DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB BADAN
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1. |
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya. |
2. |
SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus. |
3. |
SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.042/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214/PJ./2001. |
4. |
Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. |
5. |
Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001. |
6. |
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi). |
8. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut. |
9. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak
dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam)
bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan
mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun
pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan
sementara tersebut. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). |
10. |
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. |
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR
LAMPIRAN - I (FORMULIR 1771 -I
dan FORMULIR 1771 - I/$)
- PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO FISKAL
1. |
PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial dalam negeri adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial Indonesia, yakni semua penghasilan yang diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan pengeluaran/biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial Indonesia yang dianut secara taat azas, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya. |
||||
|
a. |
Diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan bagi perusahaan dagang dan perusahaan industri. |
|||
|
b. |
Diisi dengan biaya-biaya yang merupakan harga pokok penjualan bagi kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu (misal : bank, dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan sebagainya) tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga pokok penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha lainnya. |
|||
|
c. |
Diisi dengan biaya-biaya usaha yang tidak termasuk ke dalam kelompok harga pokok penjualan. |
|||
|
d. |
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari Peredaran Usaha dikurangi Harga Pokok Penjualan dikurangi Biaya Usaha Lainnya. |
|||
|
e. |
Diisi dengan jumlah Penghasilan Bruto Dari Luar Usaha yang diterima dan atau diperoleh dari luar kegiatan usaha tersebut pada huruf a, seperti : penghasilan dari penyertaan modal di Indonesia, penghasilan dari penjualan/pengalihan/persewaan harta, serta penghasilan lainnya yang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha. |
|||
|
f. |
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e. |
|||
|
g. |
Diisi dengan hasil pengurangan huruf d dengan huruf f. |
|||
|
PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR
NEGERI Diisi dengan penghasilan neto yang diterima atau
diperoleh di luar negeri, sesuai dengan lampiran khusus 7A kolom (4) 'Jumlah Neto'. JUMLAH PENGHASILAN NETO
KOMERSIAL Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan Luar Negeri. |
||||
2. |
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL DAN
YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya (angka 6) akan menjadi nihil/netral. Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771-I dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian komersialnya. |
||||
3. |
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1. |
||||
|
a. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh,
pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan
pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi
pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham,
sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
|||
|
b. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c
UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu
yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban
atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal
diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank dan
sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), cadangan klaim dan
cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan. |
|||
|
|
Lihat : |
|||
|
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995
s.t.d.t.d.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 204/KMK.04/2000; |
||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-20/PJ.42/1995; |
||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-09/PJ.42/1999; |
||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-21/PJ.42/2000. |
||
|
c. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan
bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip
taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf
e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di
tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan
kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan
dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena
sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian dan peralatan
khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan,
antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan. |
|||
|
|
Lihat : |
|||
|
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000; |
||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-213/PJ/2001; |
||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-220/PJ/2002. |
||
|
d. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f
UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU
PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak
melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum
untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran
tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba. |
|||
|
e. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994. Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak,
dengan syarat: |
|||
|
|
- |
Penghasilan yang dikenakan zakat merupakan Objek
Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan; |
||
|
|
- |
Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat
(BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan
pembentukannya oleh Pemerintah Pusat/Daerah; |
||
|
|
Dengan demikian zakat atas harta selain
penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut
tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama
dengan sumbangan). |
|||
|
f. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h
UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya
perusahaan. |
|||
|
g. |
Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh,
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan
prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat
(1) huruf j UU PPh, bagi perseroan tersebut pembayaran gaji kepada para
anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
|||
|
h. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k
UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan. |
|||
|
i. |
Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal. |
|||
|
j. |
Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal |
|||
|
k. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib
Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Lihat : |
|||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-184/PJ./2002; |
||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-08/PJ.42/2002. |
||
|
l. |
Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan
Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal : |
|||
|
|
- |
terdapat penghasilan yang tidak diakui secara
komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
tidak bersifat final; |
||
|
|
- |
terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau
kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara
fiskal; |
||
|
|
- |
terdapat kerugian usaha di luar negeri baik
melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan
penyesuaian fiskal positif dan negatif. |
||
|
|
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002. |
|
|
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-04/PJ.42/2002. |
|
|
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-01/PJ.313/2005. |
|
4. |
PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif
adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur
penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak)
dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta
peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi
penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1. |
||||
|
a. |
Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi
Fiskal. |
|||
|
b. |
Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal. |
|||
|
c. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib
Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Lihat : |
|||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-141/PJ./1999; |
||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-563/PJ./2001; |
||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-184/PJ./2002; |
||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-08/PJ.42/2002. |
||
|
d. |
Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU
PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya
perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan
tetapi dapat diakui secara fiskal. |
|||
5. |
FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN
NETO Diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal
berupa pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal angka 5
(lampiran khusus 4A/4B). |
||||
6. |
PENGHASILAN NETO FISKAL Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi
angka 2 ditambah angka 3 dikurangi angka 4 dikurangi angka 5. |
||||
LAMPIRAN - II (FORMULIR 1771 - II
dan FORMULIR 1771 - II/$)
- PERINCIAN HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA
USAHA
LAINNYA DAN BIAYA DARI LUAR USAHA
Diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya
dan Biaya Dari Luar Usaha secara komersial sesuai dengan Lampiran 1771-I angka
1 huruf b, c dan f.
- |
Kolom (1) |
Nomor Urut. |
- |
Kolom (2) |
Jenis Biaya. |
- |
Kolom (3) |
diisi dengan biaya yang merupakan Harga Pokok
Penjualan. |
- |
Kolom (4) |
diisi dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan
merupakan Harga Pokok Penjualan. |
- |
Kolom (5) |
diisi dengan Biaya-biaya langsung yang terkait
dengan penghasilan dari luar usaha. |
- |
Kolom (6) |
diisi dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom
(4) ditambah dengan kolom (5). |
LAMPIRAN III (FORMULIR 1771 - III
dan FORMULIR 1771 - III/$)
- KREDIT PAJAK DALAM NEGERI
Diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 yang telah dibayar melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima/diperoleh dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
- |
Kolom (1) |
diisi dengan Nomor Urut untuk masing-masing jenis
Pajak. |
||
- |
Kolom (2) |
diisi dengan Nama dan NPWP Pemotong/Pemungut
Pajak. Dalam hal PPh Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama dan
Alamat Bank tempat pembayaran. |
||
- |
Kolom (3) |
diisi dengan : |
- |
Untuk PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis Transaksi
atau Pembayaran. |
|
|
|
- |
Untuk PPh Pasal 23 diisi dengan jenis penghasilan
yang dipotong PPh. |
- |
Kolom (4) |
diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar
Pemotongan/Pemungutan. |
||
- |
Kolom (5) |
diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut. |
||
- |
Kolom (6) dan (7) |
diisi dengan Nomor dan Tanggal Bukti
Pemotongan/Pemungutan. Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom (6)
diisi dengan kata 'SSP'. |
LAMPIRAN IV (FORMULIR 1771 - IV
DAN FORMULIR 1771 - IV/$)
- PPh FINAL
- PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK
Diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak ini, sesuai dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan/pembayaran pajaknya apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.
LAMPIRAN V (FORMULIR 1771 - V dan
FORMULIR 1771 - V/$)
- DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN
JUMLAH DEVIDEN YANG DIBAGIKAN
- DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
- |
Bagian A |
||
|
- |
Kolom (1) |
diisi dengan Nomor urut |
|
- |
Kolom (2) |
diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pemegang
Saham atau Pemilik Modal sesuai dengan kartu identitas |
|
- |
Kolom (3) |
diisi dengan NPWP Pemegang Saham atau Pemilik
Modal. Untuk pemegang saham/modal yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar
Negeri, WP yang penghasilannya dibawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada'. |
|
- |
Kolom (4) |
diisi dengan jumlah modal yang disetor |
|
- |
Kolom (5) |
diisi dengan persentase kepemilikan |
|
- |
Kolom (6) |
diisi dengan jumlah dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham |
- |
Bagian B |
||
|
- |
Kolom (1) |
diisi dengan Nomor Urut |
|
- |
Kolom (2) |
diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pengurus dan
Komisaris sesuai dengan kartu identitas |
|
- |
Kolom (3) |
diisi dengan NPWP Pengurus dan Komisaris. Untuk
Pengurus dan Komisaris yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP yang
penghasilannya di bawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada'. |
|
- |
Kolom (4) |
diisi dengan jabatan pengurus atau komisaris |
- |
Wajib Pajak yayasan dan badan-badan lain yang tidak
dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK Reksa Dana dan KIK-EBA, cukup
mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dengan pernyataan : 'Tidak Ada',
pada kolom (2). |
||
- |
Wajib Pajak perusahaan masuk bursa, pemegang saham
publik tidak perlu dirinci per nama (dapat dinyatakan secara kumulatif)
kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah
modal disetor. |
||
- |
Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris diisi
lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer. |
LAMPIRAN VI (FORMULIR 1771 - VI
dan FORMULIR 1771 - VI/$)
- DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN
AFILIASI
- DAFTAR PINJAMAN DARI/KEPADA PEMEGANG SAHAM
DAN
ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
- |
Kedua daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun
berdasarkan laporan keuangan komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan. |
- |
Penyertaan modal yang dicantumkan adalah
penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung maupun
tidak langsung. |
- |
Pinjaman yang dicantumkan adalah pinjaman
dari/kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun
tidak langsung. |
- |
Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal
atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, demikian
pula Wajib Pajak yang tidak mempunyai pinjaman dari/kepada pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan :
"TIDAK ADA", pada kolom (2). |
SPT INDUK (FORMULIR 1771 dan FORMULIR
1771/$)
TAHUN PAJAK |
: |
Isilah kotak yang tersedia dengan angka tahun buku
dan periode tahun buku perusahaan. |
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||
NPWP |
: |
Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam
Kartu NPWP. |
|||||||||||||||||||||||||
NAMA WAJIB PAJAK |
: |
Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam
Kartu NPWP. |
|||||||||||||||||||||||||
ALAMAT |
: |
Diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam
Kartu NPWP. |
|||||||||||||||||||||||||
KELURAHAN/ KECAMATAN |
: |
Diisi sesuai dengan Kelurahan/Kecamatan yang
tercantum dalam Kartu NPWP. |
|||||||||||||||||||||||||
KOTA/KODE POS |
: |
Diisi sesuai dengan kota/kode pos yang tercantum
dalam Kartu NPWP. Kode Pos apabila tidak tercantum dalam Kartu NPWP tetap
wajib diisi. Nomor telepon dan nomor faksimili wajib diisi. |
|||||||||||||||||||||||||
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT) |
: |
Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal
kantor pusat BUT di luar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan
ketentuan Undang-undang Perpajakan Indonesia. |
|||||||||||||||||||||||||
JENIS USAHA |
: |
Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang
dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha lebih dari satu, maka yang dipilih
adalah jenis kegiatan usaha yang utama/inti. Untuk pengisian Kode Klasifikasi
Lapangan Usaha (KLU) diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor
Kep-34/PJ./2003. Apabila kurang jelas dapat berkonsultasi dengan KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar. |
|||||||||||||||||||||||||
PEMBUKUAN/ LAPORAN KEUANGAN |
: |
Dalam hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata
uang Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan
Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun dimulainya. Nyatakan apakah pembukuan/laporan keuangan perusahaan untuk
tahun buku ini "Diaudit" atau "Tidak Diaudit" oleh
Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan "X". Dalam
hal diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode angka
sebagai berikut : |
|||||||||||||||||||||||||
|
|
1. |
- |
untuk opini |
: |
Wajar Tanpa Pengecualian |
|||||||||||||||||||||
|
|
2. |
- |
untuk opini |
: |
Wajar Dengan Pengecualian |
|||||||||||||||||||||
|
|
3. |
- |
untuk opini |
: |
Tidak Wajar; |
|||||||||||||||||||||
|
|
4. |
- |
untuk opini |
: |
Tidak Ada Opini. |
|||||||||||||||||||||
NAMA DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK |
: |
Diisi dengan nama Akuntan Publik yang
menandatangani Laporan Audit dan kantor Akuntan Publik apabila Laporan
Keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik. |
|||||||||||||||||||||||||
NPWP AKUNTAN PUBLIK NAMA DAN KANTOR |
: |
Diisi dengan NPWP Akuntan Publik yang
menandatangani Laporan Audit. |
|||||||||||||||||||||||||
NAMA DAN KANTOR KONSULTAN PAJAK |
: |
Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai Surat
Kuasa Khusus dan kantor Konsultan Pajak apabila dalam rangka melaksanakan
kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak menggunakan jasa Konsultan Pajak. |
|||||||||||||||||||||||||
NPWP KONSULTAN PAJAK |
: |
Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai Surat
Kuasa Khusus. |
A. |
PENGHASILAN KENA PAJAK: |
||||||||
|
1. |
Diisi dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari
formulir 1771-I Nomor 6 Kolom 3. |
|||||||
|
2. |
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak
yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena memperoleh
fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih lama.
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom 'Tahun Pajak
Ini' (lampiran khusus 2A/2B). |
|||||||
|
|
- |
Diisi dengan jumlah kompensasi kerugian kolom 'Tahun Pajak
Ini' dari Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal. |
||||||
|
|
- |
Diisi dengan nilai "0" (nol), apabila angka 1
menyatakan kerugian (negatif). |
||||||
|
|
(Lihat contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus 2A/2B) |
|||||||
|
3. |
Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan
angka 2. |
|||||||
B. |
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : |
||||||||
|
4. |
Diisi dengan jumlah hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh
atas Penghasilan Kena Pajak pada angka 3, sebagai berikut : |
|||||||
|
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak |
Tarif Pajak |
||||||
|
|
s.d Rp
50.000.000,- |
10% |
||||||
|
|
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,- |
15% |
||||||
|
|
di atas Rp 100.000.000,- |
30% |
||||||
|
|
Catatan : Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. |
|||||||
|
5. |
Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau pengembalian pajak tersebut. Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
164/KMK.03/2002. |
|||||||
|
6. |
Diisi dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah
dengan angka 5. |
|||||||
C. |
KREDIT PAJAK : |
||||||||
|
7. |
Dalam hal memperoleh fasilitas PPh ditanggung Pemerintah
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan
Pemasok (supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka
pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau
dana pinjaman luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final
yang dihitung dengan formula sebagai berikut : |
|||||||
|
|
DANA PINJAMAN LN/HIBAH |
X |
PPh TERUTANG |
|||||
|
|
TOTAL BIAYA PROYEK |
|||||||
|
|
Lihat : |
|||||||
|
|
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995
s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001; |
||||||
|
|
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000; |
||||||
|
|
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000; |
||||||
|
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000; |
||||||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-13/PJ.42/2002. |
||||||
|
8. |
a. |
Diisi dengan jumlah kredit pajak dalam negeri dari
formulir 1771-III |
||||||
|
|
b. |
Diisi dengan jumlah kredit pajak luar negeri
sesuai dengan perhitungan kredit pajak luar negeri pada Lampiran Khusus 7A. |
||||||
|
9. |
Beri tanda "X" dalam salah satu kotak
yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah
pada angka 7 dan angka 8. |
|||||||
|
10. |
Huruf a diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang
dibayar sendiri. Huruf b diisi dengan Pokok Pajak pada STP PPh
Pasal 25. Huruf c diisi sebesar jumlah Fiskal Luar Negeri pegawai
perusahaan yang ditanggung oleh perusahaan
dalam rangka perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan perusahaan,
sepanjang dapat dibuktikan pembayarannya oleh perusahaan dan sepanjang tidak
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf d diisi sebesar jumlah PPh atas penghasilan
dari pengalihan tanah dan bangunan bagi perusahaan selain pengembang/real
estat dan yayasan atau organisasi sejenis, yang dilaporkan dalam Formulir
1771-I angka 1 huruf e. |
|||||||
D. |
PPh KURANG/LEBIH BAYAR : |
||||||||
|
11. |
Beri tanda "X" dalam salah satu kotak yang
tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 9 dengan jumlah
pada angka 10. Diisi dengan tanggal pembayaran PPh Pasal 29. |
|||||||
E. |
PERMOHONAN : Beri tanda "X" dalam salah satu kotak yang
tersedia sesuai dengan permohonan yang dimaksud. |
||||||||
F. |
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN: Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal
25 tahun berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenakan PPh
yang tidak bersifat final. |
||||||||
|
a. |
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran,
bagi : |
|||||||
|
|
- |
Wajib Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan
teratur menurut SPT Tahunan tahun pajak yang lalu; |
||||||
|
|
- |
Wajib Pajak BUMN/BUMD, adalah berdasarkan rencana
pendapatan menurut RKAP tahun pajak berjalan yang telah disetujui/disahkan
oleh RUPS dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU
PPh. Apabila RKAP tahun pajak berjalan belum disetujui/disahkan oleh RUPS,
maka digunakan rencana pendapatan dari RKAP tahun pajak yang lalu setelah
dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh; |
||||||
|
|
- |
Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa
guna usaha dengan hak opsi (financial lease), adalah berdasarkan penghasilan
neto menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dan setelah
dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh. |
||||||
|
|
Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000
s.t.d.t.d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002. |
|||||||
|
b. |
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal,
jumlah kolom Tahun Berjalan (lampiran khusus 2A/2B). |
|||||||
|
c. |
Diisi dengan hasil perhitungan huruf a dikurangi dengan
huruf b. |
|||||||
|
d. |
Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (huruf c) dikali
dengan tarif Pasal 17. |
|||||||
|
e. |
Diisi dengan jumlah kredit pajak tahun pajak yang lalu
atas penghasilan yang termasuk dalam huruf a yang telah dipotong/dipungut
oleh pihak lain (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24). |
|||||||
|
f. |
Diisi dengan hasil perhitungan huruf d dikurangi dengan
huruf e. |
|||||||
|
g. |
Angsuran PPh Pasal 25, bagi : |
|||||||
|
|
- |
Wajib Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan ketiga
tahun berjalan; |
||||||
|
|
- |
Wajib Pajak BUMN/BUMD, berlaku sejak bulan pertama
tahun berjalan; |
||||||
|
|
- |
Wajib Pajak bank, berlaku untuk tiga bulan pertama
tahun berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan dengan
cara yang sama. |
||||||
G. |
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK |
||||||||
|
a. |
Diisi dengan jumlah PPh terutang atas penghasilan yang
dikenakan PPh Final dari formulir 1771-IV Bagian A jumlah Kolom 5. |
|||||||
|
b. |
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak
termasuk objek pajak dari formulir 1771-IV Bagian B jumlah Kolom 3. |
|||||||
H. |
LAMPIRAN : |
||||||||
|
- |
Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29: Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak, kecuali
apabila tidak ada setoran akhir (nihil). Dalam hal Wajib Pajak melakukan
pembayaran dengan media e-payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang
telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai
pengganti SSP lembar ke-3; |
|||||||
|
- |
Laporan Keuangan (lengkap): Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak tanpa
kecuali. Dalam hal pembukuan/laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik,
lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak yang
mempunyai anak perusahaan di Indonesia atau di luar negeri, dan atau
mempunyai cabang usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT)
ataupun bukan BUT, yang melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi, wajib
menyertakan di dalam Laporan Keuangan Konsolidasi tersebut data dan informasi
lengkap (full disclosure) yang hanya berkaitan dengan kegiatan usaha Wajib
Pajak yang bersangkutan saja; |
|||||||
|
- |
Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal: Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai
bentuk formulir Lampiran Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak tidak
memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan atau harta tak
berwujud/pengeluaran lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus
dilakukan melalui penyusutan/amortisasi; |
|||||||
|
- |
Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal: Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai
hak kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu, sesuai
bentuk formulir Lampiran Khusus 2A/2B; |
|||||||
|
- |
Pernyataan Transaksi Dalam Hubungan Istimewa: Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang melakukan
transaksi-transaksi tertentu dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa atau perusahaan afiliasi (intra-group transactions), sesuai bentuk
formulir Lampiran Khusus 3A/3B; |
|||||||
|
- |
Daftar Fasilitas Penanaman Modal: Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh
fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B; |
|||||||
|
- |
Daftar Cabang Utama Perusahaan: Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai
kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi,
sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 5A/5B; |
|||||||
|
- |
Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4): Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT
(selain perusahaan pelayaran/penerbangan asing dan perwakilan dagang asing),
kecuali apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan
pembayaran dengan media e-payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang
telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai
pengganti SSP lembar ke-3; |
|||||||
|
- |
Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4): Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (meskipun
pajak tidak terutang), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B; |
|||||||
|
- |
Kredit Pajak Luar Negeri Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan dari luar negeri dan telah dikenakan pajak oleh pihak luar
negeri, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 7A/7B. |
|||||||
|
- |
Surat Kuasa Khusus: Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT
Tahunan-nya dikuasakan kepada pihak lain yang berkompeten. |
|||||||
|
- |
Lampiran Lainnya : |
|||||||
|
|
- |
Daftar piutang yang tidak dapat ditagih, wajib
dilampirkan oleh Wajib Pajak yang melakukan penghapusan piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih. |
||||||
|
|
- |
Daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang
lancar, diragukan, dan macet, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak Bank yang melaporkan
penghasilan berupa bunga kredit non-performing secara cash basis. |
||||||
|
|
- |
Fotokopi Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri
(TBPFLN) dan Rekapitulasi pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut, wajib
dilampirkan oleh Wajib Pajak apabila terdapat kredit pajak Fiskal Luar
Negeri. |
||||||
|
|
- |
Khusus untuk Kontraktor Production Sharing (Migas)
wajib melampirkan Pertamina Quaterly Report untuk periode terakhir tahun yang
bersangkutan. |
||||||
|
|
- |
Lampiran-lampiran lainnya berupa bukti pendukung
atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri
oleh Wajib Pajak. |
||||||
I. |
PERNYATAAN : Diisi selengkapnya, tempat dan tanggal pengisian
SPT Tahunan serta Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan
yang berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh Kuasa Wajib Pajak, diisi
dengan Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa. Isi "X" pada
kotak yang sesuai. Dibubuhi Cap Perusahaan. |
||||||||
LAMPIRAN-LAMPIRAN KHUSUS SPT
TAHUNAN
1. |
DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Diisi per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang
dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang dapat
disusutkan/diamortisasi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Kolom CATATAN diisi dengan informasi yang relevan
(apabila ada) mengenai : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
- |
tahun-tahun revaluasi yang pernah dilakukan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
- |
fasilitas penanaman modal berupa penyusutan/amortisasi
dipercepat; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Kolom METODE PENYUSUTAN/AMORTISASI diisi dengan kode:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam
mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kurs konversi
aktiva tetap sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
533/KMK.04/2000. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Lihat : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 s.t.d.d.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/2000; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-220/PJ./2002; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-316/PJ./2002; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-07/PJ.42/2002; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-09/PJ.42/2002; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL Perhitungan kompensasi kerugian fiskal di sini
hanyalah berkenaan dengan kerugian fiskal dari kegiatan usaha di Indonesia
saja, tidak termasuk kerugian fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri baik
melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT. Terhadap kerugian fiskal
dari kegiatan usaha di luar negeri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 164/KMK.03/2002 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-03/PJ.31/2004 hanya dapat dikompensasikan dengan keuntungan fiskal yang
diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha di luar negeri dari negara
yang sama (per country basis). Dalam hal demikian, harus dibuat perhitungan
kompensasi kerugian fiskal yang terpisah dengan bentuk daftar yang sama. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Kolom KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL diisi dengan
data yang bersumber dari Surat Ketetapan Pajak atau Keputusan
Keberatan/Putusan Banding, atau dalam hal tidak/belum ada keputusan tersebut,
bersumber dari SPT Tahunan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Kolom-kolom KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL diisi
dengan distribusi besarnya kompensasi kerugian fiskal untuk masing-masing
tahun setelah tahun terjadinya kerugian fiskal. Dalam hal memperoleh
fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih dari 5
tahun (kerugian fiskal dari hasil penanaman modal sejak saat mulai
berproduksi komersial), jumlah tahun dan kolom dapat ditambah dengan
menggunakan lembar kedua. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam
mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kompensasi
kerugian fiskal sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
533/KMK.04/2000. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
- |
Pindahkan jumlah pada kolom TAHUN PAJAK INI ke
FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf A Angka 2), dan pindahkan jumlah
pada kolom TAHUN BERJALAN ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf F
Butir b). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Contoh Pengisian (Formulir Lampiran Khusus 2A) : PT. ABC berdiri pada tahun 1998. Pada tahun pajak 2003
wajib pajak memperoleh laba fiskal sebesar Rp 50.000.000,-. Adapun
keuntungan/kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pengisian kedalam Formulir Khusus 2A adalah pada contoh
berikut |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
LAMPIRAN KHUSUS SPT
TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP
BADAN TAHUN PAJAK |2|0|0|3| - PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL UNTUK TAHUN PAJAK
|2|0|0|3| DAN TAHUN PAJAK BERJALAN
|
3. |
PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA |
|||||||||
|
- |
Angka 1, angka 2, dan angka 3: |
: |
Jenis-jenis transaksi yang dilakukan dengan
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa diisi dalam kotak-kotak yang
tersedia dengan kode angka sebagai berikut : |
||||||
|
|
|
|
1. |
Transaksi pembelian barang. |
|||||
|
|
|
|
2. |
Transaksi penjualan barang. |
|||||
|
|
|
|
3. |
Transaksi pembelian/penggunaan jasa. |
|||||
|
|
|
|
4. |
Transaksi penjualan/penyediaan jasa. |
|||||
|
|
|
|
5. |
Transaksi persewaan harta berwujud. |
|||||
|
|
|
|
6. |
Transaksi penggunaan harta tak berwujud. |
|||||
|
|
|
|
7. |
Transaksi lainnya. |
|||||
|
- |
Angka 1 |
: |
Untuk masing-masing jenis transaksi yang
dilakukan, jelaskan pada sisi kotaknya dengan siapa transaksi dilakukan dan besarnya
nilai transaksi. |
||||||
|
- |
Angka 2 |
: |
Dalam hal ada perjanjian dengan DJP mengenai
penentuan harga transfer, sebutkan Nomor/Tanggal Perjanjian dan periode
berlakunya. Jelaskan untuk jenis-jenis transaksi yang mana (dengan kode angka),
yang dilakukan dengan siapa, serta sebutkan metode penentuan harga transfer
yang disepakati dalam perjanjian, pada sisi kotaknya. |
||||||
|
- |
Angka 3 |
: |
Dalam hal tidak ada perjanjian dengan DJP mengenai
penentuan harga transfer, sebutkan untuk masing-masing jenis transaksi,
metode penentuan harga transfer yang dipergunakan, pada sisi kotaknya. |
||||||
4. |
DAFTAR FASILITAS PENANAMAN MODAL |
|||||||||
|
- |
Angka 1 |
: |
a. |
Diisi Nomor/Tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM
mengenai penanaman modal; |
|||||
|
|
|
|
b. |
Diisi Nomor/Tanggal Surat Keputusan Menteri
Keuangan mengenai pemberian fasilitas penanaman modal. |
|||||
|
- |
Angka 2 |
: |
a. |
JUMLAH PENANAMAN MODAL YANG DISETUJUI, diisi sesuai dengan jumlah dalam mata uang yang
tercantum berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM. Apabila mata uang
tersebut berbeda dengan mata uang yang dipergunakan dalam pembukuan
perusahaan, cantumkan juga jumlah nilai ekuivalennya dalam mata uang
pembukuan dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat transfer dana ke
rekening perusahaan. Dalam hal dana belum ditransfer, jumlah nilai
ekuivalennya dapat menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada tanggal Surat
Persetujuan Ketua BKPM (berikan catatan kaki yang dipandang perlu); |
|||||
|
|
|
|
b. |
PENANAMAN MODAL, baru atau perluasan, beri tanda
silang dalam kotak yang sesuai berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM; |
|||||
|
|
|
|
c. |
DI BIDANG, isi sesuai dengan bidang usaha yang
disetujui untuk penanaman modal berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM; |
|||||
|
|
|
|
d. |
FASILITAS YANG DIBERIKAN, beri tanda silang dalam kotak-kotak
jenis fasilitas yang sesuai (dan angka 6 sampai 10 dalam kotak tahun)
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan. |
|||||
|
- |
Angka 3 |
: |
REALISASI PENANAMAN MODAL : |
||||||
|
|
|
|
a. |
TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi penanaman
modal dalam tahun pajak SPT Tahunan selama periode sampai saat mulai
berproduksi komersial, yang dinyatakan dalam mata uang pembukuan berdasarkan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik; |
|||||
|
|
|
|
b. |
S.D. TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi
penanaman modal kumulatif sampai dengan tahun pajak SPT Tahunan selama
periode sampai saat mulai berproduksi komersial, berdasarkan laporan realisasi
penanaman modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. |
|||||
|
- |
Angka 4 |
: |
Diisi dengan tanggal saat mulai berproduksi
komersial berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit
oleh Akuntan Publik. |
||||||
|
- |
Angka 5 |
: |
FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN NETO, isi dalam kotak tahun dengan angka 1 sampai 6 secara berurut untuk setiap tahun pajak sejak tahun saat mulai berproduksi komersial (SMBK), dan besarnya fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk tahun pajak tersebut yang dihitung sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman modal tersebut pada angka 3 huruf b. Pindahkan jumlah hasil perhitungan angka 5 ke
FORMULIR 1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Angka 4 Kolom (3)). |
||||||
|
Lihat : |
|||||||||
|
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 148 Tahun 2000; |
||||||||
|
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000. |
||||||||
5. |
DAFTAR CABANG UTAMA |
|||||||||
|
- |
Diisi dengan informasi alamat lengkap dan NPWP
(apabila sudah terdaftar di KPP lokasi) hanya untuk kantor-kantor cabang atau
tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu
atau perwakilan yang berada di bawahnya cukup disebutkan jumlahnya saja.
Kantor cabang yang berada/berkedudukan di luar negeri juga harus dicantumkan. |
||||||||
6. |
PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) |
|||||||||
|
- |
Angka 1 |
: |
PENGHASILAN NETO KOMERSIAL, diisi dari FORMULIR 1771-I
atau FORMULIR 1771-I/$ (Jumlah Angka 1). |
||||||
|
- |
Angka 2 |
: |
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF/NEGATIF, diisi dari
FORMULIR 1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Jumlah Angka 2 dan Angka 3). Dalam hal
Wajib Pajak/BUT dikenakan PPh badan yang bersifat final, penyesuaian fiskal
positif/negatif harus dihitung tersendiri sesuai ketentuan yang berlaku
berdasarkan pembukuan/laporan keuangan. |
||||||
|
- |
Angka 3 |
: |
PENGHASILAN NETO FISKAL, apabila jumlahnya negatif
maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan karena tidak akan terutang
PPh Pasal 26 ayat (4). |
||||||
|
- |
Angka 4 |
: |
PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG, diisi dari FORMULIR
1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf B Angka 6), atau dalam hal dikenakan PPh
final, diisi dari FORMULIR 1771-IV atau FORMULIR 1771-IV/$ (Bagian A Angka 7
atau 8). |
||||||
|
- |
Angka 5 |
: |
DASAR PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya
negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan karena tidak akan
terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
||||||
|
- |
Angka 6 |
: |
PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya ada, beri
tanda "X" dalam kotak yang sesuai dan lengkapi dengan informasi
yang diperlukan pada sisi kotak yang diberi tanda "X". |
||||||
7. |
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI |
|||||||||
|
- |
Diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran
Pajak Penghasilan yang terutang di luar negeri atas penghasilan yang
diterima/diperoleh dari negara tersebut, yang dikenakan Pajak Penghasilan di
Indonesia tidak bersifat final dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak
ini. |
||||||||
|
- |
Pengkreditan Pajak Penghasilan yang
terutang/dibayar di luar negeri terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di
Indonesia (kolom (7)) tidak boleh melebihi jumlah tertentu yang dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut : |
||||||||
|
|
Jumlah Penghasilan dari LN |
X |
Total PPh Terutang |
||||||
|
|
Penghasilan Kena Pajak |
||||||||
|
|
atau sama dengan total PPh terutang, mana yang
lebih kecil |
||||||||
|
- |
Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di
luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak
berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary
credit per country basis). |
||||||||
|
|
Lihat : |
||||||||
|
|
- |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002. |
|||||||
|
|
- |
Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut. |
|||||||
|
|
- |
Kolom (2) diisi dengan Nama dan Alamat Pemotong
Pajak Di Luar Negeri. |
|||||||
|
|
- |
Kolom (3) diisi dengan jenis penghasilan. |
|||||||
|
|
- |
Kolom (4) diisi dengan jumlah penghasilan neto
yang diterima. |
|||||||
|
|
- |
Kolom (5) diisi dengan jumlah pajak yang
terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs
konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak. |
|||||||
|
|
- |
Kolom (6) diisi dengan jumlah pajak yang
terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang asing. |
|||||||