Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-111988.99
Pokok Sengketa:
Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01762/ NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 23 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak disetujui Penggugat
Menurut Tergugat:
Bahwa Surat Keputusan Nomor KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 23 Maret 2017 yang dijadikan objek gugatan Penggugat adalah Surat Keputusan tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00001/207/07/618/16 tanggal 11 April 2016 Masa Pajak Januari 2007 Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak;
bahwa di dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP yang dapat diajukan gugatan adalah "Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26."
bahwa berdasarkan rumusan tersebut, terlihat bahwa yang dapat diajukan gugatan adalah keputusan (beschiking) sebagai pelaksanaan dari keputusan perpajakan (beschiking);
bahwa dalam kasus yang menjadi gugatan tersebut, Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Tergugat tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak sebagai suatu beschiking awal dan tidak terdapat beschiking lagi sebagai pelaksanaan beschiking awal tersebut;
bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian dan alasan yang dikemukakan oleh Penggugat, disampaikan hal-hal sebagai berikut:

PT. xxx didirikan berdasarkan akte notaris Buntario, S.H., S.E., M.H. Nomor 79 tanggal 14 April 2004 di Jakarta. Tergugat terdaftar sejak tanggal 4 Juni 2004 dan dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 7 Juni 2004;
Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga dari Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 01/Pdt.Sus-Pailit/2013PN.Niaga.Sby tanggal 10 Februari 2016 diputuskan bahwa Penggugat PAILIT dan mengangkat Sdr. Agung Satryo Wibowo, S.E., Ak., S.H., M.M., CA sebagai kurator;
Berdasarkan Putusan Pidana yang telah Berkekuatan Hukum Tetap dari Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 diketahui bahwa atas nama Yuji Ossel yang merupakan mantan Direktur PT. xxx dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap yang menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara;
bahwa berdasarkan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa langkah atau tindakan yang dilakukan oleh Tergugat untuk menindaklanjuti putusan pengadilan Negeri Surabaya berkaitan dengan Pidana denda adalah tidak benar dan tidak sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dikarenakan Pidana Denda sebagai akibat dari kerugian negara telah diganti cengan pidana kurungan selama 4 (Empat Bulan) oleh YUJIOSSEL sehingga tidak ada lagi Pidana Denda yang harus ditagih oleh Tergugat, maka Tergugat berpendapat bahwa
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan mengatur bahwa: “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan mengatur bahwa: “Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Ketentuan di atas menjadi dasar kewenangan bagi Tergugat untuk menerbitkan ketetapan pajak terutang beserta dengan sanksi administrasi perpajakannya;
Pasal 2 ayat (2) PMK 183/2015 menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak bidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara;
bahwa kaidah hukum peraturan perundang-undangan di atas membuktikan secara jelas bahwa Tergugat memiliki kewenangan untuk menerbitkan SKPKB dan SKPKBT sekalipun Penggugat mendalilkan adanya Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor Putusan 01/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Niaga.Sby;
bahwa berdasarkan dalil Penggugat yang mendasarkan pada Yurisprudensi dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung R.I Nomor 1091/B/PK/PJK/2014 tanggal 10 Maret 2015, Tergugat berpendapat bahwa:
Negara kita adalah negara hukum dengan sistem peradilan civil law, sehingga semua argumentasi kita harus berdasarkan pada hukum yang berlaku pada saat ini (hukum positif), bukan bercasarkan pada buku-buku hukum dan yurisprudensi (Putusan Mahkamah Agung). Buku-buku hukum dan yurisprudensi hanya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu putusan;
Profesor Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Mengenal Hukum Suatu Pengantar halaman 104-105 yang menyatakan sebagai berikut:
"Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi kaedah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum. Jadi putusan pengadilan hanya mengikat orang-orang tertentu saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum seperti Urdang-Undang. Putusan berisi kaedan-kaedah hukum: putusan adalah hukum. Putusan pengadilan adalah hukum sejak dijatuhkan sampai dilaksanakan.Sejak dijatuhkan putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak untuk mengakui eksistensi putusan tersebut. Putusan pengadilan mempunyai kekuatan berlaku untuk dilaksanakan sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Setelah dilaksanakan putusan pengadilan itu hanyalah merupakan sumber hukum."
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 759 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 pada halaman 90, dinyatakan bahwa DR. H. Harifin A. Tumpa, SH., M.H. dalam kata sambutannya sebagai Ketua Mahkamah Agung RI tahun 2009 yang terdapat dalam buku "Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia" menyatakan:
"Hukum yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum yang diajarkan di kampus dan di praktekkan di pengadilan. Hasil penelitian BPHN tahun 1995 menemukan bahwa putusan hakim yang dikategorikan sebagai hukum yurisprudensi harus memenuhi syarat: putusan atas suatu peristiwa yang belum jelas peraturan perundang-undangannya, sudah berkekuatan hukum tetap, berulang kali dijadikan dasar hukum untuk nnernutus perkara yang sama, putusan hakim itu telah memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan putusan itu telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung RI. Jadi sejatinya yurisprudensi merupakan kaidah-kaidah hukum baru yang diciptakan hakim, bersifat kasuistis, dan merupakan sumber hukum Indonesia";
bahwa dalil Penggugat yang menyatakan bahwa pidana denda yang dijatuhkan kepada Penggugat telah dibebankan dan dipertanggungjawabkan dalam perkara atas nama Terdakwa Yujiossel maka Penggugat tidak dapat diberikan atau dijatuhi pidana denda lagi dalam perkara ini, maka Tergugat berpendaapat bahwa :
Dalam ilmu hukum dikenal adanya asas hukum lex specialis derogat legi generalis, yang artinya aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum umum. Dalam hal pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan maka undang-undang di bidang perpajakan seperti UU Ketentuan Umum Perpajakan bersifat lebih khusus sehingga mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum lainnya. Hal ini termasuk juga dalam pengaturan tindak pidana di bidang perpajakan dimana ketentuan yang menjadi dasar pemidanaan adalah UU Ketentuan Umum Perpajakan;
Sanksi pidana penjara dan pidana denda yang dikenakan kepada terpidana tidak menghapuskan sanksi administrasi perpajakan. Pasal 39A UU Ketentuan Umum Perpajakan tersebut hanya mengatur besarnya sanksi pidana yang dikenakan kepada terpidana, sedangkan sanksi administrasinya belum dikenakan. Untuk menagih sanksi administrasi tersebut, pembuat Undang-Undang telah memikirkan cara menagih pokok utang (sanksi administrasi) diluar sanksi pidana tadi yaitu dengan menerbitkan SKPKB;
Sanksi pidana tidak sama dengan sanksi administrasi perpajakan. Kedua hal tersebut diatur di dalam pasal yang berbeda. Salah satu sanksi pidana atas tindak pidana perpajakan diatur di dalam Pasal 39 UU Ketentuan Umum Perpajakan sedangkan sanksi administrasi perpajakan salah satunya diatur di dalam Pasal 13 ayat (5) UU Ketentuan Umum Perpajakan;
Sanksi pidana yang dijatuhkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/PN.SBY tanggal 20 Oktober 2015 didasarkan pada ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP sebagaimana tercantum di dalam bagian pertimbangan Majelis Hakim pada halaman 125 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby yang berbunyi sebagai berikut:
"Menimbang, bahwa dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umurn dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sesuai dengan dakwaan kesatu dan kedua;"
bahwa sanksi administrasi perpajakan yang diterbitkan Tergugat melalui hasil pemeriksaan berupa SKPKB adalah berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP yang menyatakan sebagai berikut:
"Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindakan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap."
bahwa ketentuan tersebut di atas menjadi dasar kewenangan bagi Tergugat untuk menerbitkan ketetapan pajak terutang beserta dengan sanksi administrasi perpajakannya sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP;
bahwa lebih lanjut, Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 183/2015 memberikan penjelasan bahwa Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas suatu tindak pidana perpajakan tidak menghalangi Tergugat untuk melakukan pemeriksaan dan penagihan utang pajak tersebut sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutargnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Sanksi pidana penjara dan denda dijatuhkan atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU Ketentuan Umum Perpajakan, sedangkan sanksi administrasi perpajakan sebagaimana diatur di dalam Pasal 13 ayat (5) UU Ketentuan Umum Perpajakan diberikan untuk menarik pokok pajak terutang ditambah dengan bunga administrasi sebesar 48%;
Perbedaan selanjutnya antara sanksi pidana denda dengan sanksi administrasi perpajakan adalah sanksi administrasi perpajakan masuk sebagai komponen Penerimaan Negara dari Pajak sedangkan sanksi pidana denda masuk sebagai komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
Pendapat Ahli
bahwa ahli dari Tergugat menyampaikan Penjelasan Tertulis berisi pendapat hukumnya yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
Ultimum Remedium Dalam Kaitan Hukum Pidana Dengan Hukum Pajak Pengertian Hukum Pidana Pompe, menyatakan bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dengan sangsi pidana;

D. Azewinkel-suringa, membegi hukum pidana dalam arti:

Objektif (ius poenale), yang meliputi:
Perintah dan larangan yang pelanggarnya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan hukum Panitensier.
Subjektif (ius puniendi), yaitu hak negara menurut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana;
Moeljatno mengatakan bahwa hukum pidana adalah bagian darai keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggara larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimna yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimna pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Satochid Kartanegara, bahwa hukum pidana dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu:
Hukum pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap pelanggarannya yang diancam dengan hukuman.
Hukum pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Roeslan Saleh, mengatakan bahwa setiap perbuatan yang oleh masyarakat yang dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu, suatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang menghambat atau pertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang dicita-citakan masyarakat. Sehingga isi pokok dari hukum pidana itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hukum pidana sebagai hukum positif.
Substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan tentang perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya,
Tujuan Hukum Pidana.
Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik;
Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan;
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau negara;
Menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus memeperhatikan kejahatan dan keadaan penjahat (aliran ini mendapat pengaruh dari perkembangan kriminologi);
Pengertian Hukum Pajak.
Prof. DR. Rachmat Soemitro, S. H.
Hukum Pajak adalah Suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak;
Bohari
Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak;
Santoso Brotodihardjo
Hukum Pajak atau hukum Fiskal adalah Keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (yang disebut wajib pajak);
bahwa kesimpulan yang dapat ditarik dari ketiga definisi tersebut :
Hukum Pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara dan pemerintah sebagai pemungut pajak (fiskus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak);
Fungsi dan Tujuan Pajak.

Fungsi Pajak
Sebagai dasar dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang harus memenuhi syarat keadilan, efisien, dan sederhana sejelas-jelasnya dalam undang-undang hukum pajak itu sendiri;
Sebagai dasar untuk menentukan siapa subjek maupun objek yang perlu dan tidak perlu dijadikan sumber pemungutan pajak yang berfungsi untuk meningkatkan potensi pajak di dalam suatu negara;
Sebagai dasar dalam pembagian beban pajak kepada rakyat yang didasarkan pada kepentingan masing-masing individu (anggota masyarakat);
Sebagai dasar penggunaan/pemanfaatan dari hasil pemungutan pajak, balk dalam memenuhi anggaran APBN serta APBD maupun memenuhi target perolehan pajak yang akan digunakan untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan umum;
Memberi kepastian hukum untuk menetapkan sanksi administrasi/ tata usaha, maupun sanksi pidana (berupa penjara ataupun kurungan);
Tujuan Pajak.
bahwa tujuan utama dari sebuah hukum pajak adalah menegakkan keadilan yang terdiri dari keadilan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang telah tertuang di dalam undangundang maupun dari segi peraturan yang digunakan dalam pelaksanaan pemungutan pajak itu sendiri;
Hukum Pajak Merupakan Bagian Hukum Administrasi Negara, dan Hubungannya dengan Hukum Pidana
Pengertian Hukum Adminitrasi Negara/HAN.
Hukum Administrasi Negara adalah Peraturan hukum mengenai administrasi dalam suatu negara, dimana hubungan antar warga negara dan pemerintahannya dapat berjalan dengan balk dan aman;
Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan mengenai segala hal ihwal penyelenggaran negara yang dilakukan oleh aparatur negara guna mencapai tujuan negara;
Alasan Hukum Pajak sebagai Bagian HAN
Pemungutan pajak kepada wajib pajak adalah kegiatan dalam rangka pelaksanaan fungsi kepemerintahan;
Ketetapan yang ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara sebagai objek hukum administrasi negara;
Pejabat tata usaha negara yang menerbitkan ketetapan yang menimbulkan sengketa sebagai subjek hukum administrasi negara;
Hubungan dengan Hukum Pidana
Pasal 103 KUHP yang menentukan bahwa ketentuan dari delapan bab Buku Pertama KUHP berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali kalau ada undang-undang lain tindakan Administrasi Pemerintahan (algemene maatrigelen van bestuur) menentukan lain;
Bab VII Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (mulai Pasal 38 sampai dengan Pasal 43) mencantumkan ketentuan pidana. Ajaran ini dikenal sebagai "Ultimum Remedium";
Ultimum Remedium.
bahwa ajaran Ultimum Remedium dari dilihat dari proses sebagai berikut:
Pertama-tama Wajib Pajak/WP wajib membuat sendiri (self assesment) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Ayat (1) KUP;
Kemudian Ditjen Pajak (Fiscus) dapat melakukan pemeriksaan (Pasal 8 Ayat 4 KUP).Kemudian DP dapat melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Pasal 8 Ayat 3 KUP).
Setelah DP melakukan Pemeriksan Bukti Permulaan, tetapi WP tetap tidak mau secara sukarela melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka baru DP melakukan proses penyidikan (Pasal 44 KUP).
Namun apabila WP melunasi hutang pajak, walau DP sudah melakukan proses penyidikan, maka atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 44 B KUP).
Pasal 13 A
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
bahwa berdasarkan uraian pasal di atas, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Bagi Wajib Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif, sedangkan apabila pelanggaran tersebut merupakan perbuatan yang kedua kalinya maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 38 dengan pidana denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 tahun atau paling lama 1 tahun.
DJP Masih dapat Menagih Hutang Pajak Walau Sudah Dihukum Pidana.

Pasal 13 Ayat (5) KUP menentukan bahwa:
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindakan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan Pasal 13 ayat (5) UU KUP
Apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, untuk menentukan kerugian pada pendapatan negara, atas jumlah pajak yang terutang belum dikeluarkan surat ketetapan pajak;
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari 5 (lima) tahun. Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh PPNS, tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan, misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak;
Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak masih dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48 % (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.
bahwa ahli yang dihadirkan oleh Penggugat dalam persidangan menyatakan pendapat sebagaimana yang tertulis dalam Penjelasan Tertulisnya;
Menurut Penggugat:
Bahwa kronologis gugatan Penggugat atas Keputusan Tergugat Nomor : KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 adalah diawali dengan dilakukannya Pemeriksaan terhadap Penggugat yang telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan penetapan Nomor Putusan 01/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.SBY pada tanggal 10 Februari 2016 yang dalam amar putusannya menyatakan:
Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut;
Menyatakan Termohon PT. xxx beralamat xxx Pailit dengan segala akibat hukumnya;
Menunjuk Sdr. Ane Rosiana, SH, MH, Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim Pengawas;
Mengangkat Sdr. Agung Satryo Wibowo, SE, Ak, SH, MM, CA Nomor AHU.AH.04.03-92 tanggal 18 Agustus 2015, berkantor di Jalan Klampis Semolo Timur 12-C, Surabaya, sebagai Kurator;
Menetapkan biaya kepailitan dan imbalan Jasa Kurator akan ditetapkan kemudian setelah Kurator selesai menjalankan tugasnya dan proses kepailitan berakhir;
Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp 1.411.000 (Satu Juta Empat Ratus Sebelas Ribu Rupiah);
bahwa sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 mengenai Tindak Pidana Perpajakan yang dilakukan oleh Direktur PT. xxx Saudara YujiOssel yang dalam putusannya menyatakan sebagai berikut :
Menyatakan, terdakwa YUJIOSSEL telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan kesatu dan kedua;
Menghukum terdakwa YUJIOSSEL dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan;
Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 60.000.000.000,- (Enam Puluh Milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;
Menetapkan barang bukti berupa …………….. dst untuk dikembalikan kepada penyidik Direktorat Jenderal Pajak;
Menghukum terdakwa untuk membayar membayar biaya perkara sebesar Rp 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah);
bahwa Putusan Pengadilan Negeri a quo telah dinyatakan INCRACHT;
bahwa sesuai dengan pasal 270 Jo Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menyatakan bahwa "Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya, Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut, kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi”;
bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pasal 31 ayat (1) huruf b dan c menyatakan bahwa "di bidang Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat”;
bahwa sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA No. 2 Tahun 1983 tanggal 8 Desember 1983, yang dimaksud dengan perkataan "harus seketika dilunasi" dalam Pasal 273 ayat (1) KUHAP harus diartikan :
Apabila terdakwa atau kuasanya hadir pada waktu putusan diucapkan, maka pelunasannya harus dilakukan pada saat diucapkan;
Apabila terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka pelunasannya harus dilakukan pada saat putusan itu oleh jaksa diberitahukan kepada terpidana. Jika terdapat alasan yang kuat, maka jangka waktu pembayaran pidana denda dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan. Dengan demikian jangka waktu pembayaran pidana denda paling lama dua bulan. Dan apabila setelah dua bulan dendanya belum juga dibayar oleh terpidana, maka eksekusi pidana dendanya diganti dengan pidana kurungan sebagai pengganti;
bahwa untuk melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut pada Nomor 2 pihak Kejaksaan Negeri Surabaya pada tanggal 6 November 2015 telah membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan berdasarkan pada Surat Perintah pelaksanaan putusan pengadilan No. Print-03/0.5.10/Fu.1/11/2015 tanggal 5 Nopember 2015;
bahwa setelah jatuh tempo kewajiban pembayaran pidana denda sesuai dengan putusan pengadilan, terpidana (YUJIOSSEL) pada tanggal 19 Januari 2016 membuat surat pernyataan bahwa tidak sanggup untuk membayar denda sebesar Rp. 60.000.000.000 (Enam Puluh Milyar Rupiah);
bahwa pada tanggal 20 Januari 2016 saudara terpidana (YUJIOSSEL), di hadapan Jaksa JOLFISSAMBOW, SH membuat surat pernyataan ketidaksanggupan membayar pidana denda dan bersedia menjalani pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan sebagai pengganti pidana denda tersebut sesuai dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
bahwa sampai tanggal surat permohonan ini pidana denda masih belum dibayar oleh terpidana sehingga secara ketentuan terpidana (YUJIOSSEL) akan menjalani hukuman pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan;
bahwa Kurator selama proses Kepailitan dari Penggugat (dalam Pailit), yang dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menerima surat dari Tergugat dengan Nomor S-7388/WPJ.11/KP.13/2016 tanggal 25 Februari 2016 perihal tanggapan pemberitahuan dan Undangan atas Kepailitan Penggugat kepada Kurator Penggugat (dalam Pailit) yaitu Saudara Agung Satryo Wibowo, SE, Ak, SH, MM, CA yang pada poin nomor 3 dalam surat tersebut menyatakan akan menindaklanjuti putusan pengadilan berkenaan dengan total kerugian negara yang masih harus dibayar sebesar Rp. 40.680.179.847 (Empat Puluh Milyar Enam Ratus Delapan Puluh Juta Seratus Tujuh Puluh Sembilan Ribu Delapan Ratus Empat Puluh Tujuh Rupiah) melalui Proses Pemeriksaan Pajak, dengan tujuan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
bahwa untuk menindaklanjuti Pemeriksaan Pajak maka Tergugat mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB- 00004/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan pajak (all taxes) tahun pajak 2006, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-00005/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan pajak (all taxes) tahun pajak 2007, dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-00003/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan pajak (all taxes) tahun pajak 2005, dan saat ini Tergugat telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak 2005-2007;
bahwa langkah atau tindakan yang dilakukan oleh Tergugat untuk menindaklanjuti putusan pengadilan Negeri Surabaya berkaitan dengan Pidana denda adalah tidak benar dan tidak sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dikarenakan Pidana Denda sebagai akibat dari kerugian negara telah diganti dengan pidana kurungan selama 4 (Empat Bulan) oleh YUJIOSSEL sehingga tidak ada lagi Pidana Denda yang harus ditagih oleh Tergugat;
bahwa berdasarkan Yurisprudensi dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung R.I Nomor : 1091/B/PK/PJK/2014 tanggal 10 Maret 2015, dengan Amar Putusan:
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali CV xxx tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.46980/PP/M.I/19/2013, tanggal 4 September 2013;
MENGADILI KEMBALI,
Mengabulkan gugatan Penggugat ;
Membatalkan Surat Keputusan Tergugat sekarang Termohon Peninjauan Kembali, yaitu Surat Keputusan Nomor KEP-190/WPJ.17/2012, tanggal 20 Maret 2012;
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah).
bahwa berdasarkan Pertimbangan hukum Hakim Agung Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam Putusan PK tersebut di atas, dapat Penggugat sampaikan untuk mendukung dasar hukum Pemohon dalam pengajuan surat permohonan ini adalah sebagai berikut :
Alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam uji bukti persidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena Penggugat sekarang Pemohon Peninjauan Kembali Hendro Teguh selaku Direktur CV xxx telah dituntut dan dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana berpajakan berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) sebagaimana dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 323 K/PID/2010 tanggal 30 September 2010, sehingga pajak yang kurang dibayar yang menimbulkan kerugian penerimaan Negara telah dibebankan dan telah dilaksanakan pembayaran melalui putusan Iskak Soegiarto Teguh. Hal ini ditetapkan sejalan dengan suatu pendapat hukum bahwa seorang Wajib Pajak yang telah dijatuhi hukum pidana sebagaimana dikutib dari pendapat Cochran & Malone (1995) merupakan suatu tindakan yang berupa Retribution (pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation (penahanan dan pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali kepada masyarakat) dan di sisi yang lain yang serupa dengan pendapat Terance D. Miethe dan Hong Lu (2005) yaitu tujuan pemidanaan yaitu selain Retribution (pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation (penahanan dan pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali kepada masyarakat). Sedangkan menurut Muladi dan Barda Nawawi (2005) bahwa tujuan pidana selain untuk menghukum pembuat kejahatan juga untuk membuat orang tidak melakukan kejahatan. Di sisi lain sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat dari pemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukum administrasi yang meletakkan prinsip administration penal law merupakan kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium. Di samping itu hukuman pidana perpajakan pada hakekatnya lebih mengedepankan dan memiliki penekanan pada aspek pencegahan (deterrence aspect) dan dalam upaya meningkatkan shock therapy serta aspek pendidikan (education aspect) dengan tidak meningkatkan dan menggalakkan fungsi penerimaan Negara (budgetair function) oleh karenanya keputusan Tergugat harus dibatalkan karena Penggugat telah menjalani hukuman;
Dengan demikian berdasarkan petimbangan tersebut diatas, Pemohon Peninjauan Kembali sangat berdasar dan beralasan patut untuk dikabulkan;
bahwa Penggugat berpendapat dengan menggunakan metode penafsiran futuristik ketentuan pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan harus dibaca dan dimaknai sebagai berikut:
Apabila dalam suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terungkap adanya data fiskal yang sengaja belum dilaporkan oleh Wajib Pajak dan dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, maka data fiskal tersebut harus direalisasikan atau ditagih sebagai pendapatan Negara yang harus disetor ke Kas Negara;
Mekanisme penagihannya dapat melalui pengadilan itu sendiri atau melalui penerbitan SKPKB oleh Direktorat Jenderal Pajak sepanjang belum diakomodir dalam putusan pengadilan tersebut;
bahwa dalam hal ini Tergugat mengeluarkan SKPKB berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 mengenai Tindak Pidana Perpajakan yang dilakukan oleh Direktur PT. xxx yang dalam putusannya menyatakan sebagai berikut :
Menyatakan, terdakwa YUJIOSSEL telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan kesatu dan kedua;
Menghukum terdakwa YUJIOSSEL dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan;
Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 60.000.000.000,- (Enam Puluh Milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan:
Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan:
Menetapkan barang bukti berupa ……….. dst untuk dikembalikan kepada penyidik Direktorat Jenderal Pajak;
Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah);
bahwa Putusan Pengadilan Negeri a quo telah dinyatakan INCRACHT;
bahwa dengan demikian meskipun perbuatan terdakwa terbukti dan memenuhi unsur yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, akan tetapi pidana denda yang dijatuhkan kepada Penggugat telah dibebankan dan dipertanggungjawabkan dalam perkara atas nama Terdakwa Yujiossel maka Penggugat tidak dapat diberikan atau dijatuhi pidana denda lagi dalam perkara ini (ULTIMUM REMIDIUM);
Pendapat Ahli
bahwa ahli yang dihadirkan oleh Penggugat menyampaikan Penjelasan Tertulis yang berisi pendapat hukumnya atas sengketa ini yaitu sebagai berikut:
Fakta Hukum
Sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 mengenai Tindak Pidana Perpajakan yang dilakukan oleh Direktur PT xxx yang dalam putusannya menyatakan sebagai berikut:
Menyatakan, terdakwa YUJIOSSEL telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan kesatu dan kedua;
Menghukum terdakwa YUJIOSSEL dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan;
Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp60.000.000.000,00 (Enam Puluh Milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;
Menetapkan barang bukti berupa dst untuk dikembalikan kepada penyidik Direktorat Jenderal Pajak;
Menghukum terdakwa untuk membayar membayar biaya perkara sebesar Rp10.000,00 (Sepuluh Ribu Rupiah) ;
Putusan Pengadilan Negeri a quo tidak diajukan upaya hukum dan oleh karenanya putusan tersebut telah dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap, (in kracht);
Sesuai dengan pasal 270 Jo Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menyatakan bahwa "Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya. Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut, kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi”;
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pasal 31 ayat (1) huruf b dan c menyatakan bahwa "di bidang Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat”;
Sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA Nomor 2 Tahun 1983 tanggal 8 Desember 1983, yang dimaksud dengan perkataan "harus seketika dilunasi" dalam Pasal 273 ayat (1) KUHAP harus diartikan:
Apabila terdakwa atau kuasanya hadir pada waktu putusan diucapkan, maka pelunasannya harus dilakukan pada saat diucapkan;
Apabila terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka pelunasannya harus dilakukan pada saat putusan itu oleh jaksa diberitahukan kepada terpidana. Jika terdapat alasan yang kuat, maka jangka waktu pembayaran pidana denda dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan. Dengan demikian jangka waktu pembayaran pidana denda paling lama dua bulan. Dan apabila setelah dua bulan dendanya belum juga dibayar oleh terpidana, maka eksekusi pidana dendanya diganti dengan pidana kurungan sebagai pengganti;
Bahwa untuk melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut pada Nomor 2 pihak Kejaksaan Negeri Surabaya pada tanggal 6 Nopember 2015 telah membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan berdasarkan pada Surat Perintah pelaksanaan putusan pengadilan No Print-03/0.5.10/Fu.1/11/2015 tanggal 5 Nopember 2015;
Bahwa setelah jatuh tempo kewajiban pembayaran pidana denda sesuai dengan putusan pengadilan, terpidana (YUJIOSSEL) pada tanggal 19 Januari 2016 membuat surat pernyataan bahwa tidak sanggup untuk membayar denda sebesar Rp60.000.000.000,00 (Enam Puluh Milyar Rupiah);
Pada tanggal 20 Januari 2016 saudara terpidana (YUJIOSSEL), di hadapan Jaksa JOLFISSAMBOW, SH membuat surat pernyataan ketidaksanggupan membayar pidana denda dan bersedia menjalani pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan sebagai pengganti pidana denda tersebut sesuai dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
Bahwa sampai tanggal surat permohonan ini pidana denda masih belum dibayar oleh terpidana sehingga secara ketentuan terpidana (YUJIOSSEL) akan menjalani hukuman pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan;

PT. xxx telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan penetapan Nomor Putusan 01/Pdt. Sus-Pailit/2016/PN.SBY pada tanggal 10 Februari 2016 yang dalam amar putusannya menyatakan:
Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut;
Menyatakan Termohon PT. xxx beralamat xxx Pailit dengan segala akibat hukumnya;
Menunjuk sdr. Ane Rosiana, SH, MH, Hakim Niaga Pada Pengadilan Negeri Surabaya Sebagai Hakim Pengawas;
Mengangkat Sdr. Agung Satryo Wibowo, SE, Ak, SH, MM, CA Nomor AHU.AH.04.03-92 tanggal 18 Agustus 2015, berkantor di Jalan Klampis Semolo Timur 12-C, Surabaya Sebagai Kurator;
Menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator akan ditetapkan kemudian setelah Kurator selesai menjalankan tugasnya dan proses kepailitan berakhir;
Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp. 1.411.000 (Satu Juta Empat Ratus Sebelas Rupiah);
Kurator selama proses Kepailitan dari PT xxx (dalam Pailit), yang dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menerima surat dari Tergugat dengan Nomor S-7388/WPJ.11/KP.13/2016 tanggal 25 Februari 2016 perihal tanggapan pemberitahuan dan Undangan atas Kepailitan PT. xxx kepada Kurator PT xxx (dalam Pailit) yaitu Saudara Agung Satryo Wibowo, SE, Ak, SH, MM, CA yang pada poin nomor 3 dalam surat tersebut menyatakan akan menindakianjuti putusan pengadilan berkenaan dengan total kerugian negara yang masih harus dibayar sebesar Rp40.680.179.847,00 (Empat Puluh Milyar Enam Ratus Delapan Puluh Juta Seratus Sembilan Puluh Tujuh Ribu Delapan Ratus Empat Puluh Tujuh Rupiah) melalui Proses Pemeriksaan Pajak, dengan tujuan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
Untuk menindaklanjuti Pemeriksaan Pajak maka Tergugat mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB00004/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan pajak (all Taxes) tahun pajak 2006, Surat Pembertahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-00005/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan pajak (all Taxes) tahun pajak 2007, dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB00003/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan pajak (all Taxes) tahun pajak 2005, dan saat ini Tergugat telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak 2005-2007;
Pada tanggal 11 April 2016, Tergugat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00001/206/05/618/16 Tanggal 11 April 2016 Tahun Pajak 2005;
Pada tanggal 10 Oktober 2016, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
Pada tanggal 22 Maret 2016, Tergugat menerbitkan Surat keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak;
Isu Hukum
Apakah sama Addresat Surat keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 yang mendasarkan Pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015?
Apakah dibenarkan oleh hukum, Tergugat masih dapat menagih pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan menerbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017?
Analisa Hukum:
Addresat Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 adalah SAMA Hukum Pidana Perpajakan merupakan administrative penal law (Hukum Pidana Administrative). Hukum Pidana dipakai sebagai sarana untuk menegakkan pelanggaran-pelanggaran administrative dan hukum pidana dipakai sebagai ultimum remedium yang oleh karenanya sanksi administrative tidak dapat diberlakukan lagi jika sanksi pidana telah dijatuhkan terhadap pelanggaran-pelanggaran administrative yang sama;
Hakikatnya SKPKB merupakan sanksi administrative terhadap suatu pelanggaran administrative tertentu. Jika tindakan atas pelanggaran administrative tersebut telah mendapatkan sanksi pidana, maka pelanggaran yang sama tidak dapat dikenakan sanksi administrative dikarenakan hukum pidana sebagai ultimum remedium;
Addressat pidana denda pada putusan pidana a quo adalah ditujukan terhadap Wajib Pajak yang mengisi SPT tidak benar atau tidak lengkap sehingga menimbulkan kerugian pendapatan Negara, demikian pula dengan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017;
Pasal 13 ayat (5) UU Nomer 28 Tahun 2007 terkait dengan frasa “keterangan lain” harus dibaca dan dimaknai “apabila suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terungkap adanya data fiscal yang sengaja belum dilaporkan oleh wajib pajak dan dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, maka data fiscal tersebut harus direalisasikan atau ditagih sebagai pendapatan Negara yang harus disetor ke Kas Negara. Mekanisme penagihannya dapat melalui pengadilan itu sendiri atau melalui penerbitan SKPKB oleh Dirjen Pajak sepanjang belum diakomodir dalam putusan pengadilan tersebut".
bahwa dalam perkara a quo SK Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 hanya mendasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 oleh karenanya frasa" keterangan lain" pada Pasal 13 ayat (5) UU Nomer 28 Tahun 2007 tidak terpenuhi;
Karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU Nomer 28 Tahun 2007, maka Pidana Denda dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 substansinya sama dengan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b dan oleh karenanya Dirjen Pajak dilarang/tidak berwenang mengeluarkan SKPKB a quo;
Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 adalah Cacat Yuridis dan Melanggar Asas Ne Bis in Idem
Sebagaimana uraian di atas bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 mendasarkan pada amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015;
Tergugat untuk menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Surabaya berkaitan dengan Pidana denda adalah tidak benar dan tidak sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dikarenakan Pidana Denda sebagai akibat dari kerugian negara telah diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan oleh YUJIOSSEL sehingga tidak ada lagi Pidana Denda yang dapat dijatuhkan;
Dalam Pasal 76 KUHP dinyatakan bahwa kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi (herziening) orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap". Pasal 76 KUHP dikenal dengan asas Ne Bis In Idem;
Terpidana telah diputus dengan pidana denda berdasarkan putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in casu: Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015) kemudian Terpidana harus membayar denda kembali atas pelanggaran yang sama sebagaimana isi Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak NomorKEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 hal tersebut jelas-jelas melanggar asas Ne Bis In Idem;
Sejalan dengan pendapat Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, SKP Kurang bayar setelah adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan analogy sehingga bertentangan dengan asas Ne Bis In Idem. SKP Kurang Bayar yang diterbitkan oleh Tergugat tersebut adalah tindakan sewenang-wenang dan bertentangan dengan asas kepastian hukum;
Pendapat tersebut diperkuat dengan Yurisprudensi dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung R.I Nomor: 1091/B/PKJPJK/2014 tanggal 10 Maret 2015, dengan berdasarkan Pertimbangan hukum Hakim Agung Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam Putusan PK tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam uji bukti persidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena Penggugat sekarang Pemohon Peninjauan Kembali, Hendro Teguh, selaku Direktur CV TDP telah dituntut dan dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana berpajakan berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) sebagaimana dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 323 KJPID/2010 tanggal 30 September 2010, sehingga pajak yang kurang dibayar yang menimbulkan kerugian penerimaan Negara telah dibebankan dan telah dilaksanakan pembayaran melalui putusan Iskak Soegiarto Teguh;
bahwa hal ini ditetapkan sejalan dengan suatu pendapat hukum bahwa seorang Wajib Pajak yang telah dijatuhi hukum pidana sebagaimana dikutip dari pendapat Cochran & Malone (1995) merupakan suatu tindakan yang berupa Retribution (pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation (penahanan dan pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali kepada masyarakat) dan disisi yang lain yang serupa dengan pendapat Terance D. Miethe dan Hong Lu (2005) yaitu tujuan pemidanaan yaitu selain Retribution (pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation (penahanan dan pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali kepada masyarakat). Sedangkan menurut Muladi dan Barda Nawawi (2005) bahwa tujuan pidana selain untuk menghukum pembuat kejahatan juga untuk membuat orang tidak melakukan kejahatan. Di sisi lain sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat dari pemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukum administrasi yang meletakkan prinsip administration penal law merupakan kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium;
bahwa di samping itu hukuman pidana perpajakan pada hakekatnya lebih mengedepankan dan memiliki penekanan pada aspek pencegahan (deterrence aspect) dan dalam upaya meningkatkan shock therapy serta aspek pendidikan (education aspect) dengan tidak meninggalkan dan menggalakkan fungsi penerimaan Negara (budgetair function) oleh karenanya keputusan Tergugat harus dibatalkan karena Penggugat telah menjalani hukuman;
Bahwa dengan demikian berdasarkan petimbangan tersebut diatas, Pemohon Peninjauan Kembali sangat berdasar dan beralasan patut untuk dikabulkan;
Kesimpulan
Addresat Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 yang mendasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 adalah SAMA;
Surat keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 mendasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 merupakan tindakan sewenang-wenang dan melanggar asas Ne Bis In Idem.
Menurut Majelis:
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas gugatan dan penjelasan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah terkait dengan :
Sengketa formal, karena Keputusan Tergugat (KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017) yang digugat oleh Penggugat bukan merupakan objek gugatan; dan
Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak disetujui Penggugat
ad.1 Sengketa formal, karena Keputusan Tergugat (KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017) yang digugat oleh Penggugat bukan merupakan objek gugatan.
bahwa menurut Tergugat, obyek gugatan yang diajukan Penggugat berupa KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak, tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu bukan merupakan obyek gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) serta Pasal 1 angka 9 dan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN;
bahwa menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang KUP : "Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara". Dari ketentuan tersebut jelas menyatakan bahwa peradilan pajak merupakan subsistem dari peradilan tata usaha negara;
bahwa Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN menyatakan bahwa, "Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini : Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku";
bahwa yang dimaksud dalam rumusan Pasal 2 e Undang-Undang PTUN adalah suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang berasal dari suatu proses pemeriksaan atau dari suatu putusan badan peradilan lain, dalam hal ini adalah Putusan Tata Usaha Negara. Substansi dari norma Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN ini adalah cerminan dari prinsip dalam penyelenggaraan peradilan bahwa proses pemeriksaan dan/atau putusan dari suatu pengadilan tidak dapat diperiksa atau diadili oleh pengadilan lain;
bahwa norma Pasal 2 huruf e ini terkait erat dengan prinsip Kompetensi Absolut. Dalam Kompetensi Absolut dinyatakan bahwa wewenang badan peradilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain. Berdasarkan prinsip Kompetensi Absolut tersebut maka Keputusan Tata Usaha Negara yang terbit dari suatu proses pemeriksaan dan/atau hasil putusan pengadilan tidak dapat diperiksa atau diadili di Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau di pengadilan lain yang berada di lingkungan badan peradilan Tata Usaha Negara;
bahwa dengan demikian karena obyek gugatan yang diajukan Penggugat berupa KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017(selanjutnya disebut KEP 01762) tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, maka atas yang diajukan gugatan oleh Penggugat tersebut bukan merupakan obyek gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP serta Pasal 1 angka 9 dan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN;
bahwa menurut Penggugat, berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut UU PTUN) dinyatakan : "Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata."
bahwa KeputusanTergugat a quo adalah termasuk Keputusan yang merupakan penetapan secara tertulis, yang diterbitkan oleh Pejabat yakni Direktur Jenderal Pajak yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan surat itu, didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku, dengan demikian bersifat konkret, hanya ditujukan kepada Penggugat (individual), dan bersifat final karena tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, serta mempunyai akibat hukum bagi Penggugat (badan hukum perdata), oleh karena itu menurut Pemohon Keputusan tersebut adalah merupakan keputusan yang merupakan Obyek Gugatan dan diajukan Gugatan;
bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor 01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang 27 merupakan obyek gugatan sesuai Pasal 23 ayat (2) huruf c UU.KUP.;
bahwa terkait dengan dalil Tergugat yang menyatakan bahwa KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 merupakan keputusan tata usaha negara yang berasal dari suatu keputusan yang sudah dilakukan oleh badan peradilan maka tidak dapat diperiksa dan diadili lagi oleh suatu badan peradilan lain dalam hal ini dalam peradilan PTUN., Majelis berpendapat bahwa Keputusan nomor 01762/NKEB/WPJ.11/2017 a quo adalah keputusan yang dibuat oleh Terbanding sendiri, sehingga merupakan keputusan yang terkait dengan perpajakan, oleh karena itu tidak terkait dengan keputusan badan peradilan lainnya;
bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU PTUN sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terdapat lima unsur Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu:
  1. Penetapan tertulis;
  2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;
  3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;
  4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final).
  5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 a quo, keputusan nomor KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 adalah merupakan penetapan secara tertulis, yang diterbitkan oleh Pejabat yakni Direktur Jenderal Pajak yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan surat itu, di dasarkan pada Undang-undang yang berlaku, dengan demikian bersifat konkret, hanya ditujukan kepada Penggugat (individual), dan bersifat final karena tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, serta mempunyai akibat hukum bagi Penggugat (badan hukum perdata), oleh karena itu menurut Majelis surat tersebut adalah merupakan keputusan;
bahwa menurut Pasal Pasal 23 ayat (2) UU.KUP : Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
  1. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak
bahwa oleh karena keputusan nomor KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 a quo merupakan keputusan yang terkait dengan keputusan Tergugat sebelumnya, yaitu SKPKB Nomor 000001/207/07/618/16, maka menurut Majelis, hal tersebut harus dimaknai bahwa keputusan Tergugat a quo adalah termasuk dalam pengertian keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) c UU KUP;
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut Majelis befrpendapat bahwa Keputusan Tergugat nomor KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 a quo, adalah merupakan merupakan objek gugatan.
ad.2. Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak disetujui Penggugat
bahwa menurut Tergugat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Nomor 000001/207/07/618/16 ditetapkan oleh Tergugat karena terbitnya Putusan Pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid,Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 yang memutuskan Yuji Ossel yang merupakan mantan Direktur PT. xxx yang dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa kali Dubah Terakhir Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP) : "Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh clelapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap."
bahwa menurut penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP :
"Apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana perpajakan, untuk menentukan kerugian pada pendapatan negara, atas jumlah pajak yang terutang belum dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dart 5 (lima) tahun. Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh PPNS, tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan, misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak.
Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana dl bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak masih dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48 % (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.";
bahwa mengacu pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (selanjutnya disebut PMK Nomor 183 Tahun 2015) : "Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah tnemperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara."
bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP serta Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 183 Tahun 2015 a quo, maka Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan pemeriksaan pajak dan menerbitkan SKPKB / SKPKBT apabila terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku maka penerbitan SKPKB oleh Tergugat kepada Penggugat telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Tergugat;
bahwa selanjutnya terkait dengan dalil Penggugat yaitu bahwa pidana denda yang dijatuhkan kepada PT xxx telah dibebankan dan dipertanggungjawabkan dalam perkara atas nama Terdakwa Yuji Ossel maka Penggugat tidak dapat diberikan atau dijatuhi pidana denda lagi dalam perkara ini, Tergugat berpendapat bahwa :
dalam ilmu hukum dikenal adanya asas hukum lex specialis derogat legi general's, yang artinya aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum umum. Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan adalah UndangUndang yang secara khusus diterbitkan dalam rangka mengatur terkait ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Undang-Undang KUP bersifat lebih khusus dibandingkan dengan Undang-Undang yang bersifat umum lainnya;
bahwa karena sifat Undang-Undang KUP adalah mengatur secara khusus dalam bidang perpajakan sehingga Undang-Undang KUP ini mengesampingkan Undang-Undang lain yang bersifat umum;
bahwa tata cara perpajakan terkait tindak pidana di bidang perpajakan, sanksi pidana penjara dan Benda pidana di bidang perpajakan, serta penerbitkan Surat Ketetapan Pajak karena adanya putusan Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan adanya kerugian pada pendapatan negara telah secara khusus diatur dalam Undang-Undang KUP;
bahwa Pasal 39 dan 39A Undang-Undang KUP mengatur terkait sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda sedangkan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur terkait sanksi adrninistrasi perpajakan. Bahwa penerapan sanksi pidana perpajakan dengan sanksi administrasi perpajakan adalah tidak sama, karena hal ini diatur dalam pasal yang berbeda, yaitu sanksi pidana diatur dalam Pasal 39 dan 39A Undang-Undang KUP sedangkan sanksi administrasi diatur antara lain dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP;
sanksi pidana yang dijatuhkan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 adalah
berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP. Sedangkan sanksi administrasi perpajakan yang diterbitkan Tergugat melalui hasil pemeriksaan berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP;
bahwa tindakan pidana yang dilakukan oleh Sdr. Yuji Ossel selaku Direktur PT. xxx merupakan tindakan yang mewakili perusahaan sehingga perusahaan dalam hal ini adalah Penggugat juga turut bertanggung jawab atas pajak terutang yang seharusnya dibayar oleh Penggugat. Dengan adanya kerugian pada pendapatan Negara yang ditimbulkan akibat perbuatan hukum Direktur Penggugat maka Negara dalam hal ini, berdasarkan Undang-Undang diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak, memiliki wewenang untuk memperoleh kembali adanya kerugian negara berupa pajak yang terutang tersebut dengan cara melalui penerbitan SKPKB;
dengan demikian, berdasarkan ketentuan yang telah diuraikan di atas maka diterbitkannya SKPKB kepada Penggugat karena adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap Direktur Penggugat karena terbukti secara hukum telah melakukan tindak pidana perpajakan yang telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5), Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang KUP Jo. Pasal 2 PMK Nomor 183 Tahun 2015;
bahwa menurut Penggugat, penjelasan Pasal 13 ayat (5) secara jelas menyatakan bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dibenarkan untuk diterbitkan sepanjang terdapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menunjukkan adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak;
bahwa berdasarkan fakta persidangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, objek pajak/pajak yang menjadi acuan putusan Hakim tersebut adalah PPh dan PPN masa/tahun pajak 2005, 2006 dan 2007, yang sama persis dengan pajak yang ditagih Tergugat dengan SURAT KEPUTUSAN;
bahwa oleh karena itu SURAT KEPUTUSAN yang diterbitkan Tergugat tidak mempunyai landasan hukum seperti yang ditentukan Pasal 13 ayat (5) UU KUP beserta Penjelasannya;
bahwa menanggapi pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa denda pidana yang diputus Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 berbeda dengan denda/sanksi menurut UU Perpajakan, Pemohon dapat jelaskan sebagai berikut:
bahwa amar putusan tersebut diatas menyatakan bahwa Terdakwa telah dipidana penjara selama 2 tahun 8 bulan dan dipidana denda sebesar Rp.60.000.000.000,00 subsider 4 bulan karena memenuhi Pasal 39 ayat (1) c junto Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 std. dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
bahwa dari fakta di atas jelas sekali bahwa selain menjatuhkan pidana penjara hukuman badan, Majelis Hakim telah menerapkan pidana denda berdasarkan UU Perpajakan yang berlaku;
bahwa karena Terdakwa telah dijatuhi sanksi pidana Pasal 39 ayat (1), sanksi administrasi Pasal 13 ayat (5) tidak bisa diterapkan lagi, untuk menghindari pengenaan hukuman/sanksi ganda atas perbuatan yang sama;
bahwa menanggapi pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa masih terdapat pajak terutang sebesar Rp.60.000.000.000,00 yang belum dibayar sehubungan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015, Pemohon dapat jelaskan sebagai berikut:
bahwa Terdakwa menerima sepenuhnya putusan Hakim tersebut dan tidak melakukan upaya banding, sehingga putusan Hakim tersebut inkracht. Dalam pertimbangan Hakim di sebutkan bahwa Terdakwa telah membayar hutang pokok pajak sekitar Rp.19.000.000.000,00 dan untuk denda sejumlah Rp.38.000.000.000,00 telah dibayar Rp.5.000.000.000,00;
bahwa di hadapan Jaksa Jolfissambow, SH. Pada tanggal 20 januari 2016 Terpidana membuat surat pernyataan ketidaksanggupan membayar pidana denda sebesar Rp60.000.000.000,00 dan bersedia menjalani hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;
bahwa dari fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Terdakwa telah menebus semua konsekuensi hukuman atas tindakan pidana di bidang perpajakan yang telah dilakukannya, dengan mengakui bersalah dan bersedia dihukum penjara selama 2 tahun 8 bulan. Atas pidana denda sebesar Rp60.000.000.000,00 telah diganti dengan hukuman kurungan selama 4 bulan;
bahwa pidana denda sebesar Rp 60.000.000.000,00 adalah setara dengan hukuman kurungan selama 4 bulan (subsider), sehingga jika Terdakwa sudah menjalani hukuman kurungan selama 4 bulan, kewajiban membayar pidana denda sebesar Rp60.000.000.000,00 gugur dengan sendirinya;
bahwa seharusnya Tergugat mentaati pendapat Hakim tersebut di atas, dan tidak lagi menerbitkan SURAT KEPUTUSAN yang bertentangan dengan putusan Hakim. Hal ini sesuai dengan asas hukum "apa yang diputus Hakim harus dianggap benar" ("res judicata pro veritate habetur");
bahwa berdasarkan pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti dan penjelasan para pihak yang disampaikan dalam persidangan, diketahui bahwa yang menjadi sengketa (material) dalam gugatan ini pada dasarnya adalah terkait dengan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa dengan telah dipenuhinya kewajiban pembayaran denda pidana sebagai pelaksanaan hukuman subsider, maka sudah tidak ada lagi hukuman lainnya yang dapat dijatuhkan kepada Penggugat karena sesuai dengan azas hukum ultimum remedium seluruh kewajiban Penggugat/Wajib Pajak dengan sendirinya juga sudah terpenuhi;
bahwa berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 sebagaimana tersebut di atas, diketahui bahwa terdakwa terbukti telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 39 ayat 1 huruf c dan d jo pasal 43 ayat 1 UU KUP;
bahwa menurut Pasal 39 ayat (1) huruf c UU.KUP : Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
bahwa berdasarkan Pasal 43 ayat 1 UU KUP : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan a quo, Majelis berpendapat bahwa jenis hukuman yang diatur dalam Pasal-Pasal a quo adalah terkait dengan pidana penjara dan pidana denda, yang keduanya telah dijatuhkan kepada Penggugat;
bahwa selanjutnya berdasarkan pasal 13 ayat (5) KUP. sebagaimana tersebut di atas : ...... Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
bahwa menurut Majelis, ketentuan dalam Pasal a quo adalah terkait sanksi adrninistrasi perpajakannya, dengan demikian berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 39 UU KUP. yang mengatur mengenai sanksi berupa pidana penjara dan pidana denda;
bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 a quo, sanksi yang dijatuhkan adalah di dasarkan pada Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP. Sedangkan sanksi administrasi perpajakan yang diterbitkan Tergugat adalah berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP;
bahwa menurut Majelis, antara sanksi pidana denda dengan sanksi administrasi perpajakan adalah dua hal yang berbeda, hal ini antara lain dapat dilihat dari komponen penerimaannya; Sanksi administrasi perpajakan merupakan komponen Penerimaan Negara, sedangkan sanksi pidana denda masuk sebagai komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak;
bahwa dengan demikian sanksi pidana penjara dan pidana denda yang dikenakan kepada terpidana tidak menghapuskan pajak yang terutang beserta sanksi administrasi perpajakan karena Pasal 39A tersebut hanya mengatur besarnya sanksi pidana yang dikenakan kepada terpidana, sedangkan terkait pajak yang terutang beserta sanksi administrasi perpajakan belum diperhitungkan;
bahwa ketentuan di dalam Undang-undang KUP yang mengatur dan memberlakukan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah bukan merupakan satu-satunya ketentuan yang berlaku di Indonesia, karena ada banyak ketentuan yang lain menggunakan hal serupa, seperti yang berlaku di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup terutama pada pasal 100. Demikian pula ketentuan yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (Selanjutnya disebut UU Perbankan) khususnya pasal 49 ayat (2) huruf b, serta pada pasal 52 ayat (1) UU Perbankan yang menyatakan bahwa “Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, 47A, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan”. Hal ini secara jelas memiliki makna bahwa sanksi pidana dan administratif tetap dapat berjalan keduanya.
bahwa selanjutnya di dalam penjelasannya, Tergugat menyampaikan perhitungan kewajiban dari Penggugat secara ringkas sebagai berikut :
  1. Jumlah pokok pajak yang dikenakan kepada penggugat adalah sebesar 40.000.000.000,-
  2. Jumlah denda yang telah dihitung dan ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya adalah sebesar Rp.60.000.000.000,- yang berasal dari 2 X Rp.40.000.000.000,- = Rp.80.000.000.000,- dikurangi pembayaran yang telah dilaksanakan sebelumnya sebesar Rp.19.000.0000.0000,-
  3. Angka 2 (dua) merupakan angka pengali yang berasal dari pasal 39 ayat (1) KUP yang menyatakan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar;
bahwa dengan demikian menurut Majelis, masih ada kewajiban lainnya dari Penggugat yang belum dilunasi, yaitu pokok pajak sebesar Rp.40.000.000.000 (empat puluh milyar rupiah) ditambah sanksi bunga sebesar 48 % (sesuai pasal 13 ayat (5) KUP) sehingga menjadi sejumlah sebagaimana yang telah diterbitkan SKPKB oleh tergugat yaitu sebesar Rp.60.000.000.000 (enam puluh milyar rupiah).
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa penerbitan SKPKB Nomor 000001/207/07/618/16 tanggal 11 April 2016 terkait dengan pengenaan sanksi administrasi dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP;
bahwa terkait dengan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa apa yang sudah diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan prinsip nebis in idem tidak tepat lagi apabila masih dikeluarkan SKP, Majelis berpendapat bahwa berdasarkan ketentuan pasal 13 ayat (5) UU KUP dan Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 183/PMK.03/2015 sebagaimana tersebut di atas, maka penerbitan SKPKB oleh Tergugat masih dimungkinkan, oleh karena itu telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Tergugat;
bahwa hal tersebut sekaligus menjawab terkait dengan dalil yang dikemukakan oleh Penggugat, yaitu bahwa ”dengan telah dilakukannya pemenuhan kewajiban pembayaran denda pidana sebagai pelaksanaan hukuman subsider dari Majelis Hakim a quo, sudah tidak ada lagi hukuman lainnya yang dapat dijatuhkan kepada Penggugat karena sesuai dengan azas hukum ultimum remedium seluruh kewajiban Penggugat/wajib pajak dengan sendirinya juga sudah terpenuhi”,
bahwa oleh karenanya penerbitan SKPKB oleh Tergugat menurut Majelis sudah benar dan bukan merupakan pengenaan ganda yang didasarkan dari putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, melainkan penghitungan yang didasarkan dari jumlah pokok pajak yang belum dibayar/dilunasi oleh Penggugat.
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan dalam :
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1)
Pasal 78 :
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
bahwa menurut memori penjelasan pasal 78 disebutkan :
Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti dan keterangan yang diberikan oleh para pihak yang terungkap di dalam persidangan, keterangan ahli serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis berkeyakinan untuk menolak gugatan Penggugat.
Menimbang:
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk menolak gugatan Penggugat;
Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini
Memutuskan:
Menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor. KEP-01762/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017, tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama PT xxx, NPWP xxx, beralamat xxx;
Demikian diputus di Surabaya berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada Hari Kamis tanggal 14 Desember 2017 oleh Hakim Majelis IIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Dr. S, S.H., M.H., M.Si, sebagai Hakim Ketua,
M.Z. A, S.H., M.Kn. sebagai Hakim Anggota,
JEW, Ak., M.P.P. sebagai Hakim Anggota,
Yang dibantu oleh
Drs. TTA, M.Si.,

sebagai Panitera Pengganti,
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis IIIA Pengadilan Pajak pada hari Kamis tanggal 19 April 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Penggugat dan tidak dihadiri oleh Tergugat;

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA