Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Dalam rangka menunjang kebijaksanaan Pemerintah di bidang otomotif, maka dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999 tanggal 24 Juni 1999 telah dilakukan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1998. Perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah ketentuan Pasal 23 yang mengatur ketentuan mengenai pengelompokan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM.
Sebagai pelaksanaannya kemudian diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 348/KMK.04/1999 tanggal 24 Juni 1999 yang foto copynya bersama ini disampaikan kepada Saudara. Keputusan Menteri Keuangan ini mengatur kembali ketentuan tentang macam dan jenis kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM terhitung mulai tanggal 1 Juli 1999, sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272/KMK.04/1995 tanggal 28 Juni 1995. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1) | Sedan/St. Wagon : 30 - 50% |
2) | Dengan sistem penggerak 1 (satu) gandar (4 x 2) : 10 - 30% |
3) | Dengan sistem penggerak 2 (dua) gandar (4 x 4) : 30 - 50% |
1) | Sepeda Motor di atas 250 cc : 50% |
2) | Sepeda Motor s/d 250 cc : 0% (tidak dikenakan) |
Daftar jenis kendaraan bermotor yang atas penyerahannya/impornya dikenakan PPn BM terlampir (Lampiran I).
Kandungan lokal.
Insentif tarif untuk kendaraan bermotor rakitan dalam negeri yang memenuhi prosentase kandungan lokal tertentu tidak diberikan lagi.
Kendaraan Sasis.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 348/KMK.04/1999 hanya disebutkan bahwa kendaraan bermotor jenis angkutan orang dan van yang diubah dari kendaraan sasis dikenakan PPn BM sesuai ketentuan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila kendaraan sasis diubah menjadi kendaraan bermotor angkutan orang dan van, maka kendaraan bermotor angkutan orang dan van tersebut merupakan barang mewah dan harus dikenakan PPn BM sesuai ketentuan.
1) | Kendaraan bermotor hasil rakitan eks impor dalam bentuk terurai (CKD). | |
a) | Apabila impor kendaraan bermotor dalam bentuk terurai (CKD) dilakukan oleh ATPM/Industri Perakitan, PPn BM terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil rakitan dari ATPM/Industri Perakitan | |
b) | Apabila impor kendaraan bermotor dalam bentuk terurai (CKD) dilakukan oleh Non-ATPM/Non-Industri Perakitan, PPn BM terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil rakitan dari Industri Perakitan/Karoseri. | |
2) | Kendaraan bermotor yang diubah dari kendaraan sasis atau angkutan barang. Kendaraan sasis atau angkutan barang yang diubah menjadi kendaraan angkutan orang atau van oleh Industri Perakitan/Karoseri, maka atas penyerahan kendaraan angkutan orang dan van tersebut terutang PPn BM. |
|
a) | Apabila yang menyuruh melakukan pengubahan adalah ATPM/Industri Perakitan, maka PPn BM terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor tersebut dari ATPM/Industri Perakitan kepada pihak lain. | |
b) | Apabila yang menyuruh melakukan pengubahan adalah Non-ATPM/Non-Industri Perakitan, maka PPn BM terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor tersebut dari Industri Perakitan/Karoseri kepada Non-ATPM/Non-Industri Perakitan. |
1) | Apabila penyerahan dilakukan oleh ATPM/Industri Perakitan sebagaimana dimaksud dalam butir 9 huruf b angka 1) huruf a), Dasar Pengenaan Pajaknya adalah harga jual yang diminta atau seharusnya diminta oleh ATPM/Industri Perakitan. |
2) | Apabila penyerahan dilakukan oleh Industri Perakitan/Karoseri sebagaimana dimaksud dalam butir 9 huruf b angka 1) huruf b), Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Nilai impor CKD ditambah biaya perakitan yang diminta atau seharusnya diminta. |
1) | Apabila yang menyuruh merubah adalah ATPM/Industri Perakitan sebagaimana dimaksud dalam butir 9 huruf b angka 2) huruf a), Dasar Pengenaan Pajaknya adalah harga jual yang diminta atau seharusnya diminta oleh ATPM/Industri Perakitan. |
2) | Apabila yang menyuruh merubah adalah Non-ATPM/Non-Industri Perakitan sebagaimana dimaksud dalam butir 9 huruf b angka 2) huruf b), Dasar Pengenaan Pajaknya adalah sebesar harga kendaraan sasis/angkutan barang ditambah nilai penggantian yang diminta atau seharusnya diminta atas pengubahan kendaraan tersebut. |
Hubungan Istimewa.
Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Pabrikan dengan ATPM atau Distributor yang menyebabkan harga jual dari Pabrikan menjadi lebih rendah dari harga jual yang seharusnya, maka Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPn BM yang terutang adalah sebesar harga jual dari ATPM atau Distributor kepada pihak lain.
Hubungan istimewa diartikan sebagai hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang-undang PPN 1994.
Dalam rangka melaksanakan Pasal 4 ayat (4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 348/KMK.04/1999, prosentase perbedaan harga jual ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen). Apabila perbedaan harga jual Pabrikan dengan harga jual ATPM atau Distributor kepada pihak lain melebihi 10 % maka Dasar Pengenaan Pajaknya sebesar harga jual ATPM atau Distributor.
Contoh :
Pabrikan A menjual kendaraan bermotor kepada distributor B yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan A (misalnya hubungan kepemilikan sebesar 25 %) seharga Rp. 200.000.000,-. Kendaraan tersebut dijual oleh distributor B seharga Rp. 225.000.000,- kepada pembeli. Selisih harga jual Rp. 225.000.000,- - Rp. 200.000.000,- = Rp. 25.000.000,- atau 25/200 x 100 % = 12,5 %
Karena antara Pabrikan A dan distributor B ada hubungan istimewa dan prosentase selisih harga jual melebihi 10 % yang ditetapkan, maka DPP PPn BM untuk Pabrikan A adalah sebesar harga jual kendaraan bermotor distributor B kepada pembeli, yaitu Rp.225.000.000,-
1) | Tujuan penggunaan kendaraan dimaksud. |
2) |
Asal dana yang digunakan untuk pengadaan kendaraan dimaksud bagi kendaraan dinas TNI/POLRI dan untuk tujuan protokoler kenegaraan (foto copy DIK/SKOP). |
3) |
Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) untuk pengadaan kendaraan dimaksud. |
1) | Foto copy kartu NPWP. |
2) | Perjanjian jual-beli kendaraan bermotor angkutan umum yang memuat keterangan-keterangan antara lain : |
- Nama penjual, - Nama pembeli, - Jenis dan spesifikasi kendaraan yang dibeli. |
|
3) | Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang |
4) | Surat pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan diubah penggunaannya dan apabila ternyata diubah, bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
1) | Foto copy kartu NPWP dan foto copy pengukuhan sebagai PKP; |
2) | Foto copy Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pabrikan atau importir kepada distributor atau dealer atau agen atau Penyalur; |
3) | Asli bukti pungutan PPn BM; |
4) | Bukti SKB PPn BM atas nama pembeli kendaraan bermotor dimaksud; |
5) | Kontrak atau SPK atau Perjanjian Jual-Beli untuk pengadaan kendaraan bermotor dimaksud |
1) | Apabila pada waktu penyerahan kendaraan sasis (pembelian) PPn BM telah dipungut berdasarkan ketentuan sebelumnya, maka PPn BM yang telah dipungut tidak dapat diminta kembali, dan apabila kendaraan sasis tersebut kemudian diubah menjadi kendaraan bermotor angkutan orang/van, maka pada saat penyerahannya tidak lagi terutang PPn BM. |
2) | Apabila pada waktu penyerahan kendaraan sasis (pembelian) belum dipungut PPn BM, maka atas penyerahan kendaraan bermotor hasil pengubahan yang dilakukan oleh perusahaan karoseri pada atau setelah tanggal Surat Edaran ini, terutang PPn BM dan Perusahaan Karoseri diwajibkan untuk memungutnya. |
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ.51/1995 tanggal 21 Maret 1995 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-51/PJ.51/1995 tanggal 16 Oktober 1995 dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan serta disebarluaskan di wilayah kerja masing-masing.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
A. ANSHARI RITONGA
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.