Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan penegakan hukum (Low Enforcement) di bidang perpajakan yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak nasional, perlu adanya peningkatan Intensitas penagihan pajak secara persuasif maupun represif termasuk pelaksanaan penyanderaan pajak, untuk itu, perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak Yang Disandera;
M E M U T U S K A N :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYANDERAAN DAN PEMBERIAN REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
TATA CARA PENYANDERAAN
(1) |
Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Kepala Kantor kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak u.p, Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan dengan memuat: |
|
|
(2) |
Bentuk Surat Permohonan ijin Melakukan Penyanderaan sebagai mana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) |
Direktur Jenderal Pajak up. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak setelah menerima izin tertulis dan Menteri Keuangan, segera mengirimkan izin tertulis tersebut kepada Kepala Kantor yang bersangkutan dengan kuri atau pos kilat tercatat atau pos kilat khusus. |
(2) |
Kepala Kantor menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan seketika setelah diterimanya izin tertulis dari Menteri Keuangan yang dikirim melalui Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) |
Bentuk formulir Surat Perintah Penyanderaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Il Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(1) |
Jurusita Pajak rnenyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenai oleh dan dapat dipercaya (Kepala Seksi Penagihan, Koordinator Palaksana Penagihan atau aparat Desa/Kelurahan). |
(2) |
Dalam melaksanakan penyanderaan Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan. |
(3) |
Dalam hal Penanggung Pajak Yang akan disandera tidak dapat ditemukan, bersembunyi atau melarikan diri, Jurusita Pajak melalui Kepala Kantor atau atasannya, dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut. |
(4) |
Bentuk surat permintaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam Lampiran III dan IV Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(1) |
Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, atau Penanggung Pajak yang akan disandera tusebut melarikan diri atau bersembunyi ke luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, maka Kepala Kantor dimaksud tetap dapat menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan, dan memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak yang berada di luar wilayah kerjanya. |
(2) |
Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, Kepala Kantor dimaksud dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor yang wilayah kerjanya merupakan tempat kedudukan, tempat keberadaan, atau tempat persembunyian Penanggung Pajak yang akan disandera. |
(3) |
Kepala Kantor yand diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas wajb memberikan bantuan, antara lain: |
|
|
(1) |
Penyanderaan tetap dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak Yang telah dilakukan pencegahan. |
(2) |
Penyanderaan tjdak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah atau sedang mengikuti sidang resmi atau sedang mengikuti Pemilihan Umum. |
(3) |
Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang disandera. |
(4) |
Dalam hal Penanggung Pajak.yang disandera menolak untuk menerima Surat Perintah Penyanderaan, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Perintah Penyanderaan dimaksud di tempat kedudukan Penanggung Pajak (tempat tinggal atau tempat bekerja) dan mencatatnya dalam Berita Acara Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Perintah Penyanderaan, dan Surat Perintah Penyanderaan dianggap telah diterima serta sah mempunyai kekuatan hukum mengikat. |
(5) |
Salinan Surat Perintah Penyanderaan disampaikan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara. |
(1) |
Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Penyandwaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan di Rumah Tahanan Negara yang tandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rumah Tahanan Negara dan saksi-saksi. |
(2) |
Bentuk formulir Berita Acara Pelaksanaan Penyanderean sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(3) |
Salinan Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan disampaikan kepada: |
|
|
BAB III
TATA TERTIB PENYANDERAAN
(1) |
Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan negara wajib mematuhi tata tertib dan disiplin di rumah tahanan negara. |
(2) |
Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam, pager, komputer, atau peralatan elektronik lain yang dapat menghubungi seseorang di luar rumah tahanan negara. |
(3) |
Jika terbukti Penanggung Pajak Yang disandera melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala Rumah Tahanan Negara memberitahukan kepada Kepala Kantor atau kepada Kepolisian terdekat. |
(1) |
Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras, dapat dirawat di rumah sakit di luar rumah tahanan negara setetah memperoleh izin tertulis dari Kepala Kantor Yang menyandera (bentuk surat izin sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini). |
(2) |
Dalam hal Penanggupg Pajak yang disandera menderita sakit keras mendadak, yang memerlukan tindakan cepat, petugas rumah tahanan negara dapat segera membawa ke rumah sakit/klinik kesehatan terdekat dan memberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan serta kepolisian untuk Pengawalan. |
(3) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas, berlaku juga bagi Penanggung Pajak Yang disandera yang menderita gangguan Jiwa. |
(4) |
Masa perawatan medis di luar rumah tahanan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) di atas, tidak dihitung sebagai masa penyanderaan. |
(1) |
Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di rumah tahanan negara karena sakit, Kepala Rumah Tahanan Negara segera mernberitahukan kepada Pejabat Yang menyandera dan keluarga dari Penanggung Paja yang disandera disertai berita acara kematian. |
(2) |
Pemberitahuan dan berita acara kematian disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia serta Kepolisian. |
(3) |
Barang atau uang milik Penanggung Pajak yang disandera yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada keluaganya dengan tanda bukti penerimaan. |
(1) |
Penanggung Pajak yang melarikan diri dari rumah tahanan negara dalam masa penyanderaan, disandera kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya, dengan kewailban membayar biaya yang timbul karena pelarian tersebut. |
(2) |
Selama masa pelarian tersebut tidak dihitung sebagai penyanderaan. |
BAB IV
PENGHENTIAN PENYANDERAAN
(1) |
Penanggung Pajak yang disandera dilepas dari rumah tahanan negara apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: |
|
|
(2) |
Persyaratan huruf (a) di atas berupa salinan atau fotokopi bukti pembayaran/pelunasan utang pajak/biaya penagihan pajak lembar pertama yang dilegalisasi oleh tempat pembayaran pajak yang bersangkutan. |
(3) |
Persyaratan huruf (c) di atas berupa salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukurn tetap yang dilegalisasi oleh pengadilan yang bersangkutan. |
(4) |
Persyaratan huruf (d) berupa Surat Rekomendasi/Surat Pemberitahuan Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan pertimbangan: |
|
|
(1) |
Dalam hal Penanggung Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (4) di atas, Kepala Kantor menyampaikan usul permohonan rekomendasi ke Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak up. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak disertai fotokopi SSP/Surat jaminan bank/surat pernyataan penyerahan harta kekayaan Penanggung Pajak dan dokumen atau keterangan lain yang berkaitan dengan usulan tersebut. |
(2) |
Direktur Jenderal Pajak up. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak setelah menerima rekornendasi/ pemberitahuan tertulis dari Menteri Keuangan segera mengirimkannya kepada Kepala Kantor yang bersangkutan dengan kurir atau pos kilat tercatat atau pos kilat khusus. |
(1) |
Kepala Kantor wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 24 jam kepada Kepala Rumah Tahanan Negara apabila Penanggung Pajak akan dilepas dari penyanderaan sejak diterimanya salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. |
(2) |
Bentuk surat pemberitahuan pelepasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam Lampiran VIII Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(1) |
Perhitungan dan penentuan tanggal pelepasan Penanggung Pajak yang disandera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Kepala Rumah Tahanan Negara. |
(2) |
Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor apabila Penanggung Pajak yang disandera telah dilepas dari penyanderaan. |
BAB V
REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA
(1) |
Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri. |
(2) |
Gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas tidak dapat dialukan setelah masa penyanderaan berakhir. |
(3) |
Dalam hal gugatan Penaggung Pajak dikabulkan oleh pengadilan dan putusan pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik. |
(1) |
Permohonan rehabilitasi nama baik Penangung Pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dilengkapi dengah persyaratan sebagai berikut: |
|
|
(2) |
Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Kepala Kantor dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media cetak harian berskala nasional/ regional/lokal dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan Penanggunq Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal dittetapkan.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.