.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap, harus diberikan keputusan pembebasan.
(5) Keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan secara elektronik serta dapat diunduh dan dicetak secara mandiri oleh pemohon.


Pasal 21

(1) Dalam hal terjadi gangguan teknis, proses verifikasi dan pemberian keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (4) dilakukan secara manual.
(2) Tata cara proses verifikasi dan pemberian keputusan pembebasan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Bapenda.


Pasal 22

(1) Perwakilan Negara Asing yang mengadakan acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), tidak dipungut PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan dengan menunjukkan keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) kepada Wajib Pajak restoran, penyedia jasa boga atau katering, atau penyedia Jasa Perhotelan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. menunjukkan kartu tanda pengenal staf Perwakilan Negara Asing asli dari Kementerian Luar Negeri yang masih berlaku kepada petugas restoran, penyedia jasa boga atau katering, atau penyedia Jasa Perhotelan;
b. nama tamu restoran atau penyedia Jasa Perhotelan serta nama pengguna jasa boga atau katering sama dengan nama yang tertera dalam kartu tanda pengenal staf Perwakilan Negara Asing; dan
c. termasuk dalam daftar nama penerima pembebasan PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan yang ditetapkan dalam keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4).
(2) Perwakilan Negara Asing dan/atau pejabat Perwakilan Negara Asing yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib membayar PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan terhadap pelayanan yang diberikan.


Pasal 23

(1) Wajib Pajak pengusaha restoran, penyedia jasa boga atau katering, atau penyedia Jasa Perhotelan yang menerima pembayaran dari Perwakilan Negara Asing dan/atau pejabat Perwakilan Negara Asing, memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. meneliti kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1);
b. tidak memungut PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan dalam hal Perwakilan Negara Asing dan/atau pejabat Perwakilan Negara Asing memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1);
c. memungut PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan dalam hal Perwakilan Negara Asing dan/atau pejabat Perwakilan Negara Asing tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1);
d. mencatat dan/atau mendokumentasikan:
1. nama negara, nama Perwakilan Negara Asing, nama pejabat Perwakilan Negara Asing, dan acara yang diselenggarakan;
2. fotokopi keputusan pembebasan pokok PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan untuk penyelenggaraan acara Perwakilan Negara Asing atau acara pribadi pejabat Perwakilan Negara Asing;
3. fotokopi kartu tanda pengenal staf Perwakilan Negara Asing dari Kementerian Luar Negeri; dan
4. bukti pembayaran restoran, katering, atau hotel yang ditandatangani pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
e. membuat Laporan Pembebasan PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan.
(2) Laporan Pembebasan PBJT atas Makanan dan/atau Minuman atau PBJT atas Jasa Perhotelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilampirkan dalam surat pemberitahuan pajak daerah untuk masa pajak terkait.


BAB IV
PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN SANKSI ADMINISTRATIF PAJAK

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 24

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif Pajak dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan/atau objek Pajak.
(2) Pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan terhadap sanksi administratif berupa bunga atau denda yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah kecuali denda dalam hal keberatan atau banding ditolak atau dikabulkan sebagian.
(3) Pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan:
a. secara jabatan; atau
b. atas permohonan Wajib Pajak.


Bagian Kedua
Pengurangan atau Pembebasan Sanksi Administratif Pajak secara Jabatan

Pasal 25

(1) Pemberian pengurangan atau pembebasan sanksi administratif secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a selain memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan/atau objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), dapat diberikan berdasarkan pertimbangan:
a. penggalian potensi pencairan piutang Pajak;
b. percepatan target penerimaan Pajak;
c. stimulus kepada Wajib Pajak untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam hal tertib administrasi pembayaran;
d. kepentingan sosial kemanusiaan; dan/atau
e. pertimbangan lain yang ditentukan oleh Gubernur dalam rangka mendukung program prioritas nasional dan/atau Provinsi DKI Jakarta.
(2) Pemberian pengurangan atau pembebasan sanksi administratif secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan menerbitkan keputusan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif secara jabatan.
(3) Keputusan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atau ditetapkan oleh Kepala Bapenda setelah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari Gubernur.


Pasal 26

(1) Pembebasan sanksi administratif secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, khusus untuk BPHTB diberikan terhadap sanksi administratif berupa bunga yang timbul atas pembayaran BPHTB yang melewati batas waktu pembayaran untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena:
a. hibah wasiat;
b. waris;
c. penunjukan pembeli dalam lelang;
d. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
e. penggabungan usaha;
f. peleburan usaha;
g. pemekaran usaha; atau
h. pemberian hak baru.
(2) Pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar 100% (seratus persen).
 

Bagian Ketiga
Pengurangan atau Pembebasan Sanksi Administratif Pajak atas Permohonan Wajib Pajak

Pasal 27

(1) Pengurangan atau pembebasan sanksi administratif atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b dapat diberikan terhadap:
a. sanksi administratif berupa bunga yang tercantum dalam SKPD PKB, SKKP, atau SKPDKB;
b. sanksi administratif berupa bunga yang tercantum dalam STPD yang diterbitkan karena Pajak terutang dalam SKPD, SPPT, SKKP, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran; dan
c. sanksi administratif berupa bunga atau denda yang tercantum dalam STPD selain STPD sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(2) Pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dalam hal:
a. pokok Pajak dalam SKPD PKB, SKKP, atau SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sudah dilunasi oleh Wajib Pajak;
b. pokok Pajak dalam SKPD, SPPT, SKKP, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sudah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
c. sanksi administratif yang dimohonkan pengurangan atau pembebasan belum dilunasi oleh Wajib Pajak.
(3) Pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
a. Wajib Pajak dikenai sanksi administratif karena kekhilafan Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif mengalami kesulitan keuangan/likuiditas sehingga kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran Pajak;
c. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif terkena Bencana Alam, kebakaran, huru-hara, dan/atau kerusuhan;
d. Wajib Pajak dikenai sanksi administratif karena kesalahan fiskus selain kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; atau
e. Wajib Pajak dikenai sanksi administratif karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak.


Pasal 28

(1) Pengurangan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dapat diberikan sebesar paling tinggi 100% (seratus persen) dari sanksi administratif yang terutang dalam hal kondisi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c.
(2) Pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dapat diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari sanksi administratif yang terutang dalam hal kondisi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf d dan huruf e.


Pasal 29

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a, hanya dapat diajukan dalam hal atas SKPD PKB, SKKP, atau SKPDKB tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. diajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal;
c. diajukan keberatan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
d. tidak diajukan pembatalan;
e. diajukan pembatalan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal; atau
f. diajukan pembatalan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut.
(2) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b, hanya dapat diajukan dalam hal atas SKPD, SPPT, SKKP, SKPDKB, SKPDKBT tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
b. diajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal;
c. diajukan keberatan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
d. tidak diajukan pembatalan;
e. diajukan pembatalan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal; atau
f. diajukan pembatalan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut.
(3) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b, hanya dapat diajukan dalam hal atas STPD tersebut:
a. tidak diajukan pembatalan;
b. diajukan pembatalan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal; atau
c. diajukan pembatalan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut.
(4) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c, hanya dapat diajukan dalam hal atas STPD tersebut:
a. tidak diajukan pembatalan;
b. diajukan pembatalan tetapi tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan formal; atau
c. diajukan pembatalan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Bapenda telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut.


Pasal 30

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) SKPD PKB, SKKP, SKPDKB, atau STPD, kecuali dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b diterbitkan lebih dari 1 (satu) STPD, maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1 (satu) STPD;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3); dan
c. diajukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dan dalam hal diajukan bukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa.
(2) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri:
a. fotokopi KTP pemohon untuk Wajib Pajak atau Penanggung Pajak orang pribadi;
b. fotokopi KTP pengurus, kartu NPWP, dan akta pendirian dan/atau perubahan Badan, untuk Wajib Pajak atau Penanggung Pajak Badan;
c. fotokopi KTP penerima kuasa jika dikuasakan;
d. fotokopi SKPD PKB, SKKP, SKPDKB, atau STPD yang dimohonkan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif; dan
e. dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang mendukung alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).
(3) Dalam hal permohonan pengurangan pokok Pajak disampaikan secara elektronik, dokumen yang harus dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa hasil pindai atau foto.


Pasal 31

(1) Penyampaian permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan melalui kanal resmi yang ditetapkan oleh Kepala Bapenda sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
(2) Dalam hal kanal resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif dapat dilakukan:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(3) Atas penyampaian permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan bukti penerimaan elektronik sebagai tanda bukti penerimaan permohonan.
(4) Atas penyampaian permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan bukti penerimaan surat yang diberikan oleh petugas yang ditunjuk pada unit kerja Bapenda tempat permohonan disampaikan.
(5) Tanggal yang tercantum dalam bukti pengiriman surat, bukti penerimaan elektronik, dan bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ayat (3), dan ayat (4) merupakan tanggal permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif diterima.


Pasal 32

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan/atau Pasal 30, bukan merupakan permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif dan tidak dipertimbangkan.
(2) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan menyampaikan pemberitahuan yang berisi alasan permohonan tidak dipertimbangkan.
(3) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali.


Pasal 33

(1) Permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30, ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian.
(2) Dalam rangka meneliti permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Bapenda dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, informasi dan/atau keterangan tambahan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang ada atau yang diterima.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (5), harus diberikan keputusan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif.
(5) Keputusan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
a. mengabulkan seluruhnya;
b. mengabulkan sebagian; atau
c. menolak.
(6) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan tidak diterbitkan keputusan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau tidak menyampaikan pemberitahuan yang berisi alasan permohonan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), permohonan dianggap dikabulkan dan harus diterbitkan keputusan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif sesuai dengan permohonan Wajib Pajak.
(7) Dalam hal proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembebasan sanksi administratif dilaksanakan secara elektronik, keputusan pengurangan atau pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) diterbitkan secara elektronik serta dapat diunduh dan dicetak secara mandiri oleh pemohon.
 

