Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 23/PJ/2022

Kategori : PPN, Lainnya

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, Dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Dan/Atau Ke Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas


23 September 2022

 

SURAT EDARAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 23/PJ/2022
 
TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
173/PMK.03/2021 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PELUNASAN, DAN
PENGADMINISTRASIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI DAN/ATAU KE KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. Umum

Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan, kemudahan berusaha, serta tertib administrasi sehubungan dengan kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, telah diundangkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Peraturan Menteri Keuangan tersebut, mengatur perubahan signifikan mengenai prosedur penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, antara lain kewajiban untuk membuat Pemberitahuan Perolehan atau Pengeluaran Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak melalui Sistem Indonesia National Single Window sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak, pemberian Endorsement secara elektronik melalui sistem Direktorat Jenderal Pajak, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam proses pemberian Endorsement, dan pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan dalam rangka memastikan pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

Sehubungan dengan perubahan tersebut, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
   
B. Maksud dan Tujuan
  1. Maksud
    Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan pemberian dan pembatalan Endorsement, pemeriksaan fisik, dan pengawasan pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan, sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
  2. Tujuan
    Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman dan tertib administrasi dalam pelaksanaan pemberian dan pembatalan Endorsement, pemeriksaan fisik, dan pengawasan pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan, sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
  1. Endorsement atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh pengusaha di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean, pengusaha di Tempat Penimbunan Berikat, dan pelaku usaha di Kawasan Ekonomi Khusus kepada pengusaha di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
  2. pemeriksaan fisik dalam rangka pemberian fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak berwujud oleh pengusaha di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dari Pengusaha Kena Pajak di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean;
  3. pembatalan hasil Endorsement berdasarkan hasil pemeriksaan; dan
  4. pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan.
D. Dasar
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PMK-173/PMK.03/2021);
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2018 tentang Bentuk, Warna, Ukuran dan Pedoman Pelekatan dan/atau Pemasangan Tanda Pengaman sehubungan dengan Pemasukan Barang Asal Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang akan dilakukan Pemeriksaan Fisik.
E. Materi
  1. Pengertian
    1. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai.
    2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
    3. Kawasan Pabean adalah adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    4. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain KPBPB, tempat penimbunan berikat, dan kawasan ekonomi khusus.
    5. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
    6. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu
    7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
    8. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB.
    9. Pengusaha di KPBPB adalah pengusaha yang telah mendapatkan perizinan berusaha dari Badan Pengusahaan.
    10. Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
    11. Pemberitahuan Perolehan atau Pengeluaran Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disebut PPBJ adalah pemberitahuan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau pengeluaran/pemasukan Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB.
    12. Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena Pajak dari TLDDP ke KPBPB, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.
    13. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
    14. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    15. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    16. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

  2. Ketentuan Umum  
    1. Atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK kepada Pengusaha di KPBPB tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
    2. Pengusaha di KPBPB yang bermaksud memperoleh Barang Kena Pajak berwujud dari pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib membuat PPBJ melalui SINSW paling lama sebelum pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB.
    3. PPBJ sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi dasar bagi PKP di TLDDP, TPB, atau KEK untuk membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam huruf b, yang diisi dengan:
      1) nama Barang Kena Pajak berwujud sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya beserta kode Pos Tarif sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI);
      2) nomor PPBJ yang menjadi dasar pembuatan Faktur Pajak; dan
      3) keterangan "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 41 TAHUN 2021".
    4. Pengusaha di KPBPB yang bermaksud memperoleh Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dari pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK wajib membuat PPBJ melalui SINSW.
    5. PPBJ sebagaimana dimaksud dalam huruf d menjadi dasar bagi PKP di TLDDP, TPB, atau KEK untuk membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf d, yang diisi dengan:
      1) nama Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya;
      2) nomor PPBJ yang menjadi dasar pembuatan Faktur Pajak; dan
      3) keterangan "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 41 TAHUN 2021".
    6. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf e yang dibuat atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud, Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, dibuat menggunakan kode transaksi 07 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai Faktur Pajak.
    7. Satu Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f dibuat berdasarkan 1 (satu) PPBJ.
    8. Barang asal TLDDP, TPB, dan KEK dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke KPBPB setelah Pengusaha di KPBPB mendaftarkan Pemberitahuan Pabean ke kantor pabean, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
    9. Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK kepada Pengusaha di KPBPB diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sepanjang:
      1) pemasukan dilakukan melalui pelabuhan laut dan bandar udara yang ditunjuk; dan
      2) Barang Kena Pajak berwujud benar-benar telah masuk di KPBPB yang dibuktikan dengan pemberian Endorsement.
    10. Dalam hal:
      1) pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB tidak dilakukan melalui pelabuhan laut dan bandar udara yang ditunjuk; atau
      2) Endorsement tidak diberikan atau Endorsement dibatalkan,
      atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada huruf i tidak diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut dan Pengusaha di KPBPB wajib membayar PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud tersebut.
    11. Dalam hal terjadi gangguan pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak dan/atau keadaan kahar sehingga tidak memungkinkan untuk menjalankan prosedur kerja serta memenuhi jangka waktu penyelesaian sebagaimana mestinya, pelaksanaan pengawasan dan pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud, Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak oleh pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK kepada Pengusaha di KPBPB dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2017 tentang tata cara pemberian layanan administrasi dan penerbitan produk hukum perpajakan dalam hal terjadi gangguan pada sistem informasi dan/atau keadaan kahar.
    12. Gangguan pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf k merupakan suatu keadaan dimana sistem informasi pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya karena:
      1) terputusnya aliran listrik dan tidak terdapat sumber daya listrik cadangan (generator set);
      2) terputusnya jaringan komunikasi dan data; dan/atau
      3) tidak berfungsinya server data center.
    13. Keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam huruf k merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan diketahui secara luas, seperti perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran dan bencana alam.
    14. Penghimpunan data hasil output proses bisnis yang tercakup dalam ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini, dilakukan dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.

  3. Endorsement
    1. Endorsement dilakukan untuk meyakini bahwa Barang Kena Pajak berwujud benar-benar telah masuk ke KPBPB berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak berwujud tersebut.
    2. Proses pemberian Endorsement dilakukan secara elektronik dan otomatis melalui aplikasi e-Endorsement.
    3. Dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak Berwujud yang disyaratkan dalam rangka Endorsement yaitu:
      1) Pemberitahuan Pabean atas pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB yang telah didaftarkan pada kantor pabean;
      2) Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dan data tanggal realisasi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean; dan
      3) Faktur Pajak.
    4. Endorsement diberikan sepanjang dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf c telah lengkap dan tersedia dalam sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
    5. Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik, selain dokumen yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka dokumen laporan hasil pemeriksaan fisik juga diperlukan dalam proses pemberian Endorsement.
    6. Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik, selain memenuhi ketentuan pada huruf d maka Endorsement diberikan jika laporan hasil pemeriksaan fisik menyatakan bahwa Barang Kena Pajak berwujud yang diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
    7. Dalam hal sistem Endorsement secara elektronik belum tersedia, terdapat gangguan pada sistem aplikasi e-Endorsement, dan/atau terdapat keadaan kahar, Endorsement dilakukan secara manual.
    8. Kantor Pelayanan Pajak yang menyelesaikan Endorsement merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat terdaftar Pengusaha di KPBPB.
    9. Endorsement secara manual dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun surat permintaan daftar Pengusaha di KPBPB yang sudah mendapat SPPB dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
    10. Daftar Pengusaha di KPBPB yang sudah mendapat SPPB dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf i menjadi dasar bagi Kantor Pelayanan Pajak untuk menerbitkan surat permintaan kelengkapan data atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c dalam rangka pemberian Endorsement secara manual.
    11. Prosedur Endorsement atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud oleh pengusaha di TLDDP, pengusaha di TPB, dan pelaku usaha di KEK kepada Pengusaha di KPBPB tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
    12. Contoh format:
      1) surat permintaan daftar Pengusaha di KPBPB yang sudah mendapat SPPB dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf i tercantum dalam Lampiran huruf B;
      2) surat permintaan kelengkapan data atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf j tercantum dalam Lampiran huruf C,
      yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

  4. Pemeriksaan fisik
    1. Dalam rangka pemberian fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha di KPBPB dari PKP di TLDDP, Endorsement dapat disertai dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan:
      1) manajemen risiko;
      2) nota intelijen di bidang perpajakan; atau
      3) Nota Hasil Intelijen (NHI) di bidang kepabeanan dan cukai
    2. Manajemen risiko merupakan profil risiko yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak yang didasarkan atas data dan/atau informasi yang tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. Jenis data dan/atau informasi yang digunakan sebagai parameter penyusunan profil risiko tersebut antara lain:
      1) data historis penyandingan Faktur Pajak dengan kode 07 dengan Pemberitahuan Pabean (PPFTZ-03);
      2) penyandingan antara nilai pembelian yang dilaporkan Wajib Pajak di KPBPB dengan nilai pembelian berdasarkan data Faktur Pajak dan Pemberitahuan Impor Barang;
      3) transaksi Wajib Pajak pusat dan cabang;
      4) kepatuhan formal Wajib Pajak;
      5) frekuensi pemasukan barang;
      6) rekam jejak Wajib Pajak terkait kepatuhan di bidang kepabeanan dan cukai; dan
      7) tingkat risiko Wajib Pajak penjual.
    3. Parameter sebagaimana dimaksud dalam huruf b juga dapat berasal dari profil risiko yang dikelola oleh Badan Pengusahaan.
    4. Neta intelijen di bidang perpajakan merupakan lembar informasi intelijen perpajakan yang dihasilkan dari kegiatan intelijen yang dibuat oleh unit yang memiliki tugas dan fungsi intelijen di Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pusat DJP.
    5. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi KPBPB dapat berkoordinasi dengan Badan Pengusahaan untuk:
      1) memperoleh data dan/informasi berupa profil risiko yang dikelola oleh Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan meneruskannya ke Direktorat Data dan Informasi Perpajakan untuk penerapan manajemen risiko; dan
      2) melakukan tindakan penagihan terkait kewajiban pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak diberikan Endorsement berdasarkan hasil pemeriksaan fisik.
    6. Atas daftar Pengusaha di KPBPB yang berdasarkan manajemen risiko dapat dilakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pembahasan oleh Komite Kepatuhan Kantor Pelayanan Pajak terlebih dahulu untuk menentukan Pengusaha di KPBPB yang diusulkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk masuk ke jalur merah dengan memperhatikan beban kerja Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) terkait.
    7. Daftar Pengusaha di KPBPB yang merupakan hasil pembahasan Komite Kepatuhan Kantor Pelayanan Pajak dan/atau daftar Pengusaha di KPBPB yang masuk dalam nota intelijen di bidang perpajakan dijadikan dasar untuk penetapan jalur merah dalam pengeluaran barang oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui aplikasi e-Endorsement.
    8. Atas daftar Pengusaha di KPBPB yang berdasarkan manajemen risiko dapat dilakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pembaruan secara periodik dan terkomputerisasi melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
    9. Pembahasan oleh Komite Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada huruf f dilakukan secara periodik paling lambat setiap triwulan.
    10. Pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko dilakukan secara bersama oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemeriksaan fisik berdasarkan nota intelijen di bidang perpajakan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dapat meminta bantuan dari pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai tenaga ahli. Pemeriksaan fisik berdasarkan Nota Hasil Intelijen (NHI) di bidang kepabeanan dan cukai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    11. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi KPBPB dapat melibatkan tenaga ahli Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan tindakan penagihan terkait kewajiban pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak diberikan Endorsement berdasarkan hasil pemeriksaan fisik.
    12. Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai tata cara pemeriksaan tujuan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan, dengan melakukan pencocokan data dan/atau alat keterangan, yaitu dokumen Pemberitahuan Pabean (PPFTZ-03), Faktur Pajak, dan SPPB, dengan kondisi yang sebenarnya. Dalam hal diperlukan, Pemeriksa Pajak dapat memanfaatkan dokumen pendukung lainnya dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan fisik.
    13. UP2 yang melaksanakan pemeriksaan fisik dalam rangka pemberian fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB dari PKP di TLDDP adalah Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat terdaftar Pengusaha di KPBPB.
    14. Pemeriksaan fisik dilakukan dalam rangka meyakini kesesuaian jumlah dan jenis Barang Kena Pajak berwujud yang sedang diajukan untuk diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut dengan keadaan yang sebenarnya.
    15. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik menunjukan bahwa jumlah dan jenis barang dalam dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak berwujud beserta dokumen pendukungnya:
      1) telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Endorsement diberikan; atau
      2) tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Endorsement tidak diberikan.
    16. Dalam hal Endorsement tidak diberikan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan fisik yang menyatakan bahwa pemasukan Barang Kena Pajak berwujud ke KPBPB tidak sesuai dengan dokumen Pemberitahuan Pabean (PPFTZ-03), Faktur Pajak, SPPB, atau dokumen pendukung lainnya, atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud tersebut tidak diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.
    17. Pengusaha di KPBPB wajib membayar PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada huruf p. Pengusaha di KPBPB yang belum melunasi PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada huruf p dapat diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    18. Pemeriksaan fisik harus didokumentasikan dalam suatu Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), yang terdiri dari:
      1) Kertas Kerja Pemeriksaan Pencocokan Fisik Barang dengan Dokumen Endorsement; dan
      2) Kertas Kerja Pemeriksaan Dokumentasi Kegiatan Pemeriksaan Fisik.
    19. Pemeriksaan fisik harus dituangkan dalam:
      1) Berita Acara Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik yang berisi hari, tanggal, waktu, dan lokasi dilakukan pemeriksaan fisik; dan
      2) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang memuat hasil pemeriksaan fisik, simpulan, dan usulan.
    20. Prosedur pemeriksaan fisik dalam rangka pemberian fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha di KPBPB dari PKP di TLDDP tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
    21. Formulir berupa:
      1) Kertas Kerja Pemeriksaan Pencocokan Fisik Barang dengan Dokumen Endorsement sebagaimana dimaksud dalam huruf r angka 1) tercantum dalam Lampiran huruf E;
      2) Kertas Kerja Pemeriksaan Dokumentasi Kegiatan Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud dalam huruf r angka 2) tercantum dalam Lampiran huruf F;
      3) berita acara sebagaimana dimaksud dalam huruf s angka 1) tercantum dalam Lampiran huruf G;
      4) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagaimana dimaksud dalam huruf s angka 2) tercantum dalam Lampiran huruf H,
      yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

  5. Pembatalan Hasil Endorsement
    1. Endorsement yang diberikan dapat dibatalkan jika ditemukan ketidaksesuaian informasi dokumen Pemberitahuan Pabean (PPFTZ-03/PPFTZ-02), Faktur Pajak, dan/atau SPPB dengan keadaan yang sebenarnya berdasarkan hasil pemeriksaan.
    2. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan, yang antara lain memuat simpulan dan usulan
    3. Dalam hal hasil pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak di TLDDP, TPB, atau KEK terhadap PKP yang membuat Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud kepada Pengusaha di KPBPB menyimpulkan bahwa Faktur Pajak tidak memenuhi syarat material, maka:
      1) hasil pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak di TLDDP, TPB, atau KEK berupa alat keterangan atau informasi disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha di KPBPB terdaftar;
      2) alat keterangan atau informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, digunakan sebagai dasar usulan pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha di KPBPB terdaftar dan hasil pemeriksaannya dapat digunakan sebagai dasar untuk membatalkan Endorsement yang telah diberikan;
      3) terhadap PKP di TLDDP, TPB, atau KEK tidak dibebani tanggung jawab untuk memungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud kepada Pengusaha di KPBPB sepanjang Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 dibuat oleh PKP tersebut berdasarkan PPBJ; dan
      4) Kantor Pelayanan Pajak mengenakan sanksi administratif kepada PKP di TLDDP, TPB, atau KEK atas Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan material sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    4. Prosedur pembatalan hasil Endorsement berdasarkan hasil pemeriksaan tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
    5. Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan.

  6. Pengawasan atas Pemasukan atau Pengeluaran Barang Kena Pajak Berwujud yang Bukan Penyerahan
    1. Terhadap pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud yang bukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b, serta Pasal 18 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d PMK-173/PMK.03/2021, perlu dilakukan pengawasan.
    2. Pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud yang bukan penyerahan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha di KPBPB terdaftar.
    3. Pengawasan dilakukan atas kegiatan pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud yang bukan penyerahan, yang terdiri dari:
      1) pemasukan kembali ke KPBPB atas Barang Kena Pajak berwujud yang dikeluarkan untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dari KPBPB;
      2) pemasukan Barang Kena Pajak berwujud asal TLDDP, TPB, KEK, atau KPBPB lainnya ke KPBPB yang selanjutnya akan dikeluarkan kembali dari KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB;
      3) pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud asal luar Daerah Pabean untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dari KPBPB ke TLDDP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
      4) pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud asal luar Daerah Pabean dalam jangka waktu tertentu dari KPBPB ke TPB, KEK, atau KPBPB lainnya;
      5) pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud asal selain luar Daerah Pabean dalam jangka waktu tertentu dari KPBPB ke TLDDP, TPB, KEK, atau KPBPB lainnya;
      6) pengeluaran kembali dari KPBPB oleh Pengusaha di KPBPB atas Barang Kena Pajak berwujud asal TLDDP, TPB, KEK, atau KPBPB lainnya; dan
      7) jangka waktu pengeluaran barang untuk pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana disebutkan pada angka 1) sampai dengan angka 6) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
    4. Dalam hal jangka waktu pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam huruf c melewati jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, pemasukan atau pengeluaran tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
    5. Atas PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat himbauan kepada Pengusaha di KPBPB untuk melunasi PPN atau PPN dan PPnBM terutang.
    6. Prosedur pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Pajak yang bukan penyerahan tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
    7. Contoh format surat himbauan sebagaimana dimaksud dalam huruf e tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
F. Penutup
 
Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini:
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
  2. pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas agar berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 23 September 2022
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO