Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-000444.99
Pokok Sengketa:

sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 hal Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang tidak disetujui oleh Penggugat;

Menurut Tergugat:

bahwa Tergugat menyampaikan laporan uraian penolakan berisi hal berikut:

A. POKOK SENGKETA
Sanksi Administrasi Dalam STP Berupa Denda Pasal 4 ayat (4) UU KUP
Alasan penerbitan :
bahwa Pemohon Gugatan menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas dan benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud daiam Pasal 5 ayat (2) UU PPN;

B. KRONOLOGIS
  1. bahwa kepada Pemohon Gugatan diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai;
  2. bahwa atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dimaksud, Pemohon Gugatan mengajukan mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Pertama);
  3. bahwa atas surat permohonan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama tersebut telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penghapusan Sanksi Administrasi (Pertama) yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak;
  4. bahwa atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penghapusan Sanksi Administrasi (Pertama) dimaksud, Pemohon Gugatan mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Kedua);
  5. bahwa atas surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Kedua), telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penghapusan Sanksi Administrasi (kedua) yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak;
  6. bahwa atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penghapusan Sanksi Administrasi (kedua), Pemohon Gugatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak tanggal 19 Januari 2018;
B. PENJELASAN TERGUGAT
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pasal 14 ayat (1)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
  2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
  3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
  4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
    1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Niiai 1984 dan perubahannya; atau
    2. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
  5. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;
Pasal 14 ayat (4)
"Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak";

Pasal 36 ayat (1) huruf a
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

bahwa selanjutnya dalam penjelasan disebutkan bahwa dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Pasal 35 ayat (1) huruf a
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dari kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

Pasal 36 ayat (1)
Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tanggal 2 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak

Pasal 2 huruf a
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

Pasal 4
Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
  1. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13 A Undang-Undang KUP;
  2. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU KUP; dan
  3. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b;
Pasal 5 ayat (1)
Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada Direktur Jenderal Pajak;

Pasal 12
(1) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), atau Pasal 10 ayat (1) dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan;
(2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:
  1. Sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib pajak;
  2. Jumlah kekurangan pembayaran pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
  3. Memenuhi kriteria yang dapat berupa:
    1. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena kesalahan Direktorat Jenderal Pajak selain yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang KUP;
    2. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
    3. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan massa, atau kejadian luar biasa Iainnya; atau
    4. Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya;
2. Tanggapan Tergugat
a. bahwa berdasarkan hasil penelitian atas data perpajakan berupa Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Mei tahun 2012, berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diketahui bahwa WP menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas dan benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleli Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
b. bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Wajib Pajak menerbitkan Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang tidak benar yaitu kode cabang yang tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;
c. bahwa berdasarkan Surat Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor S-1267/PJ.02/2015 tanggal 8 Desember 2015 tentang Penegasan atas Penerapan Peraturan Penomoran Faktur Pajak Kode Cabang ditegaskan bahwa kode cabang 4, 5, 6, 7 yang digunakan oleh Wajib Pajak, tidak dilakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa sebagai Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dengan batas waktu paling lambat sebelum Faktur Pajak diterbitkan;
d. bahwa dalam butir angka 3 Surat Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor S1267/PJ.02/2015 tanggal 8 Desember 2015 tentang Penegasan atas Penerapan Peraturan Penomoran Faktur Pajak Kode Cabang disebutkan bahwa :
1) PT. IRS Tbk (PT IRS) sebagai Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada Kantor Pelayanan Pratama yang menerapkan Sistem Administrasi Modern (SAM) yang sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan kantor-kantor Cabang-nya maka Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar ditentukan sendiri secara berurutan yaitu diisi dengan kode '000' untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode '001' untuk Kantor Cabang;
2) Atas hal tersebut pada huruf a, PT IRS wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas Kode Cabang yang digunakan beserta keterangan dari Kode Cabang tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVA PER-159;
3) Keterangan dari Kode Cabang yang harus dicantumkan dalam pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b termasuk tanggal pengukuhan PKP Dengan demikian, cabang-cabang yang dapat membuat Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar PT IRS adalah atas cabang-cabang PT IRS yang sebelumnya telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak yang kemudian dilakukan pemusatan tempat pajak terutang;
4) Dalam hal PT. IRS menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan menggunakan Kode Cabang selain dari Kode Cabang yang telah diatur dalam PER-159, maka Faktur Pajak Standar tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat;
e. bahwa berdasarkan uraian pada huruf a, b, c dan d serta sesuai pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, terhadap PKP yang membuat faktur pajak tidak lengkap, dikenakan sanksi administrasi berupa Denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;
f. bahwa pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tanggal 02 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan Pengurangan Atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Atau Surat Tagihan Pajak disebutkan bahwa :
(1) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), atau Pasal 10 ayat (1) dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan;
(2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat dilakukan apabila:
  1. Sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak;
  2. Jumlah kekurangan pembayaran pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
  3. Memenuhi kriteria yang dapat berupa:
    1. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena kesalahan Direktorat Jenderal Pajak selain yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang KUP;
    2. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
    3. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau
    4. Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya;
g. bahwa penelitian terhadap Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013, dapat diketahui bahwa :

No Uraian Hasil Penelitian
1 Sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak (Pasal 12 (2) huruf a PMK 8/PMK.03/2013) Tidak terpenuhi
2 Dikenai sanksi administrasi karena Kesalahan Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 12 (2) huruf a angka 1 PMK 8/PMK.03/2013) Tidak terpenuhi
3 dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak (Pasal 12 (2) huruf a angka 1 PMK 8/PMK.03/2013) Tidak terpenuhi
4 dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huru hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya (Pasal 12 (2) huruf a angka 1 PMK 8/PMK.03/2013) Tidak terpenuhi
5 Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya (Pasal 12 (2) huruf a angka 1 PMK 8/PMK.03/2013) Tidak terpenuhi
6 Pengusaha Kena Pajak (PKP) Baru Tidak terpenuhi, karena Wajib Pajak telah menjadi PKP sejak 01 Januari 2005.
h. bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas Surat Tagihan Pajak diusulkan untuk ditolak karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

C. KESIMPULAN
  1. bahwa penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana tersebut pada pokok surat di atas, telah sesuai dengan data dan ketentuan yang berlaku;
  2. bahwa koreksi TERGUGAT telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
  3. bahwa alasan Penggugat tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
D. USUL
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Tergugat berpendapat Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana tersebut pada pokok surat, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Tergugat mengusulkan agar Majelis Hakim Yang Mulia menolak permohonan gugatan Penggugat;

bahwa demikian penjelasan tertulis ini Tergugat sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim VIII Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;


bahwa Tergugat menyampaikan penjelasan tertulis yang pada pokoknya berisi sebagai berikut:

