20 Agustus 2007 | 16 years ago

Tarif PPh Badan 30%, Perorangan 5-35%

Investor Daily

1887 Views

Pemerintah dan DPR akan membahas RUU Pajak Penghasilan (PPh) pekan depan. Dalam drafnya, pemerintah mengubah struktur tarif PPh dan menaikkan batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Tarif PPh untuk wajib pajak (WP) pribadi atau perorangan ditetapkan antara 5% hingga 35%, sedangkan tarif PPh untuk WP badan diberlakukan tunggal, sebesar 30%.

 

Berdasarkan draf RUU Perubahan Keempat atas UU No 7/1983 tentang Pajak Penghasilan yang diperoleh Investor Daily, untuk WP orang pribadi, pemerintah menetapkan empat lapisan penghasilan kena pajak (PKP). Untuk penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun, tarif PPh-nya 5%, di atas Rp 50 juta hingga Rp 100 juta kena PPh 15%, di atas Rp 100 juta hingga Rp 200 juta kena tarif 25%, serta penghasilan di atas Rp 200 juta dikenai tarif 35%.

 

Sedangkan untuk WP badan, pemerintah mengusulkan pemberlakuan tarif tunggal 30%. Sebelumnya, tarif yang dikenakan progresif, antara 10-30%.

 

Sementara itu, batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dinaikkan. Besarnya PTKP untuk WP pribadi adalah Rp 12 juta per tahun dari sebelumnya Rp 2.880.000 seperti diatur dalam UU 17/2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU Pajak Penghasilan. Bila WP telah kawin, besaran PTKP ditambah dengan Rp 1,2 juta untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk tiap keluarga. Besaran PTKP tersebut bertambah lagi Rp 12 juta bila penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami.

 

Dengan demikian, pasangan suami-istri bekerja dengan dua anak, batas PTKP-nya adalah Rp 27,6 juta per tahun.

 

Terkait hal tersebut, anggota Pansus Pajak yang juga anggota Komisi XI DPR RI Ali Masykur Musa, Harry Azhar Azis, dan Andi Rahmat senada mengatakan, sebaiknya besaran PTKP dan PKP tidak diatur dalam UU PPh. Hal itu cukup diatur melalui keputusan menteri keuangan (KMK) atas persetujuan DPR.

 

“Sebaiknya besaran PTKP atau PKP memang diatur dalam peraturan yang bersifat fleksibel seperti dalam bentuk PMK agar sesuai dengan kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tujuannya agar peraturan yang dibuat pemerintah tidak memberatkan masyarakat dan pelaku usaha kecil,” ujar Ali Masykur kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (20/8).

 

Harry Azhar Azis menambahkan, untuk menentukan besaran PTKP dan PKP, menteri keuangan harus berkonsultasi dulu dengan DPR.

 

Pada Pasal 7 ayat 3 dan Pasal 17 ayat 3 draf RUU PPh tersebut juga disebutkan bahwa penyesuaian besaran PTKP dan lapisan PKP dapat diubah dengan KMK.

 

“Biar tidak terkesan aneh antara UU dan KMK, sebaiknya yang diatur dalam UU memang hanya kriteria penghasilan tidak kena pajak atau kena pajak saja. Rumusan yang sekarang belum mengatur hal itu, sehingga perlu ditambahkan,” kata Harry.

 

Berdasarkan daftar inventarisasi masalah (DIM) FPDIP atas RUU PPh, fraksi tersebut mengusulkan PTKP menjadi Rp 60 juta per tahun dan tambahan Rp 6 juta per tahun untuk WP yang sudah kawin serta tambahan Rp 60 juta untuk istri yang perpenghasilan. PTKP akan ditambah lagi Rp 6 juta untuk setiap anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus.

 

Ketua Pansus Pajak Melchias Markus Mekeng menjelaskan, RUU PPh akan dibahas mulai pekan depan. Saat ini, kata dia, masih dilakukan kompilasi bahan-bahan RUU PPh usulan pemerintah serta tanggapan fraksi-fraksi di DPR. “Pembahasan RUU PPh diharapkan selesai pada masa sidang tahun ini,” ujar Melchias.


Sanksi

 

Draf RUU PPh yang baru ini juga memuat pemberian sanksi lebih besar kepada WP yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Di antaranya adalah menyangkut tarif potongan atas penghasilan dalam pasal 21. WP yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibanding WP yang dapat menunjukkan NPWP.

 

Sedangkan mengenai pungutan, WP yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan lebih tinggi 100% dari tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

 

“RUU PPh ini akan mengatur pula soal pengenaan PPh atas penerbitan SUN syariah. Mengenai hal ini, DPR menyerahkan besarannya kepada pemerintah,” kata Andi Rahmat. (c99)