Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 13/BC/2020

Kategori : Lainnya

Petunjuk Pelaksanaan Angkut Terus Atau Angkut Lanjut Barang Impor Atau Barang Ekspor


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 13/BC/2020

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN ANGKUT TERUS ATAU ANGKUT LANJUT
BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.04/2019 tentang Angkut Terus atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Barang Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Angkut Terus atau Angkut lanjut Barang Impor atau Barang Ekspor;

Mengingat :

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.04/2019 tentang Ekspor Kembali Barang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 792);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.04/2019 tentang Angkut Terus atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Barang Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1716);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ANGKUT TERUS ATAU ANGKUT LANJUT BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untukal lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  3. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  4. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean.
  5. Tingkat Penggunaan Lapangan Penumpukan (Yard Occupancy Ratio) yang selanjutnya disingkat dengan YOR adalah perbandingan antara jumlah penggunaan lapangan penumpukan dengan lapangan penumpukan yang tersedia (siap operasi) yang dihitung dalam satuan ton/hari atau m3/hari.
  6. Tingkat Penggunaan Gudang (Shed Occupancy Ratio) yang selanjutnya disingkat dengan SOR adalah perbandingan antara jumlah penggunaan ruang penumpukan dengan ruang penumpukan yang tersedia yang dihitung dalam satuan ton/hari atau  m3/hari.
  7. Tempat Penimbunan Sementara Pusat Distribusi yang selanjutnya disingkat TPS Pusat Distribusi adalah TPS yang memiliki fungsi utama untuk menimbun barang impor atau barang ekspor untuk diangkut lanjut.
  8. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
  9. Sarana Pengangkut adalah kendaraan/angkutan melalui laut, udara, atau darat yang dipakai untuk mengangkut barang dan/atau orang.
  10. Pengangkut adalah Orang atau kuasanya yang:
    a. bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang; dan/atau
    b. berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai peraturan perundangan di bidang perhubungan
  11. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
  12. Barang Diangkut Terus adalah barang yang diangkut dengan Sarana Pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
  13. Barang Diangkut Lanjut adalah barang yang diangkut dengan Sarana Pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
  14. Pemindahan Lokasi Penimbunan yang selanjutnya disingkat PLP adalah pemindahan lokasi penimbunan barang impor dari TPS asal ke TPS tujuan dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean.
  15. Manifes adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat.
  16. Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Inward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
  17. Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Outward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat meninggalkan Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
  18. Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu yang selanjutnya disingkat dengan KPPT adalah Kawasan tempat pemusatan kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai yang berupa Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat dan Tempat Konsolidasi Barang Ekspor, dan dapat dilengkapi dengan tempat usaha lainnya dalam rangka mendukung kelancaran lalu lintas barang impor dan ekspor.
  19. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  20. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama, termasuk komunikasi atau penyampaian informasi melalui media berbasis laman internet (web-based).
  21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  22. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.


BAB II
PENGANGKUTAN BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR
UNTUK DIANGKUT TERUS ATAU DIANGKUT LANJUT


Bagian Kesatu
Pemasukan Barang Impor atau Barang Ekspor
ke Kawasan Pabean Untuk Diangkut Terus
atau Diangkut Lanjut

Pasal 2

(1) Barang impor atau barang ekspor dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
(2) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kawasan Pabean, wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest.
(3) Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah.
(4) Pengelompokkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:
  1. barang impor yang diangkut lanjut;
  2. barang impor yang diangkut terus;
  3. barang ekspor yang diangkut lanjut; dan/atau
  4. barang ekspor yang diangkut terus.
(5) Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat berdasarkan Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen pengangkutan barang lainnya.
(6) Tata cara penyerahan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai manifes.



Bagian Kedua
Penimbunan Barang Impor Untuk Diangkut Lanjut
Ke Luar Daerah Pabean

Pasal 3


(1) Sementara menunggu pengeluaran untuk diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean, barang impor dapat ditimbun di TPS Pusat Distribusi.
(2) Penetapan TPS sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.


Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang Impor atau Barang Ekspor
Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Terus
atau Diangkut Lanjut

Pasal 4


(1) Barang impor atau barang ekspor dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
(2) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Kawasan Pabean, wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest
(3) Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah.
(4) Pengelompokkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:
  1. barang impor yang diangkut lanjut;
  2. barang impor yang diangkut terus;
  3. barang ekspor yang diangkut lanjut; dan/atau
  4. barang ekspor yang diangkut terus.
(5) Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat berdasarkan Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen pengangkutan barang lainnya.
(6) Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memuat elemen data yang dapat memberikan informasi pemasukan barang impor atau barang ekspor ke Kawasan Pabean yang paling sedikit meliputi nomor dan tanggal pendaftaran serta nomor pos dan subpos Inward Manifest.
(7) Tata cara penyerahan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai manifes.


Pasal 5


(1) Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum keberangkatan Sarana Pengangkut.
(2) SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai dapat memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Outward Manifest.
(4) Outward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan persetujuan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau angkut lanjut.
(5) Tata cara pemasukan, pengeluaran, dan rekonsiliasi atas barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Tata cara pemasukan, pengeluaran, dan rekonsiliasi atas barang impor atau barang ekspor untuk diangkut lanjut dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 6


(1) Barang impor yang telah mendapatkan persetujuan untuk diekspor kembali dapat diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean.
(2) Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diajukan Pemberitahuan Pabean impor dan mendapatkan nomor pendaftaran:
  1. wajib diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean ekspor; dan
  2. ekspor kembali dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai ekspor.
(3) Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diajukan Pemberitahuan Pabean impor, wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
(4) Persetujuan ekspor kembali barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai dokumen:
  1. persetujuan perbaikan pos Inward Manifest yang semula barang impor yang diselesaikan di Kantor Pabean menjadi barang impor untuk diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean; dan
  2. persetujuan dan pelindung pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean untuk dimuat ke Sarana Pengangkut dengan tujuan akhir pengangkutan keluar Daerah Pabean.
(5) SKP melakukan perbaikan pos Inward Manifest yang semula barang impor yang diselesaikan di Kantor Pabean menjadi barang impor untuk diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a.
(6) Tata cara pengeluaran barang impor yang belum diajukan Pemberitahuan Pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Pembongkaran dam/atau Pemuatan Barang Impor
atau Barang Ekspor Dari dan Ke Sarana Pengangkut
Untuk Diangkut Lanjut


Pasal 7


(1) Pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor dari dan ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut wajib dilakukan di Kawasan Pabean.
(2) Pembongkaran barang impor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembongkaran barang impor.
(3) Pembongkaran barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut dapat dilakukan jika barang ekspor diangkut lanjut dari dalam Daerah Pabean menggunakan Sarana Pengangkut dengan trayek antar wilayah dalam Daerah Pabean.
(4) Pemuatan barang impor atau barang ekspor ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut, dapat dilakukan di luar Kawasan Pabean jika:
  1. barang impor atau barang ekspor diangkut lanjut ke dalam Daerah Pabean atau diangkut lanjut dari dalam Daerah Pabean menggunakan Sarana Pengangkut dengan trayek antar wilayah dalam Daerah Pabean; atau
  2. barang impor atau barang ekspor yang diangkut lanjut dilakukan pembongkaran dan pemuatan dari dan ke Sarana Pengangkut tanpa dilakukan penimbunan (Ship to Ship).
(5) Pembongkaran barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pemuatan barang impor atau barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat pembongkaran.
(6) Terhadap pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor dari atau ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut, dilakukan pengawasan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.

  

Pasal 8


(1) Untuk dapat melakukan pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 7 ayat (4), pengangkut mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan di atas formulir, paling sedikit memuat:
  1. identitas Pengangkut;
  2. jumlah dan nomor kemasan;
  3. lokasi pembongkaran;
  4. lokasi pemuatan; dan/atau
  5. nomor dan tanggal BC 1.1 Inward Manifest.
(3) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas pemohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
(4) Dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Bidang yang menyelenggarakan fungsi pengawasan pembongkaran atau pemuatan atas nama Kepala Kantor Pabean.
(5) Dalam keadaan tertentu yang memerlukan penelitian lapangan, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah penelitian lapangan dan permohonan diterima secara lengkap.
(6) Persetujuan pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), berlaku sebagai:
  1. dokumen pengeluaran dari Kawasan Pabean sampai dengan pemuatan, atau dokumen pemasukan ke Kawasan Pabean dari pembongkaran; dan
  2. izin penimbunan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS, dalam hal pemuatan tidak dapat segera dilakukan.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Pejabat Bea dan Cukai melakukan:
  1. pemasangan tanda pengaman terhadap barang impor yang dilakukan pemuatan di luar Kawasan Pabean sebelum dikeluarkan dari Kawasan Pabean; dan/atau
  2. pengawalan pengangkutan dan/atau pengawasan pemuatan, secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(8) Dalam hal TPS telah menerapkan sistem TPS Online, persetujuan pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor di luar Kawasan Pabean disampaikan oleh SKP kepada pengusaha TPS melalui sistem TPS Online.
(9) Tata cara pengajuan permohonan dan pelaksanaan pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Pengangkutan Barang Impor atau Barang Ekspor
Untuk Diangkut Lanjut Dengan Multimoda

