Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-114260.99
Pokok Sengketa:
bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 7 Juni 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak;
Menurut Tergugat:

bahwa dasar hukum yang digunakan Tergugat adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009
- Pasal 14 ayat (1d) dan (4)
- Pasal 36 ayat (1) huruf c
- Pasal 36 ayat (2)
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009
- Pasal 13 ayat (5)
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
- Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (8), (9) dan (10)
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak
e. Angka 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-151/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

bahwa surat permohonan Penggugat Nomor 058/Tax-FBI/VII/2017 tanggal 03 Juli 2017 perihal permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012, diproses oleh Tergugat sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/2014 tanggal 7 April 2014 yaitu dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima;

bahwa Tergugat mengenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena pada awal tahun kalender bulan Januari 2012, Penggugat menerbitkan faktur pajak tidak dimulai dari nomor urut 00000001 sehingga Tergugat berpendapat bahwa faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat merupakan faktur pajak cacat;

bahwa diketahui bahwa penomoran faktur pajak oleh Penggugat tidak berurutan (mengacak), yaitu dari faktur pajak nomor 010.000-12.00000314 loncat ke faktur pajak nomor 010.000-12.00000319;

bahwa oleh karenanya Tergugat berpendapat bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku;

bahwa dalam persidangan, Tergugat menyampaikan penjelasan-penjelasan tertulis yang disenpurnakan dengan kesimpulan akhir tanggal 04 Desember 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa Gugatan/Penerbitan Obyek Gugatan

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/16 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 diterbitkan oleh KPP Penanaman Modal Asing Tiga dengan perhitungan sebagai berikut:

Uraian Menurut
Penggugat/PKP (Rp) Terbanding/Fiskus (Rp)
1. Pajak harus dibayar 0 0
2. Telah dibayar 0 0
3. Kurang dibayar 0 0
4. Sanksi Administrasi:
f. Denda Pasal 14 (4) KUP
0
- 2% dari DPP yang terkait SKP
0 72.806.350
- 2% dari DPP yang tidak terkait SKP
19.050.291.662
Jumlah Sanksi Administrasi
19.123.098.012
5. Jumlah yang masih harus dibayar 19.123.098.012

bahwa pengenaan sanksi administrasi Denda Pasal 14 (4) KUP karena penerbitan Faktur Pajak cacat sebesar Rp19.123.098.012,00, demikian tidak ada kerugian Negara yang ditimbulkan;

Tanggapan Tergugat

Dasar Hukum Formal

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009
- Pasal 3 ayat (1) dan penjelasannya
- Pasal 14 ayat (1), (4) dan (6)
- Pasal 36 ayat (1) huruf c
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
- Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2)
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2010
- Pasal 1
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak
- Pasal 2 huruf c
- Pasal 17 ayat (1), (2) dan (3)

Dasar Hukum Material

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
- Pasal 13 ayat (5) dan penjelasannya
- Pasal 13 ayat (8)
- Pasal 13 ayat (9) dan penjelasannya
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak
- Pasal 4
- Pasal 5 ayat (1) dan (2)
- Pasal 9

Ketentuan Teknis Pelaksanaan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010

Diktum Menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, perlu menetapkan Peraturan Jenderal Pajak tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pernberitahuan dalarn rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
- Pasal 5 ayat (1) dan (3)
- Pasal 6 ayat (3)
- Pasal 8
- Pasal 9 ayat (1)
- Pasal 15 ayat (1)

Surat Edaran Pengantar

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 Tentang Penyampaian Peraturan Nomor 38/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak Dan Peraturan Nomor PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak Direktur Jenderal Pajak

bahwa Hal-hal yang perlu mendapat perhatian sehubungan dengan diterbitkannya kedua peraturan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Angka 6
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak cacat;

Angka 7
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak antara lain:
a. PKP hanya mengisi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan. Kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak akan mengakibatkan Faktur Pajak tersebut menjadi cacat;
d. Nomor Urut dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status dan mata uang yang digunakan serta Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap (eks Faktur Pajak Sederhana);

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-151/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

bahwa hal-hal penting yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut antara lain sebagai berikut:

Angka 3
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) PER-13/PJ./2010 dapat menerbitkan Faktur Pajak Pengganti, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Faktur Pajak yang salah pengisian nomor urutnya diganti dengan Faktur Pajak pengganti dengan mengisi nomor urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak dengan nomor unit yang sebenamya;
b. Kode Status pada Kode Faktur Pajak Pengganti adalah Kode Status 1 (satu);
c. Tahun Penerbitan pada Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti adalah tahun penerbitan Faktur Pajak yang diganti;
d. Tanggal penerbitan Faktur Pajak Pengganti sama dengan tanggal penerbitan Faktur Pajak yang diganti;
e. Pada Faktur Pajak Pengganti dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti;
f. Faktur Pajak Pengganti dan Faktur Pajak yang diganti agar diadministrasikan dan digabungkan rnenjadi 1 (satu) berkas;
PKP harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti;

Angka 4
Apabila dalam Formulir 1111 A2 SPT Masa PPN 1111 terdapat nomor Faktur Pajak yang tidak berurutan maka Pengusaha Kena Pajak harus dapat memberikan penjelasan atau keterangan yang menyebabkan nomor Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN tidak urut;

Angka 5
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena:
a. pengisian Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan;
b. pengisian Kode Cabang pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan; atau
c. pengisian Nomor Unit pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan; dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

Data dan Fakta

Berdasarkan halaman 41 Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor LAP-3/WPJ.07/KP.0405/2014 tanggal 23 Januari 2014 dan Kertas Kerja Pemeriksaan, diketahui bahwa Penggugat dikenakan sanksi administrasi berupa antara lain denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp19.123.098.012,00 dengan penjelasan sebagai berikut:

Penghitungan sanksi administrasi denda:

bahwa koreksi atas Penyerahan BKP/JKP dimana Penggugat tidak membuat Faktur Pajak dan tidak malaporkan dalam SPT Masa PPN dengan Nilai DPP sebesar Rp5.707.967.215,00 dengan rincian :
- Nilai DPP akibat koreksi peredaran usaha dari bukti potong Rp2.612.577.614,00
- Nilai DPP akibat koreksi arus piutang Rp1.241.312.666,00
- Nilai DPP akibat koreksi penjualan aktiva tetap Rp 350.200.000,00
- Nilai DPP akibat koreksi peredaran usaha dari bukti Rp 150.000.000,00
- Nilai DPP akibat koreksi equalisasi dengan other income Rp1.353.876.935,00
Rp5.707.967.215,00

bahwa Faktur Pajak yang telah diterbitkan dengan Nilai DPP sebesar Rp1.643.777.149.378,00 merupakan Faktur Pajak cacat karena Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian nomor urut pada kode dan nomor seri faktur pajak, sehingga faktur pajak yang diterbitkan merupakan faktur pajak cacat. Kesalahan tersebut adalah :

a) Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor urut 00000001 sehingga faktur yang diterbitkan merupakan faktur pajak cacat;
b) Nomor urut pada Nomor seri Faktur Pajak dibuat secara tidak berurutan (Nomor loncat) sehingga termasuk kategori Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian kode dan Nomor seri Faktur Pajak sehingga Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat;
c) Berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan, diketahui bahwa penomoran faktur pajak oleh Penggugat adalah sebagai berikut:
1) Penomoran Faktur Pajak pada masa pajak Januari 2012 tidak dimulai dari Nomor 00000001;
2) Penomoran Faktur Pajak tidak berurutan (mengacak), yaitu dari Faktur Pajak Nomor 010.000- 12.00000314 loncat ke Faktur Pajak Nomor 010.000-12.00000319;

bahwa perhitungan DPP sanksi administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP:
- tidak membuat Faktur Pajak dan tidak melaporkan dalam SPT Masa PPN Rp 5.707.967.215,00
- Faktur Pajak cacat karena kesalahan dalam pengisian nomor urut Rp1.643.777.149.378,00
Jumlah DPP sanksi administras Rp1.649.485.116.593,00

bahwa jumlah DPP sanksi administrasi denda tersebut terbagi menjadi periode:
- Masa Agustus-Desember 2011 Rp 693.330.215.975,00
- Masa Januari-Juli 2012 Rp 956.154.900.618,00
Jumlah Rp1.649.485.116.593,00

bahwa perhitungan sanksi administrasi dalam STP Nomor 00005/107/121/056/14 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012
- Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP: Rp956.154.900.618,00 x 2% = Rp 19.123.098.012,00

bahwa penjelasan Tergugat terkait Ketentuan Formal Batas Waktu Penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 7 Juni 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c karena Permohonan Wajib Pajak:

a. Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dengan Surat Nomor 336/Tax-FBI/XII/2016 tanggal 9 Desember 2016 yang diterima Kantor Pelayanan Pajak Penanarnan Modal Asing Tiga tanggal 9 Desember 2016 berdasarkan LPAD Nomor PEM:01006592\056\dec\2016 tanggal 9 Desember 2016;
b. bahwa atas surat permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang diajukan oleh Penggugat telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak tanggal 7 Juni 2017, yang selanjutnya disampaikan kepada Penggugat melalui pos pada tanggal 7 Juni 2017;
c. bahwa ketentuan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang kemudian diatur Iebih lanjut dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 yang mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan adalah terhitung sejak tanggal surat permohonan diterima sampai dengan harus menerbitkan surat keputusan dan bukan mengirimkan surat keputusan, yang berarti bahwa apabila Penggugat mengajukan permohonan pada tanggal 9 Desember 2016 (diterima di KPP PMA Tiga), maka Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan dalam bentuk penerbitan surat keputusan paling lama tanggal 8 Juni 2017. Alasan Penggugat yang menyatakan bahwa batas waktu/jatuh tempo menerbitkan/mengirirnkan keputusan jatuh pada tanggal 8 Juni 2017 dan baru menerima keputusan tanggal 9 Juni 2017 adalah tidak relevan karena faktanya Surat Keputusan Nomor KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak diterbitkan tanggal 7 Juni 2017 dan disampaikan kepada Penggugat melalui pos tanggal 7 Juni 2017;
d. bahwa dengan demikian, Tergugat berpendapat bahwa surat permohonan Penggugat yang diajukan pada tanggal 9 Desember 2016 dan kemudian atas permohonan Penggugat tersebut telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 7 Juni 2017 dan telah disampaikan kepada Penggugat melalui pos pada tanggal 7 Juni 2017 tidak melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sehingga penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang diajukan oleh Penggugat telah dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa Penjelasan Tergugat atas pendapat Penggugat bahwa Pemeriksa Pajak telah menerapkan sanksi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP secara tidak tepat dan tidak ada pelanggaran terhadap PER-13/PJ/2010 atau PER-651PJ/2010 :

a. bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN mengatur antara lain bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak yang memuat antara lain Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. Bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material yang mana persyaratan formal tersebut adalah apabila Faktur Pajak diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan antara lain mengenai kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;

bahwa Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang PPN telah mendelegasikan kewenangan untuk mengatur Iebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak, yaitu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
b. bahwa Pasal 4 PMK Nomor 38/PMK.03/2010 mengatur bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak yang rnemuat antara lain kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan bahwa Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila Faktur Pajak diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan ketentuan antara lain mengenai kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;

bahwa selanjutnya berdasarkan Pasal 9 PMK Nomor 38/PMK.03/2010, ketentuan pengaturan Iebih lanjut mengenai tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak didelegasikan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak;

bahwa selanjutnya berdasarkan Pasal 13 PMK Nomor 84/PMK.03/2012, ketentuan pengaturan Iebih lanjut mengenai tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak didelegasikan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak;

bahwa dalam Diktum Menimbang Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010, jelas dinyatakan bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 ini diterbitkan berdasarkan amanat Pasal 9 PMK Nomor 38/PMK.0312010 yaitu untuk mengatur mengenai antara lain tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak dan dalam Diktum Menimbang Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keungan Nomor 84/PMK.03/2012 yaitu tata cara pengisian keterangan Faktur Pajak. Bahwa Peraturan Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 dinyatakan tetap berlaku samapai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 pada tanggal 01 April 2013;

bahwa pendelegasian kewenangan untuk mengatur tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak ini telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa pendelegasian langsung kepada Direktur Jenderal hanya dapat diberikan oleh Peraturan Perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah dari pada Undang-Undang, yang dalam hal ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 merupakan delegatif dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Pengantian Faktur Pajak yang selanjutnya telah diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012;
c. bahwa sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang PPN;

bahwa Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 84/PMK.03/2012 secara jelas mengatur mengenai sanksi yaitu bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak sesuai ketentuan yaitu Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar, dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang selanjutnya pengenaan sanksi ini diatur dalam Pasal 1 PMK Nomor 189/PMK.03/2010. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 ini mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh Pasal 14 ayat (6) Undang-Undang KUP;

bahwa dengan demikian ketentuan Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 84/PMK.03/2012 dan Pasal 1 PMK Nomor 189/PMK.03/2010 yang mengatur pengenaan sanksi ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan harus dilaksanakan;
d. bahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak yang rnemenuhi persyaratan formal adalah Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan, antara lain keterangan mengenai kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan keterangan tersebut diisi secara lengkap, jelas dan benar. Bahwa definisi secara umum frase diisi secara lengkap, jelas dan benar berdasarkan ketentuan perpajakan, terdapat dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP antara lain yang dimaksud dengan frasa ‘benar’ adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

bahwa selanjutnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010 bahwa:
- Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 8 (delapan) digit Nomor Urut, Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, serta penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari;
- dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan dalam Pasaf 13 ayat (5) Undang-Undang PPN dan melakukan kesalahan daiam pengisian Kode dan Nomor Seri, maka Faktur Pajak yang diterbitkan tersebut merupakan Faktur Pajak cacat;
- Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dalam hal antara lain menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, dan benar dan/atau menerbitkan Faktur Pajak cacat;
e. bahwa pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan selanjutnya diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dan Pasal 1 PMK Nomor-189/PMK.03/2010;

