Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT–087766.32
Pokok Sengketa:
bahwa nilai yang menjadi sengketa adalah koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atas perolehan Hak Guna Usaha untuk objek pajak yang terletak di Desa Semanga Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas Tahun Pajak 2014 sebesar Rp55.472.415.200,00 yang tidak disetujui Pemohon Banding;
Koreksi Dasar Pengenaan BPHTB atas perolehan Hak Guna Usaha Tahun 2014 sebesar Rp55.472.415.200,00,
Menurut Terbanding:
Dasar Hukum:
  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah;
  3. Peraturan Bupati Sambas Nomor 31 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;

Uraian / Analisa:

bahwa ketentuan pengaturan dasar untuk perhitungan BPHTB secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan demikian ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 masih bersifat umum. Sehingga adalah keliru apabila Pemohon Banding mendalilkan suatu aturan yang bersifat umum dengan mengesampingkan aturan yang bersifat khusus (lex specialis derogat lex generalis);
bahwa Terbanding keberatan dengan dalil Pemohon Banding yang menjadikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai dasar dari dalil- dalil Pemohon Banding mengajukan banding, karena setelah 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi (vide Pasal 180 ayat (6)), oleh karena itu adalah patut menurut hukum dalil Pemohon Banding tersebut diabaikan;
bahwa harga perolehan tanah yang digunakan oleh Terbanding untuk perhitungan besarnya NPOP telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu menggunakan NJOP tanah yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) huruf j dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan dalam Pasal 53 ayat (2) huruf j dan ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Pasal 87 ayat (2) huruf j Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagaimana juga diatur dalam Pasal 53 ayat (2) huruf j Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, menyebutkan:
"Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar.";
- Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, menyebutkan:
"Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.";
- Pasal 53 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 juga menyebutkan:
"Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, maka Nilai Perolehan Objek Pajak yang digunakan adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.";
bahwa harga perolehan tanah yang digunakan untuk perhitungan besarnya NPOP adalah sebesar Rp3.900,00 (tiga ribu sembilan ratus rupiah) per m2, karena nilai tersebutlah yang merupakan NJOP tanah yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singkawang;
bahwa terkait nilai Rp3.900,00 (tiga ribu sembilan ratus rupiah) per m2 yang telah ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singkawang tersebut apabila Pemohon Banding keberatan maka seharusnya Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Pasal 15 ayat (1), berbunyi:
"Wajib pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas:
  1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
  2. Surat Ketetapan ";
- Pasal 15 ayat (2), berbunyi:
"Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan alasan secara jelas.";
- Pasal 15 ayat (3), berbunyi:
"Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Tanggal diterimanya surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi kerena keadaan diluar kekuasaannya.";
- Pasal 15 ayat (4), berbunyi: "Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.";
- Pasal 15 ayat (5), berbunyi :
"Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.";
bahwa namun kenyataannya Pemohon Banding tidak melakukan langkah tersebut bahkan sebaliknya pada Tahun 2013 Pemohon Banding justru melakukan pembayaran kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan atas lahan tersebut dengan nilai "Bumi" sebesar Rp3.900,00 (tiga ribu sembilan ratus rupiah) per m2 sebagaimana Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Bukti Penerimaan Negara Penerimaan SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding, dengan demikian mengenai perhitungan SKBPHTBKB dengan harga perolehan tanah sebesar Rp3.900,00 (tiga ribu sembilan ratus rupiah) per m2 telah diakui dan diterima Pemohon Banding;
bahwa harga perolehan tanah sebesar Rp1.181,00 (seribu seratus delapan puluh satu rupiah) per m2 yang digunakan oleh Pemohon Banding adalah nilai dasar tanah per m2 untuk areal kebun yang merupakan salah satu unsur Rincian Perhitungan Nilai yang digunakan oleh KPP Pratama Singkawang untuk menentukan NJOP PBB, sehingga nilai sebesar Rp1.181,00 (seribu seratus delapan puluh satu rupiah) per m2 tersebut bukanlah merupakan NJOP tanah sebagaimana tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian adalah tepat tindakan Terbanding yang menetapkan perhitungan besarnya NPOP adalah sebesar Rp3.900,00 (tiga ribu sembilan ratus rupiah) per m2;
bahwa berkaitan dengan nilai jual tanah disekitar lokasi pembelian tanah yang dimaksudkan Pemohon Banding sebesar Rp820,00 (delapan ratus dua puluh rupiah) per m2 tidak bisa dijadikan sebagai pembanding harga perolehan tanah untuk perhitungan NPOP sebagaimana yang telah di atas;
bahwa legalitas dokumen yang digunakan sebagai dasar pengenaan dan pembayaran kewajiban PBB adalah SPPT PBB bukan Rincian Perhitungan Nilai seperti yang dimaksud Pemohon Banding sebagaimana dinyatakan pada halaman 7 huruf d dalam surat permohonan banding yakni seharga Rp1.181,00 (seribu seratus delapan puluh satu rupiah) per m2 tidak didasarkan atas bukti secara resmi yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singkawang;
bahwa selanjutnya tindakan Terbanding yang memasukkan kompenan bangunan patut dibenarkan karena telah berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 41 dan angka 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan dalam Pasal 1 angka 24 dan angka 25 Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Pasal 1 angka 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagaimana juga diatur dalam Pasal 1 angka 24 Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, berbunyi sebagai berikut:
"Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.";
- Pasal 1 angka 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagaimana juga diatur dalam Pasal 1 angka 25 Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, yang menyebutkan:
"Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.";
- Pasal 1 angka 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, menyebutkan:
"Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.";
- Pasal 90 Ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagaimana juga diatur dalam Pasal 56 ayat (1) huruf j Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, berbunyi sebagai berikut:
"Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk pemberian hak Baru di luar pelepasan hak adalah sejak Tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak.";
- Pasal 90 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagaimana juga diatur pada Pasal 56 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, yang berbunyi sebagai berikut:
"Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).";
bahwa berdasarkan pada ketentuan-ketentuan tersebut diatas maka pengenaan BPHTB menurut Terbanding didasarkan pada saat terjadinya perolehan hak, sehingga komponen yang digunakan sebagai dasar perhitungan besamya NPOP adalah dengan memperhatikan keadaan objek pajak BPHTB yang sesungguhnya pada saat terjadinya perolehan hak, sementara perhitungan NPOP yang hanya meliputi komponen tanah saja sangatlah tidak sesuai dan tidak mencerminkan azas keadilan, karena pada saat terjadinya perolehan hak yang mengakibatkan timbulnya BPHTB yang terutang pada lahan yang menjadi objek perolehan hak telah berdiri bangunan sebagaimana tercantum pula dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding. Oleh karena itu komponen bangunan tersebut harus dimasukkan dalam perhitungan besarnya NPOP sesuai dengan NJOP bangunan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan;
bahwa selanjutnya Terbanding juga mengacu kepada ketentuan bahwa legalitas perolehan hak Pemohon Banding adalah pada saat diterbitkannya Keputusan tentang pemberian Hak Guna Usaha yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014, sehingga dalam perhitungan besarnya NPOP sudah seharusnya memasukkan komponen tanah dan bangunan yang secara nyata dan faktual terdapat pada objek perolehan hak sebagaimana saat perolehan hak tersebut terjadi;
KOREKSI TERHADAP PAJAK YANG HARUS DIBAYAR
bahwa telah benar, perhitungan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebagaimana tercantum dalam SKBPHTBKB Nomor: 0002/SKBPHTB/2014 tanggal 5 Maret 2014 sebesar Rp2.829.093.175,00 (dua milyar delapan ratus dua puluh sembilan juta sembilan puluh tiga ribu seratus tujuh puluh lima rupiah), dimana perhitungan NPOP terdiri dan komponen tanah dan bangunan dengan dasar penilaian menggunakan NJOP PBB yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding, karena tindakan Terbanding tersebut telah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yakni sebagaimana telah diatur dalam Pasal 87 ayat (2) huruf j dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan dalam Pasal 53 ayat (2) huruf j dan ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Pasal 87 ayat (2) huruf j Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagaimana juga diatur dalam Pasal 53 ayat (2) huruf j Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, berbunyi:
"Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pemberian hak barn atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar.";
- Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, menyebutkan:
"Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.";
- Pasal 53 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010, menyebutkan:
"Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, maka Nilai Perolehan Objek Pajak yang digunakan adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.";
bahwa demikian juga pengenaan sanksi administrasi berupa bunga sebagai denda atas keterlambatan pembayaran pajak BPHTB yang telah melewati batas tanggal jatuh tempo pembayaran, hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam Pasal 97 ayat (1) huruf a angka 1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Pasal 97 ayat (1) huruf a angka 1), berbunyi:
"Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB dalam hal jika berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.";
- Pasal 97 ayat (2), berbunyi:
"Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebelum dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan diitung sejak saat terutangnya pajak.";
bahwa selanjutnya dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, diatur hal-hal sebagai berikut:
- Pasal 58 ayat (1) huruf a, berbunyi:
"Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Boyar apabila berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.";
- Pasal 58 ayat (2), menyebutkan:
"Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai s at terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.";
bahwa dengan demikian penetapan Keputusan Bupati Sambas Nomor 602/Dipenda/2014 tanggal 17 November 2014 yang menolak Keberatan Pemohon Banding atas SKBPHTBKB Nomor: 0002/SKBPHTB/2014 tanggal 5 Maret 2014 telah tepat, karena penetapan SKBPHTBKB Nomor: 0002/SKBPHTB/2014 tanggal 5 Maret 2014 tersebut telah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana telah diuraikan di atas;
Menurut Pemohon Banding:
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah;
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Alas Tanah dan Bangunan;
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997;
- Peraturan Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah;
- Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960; Uraian / Analisa:

bahwa Pemohon Banding menyimpulkan Pokok Sengketa Banding adalah:
"Apakah investasi yang dilakukan oleh Pemohon Banding berupa pembukaan lahan, penanaman kelapa sawit dan infrastrukturnya, pembangunan pabrik, kantor, gudang, rumah karyawan merupakan objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)?.";
bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran BPHTB berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
- NPOP Tanah : 13.860.800 m2 x Rp1.181,00 per m2 Rp16.369.604.800,00
- NPOPTKP : Rp 60.000.000,00
- NPOPKP : Rp16.309.604.800,00
sehingga BPHTB yang harus dibayarkan oleh Pemohon Banding adalah: 5% x Rp16.309.604.800,00 = Rp815.480.240,00;
bahwa Terbanding kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Nomor: 0002/SKBPHTBKB/2014 tanggal 5 Maret 2014 dimana BPHTB terhutang adalah sebesar Rp2.829.093.175,00, sebagai berikut:
- Luas bumi : 13.860.800 m2 x Rp3.900,00/m2 Rp54.057.120.000,00
- Luas bangunan : 25.407 m2 x Rp700.000,00/m2 Rp17.784.900.000,00
- NPOP : Rp71.842.020.000,00
- NPOPTKP : Rp 60.000.000,00
- NPOPKP : Rp71.782.020.000,00
- BPHTB terutang (5% x Rp71.782.020.000,00) Rp 3.589.101.000,00
- Sudah dibayar : Rp 815.480.240,00
- Sisa BPHTB yang harus dibayar Rp 2.773.620.760,00
- Sanksi administrasi berupa bunga Rp 55.472.415,00
- Jumlah yang masih harus dibayar Rp 2.829.093.175,00
bahwa perbedaan perhitungan BPHTB terhutang antara Pemohon Banding dan Terbanding adalah dalam penentuan harga/nilai pasar yang dipergunakan, Pemohon Banding menggunakan harga jual tanah per m2 sebesar Rp1.181,00 tanpa memperhitungkan Standar Investasi Tanaman (SIT) dan Nilai Bangunan, sedangkan Terbanding mempergunakan nilai tanah sebesar Rp3.900,00/m2 dan Nilai Bangunan Rp700.000,00 per m2 dimana nilai tanah sebesar Rp3.900,00/m2 sudah termasuk nilai Standar Investasi Tanaman (SIT) yang merupakan investasi dari Pemohon Banding sendiri;
bahwa Pemohon Banding menolak perhitungan dari Terbanding dengan memasukkan juga perhitungan nilai bangunan dan Standar Investasi Tanaman dalam perhitungan BPHTB terhutang dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding memperoleh Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha adalah atas tanah milik Negara sedangkan bangunan, tanaman kelapa sawit dan infrastruktur jalan yang dibangun di atas tanah tersebut adalah investasi yang dilakukan oleh Pemohon Banding sendiri, harus dibedakan dalam transaksi jual beli dimana semua yang ada di atas tanah tersebut juga ikut diperjualbelikan, jadi pembeli memperoleh tanah dan bangunan dari jual beli sehingga wajib membayar juga BPHTB atas bangunan;
bahwa dalam Pasal 1 angka 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disebutkan, Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan;
bahwa Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur hal yang berbeda sehingga tidak berlaku asas lex specialis derogate lex generalis, justru kedua undang-undang tersebut saling melengkapi, dalam Pasal 1 angka 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disebutkan, Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan, jadi pengertian hak atas tanah dan/atau bangunan mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, jadi tidak benar pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 merupakan lex specialis dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Undang-Undang Pokok Agraria;