Pasal 9


(1) Pengangkutan barang impor atau barang ekspor dengan tujuan untuk diangkut lanjut, dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis moda transportasi yang dibuktikan dengan kontrak pengangkutan multimoda.
(2) Kontrak pengangkutan multimoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Bill of Lading, Airway Bill atau dokumen pengangkutan barang lainnya.
(3) Kontrak pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
  1. rute perjalanan;
  2. moda transportasi yang digunakan; dan
  3. lokasi angkut terus atau angkut lanjut.


Bagian Keenam
Pengawasan Terhadap Angkut Terus dan Angkut Lanjut
Barang Impor atau Barang Ekspor

Pasal 10


Pengangkutan barang impor atau barang ekspor dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dilakukan di bawah pengawasan pabean.


Pasal 11


(1) SKP melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
(2) Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional atau rekonsiliasi memerlukan penelitian lebih mendalam oleh Pejabat Bea dan Cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
(3) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
  1. hasil penelitian tingkat kesesuaian antara uraian elemen data rincian pos-pos pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dengan pos-pos Pemberitahuan Pabean Inward Manifest yang disampaikan oleh pengangkut berdasarkan uraian elemen data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); dan
  2. penutupan pos-pos Pemberitahuan Pabean Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).


Pasal 12


(1) Dalam hal barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dengan pelabuhan tujuan berikutnya di dalam Daerah Pabean, SKP menyampaikan informasi keberangkatan barang impor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean tujuan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa rincian pos-pos Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
(3) Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean tujuan.
(4) Informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan secara elektronik melalui surat elektronik atau media elektronik lainnya.

 

Pasal 13


(1) SKP di Kantor Pabean tujuan melakukan rekonsiliasi tindak lanjut pengangkutan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut lanjut atau diangkut terus.
(2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
  1. penelitian tingkat kesesuaian, antara informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor berupa rincian pos-pos pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dengan rincian pos-pos pemberitahuan Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) ; dan
  2. penutupan informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor berupa rincian pos-pos Pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
(3) SKP di Kantor Pabean tujuan menyampaikan hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pabean asal.
(4) Dalam hal hasil rekonsiliasi tindak lanjut pengangkutan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum diterima dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberangkatan Sarana Pengangkut:
  1. Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean asal, menyampaikan pemberitahuan kepada Pengangkut; dan
  2. dilakukan penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pabean asal.
(5) Dalam hal SKP di Kantor Pabean tujuan mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tujuan:
  1. melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut; dan
  2. menyampaikan hasil rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean asal.


Bagian Ketujuh
Pengangkutan Barang Impor Untuk Diangkut Lanjut
atau Diangkut Terus dengan Transportasi Darat

Pasal 14

(1) Pengangkutan barang impor untuk diangkut lanjut atau diangkut terus ke TPS di Kawasan Pabean lainnya dapat menggunakan moda transportasi darat.
(2) Moda transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. kereta api; atau
  2. sarana pengangkut jalan raya.
(3) Dalam hal moda transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengawasan pabean dapat dilakukan dengan pemasangan tanda pengaman.
(4) Dalam hal moda transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pengawasan pabean dilakukan dengan pemasangan tanda pengaman berupa sistem pengamanan berbasis elektronik.
(5) Dalam hal sistem pengamanan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia atau terdapat gangguan, Pengangkut menyampaikan permohonan penggunaan pengamanan secara manual kepada kepala Kantor Pabean.
(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan penggunaan pengamanan secara manual dan disertai dengan:
  1. penyerahan jaminan; dan/atau
  2. pengawalan.
(7) Pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ditetapkan dalam hal barang impor yang diangkut lanjut merupakan barang yang berisiko tinggi sehingga memerlukan pengawasan khusus.
(8) Dalam hal ditetapkan penggunaan pengamanan secara manual dengan disertai penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, Pengangkut menyerahkan jaminan sebesar yang ditetapkan dalam surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Jenis dan tata cara pengelolaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan.
(10) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dikembalikan setelah barang impor sampai di TPS tujuan dalam keadaan lengkap.
(11) Dalam hal barang impor yang diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. tidak sampai di TPS tujuan; atau
b. sampai di TPS tujuan dalam keadaan tidak lengkap, 
dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit di Kantor Pabean asal yang menyelenggarakan fungsi di bidang pengawasan.
(12) Tata cara pengajuan permohonan pengangkutan dengan penggunaan tanda pengamanan manual dan penyerahan jaminan, dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB III
PENGANGKUTAN BARANG IMPOR
KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAINNYA

Bagian Kesatu
Pengangkutan Barang Impor Dari Kawasan Pabean
Untuk Diangkut Ke TPS di Kawasan Pabean
di Kantor Pabean Lain

Pasal 15

(1) Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya, dapat diberikan jika:
  1. barang impor memiliki sifat khusus sehingga tidak dapat dilakukan penimbunan di Kawasan Pabean dan TPS tempat dilakukan pembongkaran;
  2. terdapat kongesti pada TPS; dan/atau
  3. keadaan darurat, seperti bencana alam, kebakaran atau dalam kondisi keadaan memaksa.
(2) Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dengan alasan kongesti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diberikan jika seluruh TPS lain di wilayah kerja Kantor Pabean tempat dilakukan pembongkaran terdapat kongesti dan tidak dapat dilakukan PLP.
(3) Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dilakukan oleh:
  1. Pengusaha TPS di Kantor Pabean asal, jika terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c; atau
  2. Pengusaha TPS di Kantor Pabean asal atas permintaan importir, jika terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor atas barang impor yang dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya.
(5) Pengangkutan atas pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lain dilakukan di bawah pengawasan pabean.
(6) Pengawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan dengan pemasangan tanda pengaman berupa sistem pengamanan berbasis elektronik.
(7) Dalam hal sistem pengamanan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau terdapat gangguan, pengawasan dapat dilakukan dengan pengamanan secara manual dan disertai dengan:
a. penyerahan jaminan sebesar bea masuk dan pajak dalam rangka impor terutang oleh pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
b. pengawalan,
berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(8) Pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b ditetapkan dalam hal barang impor yang diangkut lanjut merupakan barang yang berisiko tinggi sehingga memerlukan pengawasan khusus.
(9) Dalam hal pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lain dilakukan melalui jalur udara atau laut, ketentuan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan penyerahan jaminan atau pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan.


Pasal 16


(1) Pengusaha TPS yang akan mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal secara elektronik atau tulisan di atas formulir
(2) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , berupa Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya.
(3) Terhadap Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal melakukan penelitian:
  1. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2);
  2. ketersediaan sistem pengamanan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6); dan
  3. jalur pengangkutan barang barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (9).
(4) Pejabat Bea dan Cukai atas nama Kepala Kantor memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja sejak Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) diterima secara lengkap.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan:
  1. memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) melalui SKP; dan
  2. menerbitkan surat persetujuan yang memuat penetapan sistem pengamanan dan/atau jumlah jaminan yang harus diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), dalam hal sistem pengamanan berbasis elektronik belum tersedia.
(6) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan:
a. mengembalikan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2); dan
b. memberikan catatan alasan penolakan
melalui SKP.
(7) Tata cara pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya, dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 17

(1) Pengangkutan atas pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dilakukan setelah:
  1. mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) huruf a; dan
  2. pengusaha TPS menyerahkan jaminan, dalam hal diwajibkan berdasarkan surat persetujuan yang memuat penetapan sistem pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) huruf b.
(2) Pemberitahuan Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan Pemberitahuan Pabean Outward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal.
(3) Terhadap pengangkutan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean dengan cara pemasangan tanda pengaman dan/atau pengawalan sesuai surat persetujuan yang memuat penetapan sistem pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) huruf b.
(4) Petugas Bea dan Cukai memasang tanda pengaman dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) butir a.
(5) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Pabean asal memberikan catatan pengeluaran barang impor pada:
  1. lembar persetujuan pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya; dan/atau
  2. SKP.
(6) Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP pada Kantor Pabean asal menyampaikan tembusan Pemberitahuan Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (5) huruf a kepada Kantor Pabean tujuan.
(7) Dalam hal TPS pada Kantor Pabean asal telah menerapkan Sistem Pintu Otomatis, pengeluaran barang dari TPS:
  1. dilakukan tanpa catatan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5); dan
  2. dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pengusaha TPS.


