Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 47/PMK.04/2005
Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 Tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang Dan Bahan, Dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47/PMK.04/2005
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/KMK.05/2000
TENTANG KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN,
DALAM RANGKA PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN INDUSTRI/INDUSTRI JASA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
- bahwa sehubungan dengan peningkatan kemampuan di bidang teknis dari instansi Pemerintah untuk melaksanakan verifikasi kebutuhan mesin, barang dan bahan dalam rangka pembangunan industri dan tambahan kebutuhan barang dan bahan dalam rangka pengembangan industri/perusahaan Penanaman Modal asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
- bahwa data realisasi impor yang dilakukan oleh industri/industri jasa yang mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk dalam rangka penanaman modal, sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas terpasang suatu industri serta realisasi investasi/penanaman modal;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, dalam rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944);
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944);
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
- Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, dalam rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa sebagaimana telah diubah dengan Keputusan menteri Keuangan Nomor 28/KMK.05/2001;
MEMUTUSKAN :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/KMK.05/2000 TENTANG KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN, DALAM RANGKA PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN INDUSTRI/INDUSTRI JASA.
Mengubah beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, dalam rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 28/KMK.05/2001 sebagai berikut:
-
Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Kebutuhan mesin, barang dan bahan dalam rangka pembangunan industri dan tambahan kebutuhan barang dan bahan dalam rangka pengembangan industri, diverifikasi oleh departemen/instansi terkait, yaitu: - Badan Koordinasi Penanaman Modal bagi Perusahaan PMA/PMDN;
- Departemen Perindustrian atau instansi terkait lainnya bagi perusahaan non PMA/PMDN.
(2) Dalam rangka melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Badan Koordinasi Penanaman Modal dapat meminta bantuan konsultasi teknis kepada surveyor yang ditunjuk Pemerintah.
(3) Dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Departemen Perindustrian atau instansi terkait lainnya dapat menggunkan surveyor yang ditunjuk Pemerintah.
-
Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diajukan kepada: - untuk Pembangunan Industri dalam rangka PMA/PMDN kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuknya;
- untuk Pengembangan Industri PMA/PMDN dan Non PMA/PMDN serta Pembangunan Industri Non PMA/PMDN kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 91) memenuhi persyaratan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal/Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan Keringanan Bea Masuk, dengan dilampiri daftar mesin atau barang dan bahan yang diberikan keringanan bea masuk serta penunjukan pelabuhan bongkar.
(3) Industri/Industri jasa yang mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk wajib: - menyelenggarakan pembukuan pengimporan mesin, barang dan bahan untuk keperluan audit di bidang kepabeanan;
- menyimpan dan memelihara paling singkat 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya, dokumen, catatan-catatn dan pembukuan sehubungan dengan pemberian fasilitas keringanan Bea Masuk;
- menyampaikan laporan tentang realisasi impor.
(4) dalam rangka melaksanakan realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam rangka investasi/penanaman modal, instansi terkaitmenggunakan surveyor yang ditunjuk Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juni 2005
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JUSUF ANWAR
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.