bahwa berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dinyatakan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak yang diberikan atas tanah yang dikuasai oleh Negara, jadi jelas sekali bahwa Surat Keputusan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak atas tanah bukan hak atas bangunan, Pemberian Hak Guna Usaha tersebut dimulai dari pemberian Izin Lokasi oleh Bupati Sambas berdasarkan Surat Keputusan Nomor 47 Tahun 2006 Tanggal 14 Maret 2006, dimana pada saat diberikan Izin Lokasi, areal tersebut masih berupa tanah kosong;
bahwa Pasal 1 butir 41 dan 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mendefinisikan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan, perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, dalam kasus ini, perbuatan atau peristiwa hukumnya adalah pemberian Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha kepada Pemohon Banding, dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas nama PT WDBP atas tanah di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, dalam Diktum Memutuskan, Kesatu: Memberikan kepada PT WDBP berkedudukan di Bengkayang, Hak Guna Usaha selama 35 (tiga puluh lima) tahun sejak tanggal surat keputusan ini, atas tanah Negara seluas 1.386,08 ha (seribu tiga ratus delapan puluh enam koma nol delapan hektar), terletak di Desa Semanga, Kecamatan Selangkung, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, sebagaimana diuraikan dalam Peta Bidang Tanah tanggal 22 Juli 2008 Nomor Peta 04-14.03-2008 NIB 14.03.00.00.00038, yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, jadi jelas bahwa hak yang diberikan oleh Negara kepada Pemohon Banding adalah atas Tanah, bukan atas bangunan dan tanaman kelapa sawit yang ada di atas tanah tersebut;
bahwa bangunan sendiri dalam Pasal 1 butir 39 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah didefinisikan sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut, dengan demikian tanaman kelapa sawit tidak dapat dikategorikan sebagai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah karena bukanlah konstruksi teknis yang ditanam di atas tanah;
bahwa berdasarkan penjelasan di atas, jelas telah dapat dibuktikan oleh Pemohon Banding bahwa hak yang diberikan berdasarkan peristiwa hukum pemberian Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pemberian Hak Guna Usaha adalah atas tanah, dengan demikian perhitungan BPHTB terhutang seharusnya juga hanya memperhitungkan NJOP atas tanah saja, karena bangunan dan tanaman kelapa sawit yang ada di atas tanah tersebut merupakan milik Pemohon Banding sendiri bukan pengalihan atau pemberian dari Negara;
bahwa Pemohon Banding keberatan atas perhitungan besarnya NPOP tanah sebesar Rp3.900,00 per m2 karena jelas dalam SPPT PBB Tahun 2013, nilai Rp3.900,00 per m2 adalah nilai Bumi bukan Nilai Tanah, dalam Rincian Perhitungan Nilai yang diterbitkan oleh KPP Singkawang tanggal 18 November 2013 jelas bahwa Nilai Dasar Tanah per m2 untuk Areal Produktif adalah sebesar Rp1.181,00 per m2, nilai Rp3.900,00 per m2, merupakan nilai Bumi yang merupakan gabungan nilai Tanah dan Standar Investasi Tanaman (SIT), dengan demikian perhitungan Pemohon Banding menggunakan Nilai Dasar Tanah per m2 sebesar Rp1.181,00 sudah benar dan sesuai dengan SPPT PBB Tahun 2013;
bahwa Pemohon Banding setuju dengan pendapat Terbanding bahwa pengenaan BPHTB adalah pada saat terjadinya perolehan hak, Perolehan hak oleh Pemohon Banding sesuai Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha adalah atas tanah, karenanya perhitungan BPHTB atas bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah tersebut adalah perhitungan yang keliru dan tidak sesuai hukum, lain halnya dengan perolehan hak karena adanya suatu jual beli, hibah, atau peristiwa hukum lainnya yang mengakibatkan beralihnya kepemilikan atas tanah dan bangunan kepada pembeli atau penerima hibah, pengenaan BPHTB atas tanah dan bangunan sudah tepat karena selain terjadi peralihan hak atas tanah terjadi juga peralihan hak atas bangunan, dalam kasus ini, tidak terjadi peralihan hak atas bangunan dan tanaman kelapa sawit karena memang merupakan milik dari Pemohon Banding sendiri, tetapi hanya peralihan hak atas tanah dari tanah Negara menjadi tanah Hak Guna Usaha milik Pemohon Banding;
bahwa Pemohon Banding tidak sependapat dengan Terbanding bahwa dengan dibayarnya Pajak Bumi dan Bangunan oleh Pemohon Banding berarti Pemohon Banding mengakui nilai bumi sebesar Rp3.900,00 per m2, bahwa Nilai Bumi benar sebesar Rp3.900,00 per m2, namun yang diperoleh oleh Pemohon Banding sesuai Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha adalah tanah dimana Nilai Dasar Tanah per m2 adalah sebesar Rp1.181,00 per m2, selain itu harus dibedakan objek PBB dan BPHTB, BPHTB mengacu pada perolehan hak atas tanah dan bangunan, sedangkan obyek yang dikenakan PBB menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 adalah kenikmatan atas tanah dan bangunan, sehingga menurut Pemohon Banding perhitungan BPHTB seharusnya hanya menggunakan nilai dari hak yang secara hukum diperoleh oleh Pemohon Banding saja yaitu atas nilai tanahnya saja;
bahwa harga perolehan tanah yang digunakan oleh Pemohon Banding untuk perhitungan besarnya NPOP telah sesuai dengan ketentuan dan Rincian Perhitungan Nilai Sektor Perkebunan yaitu:
  1. Pembayaran BPHTP Pemohon Banding sebesar Rp815.480.240,00 (delapan ratus lime belas juta empat ratus delapan puluh ribu dua ratus empat puluh rupiah) didasarkan pada NJOP PBB atas tanah, dimana nilai dasar tanah per m2 adalah Rp1.181,00;
  2. Atas pembayaran BPHTB Tahun 2013 tersebut berdasarkan dari Rincian Perhitungan Nilai dari Kepala KPP Pratama Singkawang Tanggal 27 Agustus 2013, sehingga perhitungan nilai NPOP yang telah dibayarkan oleh Pemohon Banding sesuai dari Rincian Perhitungan Nilai dari Kepala KPP Singkawang Tanggal 27 Agustus 2013;
  3. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB, dinyatakan bahwa yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan, hal tersebut juga dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 127 B/PK/PJK/2005 Tanggal 13 Juli 2009, sehingga atas perhitungan Terbanding atas perhitungan besarnya NPOP adalah tidak tepat, karena perhitungan terbading memperhitungkan atas tanah, bangunan beserta tanaman yang ada diatas, seharusnya untuk unsur bangunan dan tanaman dikecualikan dari perhitungan NPOP BPHTB, karena kedua unsur tersebut merupakan bentuk investasi dari Pemohon Bading dan tidak untuk dilepas nantinya;
  4. Tanaman yang berada diatas lahan perkebunan kelapa sawit adalah merupakan Asset perusahaan Pemohon Banding, atas bangunan dan penanaman kelapa sawit tersebut adalah investasi yang ditanamkan oleh perusahaan dalam kebun, bangunan dan penanaman kelapa sawit tersebut bukan didapat dari instansi pemerintah melainkan dengan kegiatan sendiri, oleh karena itu atas perhitungan NPOP seharusnya hanya didasarkan atas Tanah saja tidak termasuk bangunan dan tanaman yang ada diatasnya;
  5. Sudah jelas bahwa investasi atas bangunan dan tanaman bukan merupakan objek yang harus diperhitungkan dalam menghitung NPOP, atas perhitungan NPOP hanya didasarkan pada objek tanah saja;
bahwa berkaitan dengan nilai jual tanah disekitar lokasi pembelian tanah yang dimaksud Pemohon Banding sebesar Rp820,00 (delapan ratus dua puluh rupiah) per m2, sangat relevan Pemohon Banding jadikan patokan harga penentuan perhitungan PBB dari Pemohon Banding, karena angka yang Pemohon Banding pakai dalam perhitungan NPOP sudah diatas angka normal yang seharusnya dibayar, yaitu sebesar Rp1.181,00 per m2 yang nyata nyata lebih tinggi dari harga tanah disekitar lokasi Pemohon Banding;
bahwa harga Rp1.181,00 per m2 yang Pemohon Banding pakai dalam perhitungan NPOP adalah angka rincian resmi yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singkawang, sebaliknya Terbanding juga memakai angka rician tersebut sebesar Rp3.900,00 per m2 dalam perhitungan NPOP yang ada dalam rincian yang diberikan dari KPP Singakwang. Sehingga atas pernyataan tidak didasarkan atas bukti secara resmi yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singkawang oleh Terbanding adalah sangat tidak relevan;
bahwa sangat tidak adil apabila Terbanding memperhitungkan besarnya NPOP dengan memasukkan unsur bangunan dengan azas keadilan, dengan penjelasan karena pada saat teriadinya perolehan hak yang mengakibatkan timbulnya BPHTB yanq terhutang pada lahan yanq meniadi obiek perolehan hak telah berdiri bangunan sebagaimana tercantum pula dalam SPPT PBB tahun 2013 atas nama PT WDBP, bahwa sudah jelas untuk unsur bangunan bukan merupakan objek yang harus diperhitungkan dalam perhitungan NPOP, sehingga bangunan tersebut tidak harus dimasukkan dalam perhitungan besarnya NPOP sesuai dengan NJOP bangunan yang tercantum di Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan;
bahwa selanjutnya menurut Pemohon Banding dengan mengacu kepada ketentuan bahwa legalitas perolehan hak Pemohon Banding adalah pada saat diterbitkannva Keputusan tentang pemberian Hak Guna Usaha yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 10/HGU/BPN RI/2014 Tanggal 15 Januari 2014, bahwa atas penerbitan Hak Guna Usaha yang diperoleh Pemohon Banding dari Negara hanya pada unsur tanah saja yang secara nyata-nyata didapat oleh Pemohon Banding, sedangkan untuk unsur bangunan dan tanaman kelapa sawit bukan merupakan objek yang harus dimasukkan kedalam perhitungan NPOP, bangunan baru akan menjadi objek yang masuk kedalam perhitungan BPHTB apabila bangunan tersebut dijual;
bahwa berdasarkan uraian di atas, Pemohon Banding menyimpulkan:
bahwa perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah oleh Pemohon Banding adalah Pemberian Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 10/HGU/BPN R1/2014 tanggal 15 Januari 2014 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas nama PT WDBP atas tanah di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat;
bahwa sesuai diktum Kesatu Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 10/HGU/BPN R1/2014 tanggal 15 Januari 2014, hak yang diberikan adalah tanah Negara seluas 1.386,08 ha tidak termasuk bangunan dan tanaman kelapa sawit;
bahwa tanaman kelapa sawit tidak dapat dikategorikan sebagai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah karena bukan merupakan konstruksi teknik;
bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, tidak mencakup tanaman kelapa sawit yang ada diatas tanah tersebut;