bahwa pemahaman pengenaan sanksi dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan harus dipahami sebagai satu kesatuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana amanat Pasal 14 ayat (1) huruf e dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. Oleh karena itu, pendapat Penggugat yang menyatakan bahwa tidak ada Pasal, ayat dan/atau ketentuan dalam Undang- Undang Perpajakan baik UU KUP dan UU PPN yang menyatakan dan/atau mengatur bahwa atas Faktur Pajak cacat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak, adalah tidak benar, karena peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana telah Tergugat uraikan telah jelas mengatur mengenai pengenaan sanksi bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak sesuai ketentuan;
f. bahwa penomoran Faktur Pajak yang dilakukan oleh Penggugat pada Masa Pajak Januari 2012 tidak dimulai dari Nomor 00000001 dan adanya penomoran Faktur Pajak yang dilakukan oleh Penggugat dengan Nomor tidak berurutan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang-Undang PPN yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 8, Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ12010;

bahwa oleh karena itu, terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas dan benar karena pengisian Nomor Urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan, dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UndangUndang KUP;

bahwa dengan demikian, pengenaan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP pada Surat Tagihan Pajak PPN Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

Penjelasan Tergugat terkait penjelasan Angka 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-151/PJ/2010

a. bahwa ketentuan SE-151/PJ/2010 pada angka 4 ada kaitannya dengan ketentuan angka 3 yang menyatakan sebagai berikut:

Angka 3
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) PER-13/PJ./2010 dapat menerbitkan Faktur Pajak Pengganti, dengan ketentuan antara lain Faktur Pajak yang salah pengisian nomor urutnya diganti dengan Faktur Pajak pengganti dengan mengisi nomor unit pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak dengan nomor urut yang sebenamya, PKP harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti;

Angka 4
Apabila dalam Formulir 111 A2 SPT Masa PPN 1111 terdapat nomor faktur pajak yang tidak berurutan maka Pengusaha Kena Pajak harus dapat memberikan penjelasan atau keterangan yang menyebabkan iornor faktur pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN tidak urut;
b. bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, PKP yang menerbitkan Faktur pajak tidak sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) PER-13/PJ./2010 seharusnya dapat menerbitkan faktur pajak penggantian, melakukan pembetulan SPT PPN dan memberikan penjelasan atau keterangan;

bahwa Penggugat menerbitkan faktur pajak dengan tidak benar karena nomor urut pada nomor seri Faktur Pajak dibuat secara tidak berurutan (nomor loncat) sehingga mengakibatkan keseluruhan penomoran Faktur Pajak menjadi tidak berurutan. Atas kesalahan tersebut Penggugat tidak melakukan penggantian faktur pajak, tidak melakukan pembetulan SPT Masa PPN dan tidak memberikan penjelasan atau keterangan sesuai dengan ketentuan PER-13/PJ./2010 angka 3 dan 4;
c. bahwa ketentuan SE-151/PJ/2010 angka 4 tidak serta merta meniadakan pengenaan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP, sebagaimana yang dijelaskan Iebih lanjut pada SE-151/PJ/2010 angka 5 huruf c, yaitu Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena pengisian nomor unit pada kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan, dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

bahwa Tergugat berpendapat bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 telah diterbitkan dengan perhitungan jumlah sanksi administrasi denda yang benar dan telah diterbitkan sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. Dengan demikian, tidak terdapat ketidakbenaran penghitungan jumlah sanksi administrasi denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dan tidak terdapat ketidakbenaran penerbitan pada Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak karena permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 14 yang tidak benar;

bahwa:
- Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 tidak memenuhi ketentuan Pasal 17 ayat (2) PMK Nomor 8/PMK.03/2013 sebagai Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak karena tidak terdapat ketidakbenaran penghitungan jumlah sanksi administrasi denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP; dan
- Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 tidak memenuhi ketentuan Pasal 17 ayat (3) PMK Nomor 8/PMK.03/2013 sebagai Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak karena tidak terdapat ketidakbenaran penerbitan pada Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012;
maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 7 Juni 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C karena Permohonan Wajib Pajak dengan amar menolak permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak dan mempertahankan Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 telah diterbitkan sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP dan Pasal 2 huruf c serta Pasal 17 PMK Nomor 8/PMK.03/2013;

Menurut Penggugat :
bahwa Penggugat tidak setuju dengan sanksi administratif Pasal 14 ayat (4) UU KUP yang diterapkan oleh Tergugat dengan alasan bahwa seluruh Faktur Pajak yang Penggugat terbitkan adalah “cacat” dengan alasan sebagai berikut:

bahwa seharusnya sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak tidak dapat diterapkan terhadap Penggugat karena Penggugat selaku PKP :

1) telah membuat faktur pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan;
2) telah mengisi faktur pajak secara lengkap sesuai Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, yaitu telah memenuhi unsur-unsur yang harus ada dalam faktur pajak, yakni telah memuat:
- nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
- nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
- jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian dan potongan harga;
- PPN yang dipungut;
- PPn BM yang dipungut (dalam hal ini, PPn BM tidak berlaku);
- kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak, dan
- nama dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
yang dikenakan Sanksi Pasal 14 ayat (4) adalah atas faktur pajak yang ‘tidak diisi secara lengkap’, bukan atas faktur pajak ‘cacat’;
3) telah melaporkan faktur pajak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;

bahwa Penggugat berpendapat bahwa tidak ada pelanggaran terhadap PER-13/PJ/2010 atau PER-65/PJ/2010 dengan alasan sebagai berikut:
a. bahwa Penggugat telah menerbitkan faktur pajak secara lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN karena Faktur pajak yang diterbitkan telah memenuhi persyaratan secara formal dan material serta memuat seluruh keterangan secara lengkap sebagaimana disyaratkan dalam dan UU KUP Tahun 2007 Pasal 14 ayat (1e) dan UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (5);
b. bahwa Penggugat telah menerbitkan faktur pajak sesuai dengan batas waktu yang diatur sehingga tidak melewati batas waktu dan telah melaporkan faktur pajak yang Penggugat terbitkan tersebut sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;
c. bahwa Penggugat juga tidak melanggar pasal-pasal sebagai berikut:
- Pasal 7 ayat (7), karena Penggugat tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang karena tidak terdapat penggunaan kode cabang dalam perusahaan Penggugat dan Penggugat tidak menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Kode Cabang karena tidak terdapat penggunaan kode cabang dalam perusahaan Penggugat;
- Pasal 8, karena Penggugat tidak melakukan kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Penggugat terbitkan. Kode dan nomor seri faktur pajak yang Penggugat terbitkan telah sesuai dengan pasal 6 PER-13 sebagaimana telah dirubah dengan PER-65;
- Pasal 9 ayat (10), karena Penggugat tidak terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan mengenai faktur pajak mengulang mulai dari nomor urut 00000001 karena nomor urut yang Penggugat terbitkan masih cukup dan memadai tanpa harus mengulang dari nomor urut 00000001;
- Pasal 10 ayat (6), karena Penggugat tidak terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang mengenai penyampaian pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Penggugat telah melaporkan specimen penandatanganan faktur pajak ke KPP PMA Tiga dengan tepat waktu;

bahwa Penggugat berpendapat bahwa tidak ada Pasal, ayat dan/atau ketentuan dalam UndangUndang Perpajakan baik UU KUP dan UU PPN yang menyatakan dan/atau mengatur bahwa atas Faktur Pajak cacat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak;

bahwa Pasal 14 ayat (4) UU KUP mengatur penerapan sanksi administrasi berupa denda 2% dari DPP terbatas hanya pada hal-hal yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d,e, atau f UU KUP, dan tidak menyebutkan penerapan sanksi administrasi atas Faktur Pajak cacat;

bahwa Pasal 13 ayat (8) UU PPN hanya memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menerbitkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tidak memberikan kewenangan untuk mengatur dan/atau menerapkan sanksi perpajakan atas Faktur Pajak. Dengan demikian menurut Penggugat peraturan Dirjen Pajak berupa PER-13/PJ./2010 dan PER-65/PJ/2010 yang digunakan pemeriksa untuk mengenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dari DPP atas Faktur Pajak Penggugat jelas-jelas bertentangan dengan UU Perpajakan (UU KUP dan UU PPN), dan karenanya tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk mengenakan sanksi administrasi denda 2% dari DPP bagi perusahaan Penggugat;

bahwa dalam persidangan, Penggugat menyampaikan penjelasan-penjelasan tertulis yang disempurnakan dengan pernyataan akhir nomor 0150/Tax-FBI/XI/2017 tanggal 30 November 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Rangkuman Pokok Permasalahan

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 Masa Pajak Januari s.d. Juli 2012 diterbitkan oleh Tergugat dengan perhitungan sebagai berikut:
Uraian Menurut
Penggugat/PKP (Rp) Terbanding/Fiskus (Rp)
1. Pajak harus dibayar 0 0
2. Telah dibayar 0 0
3. Kurang dibayar 0 0
4. Sanksi Administrasi:
f. Denda Pasal 14 (4) KUP
0
- 2% dari DPP yang terkait SKP
0 72.806.350
- 2% dari DPP yang tidak terkait SKP
19.050.291.662
Jumlah Sanksi Administrasi
19.123.098.012
5. Jumlah yang masih harus dibayar 19.123.098.012

bahwa Penggugat setuju dan tidak mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi serta gugatan atas sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP yang terkait SKP sebesar Rp72.806.350,00;

bahwa sementara yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan gugatan ini adalah sanksi administrasi sebesar Rp19.050.291.662,00 yang berasal dari 2% DPP PPN yang tidak terkait SKP, dimana DPP yang tidak terkait SKP tersebut adalah seluruh peredaran usaha Penggugat pada Tahun Pajak 2012 dikarenakan nomor urut Faktur Pajak tidak dimulai dari nomor urut 01 dan beberapa nomor Faktur Pajak tidak berurutan;

bahwa sehubungan dengan pokok permasalahan yang telah Penggugat uraikan tersebut, berikut Penggugat rangkum kembali alasan-alasan ketidaksetujuan Penggugat dalam Surat Pernyataan Akhir Sidang ini dengan uraian sebagai berikut:

1. bahwa Penggugat berpendapat bahwa pengenaan sanksi 2% dari seluruh peredaran usaha Penggugat selama 1 tahun (Agustus 2011 s.d. Juli 2012) sangatlah tidak adil, hanya dikarenakan kesalahan administrasi yang dilakukan oleh Penggugat, yaitu menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari nomor unit 01 dan juga terdapat beberapa nomor Faktur Pajak yang diterbitkan secara tidak berurut. Jika memang Tergugat ingin mengenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), seharusnya Tergugat hanya mengenakan sanksi atas nomor Faktur Pajak yang tidak berurut dan/atau nomor unit 01;
2. bahwa namun demikian, tidak ada satupun kalimat di dalam Undang-Undang PPN beserta Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Surat Edaran terkait yang menyatakan bahwa penerbitan Faktur Pajak yang tidak dimulai dari nomor unit 01 dan tidak berurut dikenakan sanksi 2% dari DPP sesuai Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP;
3. bahwa Pasal 13 ayat (8) UU PPN hanya memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menerbitkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tidak memberikan kewenangan untuk mengatur dan/atau menerapkan sanksi perpajakan atas Faktur Pajak. Dengan demikian menurut Penggugat peraturan Dirjen Pajak berupa PER-13/PJ./2010 dan PER-65/PJ/2010 yang digunakan Tergugat untuk mengenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dari DPP atas Faktur Pajak Penggugat jelas-jelas bertentangan dengan UU Perpajakan (UU KUP dan UU PPN), dan karenannya tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk mengenakan sanksi administrasi denda 2% dari DPP bagi perusahaan Penggugat;
4. Bahwa pada penjelasan Angka 4 dan Angka 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-151/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, telah disampaikan bahwa:
Angka 4
Apabila dalam Formulir 1111 A2 SPT Masa PPN 1111 terdapat nomor Faktur Pajak yang tidak berurutan maka Pengusaha Kena Pajak harus dapat memberikan penjelasan atau keterangan yang menyebabkan nomor Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN tidak urut;

Angka 5
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena:
a. pengisian Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan;
b. pengisian Kode Cabang pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan; atau
c. pengisian Nomor Urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan; dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

bahwa sehingga berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak tidaklah dapat diterapkan terhadap Penggugat, dikarenakan selain Penggugat telah memberikan penjelasan dan keterangan mengenai alasan nomor Faktur Pajak yang tidak berurutan dalam SPT Masa PPN yang telah dilaporkan, juga tidak ada ketentuan yang Penggugat langgar, termasuk menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar, sebagaimana disebutkan dalam Angka 5 SE-151 yang dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;
5. bahwa dengan dikenakannya sanksi administrasi terhadap semua Faktur Pajak yang Penggugat terbitkan, sangatlah tidak adil bagi Penggugat, karena Penggugat dengan itikad baik telah membuat dan melaporkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang ada. Kesalahan administrasi seharusnya tidak membuat semua Faktur Penggugat menjadi cacat. Apabila dianggap demikian, maka sama halnya dengan Penggugat tidak menerbitkan dan melaporkan Faktur Pajak;

bahwa dengan diberikannya sanksi kepada Penggugat sebesar Rp14.466.005.809,00 untuk Masa Pajak Agustus - Desember 2011 dan Rp19.123.098.012,00 untuk Masa Pajak Januari - Juli 2012 dengan total Rp33.589.103.821,00 sangatlah tidak adil bagi Penggugat bila dibandingkan dengan jumlah pendapatan sebelum pajak Penggugat yang hanya sebesar Rp40.344.238.089,00. Sanksi yang diberikan sangatlah besar hanya dikarenakan kesalahan administrasi yang menurut UndangUndang Perpajakan seharusnya tidak dikenakan sanksi;
6. bahwa dalam hal terdapat nomor urut Faktur Pajak yang tidak dilaporkan oleh Penggugat, namun ternyata dikreditkan oleh pihak lawan transaksi Penggugat, maka Tergugat seharusnya dapat melakukan konfirmasi negatif dengan pihak lawan transaksi Penggugat. Di samping itu, semua pajak terutang sesuai faktur pajak yang Penggugat terbitkan (setelah diperhitungkan dengan pajak masukan) telah Penggugat setorkan ke kas negara sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan demikian tidak ada kerugian Negara yang Penggugat timbulkan dari penerbitkan Faktur Pajak yang tidak berurut tersebut;

bahwa demi keadilan, Penggugat memohon agar Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01697/NKEB/ WPJ.07/2017 tanggal 7 Juni 2017 dibatalkan dan sanksi administrasi berupa denda 2% dari DPP sebagaimana disebutkan dalam Surat Tagihan Pajak Nomor 00005/107/12/056/14 tanggal 28 Januari 2014 sebesar Rp19.123.098.012,00 tersebut dikurangi menjadi sebesar Rp72.806.350,00;


Menurut Majelis:
bahwa Majelis berpendapat Pokok Sengketa terbukti dalam sengketa gugatan adalah pengenaan sanksi administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena Penggugat membuat Faktur Pajak dengan nomor urut Faktur Pajak tidak dimulai dari nomor urut 01 dan nomor Faktur Pajak tidak berurutan sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap:
Menimbang:
bahwa Tergugat mengenakan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP terkait faktur pajaknya tidak Iengkap dengan uraian sebagai berikut:
- bahwa sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP beradasrkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak;
- bahwa diketahui bahwa Penggugat melakukan kesalahan dalam pengisian nomor urut pada kode dan nomor seri faktur pajak, yaitu nomor urut pada nomor seri Faktur Pajak dibuat secara tidak berurutan (nomor loncat) sehingga termasuk kategori Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri Faktur Pajak sehingga faktur pajak yang diterbitkan merupakan faktur pajak cacat
- bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN mengatur antara lain bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak yang memuat antara lain Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. Bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material yang mana persyaratan formal tersebut adalah apabila Faktur Pajak diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan antara lain mengenai kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;
- bahwa Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang PPN telah mendelegasikan kewenangan untuk mengatur Iebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak, yaitu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
- bahwa Pasal 5 ayat (2) PMK Nomor 38/PMK.03/2010 secara jelas mengatur mengenai sanksi yaitu bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal yaitu Faktur Pajak tidak diisi secara lengkap, jelas, dan benar, dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang selanjutnya pengenaan sanksi ini diatur dalam Pasal 1 PMK Nomor 189/PMK.03/2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 ini mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh Pasal 14 ayat (6) Undang-Undang KUP;
- bahwa penomoran Faktur Pajak yang dilakukan oleh Penggugat dengan nomor yang tidak berurutan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang-Undang PPN yang diatur Iebih lanjut dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.03/2010 dan diatur Iebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010;

bahwa Penggugat tidak setuju terhadap pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP terkait faktur pajaknya tidak Iengkap dengan uraian sebagai berikut :
- bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat telah sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN No 42 Tahun 2009 sehingga Faktur Pajak yang diterbitkan telah lengkap;
- bahwa Penggugat telah menerbitkan faktur pajak sesuai dengan batas waktu yang diatur sehingga tidak melewati batas waktu dan telah melaporkan faktur pajak yang Penggugat terbitkan tersebut sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
- bahwa Penggugat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak sehingga memenuhi ketentuan Pasal 1 ayat (8) PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012;
- bahwa Penggugat berpendapat bahwa tidak ada pelanggaran terhadap PER-13/PJ/2010 atau PER-65/PJ/2010;
- bahwa Penggugat berpendapat bahwa tidak ada Pasal, ayat dan/atau ketentuan dalam UndangUndang Perpajakan baik UU KUP dan UU PPN yang menyatakan dan/atau mengatur bahwa atas Faktur Pajak cacat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak;
- bahwa Pasal 13 ayat (8) UU PPN hanya memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menerbitkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tidak memberikan kewenangan untuk mengatur dan/atau menerapkan sanksi perpajakan atas Faktur Pajak sehingga Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010 dan PER-65/PJ/2010 untuk mengenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dari DPP bertentangan dengan UU UU KUP dan UU PPN, dan karenanya tidak dapat dijadikan dasar hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan pokok sengketa a quo, Majelis berpendapat sebagai berikut:
- bahwa dasar hukum yang digunakan Tergugat untuk mengenakan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena Penggugat menerbitkan Faktur Pajak tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP;
- bahwa sengketa a quo adalah sengketa yuridis terkait dengan penerbitan Faktur Pajak dengan dengan nomor urut Faktur Pajak tidak dimulai dari nomor urut 01 dan nomor Faktur Pajak tidak berurutan merupakan Faktur Pajak tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP
- bahwa tidak terdapat bantahan bahwa terdapat fakta hukum berupa penerbitan Faktur Pajak dengan dengan nomor urut Faktur Pajak tidak dimulai dari nomor urut 01 dan nomor Faktur Pajak tidak berurutan yang dilakukan Penggugat;

bahwa atas sengketa yuridis, Majelis akan mempertimbangkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait sengketa aquo sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 14
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
(2) Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
(4) Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
(5) Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(6) Tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 14 ayat (4) :
Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 1 angka 23
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Pasal 1 angka 25
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Pasal 13 ayat (5)
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. . Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Pasal 13 ayat (8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
3. Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak :
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak;
b. tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
c. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
d. tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
e. tata cara pembatalan Faktur Pajak,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
4. Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak :
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam hal :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. Berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu;
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, kecuali isian faktur pajak tersebut telah mencantumkan :
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-65/PJ/2010;

Pasal 1 ayat 9
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 5
(1) Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.
(2) Dalam hal diperlukan, Pengusaha Kena Pajak dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
(3) Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak cacat
(4) Dihapus
(5) Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 8
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat.

Pasal 9
(1) Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan.
(2) Penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan atau Pengusaha Kena Pajak yang pindah Kantor Pelayanan Pajak, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan atau dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak yang baru
(3) Dalam hal Faktur Pajak diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, maka Nomor Urut 00000001 dimulai pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya kecuali bagi Kantor Cabang yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
(4) Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun kalender berikutnya, Nomor Urut pada FakturPajak yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 00000001.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang Nomor Urut pada Faktur Pajak-nya di Kantor Pusat atau di Kantor-Kantor Cabangnya telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan).
(6) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan Nomor Urut 00000001 digunakan kembali, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(7) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus menerbitkan Faktur Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada awal tahun kalender berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
(8) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor Urut 00000001, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat.
(9) Ketentuan pada ayat (8) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(10) Dalam hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak mulai dari Nomor Urut 00000001 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan Masa Pajak Desember atau sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat.

Pasal 15
(1) Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UndangUndang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal:
a. menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
b. menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan/atau
c. menerbitkan Faktur Pajak cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7), Pasal 8, Pasal 9 ayat (10), dan Pasal 10 ayat (6).
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
(3) Bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang:
a. Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan.
b. Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

bahwa berdasarkan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas dikaitkan dengan sengketa a quo Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa Faktur Pajak yang diisi dengan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dengan rincian sebagai berikut :
bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-65/PJ/2010 diatur mengenai tata cara kelengkapan pengisian nomor seri Faktur Pajak yaitu dalam Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, dan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-65/PJ/2010;
bahwa Majelis berpendapat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-65/PJ/2010 pada Tahun Pajak 2011 berlaku sebagai hukum positif karena tidak dicabut/diubah dengan peraturan yang sejajar atau peraturan yang lebih tinggi maupun oleh Pengadilan;
bahwa Faktur Pajak yang dengan nomor urut tidak dimulai dari nomor urut 01 dan nomor Faktur Pajak tidak berurutan merupakan Faktur Pajak yang menerbitannya tidak sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-65/PJ/2010 sehingga bukan merupakan Faktur Pajak yang diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984;
bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat Faktur Pajak yang dengan nomor urut tidak dimulai dari nomor urut 01 dan nomor Faktur Pajak tidak berurutan untuk Tahun Pajak 2011 merupakan Faktur Pajak tidak lengkap;

bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis berkesimpulan Pengenaan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP terkait faktur pajaknya tidak Iengkap oleh Tergugat, sudah tepat dan memiliki dasar yang kuat;

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas keterangan dan bukti-bukti dalam persidangan, ketentuan perundang-undangan yang berlaku, keyakinan Hakim, dan demi keadilan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk Menolak gugatan Penggugat;

Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perUndang-Undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Memutuskan:
Menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor : KEP-01697/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 07 Juni 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama : Pemohon Banding,, sehingga perhitungan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2012 Nomor 00005/107/12/056/16 tanggal 28 Januari 2014, menjadi sebagai berikut:

1. Pajak yang harus dibaya Rp. 0
2. Telah dibayar Rp. 0
3. Kurang dibayar (1-2) Rp. 0
4. Sanksi Administrasi:
- Bunga Pasal 8 (2) KUP Rp. 0
- Denda Pasal 14 (4) KUP Rp. 19.123.098.012
Jumlah Sanksi Administrasi Rp. 19.123.098.012
5. Jumlah yang masih harus dibayar Rp. 19.123.098.012

Demikian diputus di Jakarta, berdasarkan musyawarah Majelis XVA Pengadilan Pajak setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Senin, tanggal 04 Desember 2017, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. DH, Ak. sebagai Hakim Ketua
Dr. TM, S.E., Ak., M.M., M.Hum. sebagai Hakim Anggota,
RSR, S.E., MAFIS. sebagai Hakim Anggota,
Dra. IF, M.M. sebagai Panitera Pengganti

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis XVA pada hari Senin tanggal 02 Juli 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Tergugat dan juga tidak dihadiri oleh Penggugat.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA