Penjelasan Pasal 26 Rev7) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-Undang ini menganut 2 (dua) sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya. Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Ayat (1)
Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam :
1. |
penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; |
2. |
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan; |
3. |
hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun; |
4. |
pensiun dan pembayaran berkala lainnya; |
5. |
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau |
6. |
keuntungan karena pembebasan utang. |
Sesuai dengan ketentuan ini, misalnya suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Wajib Pajak luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sebagai contoh lain, seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).
Ayat (1a)
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah badan, negara domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% (lima puluh persen) pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang bersumber di Indonesia, selain dari penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta, dan premi asuransi, termasuk premi reasuransi. Atas penghasilan tersebut dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan besarnya perkiraan penghasilan neto dimaksud, serta hal-hal lain dalam rangka pelaksanaan pemotongan pajak tersebut.
Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia atau apabila penghasilan dari penjualan harta tersebut telah dikenai pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2).
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (3) Rev5)
Cukup jelas.
Ayat (4) Rev5)
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen). Contoh:
Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap di Indonesia dalam tahun 2021 |
Rp17.500.000.000,00 |
Pajak Penghasilan: 22% x Rp17.500.000.000,00 = |
Rp 3.850.000.000,00 (-) |
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak |
Rp13.650.000.000,00 |
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang 20% x Rp13.650.000.000 = Rp2.730.000.000,00
Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp13.650.000.000,00 (tiga belas miliar enam ratus lima puluh juta rupiah) tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atas penghasilan tersebut tidak dikenai pajak.
Ayat (5)
Pada prinsipnya pemotongan pajak atas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Contoh:
A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2023. Pada tanggal 20 April 2023 perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2023.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2023. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2023 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2023. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2023 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.
Berdasarkan ketentuan ini, untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2023, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret 2023 tersebut dapat dikreditkan terhadap pajak A sebagai Wajib Pajak dalam negeri.