Menurut Majelis:
bahwa yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atas perolehan Hak Guna Usaha untuk objek pajak yang terletak di Desa Semanga Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas Tahun Pajak 2014 sebesar Rp55.472.415.200,00, yang tidak disetujui Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data/dokumen yang ada dalam berkas banding diketahui koreksi Terbanding sebesar Rp55.472.415.200,00 adalah selisih atas Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), dengan perincian sebagai berikut:
Uraian Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding Koreksi Nilai NPOP
Luas (m2) NJOP/Rp NPOP/Rp Luas (m2) NJOP/Rp NPOP/Rp (Rp)
1 2 3 4 (2 x3) 5 6 7 (5 x6) 8 (7-4)
Bumi
13.860.800 1.181,00 16.369.604.800,00 13.860.800 3.900,00 54.057.120.000,00 37.687.515.200,00
Bangunan
- - - 25.407 700.000,00 17.784.900.000,00 17.784.900.000,00
Jumlah
16.369.604.800,00 71.842.020.000,00 55.472.415.200,00
bahwa diketahui, selisih perhitungan nilai NPOP tersebut diatas adalah terkait penentuan harga perolehan tanah untuk penghitungan besarnya nilai perolehan objek pajak sebagai berikut:
Pemohon Banding:
Menggunakan nilai jual tanah sebesar Rp1.181,00/m2 tanpa memperhitungkan Standar Investasi Tanaman (SIT) dan Nilai Bangunan, sedangkan
Terbanding:
Menggunakan nilai jual tanah per m2 sebesar Rp3.900,00/m2, dimana nilai tanah sebesar Rp3.900,00/m2 sudah termasuk nilai Standar Investasi Tanaman (SIT) yang merupakan investasi dari Pemohon Banding sendiri termasuk nilai harga jual bangunan sebesar Rp700.000,00/m2 (dengan luas bangunan 25.407/m2);
bahwa yang menjadi dasar/alasan Terbanding dalam menentukan NPOP adalah tidak diketahuinya nilai pasar pada saat penilaian, sehingga Terbanding menggunakan NJOP PBB Tahun 2013 yang ditetapkan oleh KPP Pratama Singkawang, yakni sebesar Rp3.900,00/m2 (tiga ribu sembilan ratus rupiah per meter persegi) ;
bahwa menurut Terbanding, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, serta mengacu pada legalitas perolehan Hak Guna Usaha Pemohon Banding adalah pada saat diterbitkannya Keputusan tentang pemberian Hak Guna Usaha yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014, sehingga dalam perhitungan besarnya NPOP adalah dengan memperhatikan keadaan objek pajak BPHTB yang sesungguhnya dan faktual pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu dengan memasukkan komponen tanah dan bangunan;
bahwa apabila perhitungan NPOP yang hanya meliputi komponen tanah saja sangatlah tidak sesuai dan tidak mencerminkan azas keadilan, karena pada saat terjadinya perolehan hak yang mengakibatkan timbulnya BPHTB yang terutang pada lahan yang menjadi objek perolehan hak tersebut telah berdiri bangunan sebagaimana tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding (Pemohon Bnading). Oleh karena itu unsur bangunan harus dimasukkan dalam perhitungan besarnya NPOP sesuai dengan NJOP bangunan yang tercantum dalam SPPT PBB;
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding mengemukakan pendapatnya, bahwa berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dinyatakan, bahwa Hak Guna Usaha adalah hak yang diberikan atas tanah yang dikuasai oleh Negara. Jadi jelas sekali bahwa Surat Keputusan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak atas tanah bukan hak atas bangunan;
bahwa selanjutnya Pemohon Banding menegaskan, bahwa Pasal 1 butir 41 dan 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mendefinisikan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;
bahwa selanjutnya menurut Pemohon Banding, dalam sengketa ini, perbuatan atau peristiwa hukumnya adalah pemberian Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha kepada Pemohon Banding. Dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas nama Pemohon Banding atas tanah di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, dalam Diktum Memutuskan, Kesatu: Memberikan kepada Pemohon Banding berkedudukan di Bengkayang, Hak Guna Usaha selama 35 (tiga puluh lima) tahun sejak tanggal surat keputusan ini, atas tanah Negara seluas 1.386.08 ha (Seratus Enam Puluh Juta Empat Ratus Empat Puluh Ribu hektar), terletak di Desa Semangga, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat, sebagaimana diuraikan dalam Peta Bidang Tanah Tanggal 22 Juli 2008 Nomor Peta 04.01.03-2008 NIB 14.03.00.00.00038, yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat;
bahwa jelas hak yang diberikan oleh Negara kepada Pemohon Banding adalah atas tanah, bukan atas bangunan dan tanaman kelapa sawit yang ada di atas tanah tersebut;
bahwa berdasarkan alasan Pemohon Banding tersebut di atas, Terbanding mengemukakan tanggapannya (sesuai Bukti T-39) yang pada pokoknya menjelaskan hal-hal sebagai berikut
1. Pajak Bumi dan Bangunan untuk sektor perkebunan merupakan kewenangan Pemerintah Pusat,

bahwa objek BPHTB yang diperoleh PT. WDBP (Pemohon Banding) adalah Perkebunan Kelapa Sawit, maka semua data dan analisa perhitungan yang digunakan sebagai dasar untuk menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB menjadi kewenangan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singkawang (KPP Pratama Singkawang).
2. Terkait nilai jual tanah 900,00/m2, (yang telah ditetapkan oleh KPP Pratama Singkawang), apabila Pemohon Banding keberatan, maka seharusnya mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

bahwa menurut Terbanding, kenyataannya Pemohon Banding tidak melakukan upaya tersebut (permohonan keberatan) bahkan sebaliknya pada Tahun 2013 Pemohon Banding justru melakukan pembayaran kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan dengan nilai ”Bumi” sebesar Rp3.900,00/m2 (sesuai Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Bukti Penerimaan Negara Penerimaan SPPT PBB Tahun 2013 atas nama PT. WDBP). Dengan demikian mengenai perhitungan SKBPHTBKB dengan harga perolehan tanah sebesar Rp3.900,00/M2 (tiga ribu sembilan ratus rupiah per meter persegi) telah diakui dan diterima Pemohon Banding;
bahwa sesuai Bukti T-24, Terbanding menegaskan pendapatnya, bahwa tidak seharusnya Pemohon Banding keberatan atas perhitungan NPOP. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, disebutkan bahwa yang digunakan sebagai dasar menentukan NPOP untuk Hak Guna Usaha adalah nilai pasar. Apabila nilai pasar tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, maka NPOP yang digunakan adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan;
bahwa untuk menguatkan pendapatnya, dalam persidangan Terbanding menghadirkan Saksi Ahli sebagai berikut:

Nama/NIP : Oktaviar Rudianto/197110241993011001
Jabatan : Penilai PBB Penyelia
Unit Organisasi : KPP Pratama Singkawang
Surat Tugas : ST-117/WPJ.13/KP.02/2016 tanggal 4 Februari 2016,

bahwa pada pokoknya Saksi Ahli menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
bahwa dalam menentukan NJOP bumi perkebunan ada tiga komponen utama yang berperan membentuk Nilai Jual Objek Pajak;
1. Nilai Dasar Tanah,
bahwa nilai dasar tanah diperoleh dari hasil survey lapangan dengan mengumpulkan harga jual, harga transaksi, penawaran, baik yang berasal dari perantara maupun langsung dari pemilik tanah atau melalui camat/kepala desa. Kemudian dari hasil survey itu dibuat harga rata-rata tanah baik berupa tanah kebun, tanah di wilayah perkotaan, maupun tanah yang di atasnya ada sawit rakyat atau berupa kebun kelapa. Nilai dasar tanah inilah yang kemudian menjadi perhitungan awal;
2. Standar Investasi Tanaman (SIT),
bahwa SIT bersumber dari satuan biaya pembangunan kebun (SBPK) dari Kementerian Kehutanan;
3. Jenis Areal
ahwa jenis areal perkebunan tercantum dalam rincian perhitungan nilai. Ada 4 jenis areal untuk perkebunan sawit:
- Pertama adalah areal produktif yaitu areal yang ditanami kelapa sawit dari tahun pertama sampai usia tahun ke dua puluh lima. Sesuai Perdirjen Pajak Nomor 64 Tahun 2010 bahwa untuk areal produktif yang sudah ditanami sawit nilainya adalah nilai dasar tanah ditambah standar investasi tanaman;
- Kedua adalah areal belum produktif, ada dua jenis areal yaitu areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami kelapa sawit dan areal yang belum diolah;
- Ketiga adalah areal Areal emplasement adalah areal yang biasanya didirikan pabrik, mess, gudang, kantor;
- Keempat adalah areal lainnya yaitu areal yang tidak produktif yaitu areal yang sama sekali tidak bisa ditanami misalnya jurang;

bahwa areal produktif, areal tidak produktif, areal emplasement, dan areal lainnya nilai dasar tanahnya bisa berbeda-beda sesuai dengan analisa yang dilakukan. Bahwa Untuk Pemohon Banding areal produktif nilai dasar tanahnya Rp1.181,00, untuk areal tidak produktif Rp1.181,00, areal emplasement Rp13.973,00, areal lainnya: areal tidak produktif Rp295, areal jalan Rp1.240,00;
bahwa dari keseluruhan areal ini kemudian dihitung nilai totalnya berapa yang dikalikan terhadap luas. Untuk areal produktif, nilai dasar tanah dikalikan luas kemudian ditambah Standar Investasi Tanaman. Untuk areal belum produktif, areal emplasement, areal lainnya, nilai dasar tanah dikali luas. Total keseluruhan nilai tanah itu dibagi luas total dan dikonversikan dengan PMK-150 Tahun 2010 maka diperoleh klasifikasi NJOP sebesar Rp3.900,00/m2;
bahwa berdasarkan bukti-bukti, penjelasan para pihak yang bersengketa dan fakta-fakta dalam persidangan, Majelis mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
bahwa sesuai Izin Lokasi Nomor: 47 tanggal 14 Maret 2006oleh Bupati Sambas, diketahui, bahwa Pemohon Banding diberikan izin lokasi seluas 1.500 Ha yang terletak di Desa Semanga Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas. Areal seluas 1.500 Ha terdiri dari tanaman kelapa sawit seluas 1.174 Ha dan sisanya seluas 326 Ha belum ditanami;
bahwa berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014, diketahui, bahwa Pemohon Banding memperoleh hak baru berupa Hak Guna Usaha seluas 1.386,08 ha (seribu tiga ratus delapan puluh enam koma delapan hektar) yang berlokasi di Desa Semanga, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat;
bahwa Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014 pada bagian Menimbang huruf i, menyatakan:
“Berdasarkan Pasal 90 ayat (1) dan 91 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sejak tanggal diterbitkannya Surat Keputusan pemberian hak dan pendaftaran hak atas tanah hanya dapat dilakukan setelah Wajib Pajak meyerahkan bukti pembayaran pajak.”;
bahwa sesuai Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ter tanggal 17 Februari 2014, Pemohon Banding menghitung NJOP PBB sebesar Rp71.842.020.000,00 dan menghitung NPOP sebesar Rp16.369.604.800,00, dengan perincian sebagai berikut:

Luas bumi : 13.860.800 m2 x Rp3.900,00/m2 Rp54.057.120.000,00
Luas bangunan : 25.407 m2 x Rp700.000,00/m2 Rp17.784.900.000,00
NJOP PBB : Rp71.842.020.000,00
NPOP : Rp16.369.604.800,00
NPOPTKP : Rp 60.000.000,00
NPOPKP : Rp16.309 604.800,00
BPHTB terutang (5% x Rp71.782.020.000,00) Rp 815 480.240,00
bahwa menurut Majelis, ketentuan perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (lex specialis), sedangkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria merupakan ketentuan yang bersifat umum, dengan demikian aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum sesuai dalil hukum lex specialis derogat lex generalis;
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain mengatur:
Pasal 1 angka 41,
“Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.”;
Pasal 1 angka 42,
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.”;
Pasal 1 angka 43,
“Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.”;
Pasal 85 Ayat (1)
“Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.”;
Ayat (2) huruf b,
“Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian hak baru karena 1) kelanjutan pelepasan hak atau 2) di luar pelepasan hak.”;
Pasal 86 ayat (1)
“Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.”;
Pasal 87 Ayat (1),
“Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.”;
Ayat (2) huruf i,
“Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar.”;
Ayat (3),
“Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.”;
Pasal 90 ayat (1) huruf i,
“Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;”
bahwa menurut Majelis, yang menjadi objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dikenakan kepada PT WDBP sebagai Pemohon Banding adalah bukan karena adanya pemindahan atau pengalihan hak, akan tetapi karena adanya pemberian hak baru di luar pelepasan hak dari Negara kepada Pemohon Banding;
bahwa Pemohon Banding memperoleh Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10/HGU/BPN RI/2014 tanggal 15 Januari 2014, maka perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan Pemohon Banding memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan adalah pada tanggal 15 Januari 2014, dengan demikian saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pada tanggal 15 Januari 2014;
bahwa pada saat Pemohon Banding memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan pada tanggal 15 Januari 2014 yang terletak di Desa Semanga, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat tersebut, pada lahan tersebut telah ada bangunan, emplasemen dan tanaman kelapa sawit;
bahwa selanjutnya menurut Majelis, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan kepada orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya. Dengan demikian objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan meliputi tanah termasuk tanaman di atasnya, bangunan dan emplesemen;
bahwa Majelis berkesimpulan, Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah sebesar NJOP Pajak Bumi dan Bangunan yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2013 atas nama Pemohon Banding yang ditetapkan oleh KPP Pratama Singkawang, yakni sebesar Rp3.900,00 per meter persegi untuk tanah/bumi yang ditetapkan oleh Terbanding sudah benar;
bahwa dengan demikian koreksi Terbanding terhadap Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atas perolehan Hak Guna Usaha sebesar Rp55.472.415.200,00, tetap dipertahankan;
Menimbang:
bahwa berdasarkan pemeriksaan bukti-bukti, penjelasan dan dokumen yang disampaikan Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan serta data yang ada dalam berkas Banding, Majelis berpendapat tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mengabulkan banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor: 602/DIPENDA/2014 tanggal 17 November 2014 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tahun 2014 Nomor: 0002/SKBPHTB/2014 Tanggal 5 Maret 2014;
Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang- undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan:
Menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor: 602/DIPENDA/2014 tanggal 17 November 2014, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tahun 2014 Nomor: 0002/SKBPHTB/2014 tanggal 5 Maret 2014, atas nama: Pemohon Banding;
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah Majelis XB Pengadilan Pajak pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2016 setelah persidangan dicukupkan pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2016, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. SA, Ak., M.Sc sebagai Hakim Ketua,
Drs. HP, M.M. sebagai Hakim Anggota,
Drs. FS, M.A sebagai Hakim Anggota,
MT, SH., MM sebagai Panitera Pengganti,
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 31 Oktober 2018 oleh Hakim Ketua, dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA