PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI
YANG TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN
USAHA/PEKERJAAN BEBAS
(FORMULIR 1770S)
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1. |
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan
SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya. |
2. |
SPT Tahunan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau orang
yang diberi kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa
khusus. |
3. |
SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila
tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau
dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214/PJ./2001. |
4. |
Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT
Tahunan dan Menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak. |
5. |
Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui
Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa
kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001. |
6. |
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua
puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang
terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank
Persepsi). |
8. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib
Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan
(PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan
secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal
tersebut. |
9. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib
Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6
(enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat
Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1
(satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut
penghitungan sementara tersebut. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam
jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian
SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah). |
10. |
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. |
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR
LAMPIRAN I (FORMULIR 1770 S - I)
RINCIAN PENGHASILAN NETO &
DAFTAR PEMOTONGAN/
PEMUNGUTAN OLEH PIHAK LAIN
A. |
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN
PEKERJAAN Bagian ini diisi dengan penghasilan neto dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh
Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak
dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali : |
|||
|
1. |
Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja; |
||
|
2. |
Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh
penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang
mempunyai hubungan istimewa. |
||
|
Pengertian Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi Internasional. Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini. (Pasal 4 ayat (1) huruf a jo Pasal 21 UU PPh) |
|||
|
NOMOR Kolom (1) Diisi dengan nomor urut. NAMA/NPWP PEMBERI KERJA Kolom (2) Diisi dengan Nama/NPWP setiap pemberi kerja. JUMLAH PEREDARAN/PENGHASILAN
BRUTO Kolom (3) Diisi dengan jumlah seluruh peredaran/penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan selama tahun pajak yang bersangkutan dari setiap pemberi kerja. Penghasilan tersebut antara lain dapat berupa : |
|||
|
- |
GAJI/UANG PENSIUN/TUNJANGAN HARI TUA (THT) Gaji/uang pensiun/THT yang diterima atau diperoleh
secara teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||
|
- |
TUNJANGAN PPh Uang tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||
|
- |
TUNJANGAN LAINNYA, UANG PENGGANTIAN, UANG LEMBUR DAN
SEBAGAINYA Tunjangan yang diterima atau diperoleh dalam tahun
Pajak yang bersangkutan berupa tunjangan isteri, dan atau tunjangan anak,
tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor,
tunjangan pendidikan anak, uang imbalan prestasi dan tunjangan lainnya dengan
nama apapun, uang penggantian seperti uang penggantian pengobatan, uang
lembur dan sebagainya. |
||
|
- |
HONORARIUM, IMBALAN LAIN SEJENISNYA Honorarium/imbalan lain yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan atau
kegiatan yang dilakukan. |
||
|
- |
PREMI ASURANSI YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar pemberi
kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek dalam Tahun
Pajak yang bersangkutan. |
||
|
- |
PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA
YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 Jumlah yang sebenarnya diterima dari pemberi kerja
yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21, serta yang bukan Wajib Pajak namun
tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||
|
- |
TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI, THR Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR,
dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap, dan yang biasanya
diberikan sekali saja atau sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||
|
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO Kolom (4) Diisi dengan jumlah seluruh pengurang penghasilan bruto
dari setiap pemberi kerja yang terdiri dari : |
|||
|
a. |
BIAYA JABATAN Diisi dengan jumlah biaya jabatan yang boleh dikurangkan
dari penghasilan. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap
pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan. Jumlah biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan. Apabila WP menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih
pemberi kerja, maka jumlah biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah
penjumlahan biaya jabatan dari setiap Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh jo. Kep Dirjen Pajak No.
545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000) Contoh : Amin memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT. XX sebesar Rp 25.000.000,- setahun, dan PT. YY sebesar Rp 30.000.000,- setahun. Biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan
yaitu : |
||
|
|
- |
Dari PT. XX sebesar : 5% x Rp. 25.000.000,- = Rp 1.250.000,- |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dibawah jumlah maksimal (Rp 1.296.000,-), sehingga diperkenankan seluruhnya |
= Rp 1.250.000,00 |
|
|
|
|
|
|
|
- |
Dari PT. YY sebesar : 5% x Rp 30.000.000,- |
= Rp 1.500.000,- |
|
|
|
diatas jumlah maksimal (Rp 1.296.000,-), sehingga
biaya Jabatannya sebesar |
= Rp 1.296.000,00 +/+ |
|
|
|
Jumlah Biaya Jabatan Amin |
= Rp 2.546.000,00 |
|
b. |
BIAYA PENSIUN Diisi dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang pensiun. Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan. Apabila menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pembayar pensiun, maka jumlah biaya pensiun yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya pensiun dari setiap formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Kep Men Keu No.
521/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 serta Kep Dirjen Pajak No.
545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000) |
||
|
c. |
IURAN PENSIUN DAN IURAN THT Diisi dengan jumlah iuran pensiun yang terikat pada gaji yang dibayarkannya kepada dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan, atau Iuran THT untuk Jamsostek yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh) |
||
|
PENGHASILAN NETO Kolom (5) Diisi dengan hasil pengurangan kolom (3) dengan kolom (4) JUMLAH Diisi dengan jumlah penghasilan Neto kolom (5)
dari masing-masing pemberi kerja. |
|||
|
Catatan : |
|||
|
Lampirkan Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan Bukti Pemotongan
PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|||
|
- |
Formulir 1721-A1 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh
Pasal 21 Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau THT/JHT) dan atau |
||
|
- |
Formulir 1721-A2 (Formulir Penghasilan dan
Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/Polri, Pejabat
Negara, dan Pensiunannya) |
B. |
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA (Tidak Termasuk Penghasilan Yang Telah Dikenakan PPh
Bersifat Final) Bagian ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lainnya yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan
yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri
serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. NOMOR Kolom (1) Cukup jelas JENIS PENGHASILAN Kolom (2) Diisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau
diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan seperti: Angka 1 BUNGA Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa. (Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (2) dan
Pasal 8 UU PPh) |
|||
|
Angka 2 DIVIDEN Yang dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah : |
|||
|
1. |
Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak
langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; |
||
|
2. |
Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah
modal yang disetor; |
||
|
3. |
Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
penyetoran kecuali saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru
dan revaluasi aktiva tetap; |
||
|
4. |
Pembagian laba dalam bentuk saham; |
||
|
5. |
Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa
penyetoran; |
||
|
6. |
Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang
diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham
oleh perseroan yang bersangkutan; |
||
|
7. |
Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal
yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar
(statuter) yang dilakukan secara sah; |
||
|
8. |
Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk
yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; |
||
|
9. |
Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; |
||
|
10. |
Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; |
||
|
11. |
Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; |
||
|
12. |
Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang
saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
||
|
|
(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh) |
||
|
Angka 3 ROYALTI Yang dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan
dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri
dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penyerahan
penggunaan hak kepada pihak lain, berupa: |
|||
|
1. |
Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang,
paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan; |
||
|
2. |
Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat
industri, komersial, dan ilmu pengetahuan; |
||
|
3. |
Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan
secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang
industri, atau bidang usaha lainnya. |
||
|
(Pasal 4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh) |
|||
|
Angka 4 SEWA Yang dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil, sewa alat-alat berat. (Pasal 4 ayat (1) huruf i, Pasal 8 UU PPh) |
|||
|
Angka 5 PENGHARGAAN DAN HADIAH Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan
pemajakan dapat dibedakan : |
|||
|
a. |
Hadiah Undian Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
pemberiannya melalui cara undian. |
||
|
b. |
Hadiah dan Penghargaan perlombaan Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan
perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu
perlombaan atau adu ketangkasan, misalnya dari: |
||
|
|
- |
Perlombaan olah raga; |
|
|
|
- |
kontes kecantikan/busana, kontes lainnya; |
|
|
|
- |
kuis di televisi/radio; |
|
|
|
- |
kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan lainnya. |
|
|
c. |
Penghargaan atas suatu prestasi tertentu, misalnya
penghargaan atas penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu
produk. |
||
|
d. |
Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan
kegiatan lainnya yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan. |
||
|
Yang dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-S) adalah huruf b, c, d, sedangkan huruf a dikenakan PPh bersifat final, dan dilaporkan dalam Formulir 1770-S Huruf H.d Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau
penghargaan yang dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan
barang/jasa, sepanjang : |
|||
|
a. |
diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir
tanpa diundi; |
||
|
b. |
Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada
saat pembelian barang/jasa. |
||
|
(Kep. Men. Keu Nomor : 462/KMK.04/2000 dan Kep.
Dirjen Pajak Nomor : Kep-395/PJ./2001) |
|||
|
Angka 6 KEUNTUNGAN DARI
PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA Yang dimaksud dengan keuntungan dari
penjualan/pengalihan harta ialah penghasilan yang diterima atau diperoleh
oleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa
sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, termasuk: |
|||
|
1. |
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; |
||
|
2. |
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. |
||
|
3. |
Keuntungan karena penjualan harta pribadi,
misalnya saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek. |
||
|
(Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh) |
|||
|
Angka 7 PENGHASILAN LAINNYA Penghasilan dari luar usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa
selain yang telah disebutkan di atas agar disebutkan jenis penghasilannya
dengan jelas.Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran
tersendiri. Penghasilan tersebut misalnya : |
|||
|
- |
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya; |
||
|
- |
Keuntungan karena pembebasan utang; |
||
|
- |
Penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan; |
||
|
- |
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; |
||
|
- |
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak. |
||
|
(Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh) |
|||
|
PENGHASILAN BRUTO Kolom (3) Diisi dengan jumlah penghasilan bruto dari masing-masing jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. BIAYA Kolom (4) Diisi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan lainnya yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 PP Nomor 138 Tahun 2000. PENGHASILAN NETO Kolom (5) Diisi dengan hasil pengurangan dari Kolom (3) dengan
Kolom (4) untuk setiap jenis penghasilan lainnya. JUMLAH Diisi dengan hasil penjumlahan dari penghasilan neto
(kolom (5)) dari masing-masing jenis penghasilan. |
|||
C. |
DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh
YANG DITANGGUNG PEMERINTAH Bagian ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit pajak. (Pasal 28 UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
1994 dan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2003) NOMOR Kolom (1) Diisi dengan nomor urut. NAMA DAN NPWP PEMOTONG/PEMUNGUT
PAJAK Kolom (2) Kolom ini diisi dengan Nama dan NPWP masing-masing
Pemotong/Pemungut pajak. NOMOR DAN TANGGAL BUKTI
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN Kolom (3) Kolom ini diisi sesuai dengan nomor dan tanggal setiap bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain. JENIS PAJAK : PPh Pasal
21/Pasal 22/Pasal 23 Kolom (4) Kolom ini diisi dengan jenis pajak yang telah dipotong/dipungut/ditanggung pemerintah yaitu : PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, Pasal 23. PPh PASAL 21 PPh Pasal 21 meliputi PPh yang telah dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 Angka 21 dan atau dari Formulir 1721-A2 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, tidak termasuk PPh Pasal 21 yang bersifat final dan PPh Pasal 21 atas penghasilan anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi luar negeri berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri, dalam kolom ini diisikan pula PPh Pasal 26 yang telah dipotong. (Pasal 21 UU PPh). PPh PASAL 22 PPh Pasal 22 meliputi Pajak Penghasilan yang telah
dipungut dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh : |
||
|
a. |
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas
impor barang; |
|
|
b. |
Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah
Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; |
|
|
c. |
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah,
yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja
Negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) kecuali badan-badan tersebut
pada butir d; |
|
|
d. |
Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Asset
(PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom),
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT
Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang
yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN; |
|
|
e. |
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan
hasil produksinya di dalam negeri; |
|
|
f. |
Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak
dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan
hasil produksinya. |
|
|
(Pasal 22 UU PPh jo Kep. Men. Keu. No. 254/KMK.03/2001
tanggal 30 April 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 392/KMK.03/2001
tanggal 4 Juli 2001) |
||
|
PPh PASAL 23 PPh Pasal 23 meliputi Pajak Penghasilan yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, kecuali pemotongan PPh yang bersifat final. (Pasal 23 UU PPh) JUMLAH PPh YANG
DIPOTONG/DIPUNGUT Kolom (5) Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pemotong pajak PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. JUMLAH PPh YANG DITANGGUNG
PEMERINTAH Kolom(6) Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan bagi pejabat Negara, pegawai negeri sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada keuangan Negara atau keuangan daerah serta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan. JUMLAH Diisi dengan hasil penjumlahan PPh Pasal 21/Pasal
22/Pasal 23 yang telah dipotong/dipungut dan PPh yang ditanggung Pemerintah
pada Kolom (5) dan (6). |
||