Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
MEMUTUSKAN :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
DARI HASIL-HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN.
Penerimaan Negara Bukan Pajak dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan terdiri dari Dividen, Sisa Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah dan Penjualan Saham Pemerintah.
(1) |
Dividen dan Sisa Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib disetor untuk untung rekening Bendahara Umum Negara (BUN) Nomor 502.000000 di Bank Indonesia. |
(2) |
Penyetoran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran dividen. |
(3) |
Penyetoran Sisa Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 berikut ketentuan pelaksanaannya. |
(4) |
Penyetoran hasil Penjualan Saham Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Jatuh tempo pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal: |
|
|
(2) | RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk RUPS Luar Biasa yang menetapkan perubahan atas pembagian laba perusahaan yang telah ditetapkan dalam RUPS sebelumnya. |
(3) | Jatuh tempo pembayaran Sisa Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), adalah 1 (satu) bulan setelah kesepakatan antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam koordinasi penetapan Rekening Kewajiban Pemerintah di Bank Indonesia yang akan dilunasi dari Sisa Surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah. |
(4) | Dalam hal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) jatuh pada hari libur, jatuh tempo yang berlaku adalah pada hari kerja berikutnya. |
Dalam hal Wajib Bayar tidak dapat melaksanakan kewajiban pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 dan 4, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan penetapan jatuh tempo pembayaran kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.
(1) |
Permohonan penetapan jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diajukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal pengesahan neraca dan laba/rugi serta laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(2) |
Wajib Bayar yang mengajukan permohonan penetapan jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan data pendukung secara lengkap dan benar, paling sedikit: |
|
|
(3) |
Jawaban atas permohonan penetapan jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan beserta data pendukung diterima secara lengkap dan benar. |
(4) |
Dalam hal data pendukung yang disampaikan masih kurang lengkap, Wajib Bayar harus melengkapi data pendukung dimaksud paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak pemberitahuan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan diterima oleh Wajib Bayar. |
(5) |
Jawaban atas permohonan bagi Wajib Bayar yang telah melengkapi kekurangan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal penyampaian data pendukung susulan diterima secara lengkap dan benar. |
(6) |
Dalam hal jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak diterbitkan setelah lewat jangka waktu, permohonan dianggap dikabulkan. |
(1) |
Dalam hal terdapat keterlambatan penyetoran dan atau kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Wajib Bayar wajib melunasinya dan ditambah dengan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pokok atau kekurangan Dividen atau Sisa Surplus Bank Indonesia Bagian Pemerintah, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan. |
(2) |
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan atau lebih sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Wajib Bayar wajib melunasinya ditambah dengan denda bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari PNBP Yang Terutang untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan. |
(3) |
Dalam hal terdapat kelebihan penyetoran atau pembayaran yang terutang, jumlah kelebihan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang wajib bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya. |
Bukti setor atas penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 7 ayat (1), wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penyetoran.
Risalah RUPS dari Perusahaan Perseroan, Perseroan Terbatas, Perusahaan Perseroan Terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah dan surat pengesahan laporan keuangan dari Perusahaan Umum serta dokumen kesepakatan antara Bank Indonesia dan Pemerintah, masing-masing disertai laporan keuangan yang telah diaudit wajib disampaikan oleh Wajib Bayar kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah diterbitkan.
Dalam hal Wajib Bayar terbukti dengan sengaja tidak membayar, tidak menyetor dan atau tidak melaporkan jumlah setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sehingga menimbulkan kerugian negara, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 203/KMK.017/2000 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Hasil-Hasil Kekayaan Negara yang Dipisahkan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.06/2001 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.