A. POKOK SENGKETA
bahwa Surat Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2016 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak;
B. KRONOLOGIS
  1. bahwa kepada Pemohon Gugatan diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016;
  2. bahwa atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 dimaksud, Pemohon Gugatan mengajukan mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Pertama) dengan surat nomor PMB/STP/2011/007/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016;
  3. bahwa atas surat permohonan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama nomor PMB/STP/2011/007/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tersebut telah diterbitkan Keputusan Tergugat nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak;
  4. bahwa atas Keputusan Tergugat nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 dimaksud, Pemohon Gugatan mengajukan mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Kedua) dengan surat nomor PMB/STP/2011/009/VI/2017 tanggal 24 Juli 2017;
  5. bahwa atas Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (Kedua) nomor PMB/STP/2011/009N11/2017 tanggal 24 Juli 2017, telah diterbitkan Surat Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2016 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak, yang menyatakan Permohonan Penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
  6. bahwa atas Surat Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2016, Pemohon Gugatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan surat nomor PP/GUGATAN/03-2011/011/2018 tanggal 19 Januari 2018;
C. PENJELASAN TERGUGAT
  1. bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua atas sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016;
  2. bahwa Penggugat sebelum mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dengan surat nomor PMB/STP/2011/009/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017, Penggugat telah mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 dengan surat nomor PMB/STP/2011/007/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016;
  3. Atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai nomor 00093/107/11/054/16 tanggal30 Maret 2016 dengan surat nomor PMB/STP/2011/006/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tersebut telah diterbitkan Keputusan Tergugat nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 yang isinya menolak permohonan Penggugat;
  4. bahwa berdasarkan bukti pengiriman surat atas Keputusan Tergugat nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 diketahui bahwa surat keputusan tersebut dikirim melalui pos pada tanggal 20 April 2017;
  5. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 mengatur hal sebagai berikut:
    Pasal 5 ayat (8)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
  6. bahwa berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa :
    - Hasil penelitian atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama berupa surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 dikirim tanggal 20 April 2017;
    - Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua dengan surat nomor PMB/STP/2011/009/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017 dengan LPAD Nomor PEM:01004709\054\jul\2017 yang di terima KPP Perusahaan Masuk Bursa tanggal 24 Juli 2017;
    - Permohonan kedua Penggugat telah melewati jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Tergugat atas permohonan yang pertama dikirim;
  7. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Tergugat berpendapat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
D. SIMPULAN
  1. bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pemohon Gugatan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2013;
  2. bahwa alasan Pemohon Banding tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku;
E. USUL
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Tergugat berpendapat Surat Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2016 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Tergugat mengusulkan agar Majelis Hakim Yang Mulia menolak gugatan Pemohon Gugatan;


bahwa demikian penjelasan tertulis ini Tergugat sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim VIII Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

bahwa Tergugat menyampaikan Pendapat Akhir Nomor S-5857/PJ.07/2018 tanggal 01 Agustus 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

A. POKOK SENGKETA
bahwa Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak;

B. KRONOLOGIS
  1. bahwa kepada Penggugat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016;
  2. bahwa atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 dimaksud, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Pertama) dengan surat nomor PMB/STP/2011/007/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016;
  3. bahwa atas Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang pertama Nomor PMB/STP/2011/007/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tersebut telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak;
  4. bahwa atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 dimaksud, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Kedua) dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017;
  5. bahwa atas Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (Kedua) Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017, telah diterbitkan Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak, yang menyatakan Permohonan Penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
  6. bahwa atas Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan surat nomor PP/GUGATAN/03-2011/011/2018 tanggal 19 Januari 2018;
C. PENJELASAN TERGUGAT
1. bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua atas sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016;
2. bahwa Penggugat sebelum mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017, Penggugat telah mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/007/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016;
3. bahwa atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/006/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tersebut telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak;
4. bahwa berdasarkan bukti pengiriman surat atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 diketahui bahwa surat keputusan tersebut dikirim melalui pos pada tanggal 20 April 2017;
5. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 mengatur hal sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (8)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
6. bahwa berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa :
  1. hasil penelitian atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama berupa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 dikirim tanggal 20 April 2017;
  2. bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017 dengan LPAD Nomor PEM:01004709\054\jul\2017 yang diterima KPP Perusahaan Masuk Bursa tanggal 24 Juli 2017;
  3. bahwa Permohonan kedua Penggugat telah melewati jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim;
7. bahwa tanggapan atas data dan fakta selama proses persidangan gugatan:
a. bahwa tindakan Tergugat yang mendasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 adalah tepat, alasannya adalah:
1) bahwa ketentuan jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi diatur dalam Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
2) bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 merupakan turunan dari ketentuan Pasal 36 ayat (2) UU KUP;
3) bahwa karena itu, tindakan Tergugat yang mendasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 telah tepat;
b. bahwa tanggapan Tergugat atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB;
1) bahwa Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 mengatur bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
2) bahwa putusan Pengadilan Pajak dapat dijadikan sebagai yurisprudensi apabila telah memiliki kekuatan hukum tetap dan telah diperkuat oleh Keputusan Mahkamah Agung;
3) bahwa karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB tidak dapat dijadikan sebagai yurisprudensi;
c. Ketentuan tanggal kirim dan tanggal terima
1) bahwa definisi tanggal dikirim dan tanggal diterima diatur dalam Pasal 1 angka 40 dan angka 41 UU KUP, yakni:
  1. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung;
  2. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung;
2) bahwa hal yang sama juga diatur dalam Pasal 1 angka 11 dan angka 12 UU Pengadilan Pajak, bahwa:
  1. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung;
  2. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung;
3) bahwa dalam hal dokumen dikirimkan melalui pos, penggunaan tanggal pos pengiriman, melibatkan pihak ketiga yakni pihak jasa ekspedisi, sehingga kekuatan pembuktiannya lebih kuat daripada pengakuan sepihak para pihak dan lebih memberikan kepastian hukum serta meminimalisir potensi tanggal mundur atau pun pelambatan;
4) bahwa dalam penjelasan atas definisi Tanggal Dikirim dan Tanggal Diterima di undang-undang adalah “Cukup jelas”. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada tafsir lain;
5) bahwa salah satu prinsip pokok negara hukum adalah Persamaan dalam Hukum (Equality Before The Law). Konsekuensi dalam prinsip tersebut adalah adanya persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Bahwa penggunaan tanggal dikirim yakni tanggal stempel pos pengiriman, itu oleh undang-undang telah diatur sama, baik untuk dokumen yang dikirim oleh Wajib Pajak seperti SPT, surat keberatan, surat banding, maupun dokumen yang dikirim oleh Ditjen Pajak, seperti SKP, SK keberatan, dll.;
6) bahwa asas legalitas bagi pejabat negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bermakna dalam melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa penggunaan tanggal stempel pos pengiriman sebagai tanggal diterimanya dokumen oleh pihak penerima, telah diatur di Pasal 1 angka 41 Undang-Undang KUP dan Pasal 1 angka 12 Undang-undang Pengadilan Pajak;
7) bahwa karena itu, penggunaan tanggal stempel pos pengiriman sebagai tanggal diterimanya dokumen oleh pihak penerima, sudah tepat, karena melibatkan pihak ketiga, dan sesuai dengan prinsip equal treatment dan asas legalitas yakni ketentuan Pasal 1 angka 41 Undang-undang KUP dan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
8. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Tergugat berpendapat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