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 34

Petunjuk pelaksanaan dan/atau petunjuk teknis pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan pokok dan/atau sanksi administratif Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini ditetapkan oleh Kepala Bapenda.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35

Terhadap permohonan pengenaan, keringanan, pengurangan, atau pembebasan pokok dan/atau sanksi administratif Pajak yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini dan belum diterbitkan keputusan, proses penyelesaian selanjutnya sampai dengan penerbitan keputusan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang mengatur pengenaan, keringanan, pengurangan, dan pembebasan pokok dan/atau sanksi administratif Pajak yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini.
 

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku:
  1. ketentuan mengenai pengurangan, keringanan, dan pembebasan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 62 Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 117);
  2. Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2011 Nomor 105);
  3. Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2011 tentang Prosedur Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2011 Nomor 115);
  4. Peraturan Gubernur Nomor 115 Tahun 2012 tentang Pembebasan Sebagian Pajak Hiburan untuk Produksi Film Nasional (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2012 Nomor 111);
  5. ketentuan mengenai pengurangan, keringanan, dan pembebasan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 64 Peraturan Gubernur Nomor 169 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2012 Nomor 165);
  6. Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2012 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2012 Nomor 203);
  7. Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kepada Rumah Sakit Swasta (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013 Nomor 61015);
  8. Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Bidang Pendidikan Swasta (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013 Nomor 61016);
  9. Peraturan Gubernur Nomor 148 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 115 Tahun 2012 tentang Pembebasan Sebagian Pajak Hiburan untuk Produksi Film Nasional (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 71031);
  10. ketentuan mengenai penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan pembebasan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 91 Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 61045);
  11. Peraturan Gubernur Nomor 168 Tahun 2015 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Cagar Budaya, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2015 Nomor 71013);
  12. Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2011 tentang Prosedur Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2016 Nomor 71004);
  13. ketentuan mengenai pengurangan, keringanan, dan pembebasan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 66 Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2016 Nomor 61029);
  14. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Daerah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017 Nomor 61015);
  15. ketentuan mengenai pembebasan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 31 Peraturan Gubernur Nomor 101 Tahun 2017 tentang Pembebasan, Kelebihan Pembayaran dan Penagihan Pajak Daerah kepada Perwakilan Negara Asing, Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017 Nomor 61027);
  16. Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Daerah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2018 Nomor 61001);
  17. Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2018 tentang Pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor dan/atau Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Objek Pajak yang Disita oleh Instansi Penegak Hukum (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2018 Nomor 71029);
  18. Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2019 tentang Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan kepada Guru dan Tenaga Kependidikan, Dosen dan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi, Veteran Republik Indonesia, Perintis Kemerdekaan, Penerima Gelar Pahlawan Nasional, Penerima Tanda Kehormatan, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden, Mantan Gubernur dan Mantan Wakil Gubernur, Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia dan Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2019 Nomor 61019);
  19. Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 101 Tahun 2017 tentang Pembebasan, Kelebihan Pembayaran dan Penagihan Pajak Daerah kepada Perwakilan Negara Asing, Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2019 Nomor 61043);
  20. Peraturan Gubernur Nomor 117 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2018 tentang Pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor dan/atau Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Objek Pajak yang Disita oleh Instansi Penegak Hukum (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2020 Nomor 71051);
  21. ketentuan mengenai pembebasan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 7, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 27, Pasal 27A, Pasal 27B, Pasal 27B, Pasal 27C, Pasal 28, Pasal 28A, dan Pasal 28B Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Nomor 101 Tahun 2017 tentang Pembebasan, Kelebihan Pembayaran dan Penagihan Pajak Daerah kepada Perwakilan Negara Asing, Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2021 Nomor 61002);
  22. Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2019 tentang Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan kepada Guru dan Tenaga Kependidikan, Dosen dan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi, Veteran Republik Indonesia, Perintis Kemerdekaan, Penerima Gelar Pahlawan Nasional, Penerima Tanda Kehormatan, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden, Mantan Gubernur dan Mantan Wakil Gubernur, Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia dan Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2021 Nomor 61007);
  23. Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Insentif Fiskal Daerah atas Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2021 Nomor 73020);
  24. Peraturan Gubernur Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Objek yang Digunakan untuk Melayani Kepentingan Umum di Bidang Keagamaan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2022 Nomor 72011);
  25. Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun 2022 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Objek yang Digunakan untuk Kegiatan Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2022 Nomor 72028); dan
  26. Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali dengan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai dengan Nilai Tertentu (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2023 Nomor 12013),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 37

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2017 tentang Pemberian Keringanan Pokok dan Penghapusan Sanksi Administrasi Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk Tahun Pajak Sebelum Dikelola Pemerintah Daerah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Tahun 2017 Nomor 61032) masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2025.


Pasal 38

Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2017 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 1 Januari 2026.


Pasal 39

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Agustus 2025
GUBERNUR DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA

ttd

PRAMONO ANUNG

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2025
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

 ttd

MARULLAH MATALI




BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2025 NOMOR 62011

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA