1   2   3   4   5   6   7   8

 

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

 

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

 

 

PETUNJUK UMUM

 

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

1.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya.

2.

SPT Tahunan ditandatangani oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau orang yang diberi kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3.

SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214/PJ./2001.

4.

Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

5.

Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000.

6.

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

7.

Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut.

9.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan sementara tersebut.

Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

10.

Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

 


LAMPIRAN I (FORMULIR 1770-I)

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI

 

 

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan neto dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan dan penghasilan lainnya, kecuali penghasilan:

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,

 

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

 

(Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh).

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2004, 2005 dan seterusnya.

 

Contoh :

Tahun buku 2005

2

0

0

5

Periode Januari - Desember

0

1

 

0

5

s.d.

1

2

 

0

5

 

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

BAGIAN A:

 

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN

 

Bagian ini diisi oleh Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan, untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan atau pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya telah di Audit oleh Kantor Akuntan Publik wajib mencantumkan nama Akuntan Publik yang menandatangani laporan audit dan nama Kantor Akuntan Publik beserta NPWP Akuntannya dan kolom Opini Akuntan diisi sesuai dengan kode opini sebagai berikut :

 

Kode

1

untuk Wajar Tanpa Pengecualian;

 

2

untuk Wajar Dengan Pengecualian;

 

3

untuk Tidak Wajar;

 

4

untuk Tidak Ada Opini.

 

Demikian pula apabila Wajib Pajak menggunakan jasa konsultan pajak, diisi dengan nama Konsultan Pajak

 

sesuai dengan surat kuasa dan nama Kantor Konsultan Pajak beserta NPWP Konsultan Pajaknya.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

URAIAN

Kolom (2)

 

 

Angka 1

PENGHASILAN DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS

BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL

 

Diisi dengan jumlah penghasilan dari kegiatan pokok dan biaya berdasarkan Laporan Keuangan Komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan baik yang belum di Audit maupun yang telah di Audit oleh Kantor Akuntan Publik.

 

 

PEREDARAN USAHA

Huruf a

 

Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan dari kegiatan/usaha pokok dan/atau dari pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak selama tahun pajak yang bersangkutan berdasarkan pembukuan, termasuk didalamnya penghasilan dari kegiatan pokok yang dikenakan PPh Final.

Catatan :

Penghasilan dan biaya lainnya (penghasilan dan biaya yang berasal dari bukan kegiatan/usaha pokok Wajib Pajak) dilaporkan pada Bagian D Formulir 1770-I Halaman 2.

 

 

HARGA POKOK PENJUALAN

Huruf b

 

Diisi sesuai dengan jumlah Harga Pokok Penjualan menurut pembukuan.

a.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan Usaha Dagang, kolom ini diisi dengan Harga Pokok Penjualan usaha dagang selama Tahun Pajak yang bersangkutan.

b.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan Usaha di Bidang Industri, kolom ini diisi dengan harga pokok penjualan usaha industri selama Tahun Pajak yang bersangkutan.

c.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan Usaha di Jasa, kolom ini diisi dengan harga pokok usaha jasa, yaitu jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto.

           

 

 

LABA/RUGI BRUTO USAHA

Huruf c

 

Diisi dengan hasil pengurangan peredaran usaha (a) dengan harga pokok penjualan (b).

 

 

BIAYA USAHA

Huruf d

 

Diisi dengan jumlah biaya usaha, seperti : biaya penjualan, biaya umum dan administrasi.

 

 

PENGHASILAN NETO DARI USAHA

Huruf e

 

Diisi dengan hasil pengurangan laba/rugi bruto usaha (c) dengan biaya usaha (d).

 

 

Angka 2

PENYESUAIAN FISKAL POSITIF

 

Penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian yang bersifat menambah atau memperbesar terhadap penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial, karena adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, karena adanya perbedaan saat pengakuan biaya dan penghasilan atau karena penghitungan biaya menurut metode fiskal lebih rendah dari penghitungan menurut metode akuntansi komersial, serta karena adanya penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk dalam penghasilan komersial, yaitu sebagai berikut :

a.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i UU PPh, yaitu misalnya pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

b.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, yaitu premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak. Pada saat Wajib Pajak menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak;

c.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;

Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 466/KMK.04/2000

d.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, yaitu pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba;

e.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, yaitu bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;

f.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh;

g.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, yaitu pembayaran gaji kepada pemilik atau orang yang menjadi tanggungannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;

h.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, yaitu sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan;

i.

Diisi apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan Wajib Pajak lebih besar dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal lampirkan pada SPT);

j.

Diisi dengan biaya yang berkaitan dengan "penghasilan yang dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan komersial".

k.

Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal :

 

-

terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;

 

-

terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal.

 

 

Angka 3

PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF

 

Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial.

a.

Diisi dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan komersial.

b.

Diisi apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan Wajib Pajak lebih kecil dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal lampirkan pada SPT);

c.

Diisi dengan penyesuaian fiskal negatif lainnya.

 

 

 

Angka 4

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SETELAH PENYESUAIAN

 

Diisi dengan hasil penjumlahan Penghasilan Neto dari usaha dengan Penyesuaian Fiskal Positif dikurangi dengan Penyesuaian Fiskal Negatif.

 

BAGIAN B:

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

 

Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha dan atau pekerjaan bebas yang melakukan pencatatan dan memilih menggunakan Norma Penghitungan dalam

Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Yang berhak menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan brutonya kurang dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) setahun dan telah memberitahukan untuk menggunakan Norma Penghitungan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam

jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak dengan status kawin pisah harta, jumlah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) tersebut merupakan gunggungan peredaran usaha atau penerimaan bruto dari usaha suami, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa. (Pasal 14 ayat (2) UU PPh)

 

Penghasilan tersebut tidak termasuk Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

 

Untuk wajib pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan wajib melampirkan Surat Permohonan untuk Menggunakan Norma Penghitungan.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

JENIS USAHA

Kolom (2)

Angka 1

:

Cukup jelas

Angka 2

:

Cukup jelas

Angka 3

:

Jenis usaha jasa, misalnya persewaan mobil, jasa pemborong, dan salon.

Angka 4

:

Jenis usaha pekerjaan bebas, misalnya Dokter, Notaris, Konsultan, dan Arsitek.

Angka 5

:

Jenis usaha lain-lain adalah jenis usaha yang tidak dapat dikelompokkan pada jenis usaha Nomor 1 s.d. 4, misalnya peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan, dan pertambangan.

 

 

 

PEREDARAN USAHA

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi sesuai dengan jumlah peredaran usaha menurut catatan. Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran" sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan jumlah sesuai dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.

 

Dalam hal terdapat penghasilan untuk beberapa tahun yang diterima sekaligus, dilaporkan sebagai penghasilan pada tahun diterimanya penghasilan tersebut.

 

 

Angka 1

DAGANG

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha dagang, baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha perdagangan ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Angka 2

INDUSTRI

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha industri dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha industri ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Angka 3

JASA

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha jasa dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha jasa ialah penerimaan bruto usaha jasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Angka 4

PEKERJAAN BEBAS

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penerimaan bruto pekerjaan bebas dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya dokter, pengacara, notaris dan profesi lainnya. Perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan penghasilan bruto dari pekerjaan bebas yang diisikan dalam bagian ini adalah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam statusnya bukan sebagai pegawai/karyawan baik tetap maupun tidak tetap.

 

 

Angka 5

USAHA LAINNYA

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang disebut pada Nomor 1 s.d. 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

PERSENTASE (%) NORMA PENGHITUNGAN

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan Angka Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang sesuai untuk setiap jenis usaha. Angka Persentase tersebut dikutip dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ.7/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib

Pajak yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan.

 

Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran".

(Pasal 14 UU PPh)

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan hasil perkalian angka pada Kolom (3) dengan angka persentase pada Kolom (4). Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran", sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan Peredaran Usaha (kolom 3) dan Penghasilan Neto (kolom 5) dari masing-masing jenis usaha.

 

BAGIAN C:

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

 

Bagian ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali :

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja;

2.

Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa.

 

Pengertian Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan

Organisasi Internasional.

 

Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini.

 

(Pasal 4 ayat (1) huruf a jo Pasal 21 UU PPh)

 

 

Nomor

Kolom (1)

 

Cukup jelas.

 

 

NAMA/NPWP PEMBERI KERJA

Kolom (2)

 

Diisi dengan nama/NPWP setiap pemberi kerja.

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan selama tahun pajak yang bersangkutan dari setiap pemberi kerja. Penghasilan tersebut antara lain dapat berupa :

-

Gaji/uang pensiun/tunjangan hari tua (THT)

Gaji/ uang Pensiun/THT yang diterima atau diperoleh secara teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Tunjangan PPh

Uang tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Tunjangan lainnya, uang penggantian, uang lembur dan sebagainya

Tunjangan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berupa tunjangan isteri, dan atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor, tunjangan pendidikan anak, uang imbalan prestasi dan tunjangan lainnya dengan nama apapun, uang penggantian seperti uang penggantian pengobatan, uang lembur dan sebagainya.

-

Honorarium, imbalan lain sejenisnya

Honorarium/imbalan lain yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukan.

-

Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21

Jumlah yang sebenarnya diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21, serta yang bukan Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR

Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap, dan yang biasanya diberikan sekali saja atau sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

 

PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

Kolom (4)

 

Diisi dengan jumlah seluruh pengurang penghasilan bruto dari setiap pemberi kerja yang terdiri dari :

a.

BIAYA JABATAN

 

Diisi dengan jumlah biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan.

 

Jumlah biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

 

Apabila WP menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pemberi kerja, maka jumlah biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya jabatan dari setiap Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh jo. Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)

 

Contoh :

 

Amin memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT. XX sebesar Rp 25.000.000,- setahun, dan PT. YY sebesar Rp 30.000.000,- setahun.

 

Biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan yaitu :

 

-

Dari PT. XX sebesar : 5% x Rp 25.000.000,-

=

Rp 1.250.000,-

Di bawah jumlah maksimal (Rp 1.296.000,-),

 

 

sehingga diperkenankan seluruhnya  

=

Rp 1.250.000,00

 

-

Dari PT. YY sebesar : 5% x Rp 30.000.000,-

=

Rp 1.500.000,-

diatas jumlah maksimal (Rp 1.296.000,-),

 

 

sehingga biaya jabatannya sebesar  

=

Rp 1.296.000,00 +/+

 

=

Rp 2.546.000,00

b.

BIAYA PENSIUN

 

Diisi dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang pensiun.

 

Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

 

Apabila menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pembayar pensiun, maka jumlah biaya pensiun yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya pensiun dari setiap formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Kep Men Keu No. 521/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 serta Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)

c.

IURAN PENSIUN DAN IURAN THT

 

Diisi dengan jumlah iuran pensiun yang terikat pada gaji yang dibayarkannya kepada dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan, atau Iuran THT untuk Jamsostek yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh)

 

Catatan:

 

Lampirkan Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Diisi dengan hasil pengurangan kolom (3) dengan kolom (4)

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan jumlah penghasilan Neto kolom (5) dari masing-masing pemberi kerja.

 

BAGIAN D:

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

(TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)

 

Bagian ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lain-lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang

belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

JENIS PENGHASILAN

Kolom (2)

 

Diisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan seperti:

 

 

Angka 1

BUNGA

 

Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa. (Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8

UU PPh)

 

 

Angka 2

DIVIDEN

 

Yang dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi.

 

Termasuk dalam pengertian dividen adalah :

1.

Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;

2.

Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;

3.

Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap;

4.

Pembagian laba dalam bentuk saham;

5.

Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6.

Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

7.

Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;

8.

Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;

9.

Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10.

Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

11.

Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

12.

Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Angka 3

ROYALTI

 

Yang dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak kepada pihak lain, berupa :

1.

Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

2.

Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan;

3.

Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.

(Pasal 4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Angka 4

SEWA

 

Yang dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil, sewa alat-alat berat. (Pasal 4 ayat (1) huruf i, Pasal 8 UU PPh)

 

 

Angka 5

PENGHARGAAN DAN HADIAH

 

Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan :

a.

Hadiah Undian

Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang pemberiannya melalui cara undian.

b.

Hadiah dan Penghargaan perlombaan

Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan, misalnya dari :

 

-

Perlombaan olah raga;

 

-

kontes kecantikan/busana, kontes lainnya;

 

-

kuis di televisi/radio;

 

-

kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan lainnya.

c.

Penghargaan atas suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk.

d.

Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan.

 

Yang dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-I) adalah huruf b, c dan d, sedangkan huruf a dikenakan PPh bersifat final, dan dilaporkan dalam lampiran III Bagian A.I.3.a. (Formulir 1770-III)

 

Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang :

a.

diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi;

b.

hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.

(Kep. Men. Keu. Nomor : 462/KMK.04/2000 dan Kep. Dirjen Pajak Nomor : KEP-395/PJ./2001)

 

 

Angka 6

KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA

 

Yang dimaksud dengan keuntungan dari penjualan/pengalihan harta ialah penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, termasuk :

1.

Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2.

Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang nilai aktivanya tidak termasuk tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (Kep. Men. Keu. No. 604/KMK.04/1994).

3.

Keuntungan karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek.

(Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Angka 7

PENGHASILAN LAINNYA

 

Penghasilan dari luar usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa selain contoh di atas agar disebutkan jenis penghasilannya dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran tersendiri.

 

Penghasilan tersebut misalnya :

-

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

-

Keuntungan karena pembebasan utang;

-

Penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan;

-

Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

-

Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

(Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

Diisi dengan jumlah penghasilan bruto dari masing-masing jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

BIAYA

Kolom (4)

 

Diisi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dalam negeri sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 PP Nomor 138 Tahun 2000, kecuali yang telah dibebankan sebagai biaya dalam Lampiran I (Formulir 1770-I) Bagian A.

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari Kolom (3) dengan Kolom (4) untuk setiap jenis penghasilan dalam negeri lainnya.

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan masing-masing kolom; penjumlahan penghasilan bruto (kolom 3), biaya (kolom 4) dan penghasilan neto (kolom (5).