Penjelasan Pasal 29
Pada saat diberlakukannya ketentuan mengenai Pajak Rokok, pengenaan Pajak Rokok sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai nasional. Hal ini dimaksudkan agar terdapat keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan Daerah.
Contoh:
Dalam tahun 2011 penerimaan cukai nasional sebesar 100, dan diproyeksikan meningkat 10% setiap tahunnya sesuai dengan peta jalur industri rokok nasional. Tanpa adanya pengenaan Pajak Rokok oleh Daerah, penerimaan cukai nasional tahun 2012 menjadi 110, kemudian meningkat menjadi 121 di tahun 2013.
Pada tahun 2014, saat mulai diberlakukannya Pajak Rokok, penerimaan cukai nasional diproyeksikan sebesar 133, yang terdiri dari 121 sebagai penerimaan cukai Pemerintah dan 12 sebagai Pajak Rokok untuk Daerah. Pola ini berlanjut untuk tahun 2015 dan seterusnya.
Ilustrasi dalam bentuk tabel dapat dilihat berikut ini:
Tahun |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Cukai (Pusat) Pajak Rokok (Daerah) Total Pungutan Cukai (Pusat + Daerah) /\ % Rp. |
100 - 100 0 |
110 - 110 10% 10 |
121 - 121 10% 11 |
121 12 133 10% 12 |
133 13 146 10% 13 |