Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 11 Tahun 2025

Kategori : PPN

Ketentuan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2025

TENTANG

KETENTUAN NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DAN BESARAN TERTENTU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penghitungan pajak pertambahan nilai dengan menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dan besaran tertentu pajak pertambahan nilai, perlu menyesuaikan beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pajak pertambahan nilai;
  2. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, mengatur pengecualian penghitungan pajak pertambahan nilai dengan menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dan besaran tertentu pajak pertambahan nilai yang telah diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai;


Mengingat  :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  4. Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);

 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KETENTUAN NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DAN BESARAN TERTENTU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  2. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  3. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
  4. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  5. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

 

Pasal 2


Ruang lingkup dalam Peraturan Menteri ini terdiri atas ketentuan mengenai:

  1. nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, selain nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean; dan
  2. besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai.

 

BAB II
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK

Pasal 3


Untuk menyesuaikan ketentuan mengenai Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain, Peraturan Menteri ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 158) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 950);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Berupa Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 405);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 42);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1316);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquefied Petroleum Gas Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 362);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 363);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 366); dan
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 Tahun 2024 tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 769).

 

Pasal 4


Ketentuan dalam huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, dan huruf i Pasal 2 diubah, Pasal 2 huruf e dan huruf g dihapus, dan ditambahkan 3 (tiga) huruf yakni huruf n, huruf o, dan huruf p dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 158) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 950), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut:

a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c. dihapus;
d. untuk penyerahan film cerita yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. dihapus;
f. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga pasar wajar;
g. dihapus;
h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
i. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga lelang;
j. dihapus;
k. dihapus;
l. dihapus;
m. dihapus;
n. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga pasar wajar;
o. untuk penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yang:
1. tidak memenuhi ketentuan mengenai kriteria jasa penyediaan tenaga kerja yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
2. tagihannya dirinci dalam Faktur Pajak dengan memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yang diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja,
yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada pengguna jasa, tidak termasuk imbalan yang diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya; atau
p. untuk penyerahan jasa di bidang periklanan yang terkait dengan penyiaran yang tidak bersifat iklan oleh perusahaan periklanan, production house, atau pihak lainnya, yang:
1. diserahkan kepada pemasang pesan, yaitu pemerintah atau pemerintah dan badan usaha; dan
2. tagihannya dirinci antara tagihan atas penyerahan jasa di bidang periklanan dan tagihan atas jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan,
yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta atas penyerahan jasa di bidang periklanan, tidak termasuk tagihan atas jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.



Pasal 5


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Berupa Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 405) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (3) dan ayat (5) Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipungut pada saat impor media Film Cerita Impor.
(3) Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu Nilai Lain.
(4) Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah memperhitungkan nilai dari media Film Cerita Impor.
(5) Nilai Lain yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu berupa uang yang ditetapkan sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor.
   

2. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


(1) Atas penyerahan Film Cerita Impor oleh Importir kepada Pengusaha Bioskop, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Nilai Lain.
(3) Nilai Lain yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu berupa uang yang ditetapkan sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor.
(4) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipungut hanya sekali untuk setiap copy Film Cerita Impor, yang pemungutannya dilakukan pada saat pertama kali copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop.


 

Pasal 6


Ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) Pasal 13 diubah, dan Pasal 13 ayat (6) dihapus dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 42), sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

 

(1) PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Pulsa dan Kartu Perdana oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi atau Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b berupa nilai lain, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai pembayaran yang ditagih oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi atau Penyelenggara Distribusi.
(3) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Pulsa dan Kartu Perdana oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada:
a. pelanggan telekomunikasi melalui Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) berupa nilai lain, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai yang ditagih oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya; atau
b. pelanggan telekomunikasi secara langsung berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak, penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari Harga Jual.
(4) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa Jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Token sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) berupa nilai lain, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari:
a. komisi atau pendapatan administrasi; atau
b. selisih antara nilai nominal Token dan nilai yang diminta, tidak termasuk pajak yang dapat berupa pajak daerah yang dikenakan atas penerangan jalan dan bea meterai,
atas penjualan Token.
(5) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa Jasa pemasaran dengan media Voucer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Voucer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), atau jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) berupa:
a. nilai lain, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari:
1. komisi atau imbalan yang diterima dalam hal penyerahannya didasari pada pemberian komisi atau imbalan; atau
2. selisih antara nilai yang ditagih dan nilai yang dibayar atas penjualan Voucer dalam hal penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi atau imbalan; atau
b. dihapus.
(6) Dihapus.



Pasal 7


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1316) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15


(1) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN atau PPnBM dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas impor Barang Kena Pajak, penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
(2) PPN yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipungut dan disetor dengan besaran tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang dan/atau bahan baku dari luar Daerah Pabean yang tanpa dilakukan pengolahan di KPBPB berupa nilai lain, yaitu sebesar:
a. nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai untuk pemasukan Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut Undang-Undang PPN, dalam hal barang dan/atau bahan baku dimaksud merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
b. 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai untuk pemasukan Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut Undang-Undang PPN, dalam hal barang dan/atau bahan baku dimaksud bukan merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang dan/atau bahan baku dari TLDDP, TPB, atau KEK yang tanpa dilakukan pengolahan di KPBPB berupa:
a.    harga jual; atau
b.    nilai lain,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(5) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang hasil produksi di KPBPB berupa:
a.    harga jual; atau
b.    nilai lain,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(6) Saat terutang PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yaitu pada saat Barang Kena Pajak berwujud dikeluarkan dari KPBPB.
(7) Termasuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yaitu penyerahan hasil tembakau.
(8) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib dipungut oleh Pengusaha di KPBPB yang menyerahkan Barang Kena Pajak berwujud kepada pembeli.
(9) Termasuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang dipungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB kepada pemungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
      
2. Ketentuan ayat (2) Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19


(1) Dalam hal sampai dengan jangka waktu tertentu Pengusaha di KPBPB tidak memasukkan kembali Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf c ke KPBPB, pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB yang dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Dasar Pengenaan Pajak atas PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa nilai lain, yaitu sebesar:
a. harga pasar wajar, dalam hal Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
b. 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga pasar wajar, dalam hal Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipungut oleh Pengusaha di KPBPB yang menyerahkan Barang Kena Pajak berwujud.
(4) Dikecualikan dari kewajiban pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(5) PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a disetor melalui bank atau pos persepsi, dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh sistem billing Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(6) PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b dan huruf c disetor melalui kantor pos, bank persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, dengan menggunakan SSP yang kode billing-nya diterbitkan melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak.
(7) Pembuatan kode billing melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh Pengusaha di KPBPB dengan mengakses sistem penerbitan kode billing yang disediakan oleh SINSW yang terhubung dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(8) Kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kolom nama dan kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha di KPBPB yang menyerahkan Barang Kena Pajak berwujud;
b. kode akun pajak 411211 (empat satu satu dua satu satu) dan kode jenis setoran 122 (satu dua dua) dalam hal pembayaran menggunakan SSP, atau kode akun pajak 411211 (empat satu satu dua satu satu) dalam hal pembayaran menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh sistem billing Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
c. kolom Wajib Pajak atau penyetor diisi dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha di KPBPB.
   
3. Ketentuan ayat (2) Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20


(1) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), Pengusaha di KPBPB tidak mengeluarkan kembali Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d dari KPBPB, pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke  KPBPB  dari  TLDDP  merupakan  perolehan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB yang dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Dasar Pengenaan Pajak atas PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa nilai lain, yaitu sebesar:
a. harga pasar wajar, dalam hal Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
b. 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga pasar wajar, dalam hal Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetor oleh Pengusaha di KPBPB yang memperoleh Barang Kena Pajak berwujud melalui kantor pos, bank persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, dengan menggunakan SSP yang kode billing-nya diterbitkan melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Pembuatan kode billing melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pengusaha di KPBPB dengan mengakses sistem penerbitan kode billing yang disediakan oleh SINSW yang terhubung dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Dikecualikan dari kewajiban pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(6) SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kolom nama dan kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha di KPBPB yang memperoleh Barang Kena Pajak berwujud;
b. kode akun pajak 411211 (empat satu satu dua satu satu);
c. kode jenis setoran 122 (satu dua dua); dan
d. kolom Wajib Pajak atau penyetor diisi dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha di KPBPB.



Pasal 8


Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 5 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 5 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquefied Petroleum Gas Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 362), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

 

(1)

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dihitung dengan formula:


(11/12)    x          100               x    Harga Jual Eceran
                  (100+(11/12) x t)     

 

(1a) t sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan angka pada tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku.
(1b) Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pembulatan dihitung sebesar 0,825 (nol koma delapan dua lima) dari Harga Jual Eceran.
(2) Ketentuan mengenai contoh penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan LPG Tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 9


Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) huruf b Pasal 4 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a), serta Pasal 4 ayat (2) huruf a dihapus dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 363), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

 

(1)

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)  dihitung dengan formula:

(11/12)    x           100               x    Harga Jual Eceran 
                   (100+(11/12) x t)         Hasil Tembakau

 

(1a) t sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan angka pada tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(2) Berdasarkan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Hasil Tembakau terutang berdasarkan pembulatan dihitung sebesar:
a. dihapus; dan
b. 9,9% (sembilan koma sembilan persen) dikali Harga Jual Eceran Hasil Tembakau.
(3) Ketentuan mengenai contoh penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 10


Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 4 diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 4 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 4 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 366), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dihitung dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2) Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menggunakan Nilai Lain.
(3)

Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas bagian harga Pupuk Bersubsidi yang mendapatkan subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dihitung dengan formula:

(11/12)    x              100               x    jumlah pembayaran subsidi 
                     (100+(11/12) x t)       termasuk Pajak Pertambahan Nilai  

 

(3a) Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan pembulatan dihitung sebesar 0,825 (nol koma delapan dua lima) dari jumlah pembayaran subsidi termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(4)

Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas bagian harga Pupuk Bersubsidi yang tidak mendapatkan subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dihitung dengan formula:

(11/12)    x               100                x    harga eceran tertinggi
                       (100+(11/12) x t)  

     

(4a) Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berdasarkan pembulatan dihitung sebesar 0,825 (nol koma delapan dua lima) dari harga eceran tertinggi.
(5) Harga eceran tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan harga Pupuk Bersubsidi yang diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian.
(5a) t sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan angka pada tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku.
(6) Harga eceran tertinggi Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diperuntukkan untuk dibeli oleh petani atau kelompok tani secara tunai dalam kemasan tertentu di penyalur lini IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan.

 

Pasal 11


Ketentuan ayat (3) Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 Tahun 2024 tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 769) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

 

(1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang dilakukan oleh:
a.    Anggota kepada KSO; dan
b.    KSO kepada Pelanggan,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(2) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh KSO kepada Pelanggan.
(3) Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Anggota kepada KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian kerja sama dan/atau dokumen kesepakatan.
(4) Besarnya nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci berdasarkan jenis Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Anggota.
(5) Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh KSO kepada Pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan dasar pengenaan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KSO yang merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak kepada Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Anggota yang merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak paling lambat pada saat KSO membuat Faktur Pajak atas penyerahan kepada Pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dapat dikreditkan oleh Anggota atau KSO sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(9) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah 1 (satu) kali pada saat penyerahan dari KSO kepada Pelanggan.
(10) KSO dan tiap Anggota wajib menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(11) Contoh perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 12


Contoh penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain untuk Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang telah disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB III
BESARAN TERTENTU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pasal 13


Untuk menyesuaikan ketentuan mengenai besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Menteri ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquefied Petroleum Gas Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 362);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 364);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 365);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 371);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 333);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 358); dan
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771).

 

Pasal 14


Ketentuan ayat (1) Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquefied Petroleum Gas Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 362) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

 

(1) Besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan LPG Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b ditetapkan:
a. pada titik serah Agen sebesar:
1.    dihapus; dan
2.    1,1/101,1 (satu koma satu per seratus satu koma satu),
dari selisih lebih antara Harga Jual Agen dan Harga Jual Eceran; dan
b. pada titik serah Pangkalan sebesar:
1.    dihapus; dan
2.    1,1/101,1 (satu koma satu per seratus satu koma satu),
dari selisih lebih antara Harga Jual Pangkalan dan Harga Jual Agen.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada:
a. titik serah Agen, diperoleh dari hasil perkalian formula tertentu dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan nilai tertentu berupa selisih lebih antara Harga Jual Agen dan Harga Jual Eceran; dan
b. titik serah Pangkalan, diperoleh dari hasil perkalian formula tertentu dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan nilai tertentu berupa selisih lebih antara Harga Jual Pangkalan dan Harga Jual Agen.
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada titik serah Agen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sudah termasuk dalam selisih lebih antara Harga Jual Agen dan Harga Jual Eceran.
(4) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada titik serah Pangkalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sudah termasuk dalam selisih lebih antara Harga Jual Pangkalan dan Harga Jual Agen.
(5) Ketentuan mengenai contoh penghitungan besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan LPG Tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 15


Ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan ayat (3) dihapus, serta ayat (1) huruf b dan ayat (2) Pasal 3 diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 364), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

 

(1) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebesar:
a.    dihapus; dan
b.    1,1% (satu koma satu persen) dari Harga Jual.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperoleh dari hasil perkalian 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual.
(3) Dihapus.



Pasal 16


Ketentuan Pasal 2 ayat (5) huruf a dan ayat (7) dihapus serta ayat (5) huruf b dan ayat (6) Pasal 2 diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 365), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

 

(1) Penyerahan kendaraan bermotor bekas oleh Pengusaha dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor bekas dengan besaran tertentu.
(3) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pedagang yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas.
(4) Penyerahan kendaraan bermotor bekas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(5) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar:
a.    dihapus; dan
b.    1,1% (satu koma satu persen) dari Harga Jual.
(6) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diperoleh dari hasil perkalian 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual.
(7) Dihapus.



Pasal 17


Ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 371) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


Besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2):

  1. huruf a, yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Penggantian;
  2. huruf b, yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual paket wisata, sarana angkutan, dan akomodasi;
  3. huruf c, yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih;
  4. huruf d, yaitu sebesar:
    1. 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain; atau
    2. 5% (lima persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan, dalam hal tagihan tidak dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain; dan
  5. huruf e, yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual voucer.

 

Pasal 18


Ketentuan ayat (4) Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 333) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

 

(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Agunan yang diambil alih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kreditur.
(2) Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat penerimaan pembayaran oleh Kreditur dari Pembeli Agunan atas penyerahan Agunan.
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.
(4) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa harga jual Agunan.

 

Pasal 19


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 358) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 14 diubah serta ketentuan Pasal 14 ayat (8) dan ayat (9) dihapus sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14


(1) Pengusaha Kena Pajak:
a. Pabrikan Emas Perhiasan; dan
b. Pedagang Emas Perhiasan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, dengan besaran tertentu.
(2) Penyerahan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
a. penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi dari Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan kepada Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan, yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu untuk Emas Perhiasan tersebut baik sebagian maupun seluruhnya disediakan atau diserahkan oleh Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan; dan
b. penyerahan bahan baku berupa Emas Perhiasan dari Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan atau Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan, yang dimaksudkan untuk Menghasilkan Emas Perhiasan.
(3) Besaran tertentu atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu sebesar:
a.

10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi sendiri kepada:
1.    Pabrikan Emas Perhiasan lainnya; dan/atau
2.    Pedagang Emas Perhiasan,

atau

b. 15% (lima belas persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi sendiri kepada Konsumen Akhir.
(4) Besaran tertentu atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu sebesar:
a. 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan kepada:
1.    Pedagang Emas Perhiasan lainnya; dan/atau
2.    Konsumen Akhir,
dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan memiliki Faktur Pajak atas perolehan Emas Perhiasan dimaksud dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak atas impor Emas Perhiasan dimaksud;
b. 15% (lima belas persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan kepada:
1.    Pedagang Emas Perhiasan lainnya; dan/atau
2.    Konsumen Akhir,
dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan tidak memiliki Faktur Pajak atas perolehan Emas Perhiasan dimaksud dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak atas impor Emas Perhiasan dimaksud; atau
c. 0% (nol persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan.
(5) Besaran tertentu atas penyerahan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Penggantian.
(6) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b yaitu Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(7) Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(8) Dihapus.
(9) Dihapus.
     
2.  Ketentuan ayat (2) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15


(1) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) juga melakukan penyerahan:
a. perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas; dan/atau
b. batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis,
Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis dimaksud, dengan besaran tertentu.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual.
(3) Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilakukan dalam hal:
a. perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas; dan/atau
b. batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis,
diserahkan sebagai bahan baku dari Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan yang dimaksudkan untuk Menghasilkan Emas Perhiasan.

   

Pasal 20


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 313 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 313


(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 312 ayat (1) dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar:
a. 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan kepada Agen Asuransi; atau
b. 20% (dua puluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi.
(3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(4) Komisi atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan nilai pembayaran sebelum dipotong Pajak Penghasilan atau pungutan lainnya.
(5) Termasuk komisi atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu komisi atau imbalan yang dibayarkan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi syariah kepada Agen Asuransi berdasarkan penerimaan komisi atau imbalan Agen Asuransi di bawah manajemennya.
 
2. Ketentuan ayat (2) Pasal 324 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 324


(1) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 323 ayat (1) dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau Badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20% (dua puluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
(3) Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap Masa Pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
 
3. Ketentuan ayat (2) Pasal 343 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 343


(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 huruf a dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:
a. 1% (satu persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto; atau
b. 2% (dua persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto.
(3) Nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
a. nilai uang yang dibayarkan oleh Pembeli Aset Kripto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal transaksi Aset Kripto merupakan jual beli Aset Kripto menggunakan mata uang fiat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (2) huruf a;
b. nilai masing-masing Aset Kripto yang diserahkan oleh para pihak yang bertransaksi, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal transaksi Aset Kripto merupakan tukar-menukar Aset Kripto dengan Aset Kripto lainnya (swap) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (2) huruf b; atau
c. nilai Aset Kripto yang dipindahkan (transfer) ke akun pihak lain, dalam hal transaksi merupakan tukar-menukar Aset Kripto dengan barang selain Aset Kripto dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (2) huruf c.
(4) Dalam hal penyerahan Aset Kripto dilakukan dalam rangka jual beli Aset Kripto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 342 ayat (2) huruf a dengan menggunakan selain mata uang rupiah, nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar nilai konversi ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.
(5) Dalam hal penyerahan Aset Kripto dilakukan dalam rangka tukar-menukar Aset Kripto dengan Aset Kripto lainnya (swap) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 342 ayat (2) huruf b atau pemindahan (transfer) Aset Kripto ke akun pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 342 ayat (2) huruf c, nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar nilai konversi Aset Kripto ke dalam mata uang rupiah berdasarkan:
a. nilai yang ditetapkan oleh bursa berjangka yang menyelenggarakan perdagangan Aset Kripto; atau
b. nilai dalam sistem yang dimiliki oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,
yang diterapkan secara konsisten.
     
4. Ketentuan ayat (2) Pasal 354 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 354


(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 353 ayat (1) dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.
(2) Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dikali 11/12 (sebelas per dua belas) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan nilai berupa uang atas Aset Kripto yang diterima oleh Penambang Aset Kripto, termasuk Aset Kripto yang diterima dari sistem Aset Kripto (block reward).
(3) Dalam hal imbalan yang diterima oleh Penambang Aset Kripto atas penyerahan Aset Kripto sehubungan jasa verifikasi transaksi dan/atau jasa manajemen kelompok Penambang Aset Kripto (mining pool) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. mata uang fiat selain mata uang rupiah, mata uang fiat tersebut dikonversikan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri; atau
b. Aset Kripto, Aset Kripto tersebut dikonversikan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan:
1. nilai yang ditetapkan oleh bursa berjangka yang menyelenggarakan perdagangan Aset Kripto; atau
2. nilai dalam sistem yang dimiliki oleh Penambang Aset Kripto,
yang diterapkan secara konsisten.



Pasal 21


Contoh penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan besaran tertentu untuk Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang telah disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas:
1. penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, selain nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean; atau
2. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,
yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini; dan
b. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas:
1. penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; atau
2. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,
yang dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 2025, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 13.



BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Februari 2025
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal Februari 2025   
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHAHANA PUTRA



 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 78