Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 173/PMK.03/2021
Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, Dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Dan/Atau Ke Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 173/PMK.03/2021
TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN, PELUNASAN, DAN PENGADMINISTRASIAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI DAN/ATAU KE
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk mendorong ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, diperlukan pengaturan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
- bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan, kemudahan berusaha, serta tertib administrasi sehubungan dengan kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu mengatur kembali mengenai perlakuan dan tata cara pembayaran, pelunasan, serta pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (4), Pasal 54 ayat (3) dan ayat (4), dan Pasal 55 ayat (13) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4054) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga National Single Window (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1825);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PELUNASAN, DAN PENGADMINISTRASIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI DAN/ATAU KE KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan perubahannya.
- Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
- Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai.
- Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta, tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
- Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain KPBPB, tempat penimbunan berikat, dan kawasan ekonomi khusus.
- Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
- Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
- Pelabuhan adalah pelabuhan laut dan bandar udara.
- Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
- Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
- Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB.
- Pengusaha di KPBPB adalah pengusaha yang telah mendapatkan perizinan berusaha dari Badan Pengusahaan.
- Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
- Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
- Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
- Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
- Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena Pajak dari TLDDP ke KPBPB, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.
- Pemberitahuan Perolehan atau Pengeluaran Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disebut PPBJ adalah pemberitahuan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau pengeluaran/pemasukan Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB.
- Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai tata cara:
a. | pembayaran, pelunasan, dan pengadministrasian PPN atau PPN dan PPnBM atas:
|
b. | pemeriksaan fisik. |
BAB II
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD
OLEH PENGUSAHA DI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH
PABEAN, PENGUSAHA DI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT,
DAN PELAKU USAHA DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
KEPADA PENGUSAHA DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS
Pasal 3
(1) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK kepada Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 1 tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang telah dilunasi PPN dengan menggunakan stiker lunas PPN dan bahan bakar minyak bersubsidi. |
(3) | Fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(4) | Pelabuhan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan Pelabuhan yang telah mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan dan telah mendapatkan penetapan sebagai Kawasan Pabean. |
(5) | Dalam hal Pelabuhan belum mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, Pelabuhan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat berupa Pelabuhan yang telah mendapatkan penetapan sebagai Kawasan Pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Pengusaha di KPBPB yang bermaksud memperoleh Barang Kena Pajak berwujud dari pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, atau pelaku usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus membuat PPBJ paling lama sebelum pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB. |
(2) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dan disampaikan oleh Pengusaha di KPBPB ke:
|
(3) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pengusaha di KPBPB dapat melakukan pembetulan dan/atau pembatalan atas PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang Pemberitahuan Pabean atas pemasukan Barang Kena Pajak berwujud yang tercantum dalam PPBJ dapat dilakukan pembetulan dan/atau pembatalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(6) | Pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan atas kesalahan dalam pengisian PPBJ sehingga PPBJ tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar. |
(7) | Dalam hal pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disebabkan adanya perubahan perikatan atau perjanjian tertulis, pembetulan PPBJ harus dilampiri dengan salinan perubahan perikatan atau perjanjian tertulis perolehan Barang Kena Pajak berwujud. |
(8) | Pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi dasar bagi Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK yang menyerahkan Barang Kena Pajak berwujud kepada Pengusaha di KPBPB untuk membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang sesuai dengan ketentuan diberikan fasilitas tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM. |
(2) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pembuatan PPBJ. |
(3) | Untuk pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK harus memastikan bahwa:
|
(4) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK:
|
(1) | Atas:
|
(2) | Barang Kena Pajak berwujud yang dikeluarkan untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dari KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Pengusaha di KPBPB yang memasukkan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membuat PPBJ paling lama pada saat:
|
(4) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibuat dan disampaikan oleh Pengusaha di KPBPB ke:
|
(5) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Pada saat pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB, PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilampiri dengan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK, dalam hal pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB terkait dengan perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB. |
(7) | PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan PPN yang terutang atas perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB pada saat pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB. |
(8) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilampiri dengan SSP penyetoran PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB kepada pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, atau pelaku usaha di KEK, dalam hal pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB terkait dengan penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB. |
(9) | PPN yang tercantum dalam SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (8) merupakan PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB pada saat pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB. |
(1) | Pengusaha di KPBPB dapat melakukan pembetulan dan/atau pembatalan atas PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3). |
(2) | Dalam hal pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas keterangan mengenai pemasukan Barang Kena Pajak berwujud, pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ dapat dilakukan sepanjang Pemberitahuan Pabean atas pemasukan Barang Kena Pajak berwujud yang tercantum dalam PPBJ dapat dilakukan pembetulan dan/atau pembatalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas kesalahan dalam pengisian PPBJ sehingga PPBJ tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar. |
(4) | Dalam hal pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan adanya perubahan perikatan atau perjanjian tertulis, pembetulan PPBJ harus dilampiri dengan salinan perubahan perikatan atau perjanjian tertulis penyerahan/perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(5) | Pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Berdasarkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dilakukan Endorsement secara elektronik melalui sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Dokumen yang diperlukan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(3) | Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dianggap telah menyampaikan permintaan Endorsement yang diberikan secara elektronik. |
Endorsement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1):
a. | diberikan sepanjang dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) telah lengkap; atau |
b. | tidak diberikan sepanjang dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) tidak lengkap. |
(1) | Endorsement yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dapat dibatalkan sepanjang ditemukan ketidaksesuaian informasi dokumen Pemberitahuan Pabean, Faktur Pajak, dan/atau surat persetujuan pengeluaran barang dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya. |
(2) | Ketidaksesuaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh kepala kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Pengusaha di KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Dikecualikan dari ketentuan Endorsement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh pelaku usaha di KEK yang berasal dari sebagian atau keseluruhan wilayah KPBPB dan dilakukan selama masa transisi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KEK. |
(2) | Pemberitahuan hasil Endorsement berupa:
|
(3) | Ketentuan mengenai contoh format pemberitahuan hasil Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal:
|
(2) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang tidak diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha di KPBPB yang membuat PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib membayar PPN atau PPN dan PPnBM. |
(3) | Dalam hal Pengusaha di KPBPB melakukan pembatalan atas PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pengusaha di KPBPB dikecualikan dari kewajiban membayar PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSP yang kode billing-nya diterbitkan melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Pembuatan kode billing melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Pengusaha di KPBPB dengan mengakses sistem penerbitan kode billing yang disediakan oleh SINSW yang terhubung dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(6) | SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | Pengusaha di KPBPB yang tidak membayar PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat membuat PPBJ untuk transaksi berikutnya. |
(8) | Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat membuat PPBJ untuk transaksi berikutnya apabila telah melakukan pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(9) | Sistem Direktorat Jenderal Pajak terhubung dengan SINSW dalam rangka pembuatan kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan penutupan akses pembuatan PPBJ untuk transaksi berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7). |
(1) | Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, dan Pengusaha Kena Pajak di KEK wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud kepada Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan keterangan sebagai berikut:
|
(3) | Saat pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(4) | Termasuk dalam pengertian saat penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yaitu saat pengiriman Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB berdasarkan tanggal bill of lading, airway bill, atau delivery order. |
(5) | Berdasarkan pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan penggantian atau pembatalan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(6) | Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak berwujud tidak dapat diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diwajibkan melakukan penggantian atau pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). |
(7) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak termasuk dalam Pengusaha Kena Pajak yang dapat mengajukan permohonan pengembalian pada setiap masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB III
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD OLEH
PENGUSAHA DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
PELABUHAN BEBAS KEPADA PENGUSAHA DI TEMPAT LAIN
DALAM DAERAH PABEAN
Pasal 14
(1) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB kepada pembeli di TLDDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 2 dikenai PPN. |
(2) | Dalam hal Barang Kena Pajak berwujud yang diserahkan oleh Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak berwujud yang tergolong mewah, atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud dimaksud dikenai PPN dan PPnBM. |
(1) | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN atau PPnBM dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
(2) | PPN yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipungut dan disetor dengan besaran tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang dan/atau bahan baku dari luar Daerah Pabean yang tanpa dilakukan pengolahan di KPBPB berupa nilai lain, yaitu sebesar nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai untuk pemasukan Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut Undang-Undang PPN. |
(4) | Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang dan/atau bahan baku dari TLDDP, TPB, atau KEK yang tanpa dilakukan pengolahan di KPBPB berupa:
|
(5) | Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang hasil produksi di KPBPB berupa:
|
(6) | Saat terutang PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yaitu pada saat Barang Kena Pajak berwujud dikeluarkan dari KPBPB. |
(7) | Termasuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yaitu penyerahan hasil tembakau. |
(8) | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib dipungut oleh Pengusaha di KPBPB yang menyerahkan Barang Kena Pajak berwujud kepada pembeli. |
(9) | Termasuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang dipungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB kepada pemungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud berupa:
|
(2) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud berupa barang dan/atau bahan baku dari TLDDP, TPB, atau KEK yang tanpa dilakukan pengolahan di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) disetor melalui kantor pos, bank persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, dengan menggunakan SSP. |
(3) | Kode billing yang diterbitkan oleh sistem billing Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dilakukan paling lama pada saat Barang Kena Pajak berwujud tersebut dikeluarkan dari KPBPB. |
(5) | Dalam hal Pengusaha di KPBPB yang mengeluarkan Barang Kena Pajak berwujud dapat melakukan pembayaran berkala atas bea masuk dan Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengikuti ketentuan mengenai tata cara pembayaran berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(6) | Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB kepada pembeli di TLDDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 merupakan penyerahan hak atas Barang Kena Pajak berwujud yang berada di TLDDP, penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat:
|
(7) | Pemberitahuan Pabean yang dilampiri bukti penerimaan negara atas pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(8) | Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak berwujud tidak disertai pengeluaran barang dari KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (6), SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilampiri dengan invois merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(9) | PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai pembeli Barang Kena Pajak berwujud sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(10) | Ketentuan mengenai contoh pengisian SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke TLDDP oleh Pengusaha di KPBPB yang bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud, Pengusaha di KPBPB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan Barang Kena Pajak berwujud dimaksud yang pada saat pemasukan dari luar Daerah Pabean ke KPBPB telah diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut. |
(2) | Dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Barang Kena Pajak berwujud yang atas:
|
(3) | Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sehubungan dengan pemasukan Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh sistem billing Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan. |
(4) | Pemberitahuan Pabean yang dilampiri dengan bukti penerimaan negara atas pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(5) | PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak pemilik barang sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dikecualikan dari pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yaitu:
|
(2) | Pengeluaran barang yang bukan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
(3) | Jangka waktu pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf d sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Dalam hal sampai dengan jangka waktu tertentu Pengusaha di KPBPB tidak memasukkan kembali Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf c ke KPBPB, pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB yang dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. |
(2) | Dasar Pengenaan Pajak atas PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa nilai lain sebesar harga pasar wajar. |
(3) | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipungut oleh Pengusaha di KPBPB yang menyerahkan Barang Kena Pajak berwujud. |
(4) | Dikecualikan dari kewajiban pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a disetor melalui bank atau pos persepsi, dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh sistem billing Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(6) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b dan huruf c disetor melalui kantor pos, bank persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, dengan menggunakan SSP yang kode billing-nya diterbitkan melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak. |
(7) | Pembuatan kode billing melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh Pengusaha di KPBPB dengan mengakses sistem penerbitan kode billing yang disediakan oleh SINSW yang terhubung dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(8) | Kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), Pengusaha di KPBPB tidak mengeluarkan kembali Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d dari KPBPB, pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB dari TLDDP merupakan perolehan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB yang dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. |
(2) | Dasar Pengenaan Pajak atas PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa nilai lain sebesar harga pasar wajar. |
(3) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetor oleh Pengusaha di KPBPB yang memperoleh Barang Kena Pajak berwujud melalui kantor pos, bank persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, dengan menggunakan SSP yang kode billing-nya diterbitkan melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak. |
(4) | Pembuatan kode billing melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pengusaha di KPBPB dengan mengakses sistem penerbitan kode billing yang disediakan oleh SINSW yang terhubung dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Dikecualikan dari kewajiban pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(6) | SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Selain dikenai PPN atau PPN dan PPnBM, Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang dihitung sejak saat:
a. | Barang Kena Pajak berwujud dikeluarkan dari KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf c; atau |
b. | Barang Kena Pajak berwujud dimasukkan ke KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d, |
Pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud dari KPBPB dikecualikan untuk pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud dengan tujuan angkut terus atau angkut lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(1) | Barang Kena Pajak berwujud dapat dikeluarkan dari KPBPB sepanjang telah dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(2) | Termasuk dalam pemenuhan kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu kewajiban melampirkan:
|
(3) | Dalam hal pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, kewajiban melampirkan bukti penerimaan negara atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diganti dengan melampirkan surat keterangan bebas PPN atau surat keterangan tidak dipungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Dalam hal pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e, kewajiban melampirkan bukti penerimaan negara atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diganti dengan melampirkan:
|
(5) | Dalam hal pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) merupakan pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf f, kewajiban melampirkan SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diganti dengan melampirkan:
|
(6) | Dikecualikan dari ketentuan menyampaikan bukti penerimaan negara atau SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yaitu pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan:
|
(1) | Pengusaha di KPBPB yang mengeluarkan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e harus membuat PPBJ paling lama pada saat:
|
(2) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dan disampaikan oleh Pengusaha di KPBPB ke:
|
(3) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pada saat pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud dari KPBPB, PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK, dalam hal pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud dari KPBPB terkait dengan perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB. |
(5) | PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud dari KPBPB. |
(6) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan SSP penyetoran PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB kepada pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, atau pelaku usaha di KEK, dalam hal pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud dari KPBPB terkait dengan penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB. |
(7) | PPN yang tercantum dalam SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB pada saat pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud dari KPBPB. |
(1) | Pengusaha di KPBPB dapat melakukan pembetulan dan/atau pembatalan atas PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1). |
(2) | Dalam hal pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas keterangan mengenai pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud, pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ dapat dilakukan sepanjang Pemberitahuan Pabean atas pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud yang tercantum dalam PPBJ dapat dilakukan pembetulan dan/atau pembatalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas kesalahan dalam pengisian PPBJ sehingga PPBJ tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar. |
(4) | Dalam hal pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan adanya perubahan perikatan atau perjanjian tertulis, pembetulan PPBJ harus dilampiri dengan salinan perubahan perikatan atau perjanjian tertulis penyerahan/perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(5) | Pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
BAB IV
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD
DAN/ATAU JASA KENA PAJAK OLEH PENGUSAHA DI
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
KEPADA PENGUSAHA DI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH
PABEAN, PENGUSAHA DI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT,
DAN PELAKU USAHA DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Pasal 26
(1) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB kepada pengusaha di TLDDP untuk dimanfaatkan di TLDDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 3 dikenai PPN. |
(2) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB kepada pengusaha di TPB untuk dimanfaatkan di TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 3 dikenai PPN. |
(3) | Dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yaitu penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB kepada pelaku usaha di KEK untuk dimanfaatkan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 3 dikenai PPN. |
(5) | Dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu oleh Pengusaha di KPBPB kepada pelaku usaha di KEK yang tidak dipungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(6) | Termasuk penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) yaitu penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB kepada pemungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(7) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB kepada pelaku usaha di KEK untuk dimanfaatkan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 3 tidak dipungut PPN. |
(1) | Saat terutang PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Dasar Pengenaan Pajak atas PPN yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | PPN yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut oleh Pengusaha di KPBPB kepada orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(4) | PPN yang telah dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disetor ke kas negara oleh Pengusaha di KPBPB yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, melalui kantor pos, bank persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, dengan menggunakan SSP. |
(5) | Penyetoran PPN yang telah dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. |
(6) | SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang dilampiri dengan invois dan perikatan atau perjanjian tertulis, merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(8) | PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(9) | Ketentuan mengenai contoh pengisian SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB V
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD
DAN/ATAU JASA KENA PAJAK OLEH PENGUSAHA DI
TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN, PENGUSAHA DI
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT, PELAKU USAHA DI
KAWASAN EKONOMI KHUSUS, DAN PENGUSAHA DI
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
LAINNYA KEPADA PENGUSAHA DI KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Pasal 28
(1) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, atau pelaku usaha di KEK kepada Pengusaha di KPBPB untuk dimanfaatkan di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 4 tidak dipungut PPN. |
(2) | Atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di TLDDP yang dihasilkan di TLDDP untuk dimanfaatkan di KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 4 dipungut PPN. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu oleh pengusaha di TLDDP yang dihasilkan di TLDDP untuk dimanfaatkan di KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB tidak dipungut PPN. |
(4) | Atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di TLDDP yang dihasilkan di KPBPB untuk dimanfaatkan di KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB dibebaskan dari pengenaan PPN. |
(5) | Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu oleh pengusaha di TPB atau pelaku usaha di KEK yang dihasilkan di TPB atau KEK untuk dimanfaatkan di KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 4 tidak dipungut PPN. |
(6) | Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) merupakan Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN. |
(7) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) berlaku untuk penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. |
(8) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB lainnya kepada Pengusaha di KPBPB untuk dimanfaatkan di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 4 dibebaskan dari pengenaan PPN. |
(1) | Pengusaha di KPBPB yang bermaksud memperoleh Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, pelaku usaha di KEK, atau Pengusaha di KPBPB lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), ayat (3), ayat (5), dan ayat (8) harus membuat PPBJ. |
(2) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dan disampaikan oleh Pengusaha di KPBPB ke:
|
(3) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pengusaha di KPBPB dapat melakukan pembetulan dan/atau pembatalan atas PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan atas kesalahan dalam pengisian PPBJ sehingga PPBJ tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar. |
(6) | Dalam hal pembetulan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disebabkan adanya perubahan perikatan atau perjanjian tertulis, pembetulan PPBJ harus dilampiri dengan salinan perubahan perikatan atau perjanjian tertulis perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(7) | Pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(8) | Dalam hal perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melekat pada Barang Kena Pajak berwujud yang dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari KPBPB, PPBJ atas perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang PPN pada saat pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud menggunakan PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) atau Pasal 24 ayat (1). |
(1) | PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) menjadi dasar bagi:
|
(2) | PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pembuatan PPBJ. |
(3) | Untuk pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK harus memastikan:
|
(4) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK:
|
(1) | Dalam hal Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam PPBJ yang telah dibuatkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a:
|
(2) | Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dimanfaatkan di KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sepanjang memenuhi ketentuan paling sedikit:
|
(3) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak diberikan fasilitas PPN tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha di KPBPB yang membuat PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) wajib membayar PPN. |
(4) | Dalam hal Pengusaha di KPBPB melakukan pembatalan atas PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha di KPBPB dikecualikan dari kewajiban membayar PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan SSP yang kode billing-nya diterbitkan melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak. |
(6) | Pembuatan kode billing melalui sistem billing Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Pengusaha di KPBPB dengan mengakses sistem penerbitan kode billing yang disediakan oleh SINSW yang terhubung dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(7) | SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(8) | Pengusaha di KPBPB yang tidak membayar PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dapat membuat PPBJ untuk transaksi berikutnya. |
(9) | Pengusaha di KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat membuat PPBJ untuk transaksi berikutnya apabila telah melakukan pembayaran PPN dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(1) | Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a yang diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan keterangan sebagai berikut:
|
(3) | Berdasarkan pembetulan dan/atau pembatalan PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan penggantian dan/atau pembatalan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melakukan penggantian atau pembatalan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dapat diberikan fasilitas PPN tidak dipungut. |
BAB VI
PEMERIKSAAN FISIK
Pasal 33
(1) | Dalam rangka pemberian fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB dari Pengusaha Kena Pajak di TLDDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Endorsement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat disertai dengan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b. |
(2) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
(3) | Pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan secara bersama oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) | Pemeriksaan fisik berdasarkan nota intelijen di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b , dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Pemeriksaan fisik berdasarkan nota intelijen di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(6) | Pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan nota intelijen perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan:
|
(7) | Dalam melaksanakan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktorat Jenderal Pajak dapat meminta bantuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(8) | Hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan atas Pemberitahuan Pabean. |
(9) | Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditandatangani oleh:
|
(1) | Terhadap barang asal TLDDP yang dimasukkan ke KPBPB yang akan dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), pejabat melekatkan tanda pengaman saat pengeluaran barang dari Kawasan Pabean setelah mendapat surat persetujuan pengeluaran barang. |
(2) | Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai KPBPB. |
(3) | Tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan dan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Penerapan manajemen risiko dalam rangka melaksanakan Pasal 33 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan profil risiko yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Profil risiko yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas data dan/atau informasi yang tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari profil risiko yang dikelola oleh Badan Pengusahaan. |
(4) | Dalam hal profil risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, dapat digunakan metode acak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan:
|
(2) | Dalam melaksanakan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dan huruf b, pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak berwenang:
|
(3) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan pemeriksaan fisik disampaikan kepada pengusaha atau kuasanya sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(4) | Hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan. |
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukan bahwa Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1):
|
(6) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak diberikan Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Pengusaha di KPBPB wajib membayar PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). |
(7) | Tindakan penagihan terkait kewajiban pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan melibatkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan/atau Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37
(1) | Dalam hal SINSW belum tersedia, terdapat gangguan pada sistem, dan/atau terdapat keadaan kahar, pelaksanaan:
|
(2) | PPBJ yang dibuat secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat keterangan sesuai dengan contoh format. |
(3) | Ketentuan mengenai contoh format PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal sistem Endorsement secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) belum tersedia, terdapat gangguan pada sistem, dan/atau terdapat keadaan kahar, kepala kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Pengusaha di KPBPB:
|
(2) | Atas permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pengusaha di KPBPB harus menyampaikan fotokopi dokumen yang diminta dengan menunjukkan dokumen aslinya paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan kelengkapan dokumen. |
(3) | Jangka waktu penyelesaian Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(4) | Dalam hal Endorsement disertai dengan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), jangka waktu penyelesaian Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama 17 (tujuh belas) hari kerja. |
(5) | Dalam hal kepala kantor pelayanan pajak tidak menyelesaikan Endorsement dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Endorsement dianggap diberikan. |
(6) | Dalam hal penyampaian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikuasakan kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, dokumen dan/atau tanggapan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa dari Pengusaha di KPBPB dan/atau Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Ketentuan mengenai pembayaran, pelunasan, dan pengadministrasian PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari atau ke KPBPB dalam Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis mutandis di KPBPB Sabang. |
(2) | Ketentuan mengenai pembayaran, pelunasan, dan pengadministrasian PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari atau ke KPBPB dalam Peraturan Menteri ini berlaku atas:
|
(3) | Ketentuan mengenai tata cara pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mengikuti ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dikecualikan dari kewajiban pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di KEK yang diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai KEK. |
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) | Terhadap Pengusaha Kena Pajak di TLDDP, Pengusaha Kena Pajak di TPB, atau Pengusaha Kena Pajak di KEK yang membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha di KPBPB sejak tanggal 2 Februari 2021 sampai dengan Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dikecualikan dari ketentuan untuk membuat Faktur Pajak berdasarkan PPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 30 ayat (1) huruf a. |
(2) | Atas permintaan Endorsement yang diterima oleh pejabat/pegawai Endorsement sejak tanggal 2 Februari 2021 sampai dengan Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.03/2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas. |
(3) | Sejak tanggal 2 Februari 2021 sampai dengan Peraturan Menteri ini mulai berlaku, atas:
|
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan atau keputusan yang merupakan pelaksanaan dari:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.03/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas; dan |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, |
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.03/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1678); dan |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 524), |
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 November 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1316
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.