(1) |
Penyusutan
atas pengeluaran untuk pembelian,
pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. |
(2) |
Penyusutan
atas pengeluaran harta berwujud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga
dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang
dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku,
dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus,
dengan syarat dilakukan secara taat asas. |
(3) |
Penyusutan
dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. |
(4) |
Dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib
Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta
tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. |
(5) |
Apabila
Wajib Pajak melakukan penilaian kembali
aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka
dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian
kembali aktiva tersebut. |
(6) |
Untuk
menghitung penyusutan, masa manfaat dan
tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :
Kelompok
Harta Berwujud |
Masa
Manfaat |
Tarif
penyusutan sebagaimana dimaksud dalam |
Ayat
(1) |
Ayat
(2) |
I.
Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4 |
4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun |
25%
12,5%
6,25%
5% |
50%
25%
12,5%
10% |
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen |
20 Tahun
10 Tahun |
5%
10% |
|
|
(6a) |
Apabila
bangunan permanen sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) mempunyai masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun,
penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bagian
yang sama besar, sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan
pembukuan Wajib Pajak. |
(7) |
Penyusutan
atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam bidang usaha tertentu dapat diatur tersendiri. |
(8) |
Apabila
terjadi pengalihan atau penarikan harta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan
harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian
asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan
pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. |
(9) |
Apabila
hasil penggantian asuransi yang akan
diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian,
maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa
kemudian tersebut. |
(10) |
Apabila
terjadi pengalihan harta yang memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut
tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. |
(11) |
Dihapus. |