Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
MEMUTUSKAN :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.
Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal:
Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak yaitu:
Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu :
Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat.
Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut :
(1) |
Wajib Pajak dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum melakukan pembayaran dan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang sebesar perhitungan setelah pengurangan. |
(2) |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas wajib mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5). |
(1) |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, dan huruf b angka 1, angka 2, angka 6, dan angka 7 serta huruf c dalam hal pajak yang terutang paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). |
(2) |
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, dan huruf b angka 1, angka 2, angka 6, dan angka 7 serta huruf c dalam hal pajak yang terutang lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
(3) |
Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan selain dimaksud dalam ayat (1) dan (2). |
(1) |
Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau bangunan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, dan huruf b angka 1, angka 2, angka 6 dan angka 7 serta huruf c. |
(2) |
Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 3, angka 4, dan angka 5. |
(3) |
Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berada pada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meneruskan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan. |
(4) |
Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berada pada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meneruskan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan. |
(5) |
Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. |
(6) |
Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat pembayaran. |
(1) |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan Wajib Pajak. |
(2) |
Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan Wajib Pajak. |
(3) |
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) berupa mengabulkan sebagian, atau mengabulkan seluruhnya, atau menolak. |
(4) |
Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) telah lewat dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan dianggap dikabulkan dengan mengacu kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
Permohonan Wajib Pajak yang diajukan sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini dan belum diterbitkan keputusan pengurangan, diproses berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini.
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.04/2000 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dinyatakan tidak berlaku.
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Maret 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,-
BOEDIONO
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.