Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-000903.99
Pokok Sengketa:
bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00057/NKEB/WPJ.07/201 tanggal 11 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Pengugat;

Menurut Tergugat:
bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri terkait dengan koreksi peredaran usaha sebagaimana tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00013/206/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Tahun Pajak 2011;
bahwa Tergugat melakukan koreksi Peredaran Usaha, sehingga berakibat pada Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan yang PPN- nya harus dipungut sendiri yang harus dikoreksi juga oleh Tergugat untuk masa pajak April 2011 sebesar Rp8.597.555.116,00;
bahwa Penggugat telah mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak April 2011, dan Tergugat telah menerbitkan Surat Keputusan atas permohonan tersebut nomor KEP- 01550/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Mei 2017;
bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak April 2011 dengan alasan yang berbeda dengan alasan pada permohonan yang pertama;
bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri terkait dengan koreksi peredaran usaha tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00013/206/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Tahun Pajak 2011;
bahwa Penggugat juga mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar yang kedua atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00013/206/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Tahun Pajak 2011;
bahwa alasan yang disampaikan Penggugat dalam permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak April 2011 sama dengan alasan yang disampaikan Penggugat dalam permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00013/206/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Tahun Pajak 2011;
bahwa atas permohonan tersebut, telah dilakukan penelitian dengan hasil sebagai berikut:
a. bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor LAP00757/WPJ.07/KP.0305/ RIK.SIS/2015 tanggal 02 Desember 2015 diketahui sebagai berikut:
➢ bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Penggugat;
➢ bahwa Pemeriksa telah melakukan kewajiban permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen dokumen:
- Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen nomor : S54/WPJ.07/KP.0305/2014;
- Surat Peringatan Pertama nomor : S-114/WPJ.07/KP.0300/2015;
- Surat Peringatan Kedua nomor : S-122/WPJ.07/KP.0300/2015;
➢ bahwa Penggugat tidak menyelenggarakan sepenuhnya pembukuan sebagaimana dimaksud pada pasal 28 UU PPh karena tidak dapat menunjukkan buku, catatan, dan dokumen pendukung yang menjadi dasar diselenggarakannya Berdasarkan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2011, diketahui bahwa laporan keuangan Penggugat tidak dilakukan audit,oleh KAP independen. Pemeriksa telah mengirimkan Surat Permintaan Keterangan/ Bukti kepada Pimpinan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan dengan nomor surat : S-13354/WPJ.07/KP.03/2015;
➢ bahwa tanggal 7 September 2015 dan telah dijawab dengan surat nomor : S412/PPPK/2015 tanggal 9 September 2015 dengan jawaban bahwa tidak terdapat KAP yang melaporkan Penggugat sebagai klien audit umumnya untuk tahun buku 2011;
➢ bahwa berdasarkan hal tersebut maka Pemeriksa melakukan pengujian atas kepatuhan pematuhan kewajiban perpajakan Penggugat dengan menggunakan data yang tersedia sehingga menghasilkan koreksi positif atas Peredaran Usaha sebesar 661.501.202,00 dan koreksi negatif atas Harga Pokok Penjualan sebesar Rp52.865.285.624,00;
b. bahwa berdasarkan surat permohonan Penggugat yang kedua, Penggugat memberikan alasan permohonan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar pada intinya adalah mengakui keterbatasan data Penggugat dan melakukan perhitungan sendiri atas peredaran usaha dan harga pokok penjualan sehingga Peredaran Usaha menurut Penggugat adalah sebesar 874.345.272,00 dan Harga Pokok Penjualan menurut Penggugat adalah sebesar Rp18.933.328.221,00;
c. bahwa Tim Peneliti melakukan penelitian atas penerbitan surat ketetapan pajak yang disengketakan, sebagai berikut :