Pasal 18

(1) Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) huruf a ke Kantor Pabean yang mengawasi TPS di Kawasan Pabean tujuan secara elektronik atau tulisan di atas formulir.
(2) Penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penyampaian pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut/RKSP dan Inward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi TPS di Kawasan Pabean tujuan.
(3) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , disampaikan paling lambat:
  1. sebelum kedatangan di TPS di Kawasan Pabean tujuan, dalam hal pengangkutan melalui laut dan udara; atau
  2. saat kedatangan di TPS di Kawasan Pabean tujuan, dalam hal pengangkutan melalui darat.
(4) Pengusaha TPS yang tidak menyampaikan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pelanggaran penyampaian pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut/RKSP dan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Pelanggaran penyampaian pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut/RKSP dan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai manifes.
(6) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Pabean tujuan memberikan catatan pemasukan barang impor pada lembar Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau SKP.


Bagian Kedua
PLP

Pasal 19

(1) Barang impor atau barang ekspor yang ditimbun di TPS di pelabuhan atau Bandar Udara tempat pembongkaran dan belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan PLP ke TPS lain yang berada dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean, dalam hal:
a. tingkat penggunaan lapangan penumpukan (yard occupancy ratio) atau tingkat penggunaan gudang (shed occupancy ratio) TPS sama dengan atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi fasilitas yang ditetapkan oleh instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan atau bandar udara.
b. TPS di pelabuhan atau bandar udara tempat pembongkaran:
  1. tidak tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang-barang konsolidasi, barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus; atau
  2. tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang-barang sebagaimana dimaksud pada angka 1, tetapi tingkat penggunaan kapasitas sama dengan atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi fasilitas;
c. barang impor dalam 1 (satu) master airway bill yang ditujukan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder) dan/atau penyelenggara pos yang berkedudukan TPS lain;
d. barang impor yang karena karakteristiknya memerlukan pelayanan segera (rush handling) yang akan dikeluarkan melalui TPS lain yang khusus disediakan untuk pelayanan segera;
e. barang impor dalam kantong pos yang akan diselesaikan kewajiban pabeannya melalui TPS lain yang khusus digunakan untuk layanan pos; atau
f. berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean dimungkinkan terjadi stagnasi atau terjadi keadaan darurat setelah mendapatkan masukan dari Pengusaha TPS.
(2) Pertimbangan kepala kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat berupa dilakukannya PLP ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean dengan pintu masuk dan pintu keluar yang digunakan secara bersama oleh seluruh TPS dalam Kawasan Pabean.
(3) PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal barang impor yang bersangkutan belum diajukan Pemberitahuan Pabean impor.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan atas PLP;
  1. barang impor dalam 1 (satu) master airway bill yang ditujukan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder) dan/atau penyelenggara pos yang berkedudukan pada TPS lain; atau
  2. barang impor dalam kantong pos yang akan diselesaikan kewajiban pabeannya melalui TPS lain yang khusus digunakan untuk layanan pos.
  3. berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean terjadi keadaan darurat setelah mendapatkan masukan dari Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f.
(5) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali PLP, kecuali dalam hal terjadi keadaan darurat.
(6) Selain pemindahan lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PLP dilakukan terhadap barang yang ditimbun di TPS yang keputusan mengenai penetapan sebagai TPS telah berakhir atau dicabut.



Pasal 20


(1) Pengusaha TPS Asal mengajukan permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean melalui pejabat yang menangani administrasi manifest dengan mencantumkan:
  1. alasan permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1);
  2. nama TPS Asal dan nama TPS Tujuan;
  3. keterangan atau data mengenai YOR atau SOR TPS Asal dan TPS Tujuan;
  4. nomor dan tanggal BC 1.1; dan
  5. nomor, ukuran, dan jumlah peti kemas atau jenis dan jumlah kemasan.
(2) Pengajuan permohonan PLP karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, dapat dilakukan oleh pengusaha TPS Tujuan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
(4) Dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan Sistem TPS Online, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam bentuk data elektronik.
(5) Contoh format surat permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 21


(1) Terhadap permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) atau ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP melakukan penelitian:
  1. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1); dan
  2. penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
(2) Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP atas nama Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(3) Persetujuan atau penolakan PLP dilakukan oleh SKP sepanjang penelitian elemen data pada permohonan dapat dilakukan oleh SKP.
(4) Dalam rangka optimalisasi pelayanan dan/atau pengawasan, Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP atas nama Kepala Kantor Pabean dapat menolak permohonan PLP atas barang impor dengan pertimbangan tertentu seperti kategori risiko importir, prasarana di TPS lain, dan risiko saat pemindahan barang.
(5) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. dicatat dalam lembar permohonan PLP, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk tulisan di atas formulir: atau
  2. diterbitkan respon melalui Sistem TPS Online, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk data elektronik.
(6) pabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifest tidak memutuskan persetujuan atau penolakan, permohonan PLP dianggap disetujui dan persetujuan tersebut:
  1. dicatat dalam lembar permohonan PLP, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk tulisan di atas formulir; atau
  2. diterbitkan respon melalui Sistem TPS Online, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk data elektronik.
(7) Tata cara pengajuan dan pelaksanaan PLP dengan permohonan dalam bentuk tulisan di atas formulir, dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Tata cara pengajuan dan pelaksanaan PLP dengan permohonan dalam bentuk data elektronik melalui system TPS online, dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  

Pasal 22


(1) Barang impor yang telah mendapat persetujuan untuk dilakukan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dapat diajukan permohonan pembatalan PLP oleh Pengusaha TPS dengan alasan barang impor telah diajukan Pemberitahuan Pabean impor sebelum dilakukan pemindahan barang.
(2) Pengajuan permohonan pembatalan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk seluruh kemasan atau peti kemas yang termasuk dalam 1 (satu) dokumen pengangkutan (bill of lading atau airway bill) atau pos manifest dari barang impor yang bersangkutan.
(3) Dalam hal barang impor dilakukan penegahan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penindakan dan penyidikan, persetujuan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dibatalkan.
(4) Contoh format surat Permohonan pembatalan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 23


(1) PLP dilakukan setelah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
(2) Terhadap barang impor yang dilakukan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean dengan cara pemasangan tanda pengaman dan/atau pengawalan.
(3) Petugas Bea dan Cukai yang melakukan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan PLP pada tanda pengaman.
(4) Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPS Asal dan TPS Tujuan memberikan catatan pengeluaran dan pemasukan barang impor pada lembar persetujuan PLP.
(5) Dalam hal TPS telah menerapkan Sistem Pintu Otomatis TPS:
  1. pengeluaran atau pemasukan barang dari atau ke TPS dilakukan tanpa diberikan catatan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan
  2. data-data pengeluaran atau pemasukan barang yang disampaikan melalui Sistem TPS Online dan hasil cetak Sistem Pintu Otomatis TPS menjadi bukti realisasi pengeluaran atau pemasukan barang.


Pasal 24


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penindakan dan penyidikan dapat melakukan pemeriksaan menggunakan alat pemindai terhadap barang impor yang telah diberikan persetujuan PLP dalam hal terdapat indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya dugaan pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penindakan dan penyidikan melakukan penegahan terhadap barang impor untuk pemeriksaan lebih lanjut.


Pasal 25


(1) Pengusaha TPS Asal menyelenggarakan pembukuan atas barang impor yang diberikan persetujuan PLP dan telah dikeluarkan dari TPS Asal.
(2) Pengusaha TPS Tujuan menyelenggarakan pembukuan atas barang impor yang diberikan persetujuan PLP dan telah selesai ditimbun di TPS Tujuan.
(3) Dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan Sistem TPS Online, pengusaha TPS Asal dan pengusaha TPS Tujuan menyampaikan realisasi pengeluaran dan pemasukan barang impor dari dan ke TPS dalam bentuk data elektronik melalui Sistem TPS Online.
(4) Dalam hal Kantor Pabean belum menerapkan Sistem TPS Online, pengusaha TPS Asal dan pengusaha TPS Tujuan menyampaikan laporan bulanan rekapitulasi PLP dalam bentuk tulisan di atas formulir kepada Kepala Kantor Pabean melalui Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifes paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(5) Dalam hal Pengusaha TPS Asal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) , permohonan PLP berikutnya dengan asal barang dari TPS yang bersangkutan tidak dilayani sampai dengan ketentuan tersebut dipenuhi.
(6) Dalam hal Pengusaha TPS Tujuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) , permohonan PLP dengan tujuan TPS yang bersangkutan tidak dilayani sampai dengan ketentuan tersebut dipenuhi.
(7) Contoh format laporan bulanan rekapitulasi PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 26


(1) Pengusaha TPS di pelabuhan tempat pembongkaran dapat melakukan PLP ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean dengan cara memberitahukan dalam bentuk data elektronik melalui SKP TPS Online.
(2) PLP ke TPS lain tanpa persetujuan dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
  1. barang yang akan dilakukan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean dan/atau pemeriksaan karantina; atau
  2. kondisi dan/atau alasan lainnya.
(3) Untuk dapat melakukan PLP ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pintu masuk dan pintu keluar Kawasan Pabean harus memenuhi persyaratan:
  1. digunakan secara bersama oleh seluruh TPS dalam Kawasan Pabean; dan
  2. telah menerapkan sistem pintu otomatis yang terintegrasi dengan sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di seluruh TPS.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat data:
  1. alasan dilakukan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. nomor dan tanggal surat pemberitahuan jalur merah (SPJM), dokumen pemindahan barang impor dari instansi kekarantinaan, atau dokumen dasar pemindahan lainnya;
  3. nama TPS Asal dan nama TPS Tujuan;
  4. nomor dan tanggal BC 1.1; dan
  5. nomor, ukuran, dan jumlah peti kemas.
(5) Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan data pengeluaran dan pemasukan barang secara real time ke SKP pada Kantor Pabean.


Pasal 27


(1) Dalam hal SKP TPS Online pada Kantor Pabean tidak berfungsi dan/atau mengalami gangguan selama lebih dari 1 (satu) jam kerja, permohonan PLP dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir.
(2) Pengusaha TPS merekam persetujuan PLP disertai catatan pengeluaran atau pemasukan barang, setelah SKP TPS Online sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi kembali.


Bagian Ketiga
Pemindahan dan Pengangkutan Barang Impor atau Barang
Ekspor Yang Diangkut Lanjut Ke dan Dari Kawasan Pabean Di
KPPT

Pasal 28

(1) Pengeluaran barang impor dengan tujuan akhir pengangkutan ke Pelabuhan di KPPT dilakukan oleh Pengangkut.
(2) Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan Outward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean di pelabuhan bongkar dalam kelompok barang impor diangkut lanjut.
(3) Atas Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian kesesuaian data dengan data Barang Impor yang akan diangkut lanjut dalam Inward Manifest yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi:
  1. nomor dokumen pengangkutan;
  2. nomor, ukuran dan jumlah peti kemas, apabila menggunakan peti kemas;
  3. pelabuhan Akhir; dan
  4. nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1 dan kelompok pos.
(4) Barang Impor dengan tujuan akhir pengangkutan ke Pelabuhan di KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan setelah SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Outward Manifest (BC 1.1).
(5) Outward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud ayat (4) merupakan persetujuan pengeluaran barang impor dengan tujuan akhir pengangkutan ke Pelabuhan di KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 29

(1) Pengeluaran barang ekspor dari Kawasan Pabean di KPPT untuk diangkut lanjut ke Kawasan Pabean di pelabuhan muat ekspor dilakukan oleh Pengangkut.
(2) Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan Outward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean di KPPT dalam kelompok barang ekspor yang dimuat di Kantor Pabean setempat.
(3) Atas Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian kesesuaian data dengan data Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), meliputi:
  1. nomor, ukuran dan jumlah peti kemas, apabila menggunakan peti kemas;
  2. nomor dan tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB); dan
  3. nama dan/atau NPWP Shipper/Eksportir.
(4) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kedapatan sesuai, SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Outward Manifest (BC 1.1).
(5) Outward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud ayat (4) merupakan persetujuan pengeluaran barang ekspor dengan tujuan akhir pengangkutan ke Kawasan Pabean di Pelabuhan Muat.
(6) Tata cara pengangkutan barang impor ke Kawasan Pabean di KPPT dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Tata cara pemberitahuan Inward Manifest dan Outward Manifest dalam rangka pengangkutan barang ekspor dari Kawasan Pabean di KPPT dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 30


(1) Atas pemindahan dan pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean tempat pelabuhan bongkar ke KPPT dan/atau barang ekspor dari KPPT ke Kawasan Pabean tempat Pelabuhan muat:
  1. dilakukan penyegelan dengan menggunakan tanda pengaman elektronik pada setiap peti kemas; dan
  2. diangkut dengan alat angkut yang telah terdaftar di KPPT.
(2) Bentuk dan jenis tanda pengaman elektronik dalam rangka penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disediakan oleh pengelola KPPT setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur menyelenggarakan fungsi Penindakan dan Penyidikan.
(3) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh:
  1. Pengelola KPPT; atau
  2. Pengusaha TPS atas permintaan Pengelola KPPT.
(4) Dalam hal pemindahan dan pengangkutan Barang Impor dan Barang Ekspor ke dan dari Kawasan Pabean di KPPT dilakukan melalui jalur udara atau laut:
  1. ketentuan penyegelan dengan menggunakan tanda pengaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan; dan
  2. penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dilakukan setelah Outward Manifest mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.


BAB IV
ANGKUT TERUS DAN ANGKUT LANJUT
DI KAWASAN BEBAS

Pasal 31


Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain di Kawasan Bebas:
a. untuk diangkut terus atau diangkut lanjut; dan
b. untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di Kawasan Bebas, Kawasan Bebas lainnya, atau tempat lain dalam Daerah Pabean,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan pembebasan cukai.


BAB V
PENGANGKUTAN BARANG ASAL DAERAH PABEAN
KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN
MELALUI LUAR DAERAH PABEAN

Pasal 32

(1) Barang asal dalam Daerah Pabean dapat diangkut ke tempat lain di dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean.
(2) Untuk dapat melakukan pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut atau pemilik barang mengajukan Pemberitahuan Pabean pengangkutan barang ke tempat lain di dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean kepada Kepala Kantor atau Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal.
(3) Terhadap barang asal dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. pemeriksaan fisik;
b. penyegelan terhadap:
1) peti kemas, apabila menggunakan peti kemas; atau
2) kemasan, apabila tidak menggunakan peti kemas; dan
c. pengawasan pemuatan.



Pasal 33


(1) Barang asal dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean di Kantor Pabean tujuan setelah pengangkut atau pemilik barang mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
  1. Berita Acara Pemeriksaan Fisik;
  2. Berita Acara Penyegelan; dan
  3. Berita Acara Pengawasan Pemuatan.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan penelitian administrasi; dan
  2. pemeriksaan fisik barang, dalam hal diperlukan.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
  1. terdapat kesesuaian, Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap; atau
  2. terdapat ketidaksesuaian, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit di Kantor Pabean yang menyelenggarakan fungsi di bidang pengawasan.
(5) Tata cara pengangkutan barang asal dalam daerah pabean ke tempat lain di dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 34


(1) Dalam hal sistem PDE dinyatakan tidak dapat beroperasi oleh Direktur yang menyelenggarakan fungsi di bidang informasi kepabeanan dan cukai, pelayanan angkut lanjut atau angkut terus dapat dilakukan dengan media penyimpan data elektronik.
(2) Dalam hal SKP pada Kantor Pabean belum tersedia atau mengalami gangguan paling singkat 1 (satu) jam, penyampaian:
a. pemberitahuan Inward Manifest;
b. pemberitahuan Outward Manifest,
c. Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya; dan
d. penyampaian PLP,
dapat dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir.


Pasal 35


Angkut terus atau angkut lanjut barang impor atau barang ekspor dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.

 

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku:
  1. Surat Persetujuan Pemindahan Dan Pengangkutan Barang Impor (SP3BI) dan/atau Surat Persetujuan Pemindahan Dan Pengangkutan Barang Ekspor (SP3BE) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dinyatakan tetap berlaku dan diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-05/BC/2011 tentang Tata Laksana Pemberitahuan Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut Dalam Rangka Pengangkutan Barang Impor dan Barang Ekspor Ke dan Dari Kawasan Pabean di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu;
  2. Nota Hasil Penelitian Manifest (NHPM) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-05/BC/2011 tentang Tata Laksana Pemberitahuan Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut Dalam Rangka Pengangkutan Barang Impor dan Barang Ekspor Ke dan Dari Kawasan Pabean di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu;
  3. Persetujuan dari Direktur yang menyelenggarakan fungsi Penindakan dan Penyidikan mengenai bentuk dan jenis segel atau tanda pengaman elektronik yang disediakan oleh KPPT dalam rangka penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), yang diberikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-05/BC/2011 tentang Tata Laksana Pemberitahuan Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut Dalam Rangka Pengangkutan Barang Impor dan Barang Ekspor Ke dan Dari Kawasan Pabean di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VII
PENUTUP

Pasal 37


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007;
2. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-25/BC/2007;
3. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2015 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara, Pemindahan Lokasi Penimbunan Barang di Tempat Penimbunan Sementara, dan Pengenaan Sanksi,; dan
4. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-05/BC/2011 tentang Tata Laksana Pemberitahuan Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut Dalam Rangka Pengangkutan Barang Impor dan Barang Ekspor Ke dan Dari Kawasan Pabean di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu,
sepanjang terkait dengan petunjuk pelaksanaan angkut terus atau angkut lanjut barang impor atau barang ekspor, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 
 

Pasal 38

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 08 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI