Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan. | ||||||||||
(2) | Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan pelaku usaha sektor keuangan, terdiri atas:
|
||||||||||
(3) | Pelapor sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) yang rnerupakan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan, terdiri atas:
|
||||||||||
(4) | Pihak yang rnelakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan sebagairnana dirnaksud pada ayat (3) rneliputi pihak yang:
|
(1) | Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusun secara lengkap sesuai dengan Standar Laporan Keuangan dan ketentuan peraturan perundang undangan |
(2) | Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan umum. |
(3) | Dalam hal diperlukan Laporan Keuangan selain untuk tujuan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat mewajibkan Pelapor menyusun Laporan Keuangan untuk tujuan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan oleh penyusun yang memiliki kompetensi dan berintegritas. | ||||
(2) | Selain dilakukan oleh penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyusunan Laporan Keuangan dapat dilakukan oleh Profesi Penunjang Sektor Keuangan yaitu:
|
||||
(3) | Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas dapat menetapkan jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh penyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||
(4) | Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) bertanggungjawab atas pernberian jasa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pelapor bertanggung jawab atas Laporan Keuangan yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5. | ||||
(2) | Komitmen tanggung jawab Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat pernyataan pada lembaran terpisah dalam Laporan Keuangan. | ||||
(3) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh:
|
||||
(4) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diatur oleh Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas sesuai dengan kewenangan masing-masing. |
(1) | Pelapor menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun untuk tujuan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib dilakukan melalui PBPK. |
(3) | Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diteruskan oleh PBPK kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait. |
(4) | Pelapor bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) meliputi:
|
||||||||
(2) | Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) oleh Pelapor yang merupakan entitas induk usaha, meliputi:
|
||||||||
(3) | Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) oleh Pelapor yang merupakan entitas wajib audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:
|
||||||||
(4) | Penyampaian Laporan Keuangan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) oleh Pelapor yang merupakan entitas induk wajib audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:
|
(1) | Laporan auditor independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dan Pasal 8 ayat (4) huruf c merupakan laporan yang telah didaftarkan pada sistem pendaftaran laporan auditor independen yang diselenggarakan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. | ||||
(2) | Dalam hal laporan auditor independen yang disampaikan belum terdaftar pada sistem pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Laporan Keuangan yang disampaikan oleh Pelapor dinyatakan belum lengkap. | ||||
(3) | Pelapor wajib audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (4) harus:
|
(1) | Dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Komite Standar. | ||||||
(2) | Komite Standar merupakan lembaga independen dan bertanggung jawab kepada Presiden. | ||||||
(3) | Komite Standar dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam penyusunan, pengembangan dan penetapan Standar Laporan Keuangan:
|
(1) | Kornite Standar rnernpunyai tugas melakukan penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan. | ||||||||||
(2) | Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), Komite Standar rnenyelenggarakan fungsi:
|
||||||||||
(3) | Untuk melaksanakan fungsi sebagairnana dimaksud pada ayat (2), Komite Standar mempunyai wewenang menetapkan Standar Laporan Keuangan, termasuk panduan dan/ atau pedoman teknis implementasi Standar Laporan Keuangan. | ||||||||||
(4) | Ketentuan mengenai tata cara penetapan Standar Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Komite Standar. |
(1) | Komite pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas:
|
||||||
(2) | Subkomite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
|
(1) | Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a merupakan ketua pada subkomite pengelola dan konsultatif. |
(2) | Wakil ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b merupakan wakil ketua pada subkomite pengelola dan konsultatif. |
(1) | Subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a beranggotakan 7 (tujuh) orang hasil seleksi yang berasal dari unsur:
|
||||||||
(2) | Subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua. | ||||||||
(3) | Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih oleh anggota subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||
(4) | Wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pembinaan dan pengawasan terhadap profesi akuntansi pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(1) | Subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a mempunyai tugas menyusun rencana strategis, melakukan pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan proses penyusunan, serta melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan. | ||||||||||||
(2) | Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), subkomite pengelola dan konsultatif menyelenggarakan fungsi:
|
||||||||||||
(3) | Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), subkomite pengelola dan konsultatif mempunyai wewenang:
|
(1) | Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b beranggotakan 15 (lima belas) orang yang terdiri atas:
|
||||||||||||||||
(2) | Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari anggota hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(1) | Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b mempunyai tugas menyusun, melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan umum. | ||||||||||
(2) | Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum menyelenggarakan fungsi:
|
||||||||||
(3) | Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum mempunyai wewenang:
|
(1) | Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c beranggotakan 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas:
|
||||||||||||||||||
(2) | Subkornite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari anggota hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(1) | Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c mempunyai tugas menyusun, melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan syariah. | ||||||||||
(2) | Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah menyelenggarakan fungsi:
|
||||||||||
(3) | Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah mempunyai wewenang:
|
(1) | Komite pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b terdiri dari 12 (dua belas) orang anggota ex-officio yang terdiri atas:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Komite pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh:
|
(1) | Komite pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b mempunyai tugas memberikan arahan strategis dalam penyusunan Standar Laporan Keuangan. | ||||||||
(2) | Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komite pengarah menyelenggarakan fungsi:
|
||||||||
(3) | Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komite pengarah mempunyai wewenang:
|
(1) | Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Komite Standar, dibentuk kelompok kerja untuk melakukan persiapan, perumusan, penyusunan, implementasi, evaluasi, dan interpretasi untuk setiap Standar Laporan Keuangan. |
(2) | Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas anggota subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum atau subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah, tenaga ahli, dan tenaga teknis. |
(3) | Dalam hal terdapat kebutuhan atas penyusunan suatu Standar laporan keuangan spesifik pada suatu sektor tertentu, Komite Standar harus melibatkan perwakilan dari Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait untuk menjadi bagian dalam kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan kelompok kerja, pengangkatan tenaga ahli, dan tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Untuk mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Komite Standar, Menteri membentuk sekretariat Komite Standar. |
(2) | Sekretariat Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ex-officio pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Pengambilan keputusan Komite Standar dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. |
(2) | Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. |
(3) | Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah apabila musyawarah atau rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota. |
(4) | Suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung untuk masing-masing anggota. |
(5) | Anggota Komite Standar memiliki hak suara yang sama. |
(1) | Calon anggota komite pelaksana harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||||||||||
(2) | Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk anggota subkomite pengelola dan konsultatif harus memiliki kernampuan manajerial. | ||||||||||||||
(3) | Selain memenuhi persyaratan sebagairnana dimaksud pada ayat (1), untuk anggota subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah harus memiliki pengetahuan mengenai akuntansi syariah. |
(1) | Anggota hasil seleksi pada Komite Standar diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(2) | Anggota ex-officio pada Komite Standar diangkat untuk masajabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(3) | Pengangkatan anggota Kornite Standar ditetapkan oleh Presiden setelah memperoleh usulan dari panitia seleksi. |
(1) | Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dibentuk oleh Menteri dengan anggota sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri atas:
|
||||||||||||
(2) | Panitia seleksi berwenang:
|
(1) | Anggota Komite Standar diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir dalam hal memenuhi alasan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(2) | Pemberhentian anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden. |
(1) | Dalam hal anggota Komite Standar diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dilaksanakan penggantian anggota Komite Standar antarwaktu sesuai dengan tata cara pemilihan anggota Komite Standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerin tah ini. |
(2) | Anggota Komite Standar pengganti diangkat untuk menggantikan jabatan anggota Komite Standar yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melanjutkan sisa masa jabatan anggota Komite Standar yang digantikan. |
(3) | Pengangkatan anggota Komite Standar pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperhitungkan sebagai masa jabatan untuk dikenai pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2). |
(4) | Penggantian anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota Komite Standar yang diberhentikan kurang dari 6 (enam) bulan, kecuali untuk anggota ex-of.ficio. |
(1) | Dalam hal ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, wakil ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah sampai dengan ditetapkannya ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah yang baru. |
(2) | Dalam hal wakil ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang wakil ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah sampai dengan ditetapkannya wakil ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah yang baru. |
(3) | Dalam hal ketua dan wakil ketua komite pelaksana diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Menteri menetapkan salah satu anggota hasil seleksi pada subkomite pengelola dan konsultatif sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang ketua dan/ atau wakil ketua komite pelaksana sampai ditetapkannya ketua dan/ atau wakil ketua komite pelaksana yang baru. |
(1) | PBPK diselenggarakan dengan mengutamakan prinsip:
|
||||||||||
(2) | PBPK diselenggarakan oleh satuan kerja yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. |
(1) | PBPK digunakan oleh:
|
||||||||
(2) | Pengguna Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
||||||||
(3) | Untuk dapat menggunakan PBPK, Pelapor dan pengguna Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki hak akses. | ||||||||
(4) | Pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(5) | Dalam hal mekanisme penggunaan PBPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, penyampaian dan penggunaan Laporan Keuangan dapat diselenggarakan melalui mekanisme khusus. |
a. | untuk Pelapor yang merupakan emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal dilakukan paling lambat tahun 2027; dan |
b. | untuk Pelapor lain dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan berdasarkan tahapan yang ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas terkait. |
(1) | Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat memberikan asistensi kepada Pelapor guna meningkatkan kepatuhan penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. | ||||
(2) | Pemberian asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(1) | Pelapor yang berbentuk entitas menjaga manajemen mutu dengan cara menerapkan sistem pengendalian internal dalam proses penyusunan Laporan Keuangan sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik. |
(2) | Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat rnengatur penerapan sistem pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Kernenterian, Lembaga, dan/ atau Otoritas berwenang menjatuhkan sanksi adrninistratif kepada Pelapor terhadap pelanggaran atas kewajiban penyusunan Laporan Keuangan sebagairnana dirnaksud dalam Pasal 4 dan penyarnpaian Laporan Keuangan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7. |
(2) | Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kementerian, Lembaga, clan/ atau Otoritas terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas berwenang menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran keamanan dan kerahasiaan data Laporan Keuangan yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai di lingkungan masing-masing. |
(2) | Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
a. | standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya Standar Laporan Keuangan yang ditetapkan oleh Komite Standar; dan |
b. | dalam menetapkan standar akuntansi keuangan, Asosiasi Profesi Akuntan tetap dapat menetapkan standar akuntansi keuangan sampai dengan diangkatnya anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. |
1. | UMUM Pelaporan Keuangan merupakan elemen penting dalam sistem ekonomi modern yang menyediakan informasi akurat dan transparan bagi pemangku kepentingan, seperti pemerintah/regulator, investor, kreditur, dan masyarakat. Informasi ini mendukung pengambilan keputusan ekonomi yang lebih baik, memastikan efisiensi alokasi sumber daya, serta menilai kinerja dan kondisi keuangan perusahaan secara objektif. Selain itu, pelaporan keuangan yang transparan mengurangi risiko kegagalan pasar dan memperkuat kepercayaan dalam pasar keuangan. Di Indonesia, regulasi terkait Pelaporan Keuangan tersebar dalam berbagai peraturan, yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan. Oleh karena itu, harmonisasi kebijakan diperlukan guna menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang robust yaitu ekosistem pelaporan keuangan yang tercipta berdasarkan kerangka kerja pelaporan keuangan yang lebih kohesif, mengurangi beban kepatuhan, serta mendukung tata kelola perusahaan yang lebih baik. Dalam upaya menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang kuat dan efektif, terdapat 4 (empat) aspek utama yang menjadi subjek pengaturan dalam peraturan pemerintah ini, yaitu:
|
||||||||||||||||||||
II |
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun Laporan Keuangan.
Contoh Pelapor yang diwajibkan menyampaikan Laporan Keuangan: PT A adalah BUMN yang tercatat sebagai perusahaan publik di sektor pasar modal. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, PT A diwajibkan untuk melakukan pembukuan. Dengan demikian, PT A telah memenuhi persyaratan untuk menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan wajib menyampaikan Laporan Keuangan kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait melalui PBPK.
Contoh Pelapor yang dapat menyampaikan Laporan Keuangan secara sukarela:
CV B adalah pelaku usaha yang dikategorikan sebagai pelaku usaha dengan skala mikro dan kecil. Berdasarkan peraturan perundang undangan, CV B tidak diwajibkan menyusun pembukuan. Dengan demikian, CV B tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. Namun, CV B tetap dapat menyampaikan Laporan Keuangannya melalui PBPK secara sukarela.
Ayat (4)
Interaksi bisnis dengan sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini adalah seluruh jenis interaksi dalam hubungan usaha dengan sektor keuangan yang membutuhkan atau mempersyaratkan Laporan Keuangan.
Komite Standar harus memperhatikan akuntabilitas publik, karakteristik unik suatu sektor industri, dan skala atau ukuran usaha dari Pelapor pada saat menyusun Standar Laporan Keuangan.
Contoh: PD. A adalah suatu perusahaan menengah tanpa akuntabilitas publik, sedangkan PT B adalah suatu perusahaan publik yang terdaftar di sektor pasar modal.
Pada saat menyusun Laporan Keuangan, PD. A maupun PT B wajib mengikuti Standar Laporan Keuangan yang ditetapkan oleh Komite Standar dan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang undangan. Namun, PD. A dapat memilih untuk menggunakan Standar Laporan Keuangan yang lebih sederhana dibandingkan Standar Laporan Keuangan untuk PT B.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan Keuangan yang menjadi ruang lingkup dalam Peraturan Pemerintah ini yaitu Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan umum, di mana Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud disusun dan disajikan paling sedikit 1 (satu) tahun untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar pengguna serta Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
Laporan Keuangan dengan tujuan umum disusun untuk menyajikan informasi mengenai entitas meliputi aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan dan beban, termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas.
Ayat (3)
Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan khusus diperlukan oleh Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas antara lain dalam rangka pengawasan, keperluan statistik dan analisis kebijakan, keperluan perpajakan atau kebutuhan khusus lain. Laporan Keuangan untuk tujuan khusus antara lain berbentuk prospektus, laporan tujuan penilaian, dan kepatuhan perjanjian kredit.
Pasal 5
Ayat (1)
Penyusun Laporan Keuangan merupakan pegawai atau karyawan Pelapor. Dalam hal Pelapor merupakan orang perorangan, dimungkinkan yang bersangkutan bertindak sebagai penyusun, sepanjang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Ilustrasi:
PT A adalah suatu perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal. Secara rutin, PT A melakukan pembukuan dan menyusun Laporan Keuangan untuk berbagai kepentingan. Untuk meningkatkan kualitas dan integritas dalam penyusunan, PT A harus memastikan bahwa pegawai atau karyawan yang ditugaskan memiliki kompetensi. Untuk memastikan hal tersebut, PT A dapat melakukan due dilligence terhadap karyawan atau pegawai yang akan ditugaskan, di antaranya melalui riwayat pendidikan, sertifikasi dan/ atau keahlian yang dimiliki, serta rekam jejak yang baik.
Ayat (2)
Akuntan berpraktik dan akuntan publik merupakan Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang telah memperoleh izin profesi dari Menteri dan/atau telah terdaftar pada masing-masing Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas yang mewajibkan adanya suatu mekanisme pendaftaran untuk dapat memberikan jasa pada sektor yang menjadi kewenangannya.
Ayat (3)
Kompetensi dibuktikan antara lain dengan ijazah pendidikan formal, sertifikat keahlian/profesional di bidang akuntansi, atau piagam akuntan her-register.
Penetapan jenis kompetensi harus memperhatikan skala atau ukuran usaha, jenis industri, dan kemampuan dari Pelapor yang menjadi kewenangan masing-masing Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
Contoh pengaturan kompetensi: Kompetensi yang harus dimiliki oleh Pelapor yang merupakan badan usaha milik negara yaitu kompetensi di bidang akuntansi yang dibuktikan dengan piagam register negara akuntan yang diselenggarakan oleh Menteri.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kewenangan pejabat tertinggi dan/ atau pejabat lain yang berwenang untuk menandatangani surat pernyataan dapat dikuasakan kepada pejabat di bawahnya sesuai dengan kebutuhan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Penyampaian Laporan Keuangan dilakukan sesuai waktu penyampaian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud meliputi juga penyampaian Laporan Keuangan yang diterbitkan kembali.
Ayat (2)
Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK merupakan Laporan Keuangan dengan tujuan umum. Laporan Keuangan yang disusun selain untuk tujuan umum, dapat disampaikan secara langsung kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pelapor bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi Laporan Keuangan yang disusunnya, baik yang disusun oleh pegawai atau karyawan Pelapor, maupun yang menggunakan jasa Profesi Penunjang Sektor Keuangan.
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud juga berlaku terhadap Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK, baik yang disampaikan secara manual maupun yang disampaikan secara otomatis melalui sistem, baik yang disampaikan oleh pemilik usaha secara langsung maupun yang disampaikan oleh pejabat yang diberi ku8:sa mewakili Pelapor dalam penyampaian Laporan Keuangan. Pasal 8 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jenis dokumen pendukung disesuaikan dengan kebutuhan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
Ayat (3)
Jenis dokumen pendukung disesuaikan dengan kebutuhan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
Ayat (4)
Dokumen pendukung yang dapat dipersyaratkan oleh Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terhadap entitas induk wajib audit antara lain berupa surat komforta.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Laporan Keuangan yang telah disampaikan melalui PBPK akan menjadi sumber informasi yang terpusat bagi pengguna Laporan Keuangan, baik dalam mengambil keputusan untuk investasi, maupun untuk penggunaan lain oleh masyarakat umum. Selain itu, Laporan Keuangan yang telah tersimpan dalam basis data PBPK akan rnenjadi sumber pembanding dalam hal terdapat perbedaan data dan informasi dengan Laporan Keuangan yang beredar di kalangan pengguna Laporan Keuangan.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pelaksanaan fungsi penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan termasuk juga melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Penetapan Standar Laporan Keuangan dilakukan setelah memastikan bahwa proses penyusunan Standar Laporan Keuangan telah terselenggara secara independen, transparan dan akuntabel.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Tenaga ahli yaitu tenaga yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
Tenaga teknis yaitu tenaga yang memiliki keahlian di bidang teknis dan administrasi yang dapat mendukung penyusunan Laporan Keuangan. Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasa l26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Peraturan Komite Standar mengatur antara lain ketentuan mengenai tata cara pengambilan keputusan, tata cara penyelenggaraan rapat dan pelaporan Komite Standar.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Salah satu cara dalam melakukan pemetaan terhadap moralitas bagi calon anggota Komite Standar yaitu dengan memperhatikan rekam jejak kepatuhan pada etika. Apabila yang bersangkutan rnerupakan anggota Asosiasi Profesi Akuntan, Asosiasi Profesi Akuntan Publik, atau Asosiasi Profesi Akuntan Manajernen rnaka dapat dilihat berdasarkan data kepatuhan kode etik dari asosiasi bersangkutan.
Salah satu cara dalarn melakukan pernetaan terhadap integritas dan disiplin yang baik yaitu dengan rnernperhatikan rekarn jejak kepatuhan pada peraturan perundang-undangan ataupun peraturan disiplin di mana yang bersangkutan beraktivitas sebelurnnya. Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Seseorang dianggap memenuhi persyaratan memiliki kemampuan manajerial dalam hal memenuhi kriteria tertentu, di antaranya yaitu memiliki pengalaman dalam mengelola tim atau unit kerja dalam organisasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Penyelenggaraan sistem serta pengelolaan, penyimpanan, dan penyediaan data dan informasi melalui PBPK harus terlindungi dari ancaman, serangan, atau gangguan yang bisa menghambat terselenggaranya layanan PBPK. Layanan PBPK juga harus memperhatikan ketentuan kerahasiaan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Layanan PBPK harus berjalan dengan baik secara terus-menerus. Dalam hal terjadi kendala teknis yang mengakibatkan layanan PBPK tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, penyelenggara harus mengumumkan mekanisme lain yang dapat digunakan untuk memastikan layanan tetap tersedia.
Huruf c
Layanan PBPK diberikan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Huruf d
Layanan PBPK diberikan dengan mengharmonisasikan antara kebutuhan dari Pelapor dalam melaksanakan kewajibannya kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait, pengguna Laporan Keuangan, serta Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf e
Semua aktivitas pelaporan keuangan yang terjadi melalui PBPK harus terekam dan tersimpan dalam basis data yang diselenggarakan oleh penyelenggara PBPK.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
PBPK dapat digunakan melalui suatu mekanisme yang dapat diakses oleh Pelapor dan pengguna Laporan Keuangan.
Ayat (2)
Pengguna lain Laporan Keuangan antara lain akademisi, investor, dan masyarakat umum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Laporan Keuangan dan dokumen pendukung lainnya yang disampaikan Pelapor diteruskan oleh PBPK kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak akses diperuntukkan bagi Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas serta pihak lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak mempunyai kewenangan menerima Laporan Keuangan. Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya" adalah suatu kondisi yang antara lain dikarenakan keadaan kahar atau sistem mengalami kendala teknis yang mengakibatkan tidak dapat digunakan.
PBPK dapat diselenggarakan melalui mekanisme khusus antara lain melalui penyampaian dan penggunaan Laporan Keuangan secara elektronik atau manual oleh Pelapor dan Pengguna Laporan Keuangan. Pasal 39
Huruf a
Laporan keuangan tahunan yang disampaikan oleh emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal pada Tahun 2027 adalah Laporan Keuangan tahunan tahun buku 2026. Sedangkan Laporan Keuangan interim yang disampaikan oleh emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal pada Tahun 2027, dimungkinkan untuk Laporan Keuangan interim tahun buku 2027.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 40
Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Menteri antara lain memuat mengenai kriteria, tata cara penyampaian dan penyediaan Laporan Keuangan termasuk penyampaian dan penyediaan Laporan Keuangan secara khusus, tata cara penggunaan PBPK, serta kriteria dan tata cara pemberian hak akses penggunaan PBPK.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.