D. SIMPULAN
  1. bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
  2. bahwa alasan Penggugat tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
  3. bahwa Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
E. USUL
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Tergugat berpendapat Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Tergugat mengusulkan agar Majelis menolak gugatan Penggugat;

Menurut Penggugat:

bahwa Penggugat menyampaikan kronologis sengketa menurut Penggugat dan isi dari kronologi yang diserahkan oleh Penggugat berisi sebagai berikut;

PT IRS TBK
KRONOLOGIS GUGATAN SURAT NOMOR
S5756/WPJ.07/2017 TANGGAL 21 DESEMBER 2017
JENIS PAJAK : PPN
MASA PAJAK : MARET 2011

No Tanggal Perihal Keterangan
1 20 Desember 2006 Wajib Pajak (Penggugat) menyampaikan Surat nomor 02/IRS/KPP-PMB/12/2006 tanggal 20 Desember 2006 kepada Direktorat PPN & PTLL Kantor Pusat DJP (Tergugat) dengan tembusan ke KPP PMB (Tergugat) untuk meminta penegasan mengenai penggunaan kode cabang di Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam PER159/PJ/2006. Pada surat tersebut, Penggugat meminta untuk menggunakan kode cabang 003 dengan membagi pemakaian serial nomor Faktur Pajak dalam 4 kelompok untuk 4 cabang di satu kawasan industri Wajib Pajak (Penggugat).
2 20 Desember 2006 s.d. 28 Desember 2006 Wajib Pajak (Penggugat) melakukan konsultasi dengan pegawai di Direktorat PPN & PTLL dan KPP PMB (Tergugat). Pegawai Direktorat PPN & PTLL dan KPP PMB (Tergugat) meminta Wajib Pajak (Penggugat) untuk mengubah kode cabang dari hanya satu kode, 003, menjadi 4 (empat) kode yaitu kode 003 (Cabang Spinning), 004 (Cabang Polyester), 005 (Cabang Pet Resin), dan 006 (Cabang Weaving) dan tidak diperkenankan membagi serial nomor Faktur Pajak menjadi 4 kelompok.
3 28 Desember 2006 Wajib Pajak (Penggugat) menyampaikan Surat nomor 01/IRS/KPP-PMB/XII/2006 perihal pemberitahuan penggunaan kode cabang di Faktur Pajak ke KPP PMB (Tergugat), sesuai hasil konsultasi dengan pegawai Direktorat PPN & PTLL dan KPP PMB (Tergugat) (telah memenuhi PER 159/PJ/2006 Pasal 7 angka 2). Surat pemberitahuan kode cabang 003, 004, 005, dan 006 merupakan 4 cabang di satu kawasan industri Wajib Pajak (Penggugat).
4 31 Januari 2007 Wajib Pajak (Penggugat) menyampaikan Surat nomor 03/IRS/KPP-PMB/I/2007 perihal pemberitahuan penambahan penggunaan kode cabang di Faktur Pajak ke KPP PMB (Tergugat) (telah memenuhi PER 159/PJ/2006 Pasal 7 angka 4). Penambahan kode cabang 007 untuk penambahan cabang di satu kawasan industri Wajib Pajak (Penggugat) (Cabang CPP). 5 8 Februari 2007 Wajib Pajak (Penggugat) menyampaikan Surat nomor IRS/KPPPMB/IHT/01/11/2007 tanggal 8 Februari 2007 perihal surat permohonan In House Training mengenai penerapan PER159/PJ./2006 ke KPP PMB (Tergugat).
6 13 Februari 2007 KPP PMB (Tergugat) menyampaikan Surat nomor S-38/WPJ.07/KP.0806/2007 tanggal 13 Februari 2007 dan Surat Tugas nomor ST- 06/WPJ.07/KP.0806/2007 tanggal 13 Februari 2007 untuk mengirimkan 3 orang pegawai mengisi acara In House Training. KPP PMB (Tergugat) menyetujui pengiriman 3 orang pegawai sebagai pembicara In House Training di kantor Wajib Pajak (Penggugat).
7 15 Februari 2007 Acara In House Training di kantor Wajib Pajak (Penggugat). Dalam In House Training tersebut, Wajib Pajak (Penggugat) telah menanyakan kembali mengenai penggunaan kode cabang di Faktur Pajak, dan pembicara menyetujui menggunakan kode cabang yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Penggunaan Kode Cabang di Faktur Pajak.
8 Tahun 2007 s.d. 2014 KPP PMB (Tergugat) tidak pernah menyampaikan surat himbauan kepada Wajib Pajak (Penggugat) mengenai ketidakbenaran penggunaan kode cabang di Faktur Pajak.
9 1 Desember 2014 KPP PMB (Tergugat) menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00284/WPJ.07/EP.0805/RIK.S1S/2014 atas hasil pemeriksaan pajak Tahun Pajak 2009. Pada romawi. II angka 3, KPP PMB (Tergugat) melakukan koreksi atas kode cabang di Faktur Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. 117.347.717.439,- dengan alasan Wajib Pajak (Penggugat) telah melakukan kesalahan penerbitan Faktur Pajak dengan kode cabang 004,005,006 dan 007 sehingga dianggap Faktur Pajak cacat karena salah dalam penomoran Faktur Pajak.
10 10 Desember 2014 Wajib Pajak (Penggugat) menyampaikan surat nomor IRS/SPHP/2009/03/X11/2014 tanggal 10 Desember 2014 Perihal Tanggapan SPHP untuk Tahun Pajak 2009, yang menyatakan tidak menyetujui koreksi atas kode cabang di Faktur Pajak. Wajib Pajak (Penggugat) tidak menyetujui koreksi atas kode cabang di Faktur Pajak karena Wajib Pajak (Penggugat) telah menyampaikan surat pemberitahuan penggunaan kode cabang di Faktur Pajak (lampiran B dan C di atas) sehingga memenuhi pasal 5 ayat (2), pasal 7 ayat (1), (2), dan (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-159/PJ/2006 dan Pasal 13 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009.
11 17 Desember 2014 KPP PMB (Tergugat) menerbitkan risalah pembahasan pada tanggal 17 Desember 2014 untuk Tahun Pajak 2009, yang menyatakan bahwa KPP FMB (Tergugat) tetap melakukan koreksi atas kode cabang di Faktur Pajak.
12 18 Desember 2014 Wajib Pajak (Penggugat) mengajukan permohonan pembahasan Quality Assurance (QA) ke Kanwil DJP Jakarta Khusus (Tergugat) melalui Surat nomor IRS/PMB/Kuasa/2009/06/XII/2014 tanggal 18 Desember 2014.
13 23 Desember 2014 Wajib Pajak (Penggugat) diundang oleh Tim Quality Assurance Kanwil DJP Jakarta Khusus (Tergugat) pada tanggal 23 Desember 2014 dan diterbitkan Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Tim Quality Assurance menyetujui penjelasan Wajib Pajak (Penggugat) dan membatalkan koreksi atas kode cabang di Faktur Pajak sebagaimana tercantum dalam Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan tertanggal 23 Desember 2014.
14 24 Desember 2014 KPP PMB (Tergugat) menerbitkan Berita Acara dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, serta lkhtisar Hasil Pemeriksaan pada tanggal 24 Desember 2014 untuk Tahun Pajak 2009. Koreksi atas kode cabang di Faktur Pajak telah dibatalkan sebagaimana tercantum di Berita Acara dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, serta lkhtisar Hasil Pembahasan, sehingga KPP PMB (Tergugat) tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Untuk lawan transaksi yang telah dikenakan SKPKB/SKPKBT yang diakibatkan oleh sengketa ini, telah dibatalkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Tergugat).
15 30 Maret 2016 Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) PPN Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 Masa Pajak Maret 2011. KPP PMB (Tergugat) menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) untuk masa pajak Maret 2011 Penggugat melakukan pertemuan dengan. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi (pihak yang menandatangani STP), beliau menjelaskan secara verbal bahwa STP tersebut terbit dikarenakan masalah kode cabang di Faktur Pajak sesuai dengan PER-159/PJ/2006. Sengketa ini sama dengan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, dimana koreksi tersebut telah dibatalkan dalam Berita Acara dan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan.
16 21 Oktober 2016 Penggugat telah mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP yang pertama melalui surat Nomor PMB/STP/2011/006/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016 atas Surat Tagihan Pajak (STP) PPN Nomor 00093/ 107/ 11 /054/ 16 tanggal 30 Maret 2016. Nomor
17 20 April 2017 Atas surat permohonan pertama tersebut, Tergugat telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 yang isinya menolak permohonan Penggugat.
18 12 Mei 2017 Penggugat mengirimkan surat nomor PMB/STP/2011/003/V/2017 tanggal 12 Mei 2017 perihal permohonan penjelasan atas penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017. Penggugat belum menerima surat jawaban dari Kanwil DJP Jakarta Khusus (Tergugat).
19 24 Juli 2017 Penggugat tidak setuju atas isi Surat Keputusan KEP-1191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017, selanjutnya Penggugat kembali mengajukan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua melalui Surat Nomor PMB/STP/2011/009/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017. Penggugat tidak mengetahui tanggal pengiriman Surat Keputusan KEP-01191/NKEB/WPJ.07/20I7 tanggal 20 April 2017 dari kantor pos, karena Penggugat tidak menerima asli bukti kirim. Sehingga Penggugat menganggap tanggal kirim adalah Penggugat, yaitu tanggal 25 April 2017.
20 21 Desember 2017 Atas permohonan kedua tersebut, Tergugat menerbitkan Surat Nomor S - 5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi yang berisikan bahwa Penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (8) PMK Nomor 8/PMK.03/2013.
21 19 Januari 2018 Penggugat tidak menyetujui penerbitan Surat Nomor S - 5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tersebut, sehingga sebagai bentuk upaya hukum dalam mencari keadilan, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan nomor surat PP/Gugatan/03-2011/011/I/2018 tanggal 19 Januari 2018.


bahwa Penggugat menyerahkan surat permohonan dan penjelasan tertulis mengenai definisi khilaf yang berisi sebagai berikut:

bahwa dengan ini disampaikan pendapat Penggugat mengenai terpenuhinya Pengertian "Kekhilafan Wajib Pajak" dalam Surat Permohonan Pasal 36 Ayat (1) huruf a UU KUP dari Penggugat sebagaimana tercantum dalam Surat Gugatan Penggugat nomor PP/Gugatan/05- 2011/005/1/2018 tanggal 11 Januari 2018, sebagai berikut :

1. bahwa sesuai Pasal 36 Ayat 1 Huruf (a) UU KUP disebutkan bahwa "Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.";
2. bahwa sesuai Pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Atau Surat Tagihan Pajak disebutkan bahwa "Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat: mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya";
3. bahwa STP diterbitkan sebagai hasil dari pemeriksaan PPN Masa Pajak Desember 2009, tetapi hasil pemeriksaan tersebut telah dibatalkan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan tertanggal 23 Desember 2014. Adapun menurut kesimpulan Tim Quality Assurance Pemeriksaan pada angka 5, adalah sebagai berikut :
"Tim Quality Assurance Pemeriksaan berpendapat bahwa berdasarkan Risalah Pembahasan dan tanggapan Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan dan kewajibannya: yaitu memiliki sistem penerbitan Faktur Pajak Standar yang belum online antara Kantor Pusat den kantor-kantor cabangnya dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Penggunaan Kode Cabang pada kode Faktur Pajak Standar sebelum Faktur Pajak diterbitkannya sesuai dengan Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (2) PER-159/PJ/2006. Berdasarkan Pasal 7 ayat (8) huruf a PER159/PJ/2006 yang merupakan faktur pajak cacat adalah jika Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau (7), berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Tim Quality Assurance Pemeriksaan berpendapat bahwa tidak terdapat faktur pajak cacat sesuai yang dimaksud pada Pasal 7 ayat (8) huruf a PER-159/PJ/2006, oleh karena itu Tim Quality Assurance Pemeriksaan tidak dapat mempertahankan koreksi Tim Pemeriksa";


bahwa berdasarkan angka 1, 2, 3 dan 4 di atas, maka Penggugat berpendapat bahwa telah terjadi unsur kekhilafan pada diri Penggugat dimana Penggugat memilih untuk menerapkan hasil Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan Tahun Pajak 2009 yang telah membatalkan koreksi atas kekeliruan penggunaan kode cabang di Faktur Pajak. Sedangkan KPP PMB (Penggugat) tetap melakukan koreksi atas kekeliruan penggunaan kode cabang (4,5,6,7) di Faktur Pajak dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP);

bahwa dengan demikian, Penggugat berkesimpulan bahwa permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi yang diajukan oleh Penggugat telah memenuhi pengertian "kekhilafan Wajib Pajak" sesuai dengan Pasal 36 Ayat (1) huruf a UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa dalam Surat Tergugat nomor S-32.TG/WPJ.07/2018 tanggal 30 Januari 2018 (Masa Pajak September 2011), S-34.TG/WPJ.07/2018 tanggal 5 Februari 2018 (Masa Pajak Agustus 2011), S-39.TG/WPJ.07/2018 tanggal 19 Februari 2018 (Masa Pajak Juni 2011), S-54.TG/WPJ.07/2018 tanggal 19 Februari 2018 (Masa Pajak Oktober 2011), S-40.TG/WPJ.07/2018 tanggal 19 Februari 2018 (Masa Pajak November 2011), S-41.TG/WPJ.07/2018 tanggal 19 Februari 2018 (Masa Pajak Desember 2011) dinyatakan bahwa :

1. Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia "ke-khilaf-an" didefinisikan sebagai kekeliruan, kesalahan yang tidak disengaja dapat saja terjadi dalam pergaulan sehari-hari;
2. Bahwa Pengenaan sanksi administrasi berupa denda yang tercantum dalam STP, yang dikenakan bukan murni atas kesalahan Wajib Pajak telah memenuhi kriteria kekhilafan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;


bahwa dengan demikian, baik Penggugat dan Tergugat telah menyatakan kesepahaman mengenai penggunaan Pasal 36 Ayat 1 huruf (a) UU KUP adalah benar”;

bahwa Penggugat menyampaikan tanggapan yang pada pokoknya berisi sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan tanggapan Tergugat pada angka 2 huruf h halaman ke-7 yang menyatakan bahwa “Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas Surat Tagihan Pajak diusulkan untuk ditolak karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013”, dengan ini disampaikan tanggapan Penggugat atas pendapat Tergugat tersebut, sebagai berikut :

1. bahwa sesuai dengan surat dari Tergugat (Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus) nomor S-2621/WPJ.07/2017 tertanggal 5 Juni 2017, S-2622/WPJ.07/2017 tertanggal 5 Juni 2017, dan S-3497/WPJ.07/2017 tertanggal 31 Juli 2017 pada angka 3 disebutkan bahwa “Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi saudara atas Surat Tagihan Pajak nomor 0115/107/11/054/16 tanggal 26 Mei 2016 Masa Pajak Mei 2011, 00147/107/11/054/16 tanggal 30 November 2016 Masa Pajak November 2011, dan 00146/107/11/054/16 tanggal 30 November 2016 Masa Pajak Desember 2011 ditolak karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013”;
2. bahwa sesuai Laporan Penelitian Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi karena Permohonan Wajib Pajak nomor LAP-03106/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 7 Desember 2017, LAP-03116/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 8 Desember 2017, LAP-03119/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 8 Desember 2017, LAP-03259/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 29 Desember 2017, LAP-03161/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 19 Desember 2017, LAP-03263/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 29 Desember 2017, LAP-03264/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 29 Desember 2017, LAP-03267/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 29 Desember 2017, dinyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak ditolak karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
3. bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 disebutkan bahwa “pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan dapat dilakukan apabila sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak.”;


bahwa berdasarkan angka 1, 2 dan 3 di atas, maka alasan penolakan yang telah disampaikan oleh Tergugat adalah karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013, yaitu Penggugat dianggap telah melakukan pembayaran atau pelunasan oleh Wajib Pajak. Namun pelunasan tersebut sebenarnya dilakukan oleh Tergugat (KPP PMB), bukan oleh Penggugat, dengan cara memperhitungkan utang pajak (dalam hal ini STP PPN melalui SKPKPP).

bahwa adapun pernyataan Penggugat dalam persidangan yang menyatakan bahwa permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas Surat Tagihan Pajak ditolak karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 adalah tidak tepat, karena tidak sesuai dengan fakta angka 1 (Surat dari Tergugat) dan angka 2 (Laporan Penelitian Tergugat) di atas yang bersumber dari dokumen Tergugat sendiri. Persyaratan pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 memang merupakan syarat kumulatif (huruf a, b, dan c), namun berdasarkan Surat Tergugat dan Laporan Penelitian Tergugat diketahui penolakan yang dilakukan oleh DJP adalah karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa adapun terhadap penolakan permohonan Penggugat karena tidak memenuhi Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013, bahwa Penggugat dianggap telah membayar atau melunasi STP, maka Penggugat menyatakan tidak menyetujui dengan alasan sebagai berikut :

1. bahwa kalimat “dibayar atau dilunasi oleh Wajib Pajak” mengandung arti yang melakukan pembayaran atau pelunasan tersebut adalah Wajib Pajak. Membayar atau melunasi STP tersebut adalah suatu bentuk Perbuatan Hukum dimana dalam pengertiannya Perbuatan Hukum adalah perbuatan subjek hukum (orang atau badan hukum) yang secara sengaja (opzet) dilakukan sehingga menimbulkan/menghilangkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil dari M.v.T. (Memorie van Toelichting), yang mengartikan “kesengajaan” (opzet) sebagai : “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). (Pompe : 166). Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu;
2. bahwa berdasarkan pengertian pada butir 2 di atas, Penggugat tidak melakukan perbuatan hukum membayar atau melunasi STP tersebut sehingga atas kewajiban-kewajiban dan hakhak yang timbul atau menjadi hilang akibat peristiwa tersebut tidak dikehendaki dan diketahui oleh Penggugat. Pelunasan tersebut dilakukan oleh Tergugat (KPP PMB) dengan cara memperhitungkan utang pajak (dalam hal ini STP PPN melalui SKPKPP). Penggugat tidak pernah berniat melakukan pembayaran atau pelunasan sanksi administrasi sebagaimana tercantum dalam STP PPN;


bahwa dengan demikian, Penggugat tidak melakukan perbuatan hukum membayar atau melunasi STP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 sehingga surat permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Penggugat seharusnya diterima;

bahwa Penggugat menyampaikan tanggapan yang pada pokoknya berisi sebagai berikut:

bahwa dengan ini Penggugat sampaikan pendapat Penggugat mengenai untuk melengkapi Permohonan Gugatan pada Surat Nomor PP/Gugatan/03-2011/011/1/2018 tanggal 19 Januari 2018 (STP PPN Masa Maret 2011) sebagai berikut :

A. bahwa Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap sengketa yang sama, yaitu Surat Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi untuk masa Maret 2011 dan April 2011;
B. bahwa permohonan gugatan Penggugat untuk masa April 2011 telah disidangkan dan diucapkan pada tanggal 6 Juni 2018, dan Penggugat telah menerima Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB tahun 2018;
C. bahwa sesuai dengan Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB tahun 2018 mengenai Gugatan terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, yaitu yang tercantum pada Surat Tagihan Pajak (STP) nomor 00092/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 untuk PPN Masa Pajak April 2011, disebutkan bahwa :
halaman ke-16 bagian pokok sengketa :
POKOK SENGKETA
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor : S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, yang tidak disetujui oleh Penggugat;

Bahwa alasan Tergugat mengembalikan permohonan Penggugat adalah karena permohonan kedua disampaikan melebihi jangka waktu 3 bulan sejak tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 yang berbunyi:
"Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak”;

bahwa untuk menguji permasalahan di atas, Majelis Hakim mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Pasal 36 UU KUP:
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan ,Wajib Pajak dapat:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. ...........
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua);
(2) Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut:
1) Penggugat mempunyai hak untuk mengajukan permohonan mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi paling banyak 2 (dua) kali yaitu dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak;
2) Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan dalam Psal 36 ayat (2) UU KUP hanya mengatur tentang ketentuan pelaksanaannya saja dan tidak dimaksudkan untuk membatasi hak Penggugat untuk mengajukan permohonan kedua sebagaimana diatur pasal 36 ayat (1a) UU KUP;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan dan peraturan perundang-undangan perpajakan di atas, Majelis berkesimpulan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kedua yang diajukan oleh Penggugat telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (1a) UU KUP, oleh karena itu surat dari Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Nomor: S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi tidak berdasarkan hukum dan harus dibatalkan;

Menimbang, bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk
1. Mengabulkan sebagian permohonan Penggugat;
2. Membatalkan Surat Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Nomor: S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
3. Memerintahkan Tergugat untuk memproses lebih lanjut permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/010/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017;

D. bahwa menurut Penggugat, Putusan Pengadilan Pajak tersebut telah mempertimbangkan antara lain kesimpulan Penggugat pada halaman 13 yaitu,
"TERGUGAT telah mengabaikan/tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagai dasar dan pertimbangan dalam mengeluarkan Surat nomor S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi. Hal ini dikarenakan surat yang Penggugat terima dari TERGUGAT, tidak terdapat tanggal stempel pos pengiriman pada amplop surat, serta TERGUGAT juga tidak dapat menunjukkan asli bukti kirim. Bahwa PENGGUGAT berhak meminta bukti asli kirim sebagaimana diatur dalam Pasal 1888 KUH Perdata mengenai kekuatan pembuktian";

bahwa memang Tergugat telah menyampaikan bukti pengiriman asli di Sidang sebelumnya, tetapi bukti asli pengiriman bisa muncul hanya pada institusi Pengadilan Pajak. Dikarenakan tidak adanya tanggal stempel pos pengiriman pada amplop pengiriman Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017, maka hal tersebut tidak memenuhi Pasal 1 angka 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

E. bahwa dalam amar Putusan Pengadilan Pajak tersebut, disebutkan pada halaman 17 bahwa:

MENGADILI
  1. Mengabulkan sebagian permohonan Penggugat;
  2. Membatalkan Surat Tergugat nomor: S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
  3. Memerintahkan Tergugat untuk memproses lebih lanjut permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua dengan Surat nomor PMB/STP/2011/010/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017; Atas nama PT. IRS Tbk NPWP: -;

bahwa dengan demikian, berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB tahun 2018, mohon kiranya Majelis dapat memberikan putusan yang sama dan mengabulkan permohonan Penggugat yang tercantum pada Surat Nomor PP/Gugatan/03-2011/011/I/2018 tanggal 19 Januari 2018 (STP PPN Masa Maret 2011);

bahwa Penggugat menyampaikan Pendapat Akhir Nomor PP/Surat/03-2011/042/VII/2018 tanggal 31 Juli 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

FAKTA DAN BUKTI DALAM PERSIDANGAN

bahwa Penggugat tetap mempertahankan alasan-alasan Gugatan yang dimuat dalam Surat Permohonan Gugatan karena Penggugat memiliki fakta dan bukti yang sah dan telah ditunjukkan dalam persidangan;

I. Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tidak memenuhi ketentuan yang tercantum pada Pasal 1 angka 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
  1. bahwa sesuai Pasal 1 angka 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) disebutkan bahwa tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung;
  2. bahwa berdasarkan pengertian tanggal dikirim pada angka 1 di atas, Penggugat memberikan pendapat sebagai berikut:
    1. tanggal dikirim ditunjukkan oleh adanya tanggal stempel pos pengiriman yang harus tercantum dalam amplop surat;
    2. amplop surat sebagaimana yang dimaksud dalam butir a di atas adalah amplop surat yang dikirimkan oleh Tergugat dan ditujukan kepada Penggugat;
  3. bahwa berdasarkan pendapat Penggugat pada angka 2 di atas, maka Penggugat menyampaikan fakta bahwa surat yang Penggugat terima dari Tergugat, tidak terdapat tanggal stempel pos pengiriman pada amplop surat, sehingga tidak memenuhi Pasal 1 angka 40 UU KUP;
  4. bahwa berdasarkan uraian di atas, Penggugat memberikan kesimpulan bahwa apabila tidak ada tanggal stempel pos pengiriman pada amplop surat, maka pengertian tanggal dikirim dianggap sama dengan tanggal diterima. Penggugat dapat menunjukkan tanggal diterima surat dari Tergugat adalah tanggal 25 April 2017 sebagaimana bukti stempel tanggal penerimaan surat pada amplop surat dan buku penerimaan surat (buku ekspedisi lantai 16) milik Penggugat;
bahwa dengan demikian Surat Penggugat Nomor PMB/STP/2011/009/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017 perihal Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (kedua) yang diterima oleh Tergugat pada tanggal 24 Juli 2017 telah memenuhi Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-8/PMK.03/2013;

II. Adanya referensi hukum terhadap kasus yang sama berupa Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB tahun 2018 untuk Masa April 2011.
A. bahwa Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap sengketa yang sama, yaitu Surat Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi untuk Masa Pajak Maret 2011 dan April 2011;
B. bahwa permohonan gugatan Penggugat untuk Masa Pajak April 2011 telah disidangkan dan diucapkan pada tanggal 6 Juni 2018, dan Penggugat telah menerima Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB Tahun 2018;
C. bahwa sesuai dengan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB Tahun 2018 mengenai Gugatan terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, yaitu yang tercantum pada Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00092/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 untuk PPN Masa Pajak April 2011, disebutkan bahwa:
POKOK SENGKETA
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor : S-4110/WPJ./01/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, yang tidak disetujui oleh Penggugat;

bahwa alasan Tergugat mengembalikan permohonan Penggugat adalah karena permohonan kedua disampaikan melebihi jangka waktu 3 bulan sejak tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 yang berbunyi:
“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak”;

bahwa untuk menguji permasalahan di atas, Majelis Hakim mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Pasal 36 UU KUP:
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. ....
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali;
(2) Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut:
1) Penggugat mempunyai hak untuk mengajukan permohonan mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi paling banyak 2 (dua) kali yaitu dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak;
2) Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (2) UU KUP hanya mengatur tentang ketentuan pelaksanaannya saja dan tidak dimaksudkan untuk membatasi hak Penggugat untuk mengajukan permohonan kedua sebagaimana diatur pasal 36 ayat (1a) UU KUP;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan dan peraturan perundang-undangan perpajakan di atas, Majelis berkesimpulan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kedua yang diajukan oleh Penggugat telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (1a) UU KUP, oleh karena itu surat dari Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Nomor: S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi tidak berdasarkan hukum dan harus dibatalkan;

Menimbang, bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk:
  1. mengabulkan sebagian permohonan Penggugat;
  2. membatalkan Surat Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Nomor: S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
  3. memerintahkan Tergugat untuk memproses lebih lanjut permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/010/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017;
D. bahwa menurut Penggugat, putusan Pengadilan Pajak tersebut telah mempertimbangkan antara lain kesimpulan Penggugat pada halaman 13 yaitu, TERGUGAT telah mengabaikan/tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagai dasar dan pertimbangan dalam mengeluarkan Surat nomor S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi. Hal ini dikarenakan surat yang Penggugat terima dari TERGUGAT, tidak terdapat tanggal stempel pos pengiriman pada amplop surat, serta TERGUGAT juga tidak dapat menunjukkan asli bukti kirim. Bahwa PENGGUGAT berhak meminta bukti asli kirim sebagaimana diatur dalam Pasal 1888 KUH Perdata mengenai kekuatan pembuktian;

bahwa Tergugat telah menyampaikan bukti pengiriman asli di sidang sebelumnya, tetapi bukti asli pengiriman bisa muncul hanya pada institusi Pengadilan Pajak. Dikarenakan tidak adanya tanggal stempel pos pengiriman pada amplop pengiriman Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017, maka hal tersebut tidak memenuhi Pasal 1 angka 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

E. bahwa dalam amar putusan Pengadilan Pajak tersebut, disebutkan pada halaman 17 bahwa :
MENGADILI
  1. Mengabulkan sebagian permohonan Penggugat;
  2. Membatalkan Surat Tergugat Nomor: S-4110/WPJ.07/2017 tanggal 14 September 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
  3. Memerintahkan Tergugat untuk memproses lebih lanjut permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua dengan Surat nomor PMB/STP/2011/010/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017;
atas nama PT. IRS Tbk NPWP:;

bahwa dengan demikian berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-117427.99/2017/PP/M.XVB Tahun 2018, Penggugat memohon Majelis dapat memberikan putusan yang sama dan mengabulkan permohonan Penggugat yang tercantum pada Surat Nomor PP/Gugatan/03-2011/011/I/2018 tanggal 19 Januari 2018 (Masa Pajak Maret 2011);

III. Tanggapan Penggugat atas Pendapat Tergugat pada sidang tanggal 4 Juli 2018 sebagai berikut:
  1. bahwa fakta yang disampaikan oleh Tergugat mengenai terdapat tanda terima pengiriman pos yang ditandatangani oleh Penggugat adalah tidak benar. Penggugat tidak menerima ataupun menandatangani tanda terima pengiriman pos yang disampaikan oleh kurir pos;
  2. bahwa Tergugat menyatakan sistem pengiriman pos sudah mengalami perubahan sehingga tidak diperlukan tanggal stempel pos pengiriman, padahal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, khususnya pada Pasal 1 angka 40, masih berlaku yang disebutkan bahwa tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung. Bahwa Pasal 1 angka 40 UU KUP ini ada untuk menjamin kepastian dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan;

bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, Penggugat memberikan kesimpulan bahwa apabila tidak ada tanggal stempel pos pengiriman pada amplop surat, maka pengertian tanggal dikirim dianggap sama dengan tanggal diterima;

KESIMPULAN DAN USUL PENGGUGAT

bahwa berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, Penggugat menyimpulkan bahwa:

1. Surat Gugatan telah memenuhi seluruh ketentuan formal pengajuan Gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU KUP serta Pasal 40 dan Pasal 41 UU Pengadilan Pajak;
2. Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017, telah mengabaikan fakta-fakta dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;


bahwa Penggugat mengusulkan kepada Majelis agar:

1) menyatakan bahwa gugatan yang diajukan Penggugat dapat diterima karena telah memenuhi seluruh ketentuan formal;
2) membatalkan keputusan Tergugat yang dikeluarkan melalui Keputusan Tergugat Nomor S5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (Masa Pajak Maret 2011);
3) memerintahkan kepada Tergugat untuk mengabulkan permohonan Penggugat dalam Surat Nomor PMB/STP/2011/009/VII/2017 tanggal 24 Juli 2017 yang meminta penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak PPN Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 Masa Pajak Maret 2011 menjadi Rp0,00 (NIHIL), dengan perhitungan sebagai berikut:

Uraian Menurut Tergugat Dikurangi / (ditambah) Menurut Penggugat
Pajak yang tidak/kurang dibayar Nihil Nihil Nihil
Sanksi administrasi
i. Denda Pasal 14 ayat 4 UU KUP 4.178.985.535 4.178.985.535 Nihil
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar 4.178.985.535 4.178.985.535 Nihil

Menurut Majelis:

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor S5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (Masa Pajak Maret 2011) yang tidak disetujui oleh Penggugat;

bahwa berdasarkan penjelasan tertulis Tergugat di persidangan mengenai alasan Tergugat menerbitkan Surat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi adalah karena tidak memenuhi ketentuan jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang diatur dalam Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 menyebutkan yaitu :
“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak”;

bahwa berdasarkan kronologis diketahui yaitu sebagai berikut :

1. bahwa kepada Penggugat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016;
2. bahwa atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 dimaksud, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Pertama) dengan surat nomor PMB/STP/2011/006/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016;
3. bahwa atas surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama Nomor PMB/STP/2011/006/X/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tersebut telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak;
4. bahwa atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 dimaksud, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Kedua) dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017;
5. bahwa atas surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (Kedua) Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017, telah diterbitkan Keputusan Tergugat Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 tentang Pengembalian Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak, yang menyatakan Permohonan Penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;


bahwa dari kronologis tersebut diketahui yaitu sebagai berikut :

a. bahwa dari hasil penelitian atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang pertama berupa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01191/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 20 April 2017 dikirim tanggal 20 April 2017;
b. bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua dengan Surat Nomor PMB/STP/2011/009/Vll/2017 tanggal 24 Juli 2017 dengan LPAD Nomor PEM:01004709\054\jul\2017 yang diterima KPP Perusahaan Masuk Bursa tanggal 24 Juli 2017;
c. bahwa Permohonan kedua Penggugat telah melewati jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim;


bahwa berdasarkan data dan bukti yang disampaikan di persidangan Majelis mengemukakan bahwa tanggal Keputusan Tergugat adalah tanggal 20 April 2017 yang dikirim kepada Penggugat melalui Pos Indonesia tanggal 20 April 2017 sesuai dengan bukti kirim Pos Indonesia dengan nomor resi : 1704202025271612830C19167138, jenis kiriman : surat kilat khusus, nomor barcode : 15593871447 dari Kantor Pos RIZKYA 12830C1, sedangkan oleh Penggugat dinyatakan diterima pada tanggal 25 April 2017 berdasarkan tanda terima buku surat masuk (internal) milik Penggugat;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 40 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan: “tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung”;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 41 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan : “tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung”;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan : “tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung:;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan : “tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung”;

bahwa menurut Majelis, apabila dihitung dari tanggal surat keputusan dari Tergugat diterbitkan tanggal 20 April 2017 dan dikirim oleh Tergugat tanggal 20 April 2017 (menggunakan pos tercatat) sampai dengan surat Penggugat yaitu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua diterima Tergugat tanggal 24 Juli 2017 adalah sudah melewati jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim;

bahwa menurut Majelis dalam hal dokumen dikirimkan melalui pos, penggunaan tanggal pos pengiriman, melibatkan pihak ketiga yakni pihak jasa ekspedisi, sehingga kekuatan pembuktiannya lebih kuat daripada pengakuan sepihak para pihak dan lebih memberikan kepastian hukum serta meminimalisir potensi tanggal mundur atau pun pelambatan;

bahwa dalam penjelasan atas definisi Tanggal Dikirim dan Tanggal Diterima di undang-undang adalah “Cukup jelas”. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada tafsir lain;

bahwa sesuai Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 yang merupakan turunan dari ketentuan Pasal 36 ayat (2) UU KUP menyebutkan yaitu :
“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak”;

bahwa dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut, Majelis memandang bahwa oleh pembuat undang-undang telah disadari jangka waktu 3 (tiga) bulan tersebut pasti ada jeda waktu (leg) antara tanggal kirim dengan tanggal terima, dan hal tersebut harus disadari oleh pelaksana undang-undang tersebut baik Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;

bahwa Majelis mengemukakan bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 40 dan 41 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Pasal 1 angka 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa tanggal terima Keputusan Tergugat adalah tanggal stempel pos pengiriman Keputusan Tergugat yaitu dikirim pada tanggal 20 April 2017 sesuai dengan bukti kirim dari Pos Indonesia sehingga tanggal tersebut dianggap sebagai tanggal terima Keputusan Tergugat;

bahwa Majelis memandang waktu yang masih dimiliki oleh Penggugat sebanyak 3 (tiga) bulan tersebut dipandang cukup untuk Penggugat mengajukan surat permohonan keduanya agar memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua tidak memenuhi ketentuan mengenai paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, sehingga penerbitan Pengembalian Tergugat atas Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sudah benar;

Menimbang:

bahwa berdasarkan data dan fakta di persidangan maka Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Kepala Kantor Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 hal Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi terkait Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 Masa Pajak Maret 2011;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan:

Menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Kepala Kantor Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Nomor S-5756/WPJ.07/2017 tanggal 21 Desember 2017 hal Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi terkait Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00093/107/11/054/16 tanggal 30 Maret 2016 Masa Pajak Maret 2011 atas nama PT IRS Tbk..

Demikian diputus berdasarkan musyawarah Majelis VIIIB Pengadilan Pajak yang telah dicukupkan dalam sidang pemeriksaan terakhir pada hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

NW, S.H., M.Si. sebagai Hakim Ketua,
Drs. SH, Ak. sebagai Hakim Anggota,
DD, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota,

dengan dibantu oleh

DWH, S.H., M.H.



sebagai Panitera Pengganti.


Putusan Nomor : PUT-000444.99/2018/PP/M.VIIIB Tahun 2019 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal ..........................2019 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti dengan susunan sebagai berikut :

NW, S.H., M.Si. sebagai Hakim Ketua,
Drs. SSBH, M.M. sebagai Hakim Anggota,
DD, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota,

Yang dibantu oleh DWH, S.H., M.H.

sebagai Panitera Pengganti.


serta dihadiri/tidak dihadiri oleh Tergugat, dihadiri/tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA