Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 93/PMK.02/2005
Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pungutan Ekspor
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 93/PMK.02/2005
TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PUNGUTAN EKSPOR
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Pungutan Ekspor Atas Barang Ekspor Tertentu untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan Pungutan Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pungutan Ekspor;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612).
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687).
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694).
- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313).
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Pungutan Ekspor atas Barang Ekspor Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4531).
- Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004.
- Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5/KMK.01/1993 tentang penunjukan Bank sebagai Bank Persepsi dalam rangka pengelolaan setoran penerimaan negara.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tata laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PUNGUTAN EKSPOR.
Pasal 1
Dalam peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
- Pungutan Ekspor adalah pungutan yang dikenakan atas barang ekspor tertentu.
- Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari Daerah Pabean.
- Bank Devisa Persepsi adalah bank devisa persepsi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Nilai kurs adalah nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan secara berkala.
Pasal 2
(1) | Terhadap barang ekspor tertentu dapat dikenakan Pungutan Ekspor. |
(2) | Barang ekspor tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dan atau usul Menteri di bidang perdagangan dan atau Menteri Teknis terkait lainnya. |
Pasal 3
(1) | Perhitungan Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 adalah sebagai berikut: |
| |
(2) | Tarif Pungutan Ekspor yang digunakan untuk perhitungan Pungutan Ekspor adalah tarif Pungutan Ekspor yang berlaku pada saat PEB didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC). |
(3) | Harga Patokan Ekspor (HPE) yang digunakan untuk perhitungan Pungutan Ekspor adalah HPE yang berlaku pada saat PEB didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC). |
(4) | Nilai kurs yang digunakan untuk perhitungan Pungutan Ekspor adalah nilai kurs yang berlaku pada saat dilakukan pembayaran Pungutan Ekspor. |
(5) | Dalam hal tidak ada Harga Patokan
Ekspor (HPE) penentuan jumlah Pungutan Ekspor dihitung berdasarkan
Harga Free On Board (FOB) yang tercantum dalam PEB dengan rumus sebagai
berikut: |
Pasal 4
(1) | Pungutan Ekspor terutang pada saat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean sesuai Tarif, dan Harga Patokan Ekspor (HPE) yang berlaku. |
(2) | Pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tunai selambat-lambatnya pada saat PEB didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean. |
(3) | Dalam hal pembayaran Pungutan Ekspor melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), eksportir dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. |
Pasal 5
(1) | Pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) hanya dapat dilakukan di Bank Devisa Persepsi. |
(2) | Dalam hal ekspor dilakukan pada hari libur dan atau di daerah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tidak ada Bank Devisa Persepsi maka pembayaran Pungutan Ekspor dapat dilakukan melalui Bendahara Penerima pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat PEB didaftarkan. |
(3) | Bank Devisa Persepsi yang menerima pembayaran Pungutan Ekspor, kekurangan Pungutan Ekspor dan atau denda administrasi dari eksportir wajib menerbitkan Surat Tanda Bukti Setor (STBS) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(4) | Bendahara Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pembayaran Pungutan Ekspor, kekurangan Pungutan Ekspor dan atau denda administrasi dari eksportir wajib menerbitkan Surat Tanda Bukti Setor (STBS) pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. |
Pasal 6
(1) | Bendahara Penerima Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pembayaran Pungutan Ekspor, kekurangan Pungutan Ekspor dan atau denda administrasi dari eksportir, wajib segera menyetorkan penerimaan dimaksud untuk untung rekening Bendahara Umum Negara (BUN) Nomor rekening 502.000.000 di Bank Indonesia selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya melalui Bank Devisa Persepsi. |
(2) | Bank Devisa Persepsi yang menerima pembayaran Pungutan Ekspor, kekurangan Pungutan Ekspor dan atau denda administrasi dari eksportir dan atau Bendahara Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, wajib menyetorkan penerimaan dimaksud untuk untung rekening Bendahara Umum Negara (BUN) Nomor rekening 502.000.000 di Bank Indonesia selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja terhitung sejak pembayaran dimaksud diterima. |
(3) | Atas setiap penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Devisa Persepsi wajib membuat Daftar Penyetoran Pungutan Ekspor (DPPE) dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(4) | Bank Devisa Persepsi wajib menyampaikan DPPE sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan melampirkan sekurang-kurangnya foto copy PEB, copy STBS dan foto copy surat bukti setor ke rekening BUN selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penyetoran Pungutan Ekspor. |
(5) | Jumlah Pungutan Ekspor, kekurangan Pungutan Ekspor dan atau denda administrasi yang disetorkan oleh Bank Devisa ke rekening BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipotong biaya jasa perbankan. |
Pasal 7
(1) | Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setiap akhir bulan wajib melaporkan rekapitulasi kegiatan ekspor komoditi yang terkena Pungutan Ekspor kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(2) | Bank Devisa Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) setiap akhir bulan wajib melaporkan rekapitulasi penyetoran Pungutan Ekspor, kekurangan Pungutan ekspor dan atau denda administrasi kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. |
Pasal 8
(1) | Dalam hal sebelum barang diekspor diketahui terjadi kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor yang disebabkan oleh kesalahan pengenaan tarif Pungutan Ekspor, jumlah satuan barang, HPE, kurs, perhitungan atau kesalahan administrasi, eksportir wajib untuk segera melunasinya melalui Bank Devisa Persepsi dan atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat PEB didaftarkan. |
(2) | Dalam hal eksportir yang bersangkutan belum melunasi kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud ayat (1) maka Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat PEB didaftarkan wajib melakukan penagihan kepada eksportir yang bersangkutan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pertama dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan pertama sebagaimana dimaksud ayat (2) diterbitkan, dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, KPBC melimpahkan penagihan selanjutnya ke Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
(4) | Berdasarkan pelimpahan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Tagihan Kedua. |
(5) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud ayat (4) diterbitkan, dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Tagihan ketiga. |
(6) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud ayat (5) diterbitkan, dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan kepada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara untuk proses penyelesaian lebih lanjut. |
Pasal 9
(1) | Dalam hal setelah barang diekspor ditemukan adanya kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor berdasarkan hasil pemeriksaan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) dan hasil audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KPBC yang bersangkutan wajib melakukan penagihan kepada eksportir yang bersangkutan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pertama dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan pertama sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan, dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, KPBC melimpahkan penagihan selanjutnya ke Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
(3) | Berdasarkan pelimpahan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Tagihan Kedua. |
(4) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud ayat (3) diterbitkan, dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Tagihan Ketiga. |
(5) | Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud ayat (4) diterbitkan dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan kepada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara untuk proses penyelesaian lebih lanjut. |
Pasal 10
(1) | Dalam hal ditemukan adanya kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor oleh Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan wajib melakukan penagihan kepada eksportir yang bersangkutan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pertama. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Pertama sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Tagihan Kedua. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud ayat (2) diterbitkan dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Tagihan ketiga. |
(4) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud ayat (3) diterbitkan dan eksportir belum/tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan kepada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara untuk proses penyelesaian lebih lanjut. |
Pasal 11
Terhadap kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Pasal 12
(1) | Eksportir dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pungutan Ekspor terutang kepada Menteri Keuangan dengan sekurang-kurangnya melampirkan dokumen Laporan Keuangan. |
(2) | Atas permohonan eksportir sebagaimana dimaksud ayat (1), Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan tertulis kepada eksportir untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pungutan Ekspor yang terutang setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. |
(3) | Dalam hal Menteri Keuangan memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pungutan Ekspor, proses penagihan kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10. |
Pasal 13
(1) | Dalam
hal terjadi kelebihan
pembayaran Pungutan Ekspor sebagai akibat kesalahan pengenaan Tarif
Pungutan Ekspor, jumlah satuan barang, HPE, kurs, penghitungan atau
kesalahan administrasi, eksportir dapat mengajukan permohonan
pengembalian atas kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor tersebut kepada
Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan
sekurang-kurangnya melampirkan dokumen asli atau fotocopy yang telah
dilegalisasi sebagai berikut:
|
(2) | Atas permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud ayat (1) Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan tentang kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor. |
(3) | Dalam hal permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui, kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Pungutan Ekspor yang terutang dari eksportir yang bersangkutan pada periode berikutnya. |
(4) | Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eksportir dan terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud ayat (2), maka jumlah kelebihan tersebut dapat dikembalikan secara tunai kepada eksportir. |
(5) | Pengakhiran kegiatan usaha eksportir sebagaimana dimaksud ayat (4) meliputi:
|
(6) | Dalam hal kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor dikembalikan secara tunai, Menteri Keuangan menerbitkan Surat Keputusan tentang kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor. |
(7) | Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud ayat (6), Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Permintaan Penerbitan Surat Keputusan Otorisasi (SPP-SKO) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk proses pencairan dananya. |
(8) | Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, maka jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembalikan kepada Wajib Bayar selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya ketetapan kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (6). |
(9) | Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud ayat (8), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada eksportir dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal ekspor dibatalkan, eksportir dapat mengajukan permohonan pengembalian Pungutan Ekspor secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan sekurang-kurangnya melampirkan dokumen asli atau foto copy yang telah dilegalisasi sebagai berikut:
|
(2) | Pengembalian Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan biaya administrasi sebesar 2% (dua persen) dari jumlah Pungutan Ekspor yang dibayarkan. |
(3) | Eksportir dapat dibebaskan dari pengenaan biaya administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan apabila:
|
(4) | Atas permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud ayat (1) Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan tentang kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor. |
(5) | Dalam hal permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui, kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Pungutan Ekspor yang terutang dari eksportir yang bersangkutan pada periode berikutnya. |
(6) | Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eksportir dan terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor, maka jumlah kelebihan tersebut dapat dikembalikan secara tunai kepada eksportir. |
(7) | Prosedur pengembalian kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor secara tunai dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 13. |
Pasal 15
(1) | Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dapat meminta instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap eksportir sesuai ketentuan yang berlaku, berdasarkan:
|
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan penetapan atas kekurangan tersebut selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak Laporan Hasil Pemeriksaan diterima. |
(4) | Atas kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud ayat (3), eksportir dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak Pungutan Ekspor terutang. |
(5) | Eksportir wajib melunasi kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor dan denda administrasi sebagaimana dimaksud ayat (4) selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak surat penetapan diterima oleh eksportir. |
(6) | Dalam hal eksportir tidak melunasi dan tidak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran kekurangan Pungutan Ekspor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), penagihan atas Pungutan Ekspor dimaksud dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN). |
(7) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan penetapan atas kelebihan tersebut selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diterima. |
(8) | Kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud ayat (7) diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Pungutan Ekspor yang terutang dari eksportir yang bersangkutan pada periode berikutnya. |
(9) | Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eksportir, jumlah kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud ayat (7), dikembalikan secara tunai kepada eksportir selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya penetapan. |
(10) | Prosedur pengembalian kelebihan
pembayaran Pungutan Ekspor secara tunai dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 13. |
Pasal 16
(1) | Dalam hal eksportir keberatan atas penetapan jumlah Pungutan Ekspor terutang, eksportir dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya penetapan kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor. |
(2) | Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar Pungutan Ekspor yang terutang. |
(3) | Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan penetapan atas keberatan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak Surat Keberatan diterima secara lengkap. |
(4) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) telah lewat, dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan tidak memberi suatu penetapan, maka keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar tersebut dianggap dikabulkan. |
(5) | Dalam hal keberatan ditolak dan ternyata masih terdapat kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor yang tercantum dalam penetapan sebagaimana dimaksud ayat (3), Eksportir wajib melunasi kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor dimaksud ditambah sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan dari kekurangan tersebut untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(6) | Dalam hal keberatan dikabulkan dan ternyata terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor yang tercantum dalam penetapan sebagaimana dimaksud ayat (3), kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor dimaksud diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah Pungutan Ekspor Terutang Eksportir yang bersangkutan pada periode berikutnya. |
(7) | Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, maka jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (6) dapat dikembalikan kepada Wajib Bayar secara tunai selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran. |
(8) | Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud ayat (7), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib Bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
Pasal 17
Dengan berlakunya keputusan ini:
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 241/KMK.01/1998 tentang Penetapan Besarnya Tarif dan Tata Cara Pembayaran serta Penyetoran Pajak Ekspor Atas Beberapa Komoditi Tertentu.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 335/KMK.017/1998 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak Ekspor Kelapa Sawit, Minyak Sawit, Minyak Kelapa dan Produk turunannya.
-
Keputusan Menteri Keuangan No. 567/KMK.017/1999
tentang Besarnya Tarif Pajak Ekspor Atas Beberapa Komoditi tertentu.
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 18
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Oktober 2005
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
JUSUF ANWAR
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.