➢ Surat Ketetapan Pajak diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU tentang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Dan Surat Tagihan Pajak;
➢ Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor PRIN00313/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2014 tanggal 9 Juni 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan nomor PRIN-P-220/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2015 tanggal 8 Juli 2015 yang telah diberitahukan kepada Penggugat melalui surat pada tanggal 9 Juni 2014 yang diterima oleh Penggugat pada tanggal 9 Juni 2014;
➢ Tergugat telah mengirimkan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen nomor S-54/WPJ.07/KP.0305/2014 tanggal 12 Juni 2014 dan Surat Peringatan Pertama Nomor S-115/WPJ.07/KP.0300/2015 akhirnya Surat Peringatan Ketiga Nomor S-122/WPJ.07/KP.0300/2015;
➢ Tergugat menyatakan bahwa sampai batas waktu yang ditentukan Penggugat tidak dapat menyediakan seluruh data, dokumen, buku dan catatan yang diminta oleh Tergugat;
➢ Sesuai kewenangan yang diatur dalam memori penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU tentang KUP maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dihitung berdasarkan data yang tersedia;
➢ Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak 23/PJ/2013 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-65/PJ/2013 maka Pemeriksa menghitung pajak terutang berdasarkan hasil pemeriksaan dengan penerapan metode tidak langsung sesuai dengan data yang tersedia tersebut;
➢ Hasil Pemeriksaan secara formal diketahui telah disampaikan kepada Penggugat melalui SPHP nomor 00678/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2015 tanggal 4 Nopember 2015 yang diterima oleh Penggugat pada tanggal 6 Nopember 2015;
➢ Penggugat kemudian diberikan kesempatan untuk menanggapi yaitu melalui surat tanggapan nomor 002/TSPHP/BTS/SHET-TRR/XI/2015 tanggal 19 Nopember 2015;
➢ Penggugat juga diundang dalam Pembahasan Akhir Pemeriksaan namun tidak hadir sesuai Berita Acara Ketidak hadiran Penggugat pada tanggal 24 Nopember 2015 bertempat di Kantor KPP Penanaman Modal Asing Dua;
➢ Penggugat diketahui tidak mengajukan Quality Assurance (QA);
➢ Tergugat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak berdasarkan Hasil Pembahasan Akhir Pemeriksaan;
d. bahwa atas permintaan data oleh Tim Peneliti, Penggugat hanya memberikan data berupa data kapasitas mesin terpasang yang berbentuk fotokopi gambar yang didalam nya terdapat perhitungan Data berupa fotokopi gambar tersebut tidak mencantumkan untuk tahun berapa data tersebut (Penggugat mengajukan permohonan untuk tahun 2010 dan 2011) dan tidak terdapat bukti pendukung atas perhitungan tersebut, sebagai berikut:
e. bahwa berdasarkan data tersebut, Tim Peneliti tidak dapat melakukan penelitian lebih lanjut atas kebenaran Peredaran Usaha dan Harga Pokok Penjualan sebagaimana dimaksud dalam alasan permohonan Penggugat;

bahwa berdasarkan uraian, data dan fakta tersebut di atas, tim peneliti tidak dapat melakukan pengujian atas alasan Penggugat karena data/dokumen pendukung atas alasan yang dikemukakan oleh Penggugat adalah berupa salinan dari dokumen yang bukan berhuruf latin, penjelasan kapasitas mesin hanya berupa tulisan tangan yang tidak dapat diyakini validitasnya;
bahwa selain mengemukakan hal-hal tersebut di atas, Tergugat dalam persidangan menyampaikan penjelasan tertulis yang isinya sebagai berikut:
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, mengatur antara lain:
Pasal 12 ayat (3)
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang;
Pasal 13 ayat (1) huruf a
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
Pasal 28 ayat (1)
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan;
Pasal 28 ayat (3)
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
Pasal 28 ayat (7)
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
Pasal 36 ayat (1) huruf b:
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Pasal 4 ayat (1) huruf a
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. Peraturan Menteri Keuanggan Nomor 184/PMK.03/2015 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan;
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
d. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Pasal 1 angka 3
Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran pos-pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya, yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu;
Pasal 2 ayat (1)
Metode Langsung maupun Metode Tidak Langsung digunakan untuk mendapatkan temuan pemeriksaan;
Pasal 4 ayat (1)
Teknik-teknik Pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak, meliputi:
  1. pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak;
  2. pengujian keabsahan dokumen;
  3. evaluasi;
  4. analisis angka-angka;
  5. penelusuran angka-angka (tracing);
  6. penelusuran bukti;
  7. pengujian keterkaitan;
  8. ekualisasi atau rekonsiliasi;
  9. permintaan keterangan atau bukti;
  10. konfirmasi;
  11. inspeksi;
  12. pengujian kebenaran fisik;
  13. pengujian kebenaran penghitungan matematis;
  14. wawancara;
  15. uji petik (sampling);
  16. Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau
  17. Teknik-teknik Pemeriksaan lainnya;
Pasal 4 ayat (3)
Uraian dari masing-masing Teknik Pemeriksaan dan Prosedur pemeriksaan terdapat pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
2. Data dan Fakta
bahwa koreksi DPP PPN untuk Masa Pajak April 2011 sebesar Rp8.597.555.116,- terkait dengan koreksi Peredaran Usaha yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan nomor 00013/206/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Tahun Pajak 2011;
bahwa dalam melakukan koreksi Peredaran Usaha, Tergugat menggunakan metode tidak langsung karena Penggugat tidak meminjamkan dokumen pendukung;
bahwa kronologi dari proses pemeriksaan adalah sebagai berikut:
bahwa pemeriksaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan nomor PRIN- 00313/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2014 tanggal 09 Juni 2014 yang telah diubah dengan PRIN-P- 220/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2015 tanggal 07 Juli 2015 yang telah diberitahukan kepada Penggugat melalui surat tanggal 09 Juni 2014 dan diterima tanggal 09 Juni 2014;
bahwa Pemeriksa telah mengirimkan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen nomor S-54/WPJ.07/KP.0305/2014 tanggal 12 Juni 2014 dan Surat Peringatan Pertama Nomor S-115/WPJ.07/KP.0300/2015 akhirnya Surat Peringatan Kedua Nomor S-122/WPJ.07/KP.0300/2015;
bahwa sampai batas waktu yang telah ditentukan Penggugat tidak dapat menyediakan seluruh data, dokumen, buku dan catatan yang diminta oleh Pemeriksa;
bahwa hasil pemeriksaan secara formal telah disampaikan kepada Penggugat melalui SPHP nomor 00678/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2015 tanggal 04 Nopember 2015 yang diterima oleh Penggugat pada tanggal 06 Nopember 2015;
bahwa Penggugat juga diundang dalam Pembahasan Akhir Pemeriksaan namun tidak hadir sesuai Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak pada tanggal 24 November 2015 bertempat di Kantor KPP Penanaman Modal Asing Dua;
bahwa Penggugat diketahui tidak mengajukan Quality Assurance (QA);
bahwa metode tidak langsung yang digunakan oleh Tergugat adalah uji keterkaitan produksi berdasarkan daya listrik. Berdasarkan pengujian tersebut diperoleh Peredaran Usaha untuk Tahun Pajak 2011 adalah sebesar Rp83.564.386.674,-;
bahwa perhitungan Peredaran Usaha diperoleh dengan cara sebagai berikut:
Pemakaian daya listrik Jan-Des 2011 27.647.960 kwH
Pemakaian daya listrik untuk non produksi 9.109.880 kwH
Pemakaian daya listrik untuk produksi 18.538.080 kwH
Listrik produksi (heating proses) 90% 16.684.272 kwH
Daya kwH digunakan/Ton 980
Hasil Produksi 17.024.767 kg
Total Penjualan Rp83.564.386.674
Catatan:
1. Pemakaian listrik berdasarkan jawaban dari PLN Kantor Distribusi DKI Jakarta dan Tangerang nomor 1034/160/DISJAYA/2013 tanggal 14 Juni 2013;
2. Pemakaian Daya non Produksi 30% dari bulan Januari 2011 s.d. September 2011 dan 40% dari bulan Oktober 2011 s.d. Desember 2011 yang digunakan untuk beban office perusahaan;
3. Berdasarkan buku Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 yang dikeluarkan BPPT dijelaskan bahwa secara umum penggunaan energy di industry besi dan baja di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian:
- Heating process 91,8%
- Cooling process 0,6%
- Motor Penggerak,7,6%

bahwa komposisi atau distribusi penggunaan energy di pabrik Penggugat menurut Penggugat tidak jauh berbeda dengan skema penggunaan energi di buku tersebut dengan detail:
- Peleburan 90%
- Coooling 1,50%
- Motor penggerak 7%
- Dust Collector 1%
4. Daya kwH/ton sebesar 980 artinya 1 ton dibutuhkan daya listrik 980 kwH;
5. Tergugat menggunakan data harga output (billet) sebagai berikut:
Bulan Harga Terendah Harga Tertinggi
Januari 5,937 6,513
Februari 5,983 6,518
Maret 5,688 6,215
April 5,887 6,329
Mei 6,046 6,389
Juni 5,822 6,396
Juli 5,765 6,296
Agustus 6,060 6,440
September 6,026 6,513
Oktober 5,454 6,400
Nopember 5,574 6,099
Desember 5,607 6,081
bahwa untuk Masa Pajak April 2011 penghitungan DPP PPN adalah sebagai berikut:
Pemakaian daya listrik 2.565.840 kwH
Pemakaian daya listrik untuk non produksi 769,752 kwH
Pemakaian daya listrik untuk produksi 1,796,088 kwH
Listrik produksi (heating proses) 90% 1,616,479 kwH
Daya kwH digunakan/Ton 980
Hasil Produksi 1,649.469 kg
Harga jual 5,887/kg
Total Penjualan Rp9.710.421.480
3. Tanggapan
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan juncto Surat Edaran nomor 65/PJ/2013 diatur bahwa metode pemeriksaan terdiri dari metode langsung dan metode tidak lansung;
bahwa metode langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji kebenaran pos-pos yang diperiksa yang dilakukan secara tidak langsung terhadap buku, catatan dan dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa;
bahwa metode tidak langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji kebenaran pos-pos yang diperiksa secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu;
bahwa metode tidak langsung digunakan dalam hal metode langsung tidak dapat diterapkan;
bahwa Tergugat menggunakan metode tidak langsung karena Penggugat tidak dapat menunjukkan bukti-bukti pendukung selama proses pemeriksaan. Bukti pendukung terkait peredaran usaha yang dimaksud antara lain buku besar, sub ledger penjualan, invoice penjualan, faktur penjualan, sales order/PO dari customer, kontrak penjualan, buku bank/rekening Koran, nota kredit/debet, dokumen pengiriman barang ke customer dan laporan produksi/arus barang;
bahwa Penggugat hanya memberikan rekapitulasi penjualan yang berisi rincian nama supplier, bulan penjualan, nomor invoice, tanggal invoice, nama barang, quantity (ton), harga jual exc PPN (rupiah), dan PPN (rupiah). Namun bukti pendukung berupa fisik invoice tidak dapat ditunjukkan;
bahwa dalam mengajukan pembatalan ketetapan pajak atas SKPKB PPN nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak April 2011 yang kedua, alasan Penggugat adalah Penggugat tidak beroperasi dalam kapasitas normal;
bahwa atas hal tersebut, Tergugat berdasarkan surat nomor S-4452/WPJ.07/BD.05/2017 tanggal 04 Oktober 2017 telah meminta kepada Penggugat antara lain Data/Dokumen dan perincian yang membuktikan alasan Penggugat bahwa Penggugat tidak beroperasi pada kapasitas normal;
bahwa data yang diserahkan oleh Penggugat dalam proses pembatalan ketetapan pajak tersebut berupa data kapasitas mesin terpasang yang berbentuk gambar dengan huruf kanji yang didalamnya terdapat perhitungan kapasitas dan tidak terdapat bukti pendukung atas perhitungan tersebut;
bahwa berdasarkan data tersebut, Tergugat berpendapat bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan alasan permohonan pembatalan ketetapan pajak atas SKPKB PPN nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak April 2011 tersebut;
bahwa pada dasarnya alasan gugatan Penggugat tidak berbeda dengan alasan dalam mengajukan permohonan pembatalan ketetapan pajak atas SKPKB PPN nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak April 2011 yaitu bahwa Tergugat tidak melakukan penyesuaian karena mesin Penggugat tidak beroperasi pada kapasitas normal;
bahwa Tergugat berpendapat bahwa alasan Penggugat tidak benar dengan uraian sebagai berikut:
  1. bahwa berdasarkan perhitungan Penggugat kapasitas maksimal dari 6 (enam) mesin adalah sebesar 96.768.000 kwH, sedangkan pemakaian listrik adalah 27.647.960 kwH sehingga tingkat operasi Penggugat adalah sebesar 28,57%;
  2. bahwa perhitungan peredaran usaha sebesar Rp83.564.386.673,- yang telah Tergugat lakukan adalah berdasarkan pemakaian listrik sebesar 647.960kwH;
  3. bahwa dengan demikian Tergugat telah menghitung Peredaran Usaha berdasarkan jumlah listrik sesuai yang digunakan oleh Penggugat (kapasitas 28,57% dari total);

bahwa disamping itu, Tergugat menyampaikan bahwa kewenanqan untuk melakukan penelitian material dan untuk menerbitkan keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar adalah pada Direktur Jenderal Pajak;
bahwa pada dasarnya Pasal 36 UU KUP merupakan ordonansi keadilan, dimana kewenangan yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak merupakan atribusi langsung sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang. Dengan demikian kewenangan terhadap penelitian secara materi hanya diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak;
bahwa Tergugat berpendapat bahwa kewenangan dalam melakukan penelitian material dan menerbitkan keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang diajukan oleh Penggugat adalah pada Tergugat, hal ini didasarkan pada kententuan Undang-undang Perpajakan dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal 36 ayat (1) UU KUP jo Pasal 35 ayat (1) PP Nomor 74 Tahun 2011 jo Pasal 2 PMK- 08/PMK.03/2013) sebagai berikut:
a. Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
b. Pasal 36 Ayat (2) UU KUP
Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
c. Pasal 48 UU KUP
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;
d. Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak, atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang,yang tidak benar; atau
  4. membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi, yang dilaksanakan tanpa:
    1. penyampaian surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil Verifikasi; atau
    2. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak;
e. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
  4. membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
    1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; dan/atau
    2) pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak;
bahwa Tergugat telah memproses permohonan Wajib Pajak sesuai ketentuan Undang-undang, dimana berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b yaitu Wajib Pajak telah mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dan telah mendapatkan keputusan atas permohonannya tersebut;

Menurut Penggugat:
bahwa Penggugat tidak setuju dengan penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP- 00057/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 11 Januari 2018 dengan alasan sebagai berikut:
bahwa dalam SKPKB PPN No. 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 terdapat koreksi pada pos Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri sebesar Rp8.597.555.116,00 yang berasal dari pengujian atas Peredaran Usaha dengan metode tidak langsung yaitu Uji Keterkaitan Produksi berdasarkan pemakaian daya listrik (pembayaran rekening listrik ke PLN);
bahwa oleh karena keterbatasan data yang ada saat proses pemeriksaan, Penggugat dapat menyetujui penggunaan metode tidak langsung berdasarkan pemakaian daya listrik tersebut untuk menghitung peredaran usaha. Namun, Penggugat berpendapat bahwa penerapan metode tidak langsung oleh Tergugat tersebut perlu dilakukan penyesuaian terkait dengan kondisi Penggugat, yang tidak lagi beroperasi pada kapasitas normal (maksimal);
bahwa standar pengujian (benchmark) yang digunakan oleh Tergugat dalam pengujian adalah standar pemakaian daya listrik perusahaan pada tingkat operasi normal (kapasitas maksimal), sehingga tidak sesuai dengan kondisi Penggugat pada tahun 2011;
bahwa pada tahun 2011 Penggugat hanya beroperasi pada tingkat kapasitas sebesar 28,57% dari Kapasitas Normal atau terdapat idle capacity sebesar 71,43%, sehingga menimbulkan inefficiency pada proses produksi;
bahwa perhitungan Peredaran Usaha untuk Tahun 2011 menurut Penggugat adalah sebagai berikut:
Peredaran Usaha Menurut Tergugat = Rp83.564.386.674,00
Peredaran Usaha Menurut Penggugat = 28,57 % X Rp83.564.386.674,00
= Rp23.874.345.272,00

bahwa berdasarkan uraian diatas, maka perhitungan jumlah penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri untuk masa April 2011 menurut Penggugat adalah sebagai berikut:
Peredaran Usaha cfm WP (Permohonan) = Rp23.874.345.272,00
Peredaran Usaha cfm SPT Tahun 2011 = Rp16.902.885.472,00 -
Koreksi Objek PPN Tahun 2011 = Rp 6.971.459.800,00
Koreksi perbulan (1/12 x Rp16.902.885.472,00) = Rp 580.954.983,00
DPP PPN bulan April cfm WP = DPP bulan April cfm SPT + Koreksi
= Rp1.112.866.364,00 +Rp580.954.983,00
= Rp1.693.821.347,00
bahwa selain mengemukakan hal-hal sebagaimana tersebut diatas, Penggugat dalam persidangan menyampaikan penjelasan tertulis dengan surat tanpa nomor tanggal 3 Juli 2018 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Penggugat adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Nomor 223 pada tanggal 28 Juni 2004. Dimana pada tahun 2014, pemilik saham perusahaan berniat untuk menjual 100% (seratus persen) saham dari seluruh saham-saham yang telah dikeluarkan dan ditempatkan serta diambil-bagian dalam Perseroan kepada Pembeli, yaitu manajemen Penggugat yang saat ini sesuai dengan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) tertanggal 28 Mei 2014;
bahwa pada bulan Juni 2014 yaitu saat dimulai proses pemeriksaan, semua dokumen-dokumen terkait laporan keuangan dan transaksi perpajakan sudah tidak ada dan karyawan yang bertanggung jawab terkait laporan tersebut sudah tidak bekerja di Perusahaan Penggugat;
bahwa oleh karena keterbatasan data yang ada saat proses pemeriksaan, Penggugat dapat menyetujui penggunaan metode tidak langsung berdasarkan pemakaian daya listrik tersebut untuk menghitung peredaran usaha. Namun, Penggugat berpendapat bahwa penerapan metode tidak langsung oleh Tergugat tersebut perlu dilakukan penyesuaian terkait dengan kondisi Penggugat, yang tidak lagi beroperasi pada kapasitas normal (maksimal). Dalam hal ini, Penggugat telah berada dalam kondisi operasi jauh di bawah kapasitas normal. Dengan demikian, pemakaaian daya listrik Penggugat berada dalam kondisi yang tidak efisien, karena besarnya idle capacity;
bahwa standar pengujian (benchmark) yang digunakan oleh Tergugat dalam pengujian adalah standar pemakaian daya listrik perusahaan pada tingkat operasi normal (kapasitas maksimal), sehingga tidak sesuai dengan kondisi Penggugat pada tahun 2011;
bahwa Kondisi Penggugat pada tahun 2011 tidak beroperasi pada tingkat kapasitas normal. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pemakaian listrik pada 6 (enam) mesin yang terpasang selama bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 yang berfluktuasi setiap bulannya dengan jumlah pemakaian listrik selama tahun 2011 sebesar 27.647.960 kWh;
bahwa menurut Tergugat, selama proses pemeriksaan Penggugat tidak dapat menyediakan data, dokumen, buku dan catatan yang diminta oleh Tergugat sehingga Tergugat menghitung pajak terutang dengan menerapkan metode tidak langsung sesuai dengan data yang tersedia, namun menurut PER 17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, Pasal 3 ayat (1) :
Pasal 3
(1) Dalam hal terhadap Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ternyata Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
bahwa berdasarkan hal tersebut, apabila selama proses pemeriksaan, Penggugat tidak memberikan seluruh data, dokumen, buku dan catatan, seharusnya Tergugat bisa menghitung Penghasilan Neto Penggugat dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang persentasenya sesuai dengan Lampiran 3 PER 17/PJ/2015 dengan perhitungan sebagai berikut :

KLU : 24101
Uraian KLU : Industri Besi dan Baja Dasar (Iron and Steel Making)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto WP Badan Pasal 14 ayat (5) = 14 %
bahwa Penghasilan Neto Tahun 2011
= 14 %x Peredaran Usaha
= 14 % x Rp 83.564.386.674
= Rp 11.699.014.134;
bahwa atas pertanyaan Majelis dalam persidangan, Penggugat menyatakan tidak mempermasalahkan formal penerbitan Surat Tagihan Pajak maupun Keputusan Tergugat, melainkan hanya mempermasalahkan perhitungan Tergugat dalam menentukan Penghasilan Netto;
Menurut Majelis:
bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 22 Nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015, Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar Pertama dengan Surat Nomor 050/BTS-DJP/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 dan dengan Keputusan Tergugat Nomor KEP-01550/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Mei 2017 permohonan Penggugat tersebut ditolak kemudian Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar Kedua dengan Surat Nomor 016/BTS-DJP/VIII/2017 tanggal 2 Agustus 2017 dan dengan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00057/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 11 Januari 2018 permohonan tersebut ditolak, sehingga dengan Surat Nomor 046/BTS-DJP/I/2018 tanggal 26 Januari 2018, Penggugat mengajukan gugatan;
bahwa Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 pasal 36 ayat (1) huruf b;
bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 menyatakan:
Pasal 36 ayat (1)
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakankarena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
  4. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
    1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
    2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak;
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali;
(1b) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali;
(1c) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan;
(1d) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1c) telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan;
(1e) Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1c);
(2) Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Penjelasan Pasal 36
Ayat (1)
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi;
Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan;
Ayat (1a)
Cukup jelas;
Ayat (1b)
Cukup jelas;
Ayat (1c)
Cukup jelas;
bahwa dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi. Hal ini menjelaskan bahwa pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar bagi Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) merupakan diskresi dari Tergugat
bahwa dalam faktanya Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar dari Penggugat telah diproses oleh Tergugat sesuai dengan diskresi Tergugat sebagaimana disebutkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 36 ayat (1) beserta penjelasannya;
bahwa sesuai dengan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan;
bahwa dalam faktanya Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar dari Penggugat telah diproses oleh Tergugat dan telah diterbitkan Keputusan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar oleh Tergugat dan penerbitan keputusan tersebut masih dalam kurun waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan dari Penggugat sesuai dengan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan;
bahwa dengan demikian Keputusan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar dari Tergugat telah benar prosedur penerbitannya sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) beserta penjelasannya dan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa berdasarkan fakta data serta keterangan yang diperolah dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa penerbitan Keputusan Tergugat tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak sudah sesuai dengan ketentuan dan oleh karenanya Majelis memutuskan untuk menolak gugatan Penggugat;
Menimbang:
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak gugatan Penggugat;

Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
Memutuskan:
Menolak Gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor KEP-00057/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 11 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2011 Nomor 00093/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 atas nama: Pemohon Banding.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 3 Juli 2018 oleh Majelis VIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
WST, S.H., M.H., M.Sc., Ak., CA sebagai Hakim Ketua,
JEW, S.E., M.M sebagai Hakim Anggota,
WN, S.P., M.M sebagai Hakim Anggota,
yang dibantu oleh
Ir. Hendaryati, M.M

sebagai Panitera Pengganti,
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 7 Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Tergugat dan tidak dihadiri oleh Penggugat.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA