Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
43 Tahun 2025
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2025

TENTANG

PELAPORAN KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan  ketentuan  Pasal  273 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaporan Keuangan;

Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
 
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAPORAN KEUANGAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Pelaporan Keuangan adalah proses yang dilakukan oleh pelapor dalam rangka menyajikan laporan keuangan kepada pengguna laporan keuangan.
  2. Laporan Keuangan adalah laporan mengenai data dan informasi keuangan dalam periode tertentu yang disusun berdasarkan suatu pembukuan, baik yang disusun berdasarkan standar laporan keuangan maupun standar laporan keuangan syariah.
  3. Pelapor adalah pelaku usaha sektor keuangan dan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan yang merupakan pemilik Laporan Keuangan.
  4. Standar Laporan Keuangan adalah kerangka prosedur yang mengatur penyusunan Laporan Keuangan agar tersusun secara konsisten, akurat, dan transparan.
  5. Platform Bersama Pelaporan Keuangan (financial reporting single window) yang selanjutnya disingkat PBPK adalah sistem elektronik penyampaian Laporan Keuangan secara tunggal.
  6. Profesi Sektor Keuangan adalah bidang pekerjaan yang memberikan suatu jasa keprofesian di sektor keuangan yang memerlukan tingkat keahlian dan kualifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.
  7. Pelaku Profesi Sektor Keuangan adalah seseorang yang melakukan Profesi Sektor Keuangan.
  8. Profesi Penunjang Sektor Keuangan adalah Pelaku Profesi Sektor Keuangan yang memberikan suatujasa keprofesian pada berbagai industri sektor keuangan untuk mendukung efektivitas sektor keuangan.
  9. Asosiasi Profesi adalah organisasi profesi yang menaungi Pelaku Profesi Sektor Keuangan.
  10. Asosiasi Profesi Akuntan adalah organisasi profesi akuntan profesional yang bersifat nasional dan ditetapkan oleh Menteri.
  11. Asosiasi Profesi Akuntan Publik adalah organisasi profesi akuntan publik yang bersifat nasional dan ditetapkan oleh Menteri.
  12. Asosiasi Profesi Akuntan Manajemen adalah organisasi profesi akuntan manajemen yang bersifat nasional dan ditetapkan oleh Menteri.
  13. Komite Standar Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut Komite Standar adalah komite independen yang bertanggung jawab terhadap penyusunan Standar Laporan Keuangan dan Standar Laporan Keuangan syariah.
  14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  15. Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas adalah kementerian, lembaga, dan/ atau otoritas yang memiliki kewenangan atau kepentingan terhadap Laporan Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.
 
Pasal 2

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
  1. Laporan Keuangan;
  2. Komite Standar;
  3. Penyelenggaraan PBPK;
  4. dukungan ekosistem Pelaporan Keuangan; dan
  5. sanksi administratif.
 
BAB II
LAPORAN KEUANGAN

Bagian Kesatu
Pelapor
 
Pasal 3
 
(1) Pelapor wajib menyusun dan  menyampaikan Laporan Keuangan.
(2) Pelapor sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) yang merupakan pelaku usaha sektor keuangan, terdiri atas:
a. lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
b. perusahaan pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi  penyelenggara  program  jaminan  sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalarn peraturan perundang-undangan rnengenai pergadaian, penjarninan, lernbaga pernbiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pernbiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lernbaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang­ undangan; dan
c. pelaku usaha infrastruktur pasar keuangan, pelaku usaha di sistem pembayaran, lernbaga pendukung di sektor keuangan, dan pelaku usaha sektor keuangan lain baik yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional rnaupun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan di sektor keuanga
(3) Pelapor sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) yang rnerupakan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan, terdiri atas:
a. entitas yang rnelakukan pembukuan, baik yang berbadan hukurn maupun tidak berbadan hukum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undanga;
b. orang perorangan yang dipersyaratkan menyarnpaikan Laporan Keuangan pada saat melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan; dan/atau
c. orang perorangan yang wajib rnelakukan pembukuan berdasarkan  ketentuan  peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Pihak yang rnelakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan sebagairnana dirnaksud pada ayat (3) rneliputi pihak yang:
a. menjadi debitur perbankan;
b. menjadi debitur perusahaan atau lembaga pembiayaan;
c. menjadi emiten dan/ atau perusahaan publik di pasar modal;
d. menjadi emiten di pasar uang; dan
e. melakukan interaksi bisnis lain dengan sektor keuangan.


Bagian Kedua
Penyusunan Laporan Keuangan

Pasal 4
 
(1) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusun secara lengkap sesuai dengan Standar Laporan Keuangan dan ketentuan peraturan perundang­ undangan
(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan umum.
(3) Dalam hal diperlukan Laporan Keuangan selain untuk tujuan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat mewajibkan Pelapor menyusun Laporan Keuangan untuk tujuan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 5
 
(1) Penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan oleh penyusun yang memiliki kompetensi dan berintegritas.
(2) Selain dilakukan oleh penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyusunan Laporan Keuangan dapat dilakukan oleh Profesi Penunjang Sektor Keuangan yaitu:
a. akuntan berpraktik; atau
b. akuntan publik.
(3) Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas dapat menetapkan jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh penyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) bertanggungjawab atas pernberian jasa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 6
 
(1) Pelapor bertanggung jawab atas Laporan Keuangan yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
(2) Komitmen tanggung jawab Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat pernyataan pada lembaran terpisah dalam Laporan Keuangan.
(3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh:
a. pemilik usaha pada Pelapor yang berbentuk orang perorangan; atau
b. pejabat tertinggi dan/atau pejabat lain yang berwenang pada Pelapor yang berbentuk badan hukum atau nonbadan hukum.
(4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diatur oleh Kementerian, Lembaga, dan/atau  Otoritas  sesuai  dengan  kewenangan masing-masing.

  
Bagian Ketiga
Penyampaian Laporan Keuangan

Pasal 7
 
(1) Pelapor menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun untuk tujuan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib dilakukan melalui PBPK.
(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diteruskan oleh PBPK kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait.
(4) Pelapor bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 8
 
(1) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) meliputi:
a. Laporan Keuangan; dan
b. dokumen pendukung,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan
(2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) oleh Pelapor yang merupakan entitas induk usaha, meliputi:
a. Laporan Keuangan konsolidasian;
b. Laporan Keuangan entitas induk yang merupakan informasi tambahan atas Laporan Keuangan konsolidasian; dan
c. dokumen pendukung, dalam hal dibutuhkan.
(3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) oleh Pelapor yang merupakan entitas wajib audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:
a. Laporan Keuangan auditan;
b. laporan auditor independen atas Laporan Keuangan; dan
c. dokumen pendukung, dalam hal dibutuhkan.
(4) Penyampaian Laporan Keuangan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) oleh Pelapor yang merupakan entitas induk wajib audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi:
a. Laporan Keuangan konsolidasi auditan;
b. Laporan Keuangan entitas induk;
c. laporan auditor independen atas Laporan Keuangan konsolidasi; dan
d. dokumen pendukung, dalam hal dibutuhkan.


Pasal 9
 
(1) Laporan auditor independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dan Pasal 8 ayat (4) huruf c merupakan laporan yang telah didaftarkan pada sistem pendaftaran laporan auditor independen yang diselenggarakan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(2) Dalam hal laporan auditor independen yang disampaikan belum terdaftar pada sistem pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Laporan Keuangan yang disampaikan oleh Pelapor dinyatakan belum lengkap.
(3) Pelapor wajib audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (4) harus:
a. memperhatikan laporan transparansi kantor akuntan publik sebelum memberikan perikatan dengan kantor akuntan publik; dan
b. menjaga independensi dan tidak melakukan intervensi kepada akuntan publik pada awal perikatan, selama proses audit, dan sampai dengan terbitnya opini audit atas Laporan Keuangan.


Pasal 10
 
Laporan Keuangan yang telah disampaikan melalui PBPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) merupakan Laporan Keuangan yang sah dan mengikat untuk dapat digunakan oleh pengguna Laporan Keuangan.


BAB III
KOMITE STANDAR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 11
 
(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Komite Standar.
(2) Komite Standar merupakan lembaga independen dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Komite Standar dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam penyusunan, pengembangan dan penetapan Standar Laporan Keuangan:
a. terselenggara secara independen, transparan dan akuntabel;
b. mampu mendukung iklim investasi yang kondusif dan menarik; dan
c. mampu mengharmonisasikan kepentingan Pelapor, pengguna Laporan Keuangan dan Kementerian, Lernbaga, dan/ atau Otoritas dengan kepentingan nasional.


Bagian Kedua
Tugas, Fungsi, dan Kewenangan

Pasal 12
 
(1) Kornite Standar rnernpunyai tugas melakukan penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), Komite Standar rnenyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan dan penetapan kebijakan dan agenda strategis dalam penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan;
b. penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan umum dan Standar Laporan Keuangan syariah;
c. penyusunan panduan dan pedoman teknis terkait penerapan Standar Laporan Keuangan;
d. pengawasan dan evaluasi Standar Laporan Keuangan, terrnasuk proses penyusunan dan penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan;dan
e. pelaksanaan koordinasi dan kornunikasi dengan seluruh pernangku kepentingan.
(3) Untuk melaksanakan fungsi sebagairnana dimaksud pada ayat (2), Komite Standar mempunyai wewenang menetapkan Standar Laporan Keuangan, termasuk panduan dan/ atau pedoman teknis implementasi Standar Laporan Keuangan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan Standar Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Komite Standar.


Bagian Ketiga
Susunan Organisasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 13

Komite Standar terdiri atas:
a.    komite pelaksana; dan
b.    komite pengarah.


Pasal 14
 
(1) Komite pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas:
a. ketua;
b. wakil ketua; dan
c. subkomite.
(2) Subkomite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. subkomite pengelola dan konsultatif;
b. subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum; dan
c. subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah.


Pasal 15
 
(1) Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a merupakan ketua pada subkomite pengelola dan konsultatif.
(2) Wakil ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b merupakan wakil ketua pada subkomite pengelola dan konsultatif.


Pasal 16

Ketua komite pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) mempunyai tugas memimpin dan membina pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang subkomite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).


Paragraf 2
Subkomite Pengelola dan Konsultatif

Pasal 17
 
(1) Subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a beranggotakan 7 (tujuh) orang hasil seleksi yang berasal dari unsur:
a. 1 (satu) orang anggota dari unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pembinaan dan pengawasan terhadap profesi akuntansi pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
b. 4 (empat) orang anggota dari Asosiasi Profesi Akuntan;
c. 1 (satu) orang anggota dari Asosiasi Profesi Akuntan Publik; dan
d. 1 (satu) orang anggota dari Asosiasi Profesi Akuntan Manajemen.
(2) Subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua.
(3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih oleh anggota subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pembinaan dan pengawasan terhadap profesi akuntansi pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

   
Pasal 18
 
(1) Subkomite pengelola dan konsultatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a mempunyai tugas menyusun rencana strategis, melakukan pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan proses penyusunan, serta melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), subkomite pengelola dan konsultatif menyelenggarakan fungsi:
a. perancangan rencana penyusunan Standar Laporan Keuangan;
b. pengawasan pelaksanaan proses yang ketat dan transparan dalam pengembangan Standar Laporan Keuangan, termasuk konsultasi publik dan keterlibatan pemangku kepentingan yang dilakukan oleh subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum dan subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah;
c. pemberian saran dan rekomendasi kepada subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum dan subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah;
d. pengawasan pelaksanaan tugas subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum dan subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah;
e. pelaksanaan reviu dan penelaahan tujuan strategis dan prioritas yang akan dilakukan oleh subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum dan subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah; dan
f. pelaksanaan komunikasi dengan pemangku kepentingan.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), subkomite pengelola dan konsultatif mempunyai wewenang:
a. menetapkan tujuan strategis dan prioritas yang akan dilakukan oleh subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum dan subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah;
b. menyetujui kebutuhan anggaran, mengamankan pendanaan dan memastikan alokasi penggunaan dana yang efektif oleh subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum dan subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah; dan
c. melaksanakan wewenang lain terkait dengan pengelolaan dan konsultatif terhadap Standar Laporan Keuangan.


Paragraf 3
Subkomite Penyusun Standar Laporan Keuangan Umum

Pasal 19
 
(1) Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b beranggotakan 15 (lima belas) orang yang terdiri atas:
a. 3 (tiga) orang anggota hasil seleksi yang berasal dari unsur:
1. 2 (dua) orang anggota dari profesional terkait bidang keuangan; dan
2. 1 (satu) orang anggota dari akademisi,
b. 12 (dua belas) orang anggota ex-officio yang berasal dari unsur:
1. 1 (satu) orang anggota dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang badan usaha milik negara;
2. 1 (satu) orang anggota dari unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perpajakan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
3. 3 (tiga) orang anggota dari otoritas yang menyelenggarakan urusan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan; dan
4. 7 (tujuh) orang anggota dari Asosiasi Profesi Akuntan.
(2) Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin  oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari anggota hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.


Pasal 20
 
(1) Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b mempunyai tugas menyusun, melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan umum.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan reviu dan publikasi Standar Laporan Keuangan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan efisiensi pasar keuangan global;
b. pengumpulan, pengidentifikasian, dan pengolahan saran dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait pelaporan keuangan;
c. pemberian panduan untuk mendukung implementasi dan penerapan Standar Laporan Keuangan yang konsisten; dan
d. pelaksanaan reviu dan analisis terhadap isu pelaporan keuangan yang muncul dan mempertimbangkan implikasinya bagi penetapan Standar Laporan Keuangan.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum mempunyai wewenang:
a. menetapkan pembentukan kelompok kerja penyusunan Standar Laporan Keuangan;
b. mengusulkan penetapan Standar Laporan Keuangan;
c. menetapkan panduan atau pedoman implementasi dan penerapan Standar Laporan Keuangan;
d. menetapkan basil pelaksanaan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan; dan
e. melaksanakan wewenang lain terkait dengan penyusunan Standar Laporan Keuangan.


Paragraf 4
Subkomite Penyusun Standar Laporan Keuangan Syariah

Pasal 21
 
(1) Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c beranggotakan 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas:
a. 3 (tiga) orang anggota hasil seleksi yang berasal dari unsur:
1. 2 (dua) orang anggota dari profesional terkait bidang keuangan syariah; dan
2. 1 (satu) orang anggota dari akademisi,
b. 14 (empat belas) orang anggota ex-officio yang berasal dari unsur:
1. 1 (satu) orang anggota dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara;
2. 1 (satu) orang anggota dari unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perpajakan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
3. 3 (tiga) orang anggota dari otoritas yang menyelenggarakan urusan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan;
4. 2 (dua) orang anggota dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa tentang ekonomi, bisnis, dan keuangan syariah; dan
5. 7 (tujuh) orang anggota dari asosiasi profesi akuntan.
(2) Subkornite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari anggota hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.


Pasal 22
 
(1) Subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c mempunyai tugas menyusun, melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan syariah.
(2) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan reviu dan publikasi Standar Laporan Keuangan syariah untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan efisiensi pasar keuangan global;
2. pengumpulan, pengidentifikasian, dan pengolahan saran dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait masalah pelaporan keuangan syariah;
3. pemberian panduan untuk mendukung implementasi dan penerapan Standar Laporan Keuangan syariah yang konsisten; dan
4. penelitian terhadap isu pelaporan keuangan yang muncul dan mempertimbangkan implikasinya bagi penetapan Standar Laporan Keuangan syariah.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah mempunyai wewenang:
a. menetapkan pembentukan kelompok kerja penyusunan Standar Laporan Keuangan syariah;
b. mengusulkan penetapan Standar Laporan Keuangan syariah;
c. menetapkan panduan atau pedoman implementasi dan penerapan Standar Laporan Keuangan syariah;
d. menetapkan hasil pelaksanaan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan syariah; dan
e. melaksanakan wewenang lain terkait dengan penyusunan Standar Laporan Keuangan syariah.


Bagian Keempat
Komite Pengarah

Pasal 23
 
(1) Komite pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b terdiri dari 12 (dua belas) orang anggota ex-officio yang terdiri atas:
a. 1 (satu) orang perwakilan dari lembaga negara yang menyelenggarakan urusan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan pemerintah;
b. 1 (satu) orang perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
c. 1 (satu) orang perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara;
d. 1 (satu) orang perwakilan dari otoritas yang menyelenggarakan urusan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan;
e. 1 (satu) orang perwakilan dari otoritas yang menyelenggarakan urusan pengaturan dan pengawasan di bidang moneter, sistem pembayaran dan makroprudensial;
f. 1 (satu) orang perwakilan dari otoritas yang menjalankan fungsi penjaminan simpanan dan resolusi bank serta menyelenggarakan program penjaminan polis asuransi;
g. 1 (satu) orang perwakilan dari penyelenggara dan penyedia sarana perdagangan efek;
h. 1 (satu) orang Indonesia;  perwakilan dari Kamar Dagang
i. 1 (satu) orang Akuntan;  perwakilan dari Asosiasi Profesi
j. 1 (satu) orang Akuntan Publik; perwakilan dari Asosiasi Profesi
k. 1 (satu)  orang perwakilan dari Asosiasi Profesi Akuntan Manajemen; dan
l. 1 (satu) orang perwakilan dari akademisi.
(2) Komite pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh:
a. 1 (satu) orang ketua yang berasal dari Asosiasi Profesi Akuntan; dan
b. 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
 

Pasal 24
 
(1) Komite pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b mempunyai tugas memberikan arahan strategis dalam penyusunan Standar Laporan Keuangan.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komite pengarah menyelenggarakan fungsi:
a. pemberian arahan strategis; dan
b. pengawasan dan evaluasi kinerja komite pelaksana.
(3) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komite pengarah mempunyai wewenang:
a. menetapkan rekomendasi terkait penyusunan Standar Laporan Keuangan;
b. menetapkan rekomendasi terkait hasil pengawasan dan evaluasi kinerja komite pelaksana;
c. melakukan koordinasi dengan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas untuk mendukung pelaksanaan tugas komite pelaksana; dan
d. melaksanakan wewenang lain terkait dengan penyelenggaraan fungsi komite pengarah.


Bagian Kelima
Kelompok Kerja dan Kesekretariatan

Paragraf 1
Kelompok Kerja

Pasal 25
 
(1) Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Komite Standar, dibentuk kelompok kerja untuk melakukan persiapan, perumusan, penyusunan, implementasi, evaluasi, dan interpretasi untuk setiap Standar Laporan Keuangan.
(2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas anggota subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan umum atau subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah, tenaga ahli, dan tenaga teknis.
(3) Dalam hal terdapat kebutuhan atas penyusunan suatu Standar laporan keuangan spesifik pada suatu sektor tertentu, Komite Standar harus melibatkan perwakilan dari Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait untuk menjadi bagian dalam kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan kelompok kerja, pengangkatan tenaga ahli, dan tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Paragraf 2
Sekretariat

Pasal 26
 
(1) Untuk mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Komite Standar, Menteri membentuk sekretariat Komite Standar.
(2) Sekretariat Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ex-officio pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Keenam
Tata Kerja

Pasal 27
 
(1) Pengambilan keputusan Komite Standar dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
(3) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah apabila musyawarah atau rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota.
(4) Suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jumlah anggota sebagaimana dimaksud    pada ayat (3) dihitung untuk masing-masing anggota.
(5) Anggota Komite Standar memiliki hak suara yang sama.
 

Pasal 28

Komite Standar menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan fungsi kepada Presiden melalui Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan sewaktu-waktu jika diperlukan.


Pasal 29

Ketentuan mengenai tata kerja Komite Standar diatur oleh Komite Standar.


Bagian Ketujuh
Persyaratan, Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian Antanvaktu

Paragraf 1
Persyaratan

Pasal 30
 
(1) Calon anggota komite pelaksana harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki moral, integritas, dan disiplin yang baik;
c. cakap melakukan perbuatan hukum;
d. memiliki pengalarnan paling singkat 10 (sepuluh) tahun di bidang akuntansi atau keuangan;
e. memiliki pengetahuan mendalam rnengenai akuntansi, paling sedikit mencakup prinsip akuntansi, perpajakan, standar akuntansi internasional, dan peraturan perundang-undangan terkait;
f. memiliki pengetahuan mengenai lingkungan bisnis clan Pelaporan Keuangan; dan
g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk anggota subkomite pengelola dan konsultatif harus memiliki kernampuan manajerial.
(3) Selain memenuhi persyaratan sebagairnana dimaksud pada ayat (1), untuk anggota subkomite penyusun Standar Laporan Keuangan syariah harus memiliki pengetahuan mengenai akuntansi syariah.


Paragraf 2
Pengangkatan

Pasal 31
 
(1) Anggota hasil seleksi pada Komite Standar diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Anggota ex-officio pada Komite Standar diangkat untuk masajabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Pengangkatan anggota Kornite Standar ditetapkan oleh Presiden setelah memperoleh usulan dari panitia seleksi.


Pasal 32
 
(1) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dibentuk oleh Menteri dengan anggota sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri atas:
a. 1 (satu) orang perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
b. 1 (satu) orang perwakilan dari otoritas yang menyelenggarakan urusan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan;
c. 1 (satu) orang perwakilan dari otoritas yang menyelenggarakan urusan pengaturan dan pengawasan di bidang moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial;
d. 1 (satu) orang perwakilan dari otoritas yang menjalankan fungsi penjaminan simpanan dan resolusi bank serta menyelenggarakan program penjaminan polis asuransi;
e. 1 (satu) orang perwakilan dari Asosiasi Profesi Akuntan; dan
f. 2 (dua) orang perwakilan dari akademisi.
(2) Panitia seleksi berwenang:
a. melaksanakan seleksi anggota Komite Standar;
b. menerima usulan anggota ex-officio dari Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait; dan
c. mengajukan usulan susunan keanggotaan organisasi Komite Standar kepada Presiden.


Paragraf 3
Pemberhentian

Pasal 33
 
(1) Anggota Komite Standar diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir dalam hal memenuhi alasan sebagai berikut:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melakukan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut;
d. tidak menjalankan tugasnya lebih dari 2 (dua) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
e. terdapat usulan baru untuk anggota ex-officio; atau
f. tidak lagi memenuhi salah satu persyaratan sebagai anggota Komite Standar.
(2) Pemberhentian anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden.


Paragraf 4
Penggantian Antarwaktu

Pasal 34
 
(1) Dalam hal anggota Komite Standar diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dilaksanakan penggantian anggota Komite Standar antarwaktu sesuai dengan tata cara pemilihan anggota Komite Standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerin tah ini.
(2) Anggota Komite Standar pengganti diangkat untuk menggantikan jabatan anggota Komite Standar yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melanjutkan sisa masa jabatan anggota Komite Standar yang digantikan.
(3) Pengangkatan anggota Komite Standar pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperhitungkan sebagai masa jabatan untuk dikenai pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2).
(4) Penggantian anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota Komite Standar yang diberhentikan kurang  dari  6  (enam)  bulan,  kecuali  untuk  anggota ex-of.ficio.


Pasal 35
 
(1) Dalam hal ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, wakil ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah sampai dengan ditetapkannya ketua komite pelaksana dan/atau komite pengarah yang baru.
(2) Dalam hal wakil ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang wakil ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah sampai dengan ditetapkannya wakil ketua komite pelaksana dan/ atau komite pengarah yang baru.
(3) Dalam hal ketua dan wakil ketua komite pelaksana diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Menteri menetapkan salah satu anggota hasil seleksi pada subkomite pengelola dan konsultatif sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang ketua dan/ atau wakil ketua komite pelaksana sampai ditetapkannya ketua dan/ atau wakil ketua komite pelaksana yang baru.


Bagian Kedelapan
Pendanaan

Pasal 36

Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Komite Standar dan sekretariat Komite Standar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB IV
PENYELENGGARAAN PBPK

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 37
 
(1) PBPK diselenggarakan dengan mengutamakan prinsip:
a. keamanan dan kerahasiaan dalam penyelenggaraan sistem serta pengelolaan, penyimpanan, dan penyediaan data dan informasi;
b. kepastian ketersediaan layanan;
c. pemberian layanan secara elektronik;
d. kepastian pemenuhan kebutuhan Pelapor dan pengguna Laporan Keuangan; dan
e. penyediaan jejak audit.
(2) PBPK diselenggarakan oleh satuan kerja yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.


Bagian Kedua
Penggunaan PBPK

Pasal 38
 
(1) PBPK digunakan oleh:
a. Pelapor, untuk menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
b. pengguna Laporan Keuangan, untuk memperoleh Laporan Keuangan yang telah disampaikan Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengguna Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas;
b. pelaku usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
c. penyelenggara PBPK; dan/ atau
d. pengguna lain.
(3) Untuk dapat menggunakan PBPK, Pelapor dan pengguna Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki hak akses.
(4) Pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal mekanisme penggunaan PBPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, penyampaian dan penggunaan Laporan Keuangan dapat diselenggarakan melalui mekanisme khusus.


Pasal 39

Penyampaian Laporan Keuangan melalui PBPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Pelapor yang merupakan emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal dilakukan paling lambat tahun 2027; dan
b. untuk Pelapor lain dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan berdasarkan tahapan yang ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas terkait.


Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan PBPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Penyelenggara PBPK

Pasal 41

Satuan kerja sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 37 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
  1. perencanaan dan penyusunan elemen data dan taksonomi nasional;
  2. perencanaan dan pembangunan PBPK;
  3. penyediaan PBPK yang dapat diakses setiap saat oleh pengguna layanan;
  4. evaluasi dan pemutakhiran PBPK;
  5. evaluasi dan pemutakhiran elemen data dan taksonomi nasional;
  6. penyediaan data dan informasi kepada pengguna Laporan Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan;
  7. pelaksanaan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas, Komite Standar, atau pihak lain;
  8. pelaksanaan harmonisasi dan sinkronisasi proses bisnis penyampaian Laporan Keuangan dengan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas;
  9. pelaksanaan tata kelola dan  tata kerja penyelenggaraan PBPK;
  10. pemantauan atas efektivitas pelaksanaan Pelaporan Keuangan melalui PBPK; dan
  11. pelaksanaan fungsi lain yang diperlukan guna mendukung terciptanya ekosistem Pelaporan Keuangan yang sehat, tepercaya, dan dapat diandalkan yang ditetapkan oleh Menteri.
 
Pasal 42

Satuan kerja penyelenggara PBPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) menyimpan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 paling singkat selama 10 (sepuluh) tahun dalam basis data yang diselenggarakan PBPK.


BAB V
DUKUNGAN EKOSISTEM PELAPORAN KEUANGAN

Bagian Kesatu
Asistensi
 
Pasal 43
 
(1) Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat memberikan asistensi kepada Pelapor guna meningkatkan kepatuhan penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pemberian asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pelaksanaan sosialisasi; dan/atau
b. asistensi lain.


Bagian Kedua
Manajemen Mutu

Pasal 44
 
(1) Pelapor yang berbentuk entitas menjaga manajemen mutu dengan cara menerapkan sistem pengendalian internal dalam proses penyusunan Laporan Keuangan sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
(2) Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat rnengatur penerapan sistem pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 45
 
(1) Kernenterian, Lembaga, dan/ atau Otoritas berwenang menjatuhkan sanksi adrninistratif kepada Pelapor terhadap pelanggaran atas kewajiban penyusunan Laporan Keuangan sebagairnana dirnaksud dalam Pasal 4 dan penyarnpaian Laporan Keuangan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kementerian, Lembaga, clan/ atau Otoritas terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 46
 
(1) Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas berwenang menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran keamanan dan kerahasiaan data Laporan Keuangan yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai di lingkungan masing-masing.
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 47

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya Standar Laporan Keuangan yang ditetapkan oleh Komite Standar; dan
b. dalam menetapkan standar akuntansi keuangan, Asosiasi Profesi Akuntan tetap dapat menetapkan standar akuntansi keuangan sampai dengan diangkatnya anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan  Pemerintah  ini  dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 2025
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRABOWO SUBIANTO
 
 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 2025
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRASETYO HADI



 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 155



 


PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2025

TENTANG

PELAPORAN KEUANGAN
 
1. UMUM

Pelaporan Keuangan merupakan elemen penting dalam sistem ekonomi modern yang menyediakan informasi akurat dan transparan bagi pemangku kepentingan, seperti pemerintah/regulator, investor, kreditur, dan masyarakat. Informasi ini mendukung pengambilan keputusan ekonomi yang lebih baik, memastikan efisiensi alokasi sumber daya, serta menilai kinerja dan kondisi keuangan perusahaan secara objektif. Selain itu, pelaporan keuangan yang transparan mengurangi risiko kegagalan pasar dan memperkuat kepercayaan dalam pasar keuangan.

Di Indonesia, regulasi terkait Pelaporan Keuangan tersebar dalam berbagai peraturan, yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan. Oleh karena itu, harmonisasi kebijakan diperlukan guna menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang robust yaitu ekosistem pelaporan keuangan yang tercipta berdasarkan kerangka kerja pelaporan keuangan yang lebih kohesif, mengurangi beban kepatuhan, serta mendukung tata kelola perusahaan yang lebih baik.

Dalam upaya menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang kuat dan efektif, terdapat 4 (empat) aspek utama yang menjadi subjek pengaturan dalam peraturan pemerintah ini, yaitu:

1. Penyelenggaraan PBPK
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, telah ditetapkan ketentuan pokok mengenai penyampaian Laporan Keuangan dengan tujuan umum secara satu pintu melalui PBPK. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memudahkan Pelapor dalam menyampaikan Laporan Keuangan, memberikan kredibilitas pada data Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK, dan melindungi pengguna Laporan Keuangan untuk mendapatkan data Laporan Keuangan yang andal, tidak bias, dan mudah diakses.

Laporan Keuangan yang disediakan oleh PBPK dapat dimanfaatkan untuk:
a. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas;
b. menjadi satu-satunya sumber informasi terkait Laporan Keuangan yang dapat dijadikan pembanding;
c. mendukung pengambilan keputusan dalam pemberian pembiayaan;
d. mendukung pengambilan keputusan investasi;
e. mendukung pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh akademisi; dan/ atau
f pemanfaatan lainnya yang sah.
 
2.
Pembentukan standard setter yang independen
Laporan Keuangan yang disusun berdasarkan Standar Laporan Keuangan yang tepat akan memiliki karakteristik yang andal, relevan, dapat dipahami, dan dapat dibandingkan. Dengan demikian, Laporan Keuangan yang disusun akan memberikan manfaat yang lebih tinggi kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan penyusun standar (standard setter} yang independen dengan tata kelola yang baik, dimana proses penetapan Standar Laporan Keuangan harus melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk regulator, profesional akuntansi, dan pemangku kepentingan. Selain itu, proses penetapan standar juga harus mempertimbangkan perkembangan ekonomi global, perubahan dalam praktik bisnis, serta kemajuan teknologi.
 
3.
Kewajiban penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan
Harmonisasi kebijakan mengenai kewajiban penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan merupakan hal penting selanjutnya yang harus dilakukan. Selain penyelenggaraan PBPK dan pembentukan standard setter yang independen, pengaturan mengenai kewajiban penyusunan Laporan Keuangan oleh pihak penyusun yang memiliki kompetensi dan integritas juga merupakan hal yang tidak kalah penting.
  
4. Tersedianya ekosistem pendukung yang baik
Keseluruhan subjek pengaturan dalam mendukung ekosistem pelaporan keuangan yang robust tidak akan tercipta apabila tidak adanya dukungan dan pengawasan dari berbagai pihak. Dengan adanya dukungan, maka dapat meningkatkan kesadaran, keahlian, maupun kompetensi dalam memenuhi kewajiban penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan. Sedangkan dengan adanya pengawasan, maka dapat meningkatkan kepatuhan dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud. Dengan demikian, sasaran pembentukan ekosistem pelaporan keuangan yang robust dapat tercapai.

Ekosistem pelaporan keuangan yang kuat diharapkan tidak hanya mendukung pelaksanaan ease of business di Indonesia, namun juga dapat memberikan berbagai dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, yaitu sebagai berikut: meningkatnya kepercayaan investor dalam pasar modal dan menarik investasi domestik maupun asing, meningkatnya transparansi dan akuntabilitas perusahaan, serta mengurangi risiko praktik bisnis yang tidak etis, meningkatnya akurasi pengawasan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan meningkatnya efektivitas dalam perumusan kebijakan ekonomi, perencanaan anggaran, pengelolaan fiskal, dan pengembangan strategi ekonomi jangka panjang.
   
II
PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
 
Pasal 2
Cukup jelas.
 
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Ayat (3)
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun Laporan Keuangan.

Contoh Pelapor yang diwajibkan menyampaikan Laporan Keuangan:
 
PT A adalah BUMN yang tercatat sebagai perusahaan publik di sektor pasar modal. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, PT A diwajibkan untuk melakukan pembukuan. Dengan demikian, PT A telah memenuhi persyaratan untuk menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan wajib menyampaikan Laporan Keuangan kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait melalui PBPK.
 
Contoh Pelapor yang dapat menyampaikan Laporan Keuangan secara sukarela:
 
CV B adalah pelaku usaha yang dikategorikan sebagai pelaku usaha dengan skala mikro dan kecil. Berdasarkan peraturan perundang­ undangan, CV B tidak diwajibkan menyusun pembukuan. Dengan demikian, CV B tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. Namun, CV B tetap dapat menyampaikan Laporan Keuangannya melalui PBPK secara sukarela.
 
Ayat (4)
Interaksi bisnis dengan sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini adalah seluruh jenis interaksi dalam hubungan usaha dengan sektor keuangan yang membutuhkan atau mempersyaratkan Laporan Keuangan.
 
Komite Standar harus memperhatikan akuntabilitas publik, karakteristik unik suatu sektor industri, dan skala atau ukuran usaha dari Pelapor pada saat menyusun Standar Laporan Keuangan.

Contoh:
PD. A adalah suatu perusahaan menengah tanpa akuntabilitas publik, sedangkan PT B adalah suatu perusahaan publik yang terdaftar di sektor pasar modal.
 
Pada saat menyusun Laporan Keuangan, PD. A maupun PT B wajib mengikuti Standar Laporan Keuangan yang ditetapkan oleh Komite Standar dan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang­ undangan. Namun, PD. A dapat memilih untuk menggunakan Standar Laporan Keuangan yang lebih sederhana dibandingkan Standar Laporan Keuangan untuk PT B.
 
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Laporan Keuangan yang menjadi ruang lingkup dalam Peraturan Pemerintah ini yaitu Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan umum, di mana Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud disusun dan disajikan paling sedikit 1 (satu) tahun untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar pengguna serta Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
 
Laporan Keuangan dengan tujuan umum disusun untuk menyajikan informasi mengenai entitas meliputi aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan dan beban, termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas.
 
Ayat (3)
Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan khusus diperlukan oleh Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas antara lain dalam rangka pengawasan, keperluan statistik dan analisis kebijakan, keperluan perpajakan atau kebutuhan khusus lain. Laporan Keuangan untuk tujuan khusus antara lain berbentuk prospektus, laporan tujuan penilaian, dan kepatuhan perjanjian kredit.
 
Pasal 5
Ayat (1)
Penyusun Laporan Keuangan merupakan pegawai atau karyawan Pelapor. Dalam hal Pelapor merupakan orang perorangan, dimungkinkan yang bersangkutan bertindak sebagai penyusun, sepanjang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
 
Ilustrasi:
PT A adalah suatu perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal. Secara rutin, PT A melakukan pembukuan dan menyusun Laporan Keuangan untuk berbagai kepentingan. Untuk meningkatkan kualitas dan integritas dalam penyusunan, PT A harus memastikan bahwa pegawai atau karyawan yang ditugaskan memiliki kompetensi. Untuk memastikan hal tersebut, PT A dapat melakukan due dilligence terhadap karyawan atau pegawai yang akan ditugaskan, di antaranya melalui riwayat pendidikan, sertifikasi dan/ atau keahlian yang dimiliki, serta rekam jejak yang baik.
 
Ayat (2)
Akuntan berpraktik dan akuntan publik merupakan Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang telah memperoleh izin profesi dari Menteri dan/atau telah terdaftar pada masing-masing Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas yang mewajibkan adanya suatu mekanisme pendaftaran untuk dapat memberikan jasa pada sektor yang menjadi kewenangannya.
 
Ayat (3)
Kompetensi dibuktikan antara lain dengan ijazah pendidikan formal, sertifikat keahlian/profesional di bidang akuntansi, atau piagam akuntan her-register.
 
Penetapan jenis kompetensi harus memperhatikan skala atau ukuran usaha, jenis industri, dan kemampuan dari Pelapor yang menjadi kewenangan masing-masing Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.

Contoh pengaturan kompetensi:
 
Kompetensi yang harus dimiliki oleh Pelapor yang merupakan badan usaha milik negara yaitu kompetensi di bidang akuntansi yang dibuktikan dengan piagam register negara akuntan yang diselenggarakan oleh Menteri.
 
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Ayat (3)
Kewenangan pejabat tertinggi dan/ atau pejabat lain yang berwenang untuk menandatangani surat pernyataan dapat dikuasakan kepada pejabat di bawahnya sesuai dengan kebutuhan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.
 
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Pasal 7
Ayat (1)
Penyampaian Laporan Keuangan dilakukan sesuai waktu penyampaian berdasarkan ketentuan  peraturan perundang-undangan. Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud meliputi juga penyampaian Laporan Keuangan yang diterbitkan kembali.
 
Ayat (2)
Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK merupakan Laporan Keuangan dengan tujuan umum. Laporan Keuangan yang disusun selain untuk tujuan umum, dapat disampaikan secara langsung kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Ayat (4)
Pelapor bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi Laporan Keuangan yang disusunnya, baik yang disusun oleh pegawai atau karyawan Pelapor, maupun yang menggunakan jasa Profesi Penunjang Sektor Keuangan.

Tanggung jawab sebagaimana dimaksud juga berlaku terhadap Laporan Keuangan yang disampaikan melalui PBPK, baik yang disampaikan secara manual maupun yang disampaikan secara otomatis melalui sistem, baik yang disampaikan oleh pemilik usaha secara langsung maupun yang disampaikan oleh pejabat yang diberi ku8:sa mewakili Pelapor dalam penyampaian Laporan Keuangan.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Jenis dokumen pendukung disesuaikan dengan kebutuhan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.

Ayat (3)
Jenis dokumen pendukung disesuaikan dengan kebutuhan Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas.

Ayat (4)
Dokumen pendukung yang dapat dipersyaratkan oleh Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terhadap entitas induk wajib audit antara lain berupa surat komforta.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Laporan Keuangan yang telah disampaikan melalui PBPK akan menjadi sumber informasi yang terpusat bagi pengguna Laporan Keuangan, baik dalam mengambil keputusan untuk investasi, maupun untuk penggunaan lain oleh masyarakat umum. Selain itu, Laporan Keuangan yang telah tersimpan dalam basis data PBPK akan rnenjadi sumber pembanding dalam hal terdapat perbedaan data dan informasi dengan Laporan Keuangan yang beredar di kalangan pengguna Laporan Keuangan.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12 
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Pelaksanaan fungsi penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan termasuk juga melakukan reviu dan penelaahan dalam rangka penyempurnaan berkelanjutan Standar Laporan Keuangan.

Huruf c
Cukup jelas.
 
Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Penetapan Standar Laporan Keuangan dilakukan setelah memastikan bahwa proses penyusunan Standar Laporan Keuangan telah terselenggara secara independen, transparan dan akuntabel.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Tenaga ahli yaitu tenaga yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

Tenaga teknis yaitu tenaga yang memiliki keahlian di bidang teknis dan administrasi yang dapat mendukung penyusunan Laporan Keuangan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasa l26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Peraturan Komite Standar mengatur antara lain ketentuan mengenai tata cara pengambilan keputusan, tata cara penyelenggaraan rapat dan pelaporan Komite Standar.

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Salah satu cara dalam melakukan pemetaan terhadap moralitas bagi calon anggota Komite Standar yaitu dengan memperhatikan rekam jejak kepatuhan pada etika. Apabila yang bersangkutan rnerupakan anggota Asosiasi Profesi Akuntan, Asosiasi Profesi Akuntan Publik, atau Asosiasi Profesi Akuntan Manajernen rnaka dapat dilihat berdasarkan data kepatuhan kode etik dari asosiasi bersangkutan.

Salah satu cara dalarn melakukan pernetaan terhadap integritas dan disiplin yang baik yaitu dengan rnernperhatikan rekarn jejak kepatuhan pada peraturan perundang-undangan ataupun peraturan disiplin di mana yang bersangkutan beraktivitas sebelurnnya.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Seseorang dianggap memenuhi persyaratan memiliki kemampuan manajerial dalam hal memenuhi kriteria tertentu, di antaranya yaitu memiliki pengalaman dalam mengelola tim atau unit kerja dalam organisasi.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.
 
Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Penyelenggaraan sistem serta pengelolaan, penyimpanan, dan penyediaan data dan informasi melalui PBPK harus terlindungi dari ancaman, serangan, atau gangguan yang bisa menghambat terselenggaranya layanan PBPK. Layanan PBPK juga harus memperhatikan ketentuan kerahasiaan sebagaimana  diatur dalam  ketentuan  peraturan perundang-undangan.

Huruf b
Layanan  PBPK  harus  berjalan  dengan  baik  secara terus-menerus. Dalam hal terjadi kendala teknis yang mengakibatkan layanan PBPK tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, penyelenggara harus mengumumkan mekanisme lain yang dapat digunakan untuk memastikan layanan tetap tersedia.

Huruf c
Layanan PBPK diberikan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Huruf d
Layanan PBPK diberikan dengan mengharmonisasikan antara kebutuhan dari Pelapor dalam melaksanakan kewajibannya kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait, pengguna Laporan Keuangan, serta Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf e
Semua aktivitas pelaporan keuangan yang terjadi melalui PBPK harus terekam dan tersimpan dalam basis data yang diselenggarakan oleh penyelenggara PBPK.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 38
Ayat (1)
PBPK dapat digunakan melalui suatu mekanisme yang dapat diakses oleh Pelapor dan pengguna Laporan Keuangan.

Ayat (2)
Pengguna lain Laporan Keuangan antara lain akademisi, investor, dan masyarakat umum.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Laporan Keuangan dan dokumen pendukung lainnya yang disampaikan Pelapor diteruskan oleh PBPK kepada Kementerian, Lembaga, dan/ atau Otoritas terkait sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak akses diperuntukkan bagi Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas serta pihak lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak mempunyai kewenangan menerima Laporan Keuangan.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya" adalah suatu kondisi yang antara lain dikarenakan keadaan kahar atau sistem mengalami kendala teknis yang mengakibatkan tidak dapat digunakan.
PBPK dapat diselenggarakan melalui mekanisme khusus antara lain melalui penyampaian dan penggunaan Laporan Keuangan secara elektronik atau manual oleh Pelapor dan Pengguna Laporan Keuangan.

Pasal 39
Huruf a
Laporan keuangan tahunan yang disampaikan oleh emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal pada Tahun 2027 adalah Laporan Keuangan tahunan tahun buku 2026. Sedangkan Laporan Keuangan interim yang disampaikan oleh emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal pada Tahun 2027, dimungkinkan untuk Laporan Keuangan interim tahun buku 2027.

Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 40
Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Menteri antara lain memuat mengenai kriteria, tata cara penyampaian dan penyediaan Laporan Keuangan termasuk penyampaian dan penyediaan Laporan Keuangan secara khusus, tata cara penggunaan PBPK, serta kriteria dan tata cara pemberian hak akses penggunaan PBPK.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

    




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7139

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA