Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 6/BC/2023

Kategori : Lainnya

Petunjuk Teknis Monitoring Dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 6/BC/2023

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI TERHADAP

PENERIMA FASILITAS TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 64 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.04/2022 tentang Monitoring dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 216/PMK.04/2022 tentang Monitoring dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1365);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI TERHADAP PENERIMA FASILITAS TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  2. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  3. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
  4. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
  5. Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
  6. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan Kembali.
  7. Data Monitoring dan/atau Evaluasi Fasilitas TPB yang selanjutnya disebut Data Monev adalah dokumen kepabeanan dan/atau cukai dan dokumen lainnya antara lain berupa buku, catatan, laporan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan/atau surat yang berkaitan dengan fasilitas TPB.
  8. Penerima Fasilitas TPB adalah penyelenggara dan/atau pengusaha TPB yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai TPB.
  9. Monitoring adalah kegiatan pemantauan, pemeriksaan, dan/atau analisis terhadap aktivitas dan catatan serta pembukuan terhadap Penerima Fasilitas TPB dan/atau pihak lain yang berkaitan.
  10. Evaluasi adalah kegiatan penilaian kepatuhan dan/atau pengukuran efektivitas dari pemberian fasilitas TPB terhadap Penerima Fasilitas TPB.
  11. Pekerjaan Lapangan adalah pekerjaan dalam rangka Monitoring dan/atau Evaluasi yang dilakukan di lokasi Penerima Fasilitas TPB dan/atau lokasi lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Penerima Fasilitas TPB.
  12. Monitoring Elektronik (electronic-Monitoring) yang selanjutnya disebut e-Monitoring adalah pelaksanaan pemeriksaan sewaktu-waktu yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan Data Monev pada Sistem Komputer Pelayanan dna sumber lain.
  13. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  14. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
  15. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
  16. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.
  17. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
  18. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  19. Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang selanjutnya disebut IT Inventory adalah suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh Penerima Fasilitas TPB.
  20. Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut Kanwil adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  21. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat KPUBC adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  22. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.
  23. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  24. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  25. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.


BAB II
TANGGUNG JAWAB

KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 2


(1) Monitoring dan/atau Evaluasi TPB dilakukan oleh:
  1. Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
  2. Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
  3. Kepala Kanwil;
  4. Kepala KPUBC; dan/atau
  5. Kepala Kantor Pabean.
(2) Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka memastikan pemberian fasilitas kepabeanan dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
  1. periodik; dan/atau
  2. insidental.
(4) Monitoring secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan secara rutin sesuai tugas pokok dan fungsi.
(5) Monitoring yang dilakukan secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko.
(6) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Pasal 3


(1) Kantor Pabean sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya melaksanakan:
  1. Monitoring umum terkait:
    1. Pemantauan atas kegiatan operasional TPB;
    2. Analisis dan tindak lanjut atas data transaksional berdasarkan risk engine seperti sistem penjaluran dan sistem Transaksi tidak biasa;
  2. Monitoring khusus TPB; dan
  3. Evaluasi mikro TPB.
(2) KPUBC sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya melaksanakan:
  1. Monitoring umum TPB terkait:
    1. Pemantauan atas kegiatan operasional TPB;
    2. Analisa dan tindak lanjut atas data berdasarkan risk engine seperti sistem penjaluran dan sistem transaksi tidak biasa;
  2. Monitoring khusus TPB; dan
  3. Evaluasi makro TPB secara regional.
(3) Kanwil sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya melaksanakan:
  1. Monitoring khusus TPB; dan
  2. Evaluasi makro TPB secara regional.
(4) Direktorat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan melaksanakan:
  1. Monitoring khusus TPB; dan
  2. Evaluasi makro TPB secara nasional.
(5) Direktorat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai melaksanakan Monitoring khusus TPB.


BAB III
MONITORING TPB

Bagian Kesatu
Jenis Monitoring TPB

Pasal 4


Monitoring TPB meliputi:
  1. Monitoring umum;
  2. Monitoring khusus; dan
  3. Monitoring mandiri.

 

Bagian Kedua
Monitoring Umum

Pasal 5


(1) Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan kegiatan Monitoring yang dilakukan terhadap kesesuaian pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Penerima Fasilitas TPB.
(2) Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kesesuaian atas pemenuhan ketentuan:
  1. persyaratan dan kriteria perizinan fasilitas TPB;
  2. prosedur pemasukan dan pengeluaran barang yang mendapat fasilitas TPB secara fisik dan administratif;
  3. prosedur pembongkaran, penimbunan, pengolahan, pencatatan, dan kegiatan Penerima Fasilitas TPB yang terkait dengan fasilitas TPB;
  4. existence, responsibility, nature of business, and auditability (ERNA);
  5. IT Inventory;
  6. closed circuit television (CCTV); dan/atau
  7. prosedur lain sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai TPB.


Pasal 6


(1) Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan secara:
  1. periodik; atau
  2. insidental.
(2) Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk setiap Penerima Fasilitas TPB bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap Penerima Fasilitas TPB.
(3) Kewajiban melaksanakan Monitoring umum kepada setiap Penerima Fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap Penerima Fasilitas TPB yang ditetapkan sebagai penyelenggara Penerima Fasilitas TPB.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku untuk penyelenggara yang sekaligus juga bertindak sebagai pengusaha Penerima Fasilitas TPB.
(5) Pelaksanaan Monitoring umum secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan pertimbangan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean berdasarkan manajemen risiko.
(6) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Data Monev dan/atau informasi lainnya yang diperoleh dari:
  1. SKP; 
  2. IT Inventory;
  3. closed Circuit television (CCTV);
  4. data transaksi tidak biasa (trantib);
  5. data perizinan; dan/atau
  6. sumber informasi lain.
(8) Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dengan menugaskan:
  1. unit pelayanan kepabeanan dan cukai yang bertugas melakukan pelayanan dan pengawasan di TPB termasuk TPB yang mempunyai layanan mandiri; dan
  2. unit pengawasan yang bertugas mengawasi IT Inventory dan/atau closed circuit television (CCTV) melalui ruang kendali (monitoring room),
    1. sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai uraian jabatan.
(9) Monitoring umum TPB yang dilaksanakan oleh unit pelayanan kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam:
  1. Lampiran I huruf A butir 1; atau
  2. Lampiran I huruf A butir 2, dalam hal dilakukan terhadap TPB yang melakukan pelayanan mandiri,
    1. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Monitoring umum TPB yang dilaksanakan oleh unit pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A butir 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dapat menambahkan daftar pertanyaan dalam pedoman Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan (10) berdasarkan kondisi dan karakteristik masing-masing kantor.
(12) Penambahan daftar pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dengan memperhatikan kebutuhan dan kemudahan.


Pasal 7


(1) Hasil pelaksanaan Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) dituangkan dalam laporan Monitoring umum TPB.
(2) Laporan Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melalui unit terkait setiap:
  1. 1 (satu) bulan sekali atas pelaksanaan pada bulan berjalan yang dilaporkan paling lambat setiap tanggal 5 bulan berikutnya, dalam hal Monitoring umum dilaksanakan oleh Pejabat Bea dan Cukai unit pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf a; 
  2. adanya informasi yang perlu ditindaklanjuti, dalam hal Monitoring umum TPB dilaksanakan oleh Pejabat Bea dan Cukai unit pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf b; dan
  3. dilaksanakannya Monitoring umum secara insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b.
(3) Laporan Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean sebagai dasar:
  1. konfirmasi kepada Penerima Fasilitas TPB untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. penerbitan rekomendasi surat tugas pelaksanaan Monitoring khusus TPB;
  3. penerbitan rekomendasi tidak dilayaninya akses SKP atas pemasukan barang dengan fasilitas TPB;
  4. penerbitan rekomendasi pelaksanaan evaluasi dampak ekonomi secara mikro;
  5. penerbitan rekomendasi pembekuan terhadap izin TPB; dan/atau
  6. penerbitan rekomendasi lain.
(4) Laporan Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A butir 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Monitoring Khusus

Paragraf 1
Umum

Pasal 8


(1) Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan kegiatan Monitoring dengan tujuan khusus tertentu yang dilakukan oleh:
  1. Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
  2. Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
  3. Kepala Kanwil;
  4. Kepala KPUBC; dan/atau
  5. Kepala Kantor Pabean.
(2) Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada avat (11 meliputi:
  1. pemeriksaan sewaktu-waktu;
  2. pemeriksaan sederhana; dan/atau
  3. penelitian mendalam.
(3) Sumber data pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. Data Monev; 
  2. informasi dari hasil Monitoring umum yang dilakukan masing-masing unit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi;
  3. informasi dari pihak eksternal terutama terkait dengan pelanggaran di bidang fasilitas kepabeanan; dan/atau
  4. data terkait lain.
(4) Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara insidental berdasarkan:
  1. hasil rekomendasi Monitoring umum;
  2. rekomendasi lain dari internal dan/atau eksternal; dan/atau
  3. informasi lain,
    1. dengan mempertimbangkan manajemen risiko.
(5) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Monitoring khusus yang dilakukan oleh Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terkait dengan efektifitas pemberian fasilitas kepabeanan.
(7) Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B butir 1 dan dilaporkan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B butir 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 9


(1) Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim Monitoring khusus berdasarkan surat tugas yang ditandatangani oleh:
  1. Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
  2. Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
  3. Kepala Kanwil;
  4. Kepala KPUBC; atau
  5. Kepala Kantor Pabean.
(2) Dalam melaksanakan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dapat membentuk tim Monitoring khusus.
(3) Tim Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas pejabat dan/atau pegawai bea dan cukai pada:
  1. unit pelayanan kepabeanan dan cukai di Kanwil, KPUBC, dan/atau Kantor Pabean;
  2. unit pengawasan di Kanwil, KPUBC, dan/atau Kantor Pabean; dan/atau
  3. unit lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal atau Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan/atau di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean.
(4) Surat tugas Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
(5) Dalam hal Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum selesai, surat tugas Monitoring khusus TPB dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(6) Perpanjangan surat tugas Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan kepada penerbit surat tugas paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum surat tugas Monitoring khusus TPB berakhir.
(7) Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d dan e, dilaksanakan oleh KPUBC atau Kantor Pabean minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk paling sedikit 1 (satu) Penerima Fasilitas TPB di bawah pengawasannya.
(8) Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilakukan dengan mempertimbangkan manajemen risiko.
(9) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan ruang kendali (monitoring room).
(11) Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6):
  1. ditembuskan kepada Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai;
  2. ditembuskan kepada Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean terkait dalam hal Monitoring khusus merupakan tindak lanjut dari, rekomendasi Monitoring khusus yang dilakukan oleh Kepala Kanwil. Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean; dan
  3. disusun sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C butir 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 10


(1) Tim Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus membuat laporan Monitoring khusus TPB kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Monitoring khusus TPB selesai dilaksanakan.
(2) Laporan Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
  1. asistensi atau pembinaan terhadap Penerima Fasilitas TPB;
  2. penerbitan rekomendasi penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi. administrasi berupa denda;
  3. penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda;
  4. penerbitan rekomendasi pembekuan izin TPB;
  5. penerbitan rekomendasi pencabutan izin TPB;
  6. penerbitan rekomendasi penelitian kepada unit pengawasan;
  7. penerbitan rekomendasi dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  8. penerbitan rekomendasi perubahan Data Monev pada SKP;
  9. penerbitan rekomendasi dilakukan Monitoring khusus oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC dan/atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi objek Monitoring khusus lain; dan/atau
  10. penerbitan rekomendasi lain.
(3) Penerbitan rekomendasi penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
  1. penerbitan rekomendasi kepada Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC atau Kantor Pabean yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk menerbitkan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean, dalam hal terdapat temuan tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean; dan/atau
  2. penerbitan rekomendasi kepada Kepala Kanwil atau Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai untuk melakukan penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan, dalam hal terdapat temuan tarif dan/atau nilai pabean yang melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean.
(4) Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan pabean dan/atau surat penetapan sanksi administrasi sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Laporan Monitoring khusus yang digunakan sebagai dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i digunakan dalam hal diperlukan pendalaman terhadap objek Monitoring khusus yang berada di luar wilayah pengawasan penerbit surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(6) Laporan Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. ditembuskan kepada Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
  2. ditembuskan kepada Kepala Kanwil, KPUBC dan/atau Kantor Pabean terkait dalam hal diperlukan pendalaman terhadap objek Monitoring khusus yang berada di luar wilayah pengawasan penerbit surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan
  3. disusun menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C butir 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 11


(1) Dalam hal pelaksanaan rekomendasi berupa penerbitan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a dan b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
    1. nilai pabean dan klasifikasi:
      a) yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB; atau
      b) hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai dalam hal terdapat penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas nilai pabean dan/atau tarif;
    2. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean untuk dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB;
  2. PDRI dihitung berdasarkan:
    1. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB; dan
    2. tarif pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan; dan
  3. nilai dasar perhitungan Bea Masuk menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri pada saat pemberitahuan pabean untuk dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB.
(2) Dalam hal diterbitkan surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
    1. nilai barang identik pada pemberitahuan pabean terakhir dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPB; dan 
    2. pembebanan yang berlaku atas pemberitahuan pabean saat laporan Monitoring khusus diterbitkan;
  2. PDRI dihitung berdasarkan:
    1. nilai impor pada pemberitahuan pabean terakhir pada saat barang impor dimasukkan ke TPB; dan
    2. tarif yang berlaku pada saat laporan Monitoring khusus diterbitkan; dan
  3. nilai dasar perhitungan Bea Masuk menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri pada saat laporan Monitoring khusus diterbitkan.


Paragraf 2
Pemeriksaan Sewaktu-waktu

Pasal 12


(1) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a merupakan pemeriksaan dalam rangka memastikan kepatuhan atas kebenaran pemberitahuan pabean, pemberitahuan Cukai, dan persyaratan yang terkait dengan perizinan TPB atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
  1. kesesuaian pemberitahuan jumlah dan jenis barang yang mendapat fasilitas TPB;
  2. kesesuaian pemberitahuan klasifikasi dan pembebanan tarif atas barang yang mendapat fasilitas TPB;
  3. kesesuaian pemberitahuan nilai pabean barang atas barang yang mendapat fasilitas TPB;
  4. pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan atas barang yang mendapat fasilitas TPB;
  5. kesesuaian pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan penimbunan pada TPB;
  6. kepatuhan IT Inventory, dan/atau
  7. kesesuaian data terkait perizinan TPB.
(3) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
  1. Penerima Fasilitas TPB;
  2. importir di Pusat Logistik Berikat;
  3. eksportir di Pusat Logistik Berikat;
  4. tujuan distribusi Gudang Berikat;
  5. bursa berjangka dan/atau pasar lelang komoditas di Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  6. penyedia platform e-commerce di Pusat Logistik Berikat.
(4) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui:
  1. e-Monitoring; dan/atau
  2. Pekerjaan Lapangan.
(5) Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa:
  1. pemeriksaan fisik barang; dan/atau 
  2. pengambilan contoh barang (sampel) untuk dilakukan pengujian laboratoris.
(6) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Dalam hal dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan d, harus melibatkan Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC atau Kantor Pabean yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk menerbitkan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean.


Pasal 13


(1) e-Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a meliputi pemeriksaan terhadap:
  1. keandalan sistem pengendalian internal (SPI) IT Inventory Penerima Fasilitas TPB;
  2. kesesuaian jumlah dan validitas dokumen antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory;
  3. kesesuaian jumlah barang per dokumen antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory;
  4. kesesuaian waktu pencatatan pemasukan barang antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory; dan/atau
  5. uji lain yang ditetapkan berdasarkan manajemen risiko.
(2) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Dalam pelaksanaan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean:
  1. menentukan periode waktu pemeriksaan berdasarkan tanggal daftar dokumen kepabeanan;
  2. mengunduh data pada SKP sesuai periode waktu pemeriksaan;
  3. memeriksa validitas akses IT Inventory Penerima Fasilitas TPB;
  4. mengunduh data IT Inventory Penerima Fasilitas TPB;
  5. melakukan cleansing data pada IT Inventory untuk disesuaikan dengan data pada SKP; dan
  6. melakukan pengujian data sesuai ayat (1).
(4) Periode waktu pemeriksaan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun terakhir dari tanggal pelaksanaan e-Monitoring.
(5) Hasil pengolahan data e-Monitoring dapat digunakan sebagai: 
  1. alat analisis yang dilaporkan kepada Kepala Kantor Pabean sebagai basis data (database) peta risiko pengawasan di TPB; atau
  2. sumber data untuk pelaksanaan Monitoring khusus lain.
(6) e-Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a, dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E butir 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Laporan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E butir 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 14


(1) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf a dilakukan dengan:
  1. tingkat pemeriksaan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
  2. didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
(2) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf b dilakukan dengan:
  1. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
(4) Dalam hal pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
(5) Hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara.
(6) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F dan huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 15


(1) Pengujian laboratoris terhadap contoh barang (sampel) yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf b dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal pengujian laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean, dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain.
(3) Atas barang yang dilakukan pengujian laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terhadap seluruh barang yang diberitahukan dalam 1 (satu) pemberitahuan pabean yang sama, tidak dapat dikeluarkan dari TPB sampai dengan hasil uji laboratorium diterima oleh Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean.
(4) Dalam hal diperlukan, Penerima Fasilitas TPB dapat mengeluarkan barang yang sedang diuji laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setelah mendapat persetujuan dari Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean.
(5) Pengambilan sampel untuk pengujian laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur. Jenderal ini.


Pasal 16


(1) Untuk mendapatkan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), Penerima Fasilitas TPB mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean secara tertulis menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Monitoring dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas TPB.
(2) Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
(4) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Format persetujuan atau penolakan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini 


Paragraf 3
Pemeriksaan Sederhana

Pasal 17


(1) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Penerima Fasilitas TPB atas pertanggungjawaban bahan dan/atau barang yang seharusnya berada di TPB berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
  1. nilai Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan PPN atau PPN dan PPnBM atas saldo bahan dan/atau barang yang mendapat fasilitas TPB;
  2. kewajaran jumlah pemakaian bahan baku dan bahan penolong yang mendapat fasilitas TPB serta pengujian konversi yang disusun oleh Penerima Fasilitas TPB;
  3. kesesuaian antara pencatatan barang yang mendapat fasilitas TPB dalam IT Inventory dengan persediaan fisik barang yang mendapat fasilitas TPB; dan/atau
  4. kesesuaian serta ketertelusuran (traceability) atas bahan dan/atau barang yang dilakukan subkontrak kepada penerima subkontrak.
(3) Dalam hal izin TPB akan dicabut, terhadap Penerima Fasilitas TPB tersebut dilakukan pemeriksaan sederhana oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(4) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
  1. Penerima Fasilitas TPB;
  2. bursa berjangka dan/atau pasar lelang komoditas di Pusat Logistik Berikat;
  3. penyedia platform e-commerce di Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  4. penerima subkontrak atau pengeluaran sementara dari TPB ke tempat lain dalam daerah pabean atas kegiatan subkontrak yang diterima dari Penerima Fasilitas TPB.
(5) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
(6) Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa pencacahan barang.
(7) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada aYat (1) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 18


(1) Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) dilakukan dengan:
a. tingkat pencacahan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
b. didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB. 
(2) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Dalam hal pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
(4) Hasil pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
(5) Berita acara pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Paragraf 4
Penelitian Mendalam

Pasal 19


(1) Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c merupakan analisis atas data yang diperoleh berdasarkan informasi yang berasal dari kegiatan Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas TPB yang perlu ditindaklanjuti guna diolah lebih lanjut sebagai bahan pengambilan keputusan.
(2) Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. analisis atas hasil Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai informasi indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas TPB; dan/atau
  2. analisis dan kegiatan lainnya.
(3) Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
  1. Penerima Fasilitas TPB;
  2. importir di Pusat Logistik Berikat;
  3. eksportir di Pusat Logistik Berikat;
  4. bursa berjangka dan/atau pasar lelang komoditas di Pusat Logistik Berikat;
  5. penyedia platform e-commerce di Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  6. penerima subkontrak dan pengeluaran sementara dari TPB ke tempat lain dalam daerah pabean.
(4) Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
(5) Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
  1. pencacahan barang;
  2. pemeriksaan fisik barang;
  3. penyegelan barang. 
  4. pemeriksaan hasil rekaman closed circuit television (CCTV) atas kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang;
  5. pemeriksaan pencatatan dan pembukuan; dan/atau
  6. pelacakan segel elektronik (tracking e-seal) dan perbandingan data berat kontainer di pelabuhan muat atau bongkar.
(6) Kegiatan penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 20


(1) Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 19 ayat (5) huruf a dan/atau pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) huruf b dilakukan dengan:
  1. tingkat pencacahan dan/atau pemeriksaan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
  2. didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
(2) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Dalam hal pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
(4) Hasil pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
(5) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf J dan huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Monitoring Mandiri

Pasal 21


(1) Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan Monitoring yang dilakukan secara mandiri oleh Penerima Fasilitas TPB sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pelaporan atas fasilitas TPB yang diterima.
(2) Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
  1. kesesuaian antara persediaan barang dalam sistem pencatatan persediaan barang perusahaan dengan pencatatan persediaan pada IT Inventory;
  2. kesesuaian antara pemberitahuan pabean dengan pencatatan persediaan pada IT Inventory, dan/atau 
  3. hal-hal lain yang menurut pertimbangan penanggung jawab Penerima Fasilitas TPB perlu dilaporkan sebagai bentuk koreksi, penyampaian informasi prestasi kinerja, dan/atau hambatan Penerima Fasilitas TPB.
(3) Pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling banyak 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L butir 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 22


(1) Pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diberikan kepada Penerima Fasilitas TPB secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(2) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. telah berstatus sebagai operator ekonomi bersertifikat atau  Authorized Economic Operator (AEO);
  2. telah ditetapkan sebagai Kawasan Berikat mandiri;
  3. mendapatkan rekomendasi dari:
    1) auditor pada direktorat yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai atau Kanwil; atau
    2) pejabat di lingkungan KPUBC atau Kantor Pabean yang memiliki sertifikasi dan kualifikasi sebagai auditor atas uji penilaian sistem pengendalian internal (SPI) Penerima Fasilitas TPB; dan/atau
  4. memiliki kategori layanan hijau dengan komponen rekam jejak minimal 80 (delapan puluh)
(3) Kepala KPUBC atau Kantor Pabean menetapkan pemberian izin Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Penerima Fasilitas TPB setelah dipenuhinya ketentuan yang telah ditetapkan.
(4) Untuk mendapatkan rekomendasi dari auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dilakukan dengan cara:
  1. hasil pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai yang menyatakan bahwa sistem pengendalian internal (SPI) perusahaan telah baik; atau
  2. mengajukan pengujian sistem pengendalian internal (SPI) Penerima Fasilitas TPB kepada auditor pada direktorat yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai atau Kanwil atau pejabat di lingkungan KPUBC dan Kantor Pabean yang memiliki sertifikasi dan kualifikasi sebagai auditor.
(5) Kegiatan pengujian sistem pengendalian internal (SPI) Penerima Fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L butir 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Untuk mendapatkan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean mengajukan permohonan kepada Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L butir 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan menyampaikan jawaban paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterima.
(8) Jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L butir 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 23


(1) Untuk dapat melakukan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Penerima Fasilitas TPB mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Monitoring dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas TPB.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
  1. dilampiri dengan nama anggota tim Monitoring mandiri; dan
  2. dicantumkan jangka waktu pelaksanaan Monitoring mandiri.
(3) Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.
(4) Persetujuan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal surat persetujuan.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dicabut:
  1. berdasarkan permohonan perusahaan; atau
  2. dengan keputusan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean berdasarkan hasil evaluasi Monitoring mandiri.
(6) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L butir 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 


Pasal 24


(1) Hasil pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring mandiri dengan menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas TPB.
(2) Laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lama lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dilampiri dengan bukti pendukung yang relevan.
(3) Dalam hal Penerima Fasilitas TPB mengalami kendala dalam pelaksanaan Monitoring mandiri, Penerima Fasilitas TPB dapat meminta asistensi kepada Kepala KPUBC dan/atau Kepala Kantor Pabean.


Pasal 25


(1) Atas penyampaian laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak laporan hasil pelaksanaan Monitoring mandiri diterima lengkap.
(2) Dalam hal diperlukan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dapat meminta Penerima Fasilitas TPB untuk memaparkan dan menjelaskan Laporan Monitoring Mandiri.
(3) Keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. menyetujui;
  2. menyetujui sebagian; atau
  3. menolak seluruhnya.
(4) Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menyetujui sebagian atau menolak seluruhnya atas Laporan Monitoring mandiri dalam hal:
  1. hasil penelitian menunjukkan Data Monev dan informasi yang disampaikan dalam laporan Monitoring mandiri tidak sesuai;
  2. terdapat indikasi manipulasi Data Monev; dan/atau
  3. kesalahan yang dilaporkan dalam Monitoring. mandiri tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L butir 6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 26


(1) Laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar: 
  1. penyesuaian Data Monev pada SKP dan/atau IT Inventory;
  2. perbaikan pemenuhan persyaratan TPB;
  3. penerbitan penagihan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI serta sanksi administrasi berupa denda; dan/atau
  4. penerbitan rekomendasi pelaksanaan Monitoring khusus dalam hal hasil Monitoring mandiri perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
(2) Dalam hal dalam laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) ditemukan adanya selisih kurang barang yang seharusnya berada di TPB, terhadap barang yang seharusnya berada di TPB:
  1. musnah tanpa sengaja, atas selisih kurang tersebut:
    1. tidak ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI; dan
    2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory.
  2. dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih kurang bukan karena kelalaian, dan kesengajaan, serta tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih kurang tersebut:
    1. ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda; dan
    2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; dan/atau
  3. tidak dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih kurang tersebut karena kelalaian, kesengajaan, dan/atau terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih kurang tersebut:
    1. ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda;
    2. terhadap barang kena Cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai;
    3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; dan/atau
    4. dilakukan penelitian atas dugaan adanya tindak pidana.
(3) Dalam hal dalam laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) ditemukan adanya selisih lebih barang yang seharusnya berada di TPB, atas selisih lebih tersebut:
  1. dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih lebih bukan karena kelalaian, dan kesengajaan, serta tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih lebih tersebut dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; atau
  2. tidak dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih lebih tersebut karena kelalaian, kesengajaan, dan/atau terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih lebih tersebut dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selisih kurang barang yang seharusnya berada di TPB yang musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan selisih kurang yang terjadi akibat:
  1. penguapan atau penyusutan wajar karena perubahan suhu, kelembaban udara, dan/atau sejenisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  2. keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan keterangan dari:
    1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam hal terjadi bencana alam;
    2. Kepolisian Negara Republik Indonesia minimal setingkat Kepolisian Resor, dalam hal terjadi huru-hara, kebakaran, dan/atau kecelakaan darat yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terjadi diluar kemampuannya; atau
    3. Komite Nasional Keselamatan Transportasi, dalam hal kecelakaan laut atau udara.
(5) Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan pabean dan/atau surat penetapan sanksi administrasi sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf b angka 1, dan ayat (2) huruf c angka 1 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perhitungan Bea Masuk, PDRI dan nilai dasar perhitungan Bea Masuk sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).


BAB IV
EVALUASI TPB

Bagian Kesatu
Jenis Evaluasi

Pasal 27


Evaluasi TPB meliputi:
  1. Evaluasi mikro; dan
  2. Evaluasi makro.


Bagian Kedua
Evaluasi Mikro

Pasal 28


(1) Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a merupakan Evaluasi yang dilaksanakan secara periodik oleh Kepala Kantor Pabean terhadap kelayakan pemberian fasilitas TPB kepada Penerima Fasilitas TPB. 
(2) Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pabean dengan membentuk tim Evaluasi mikro TPB berdasarkan surat keputusan Kepala Kantor Pabean.
(3) Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali atas periode penilaian bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan atas periode penilaian bulan Juli sampai dengan Desember pada tahun berjalan.
(4) Tim Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas Pejabat Bea dan Cukai pada:
  1. unit pelayanan kepabeanan dan cukai;
  2. unit pengawasan; dan/atau
  3. unit lain dengan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(5) Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi analisis atas:
  1. hasil Monitoring umum, hasil Monitoring khusus, dan/atau laporan Monitoring mandiri;
  2. rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
  3. rekomendasi atau permintaan untuk melakukan evaluasi dari aparat pemeriksa fungsional;
  4. tingkat partisipasi Penerima Fasilitas TPB dalam program Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. capaian kinerja setiap Penerima Fasilitas TPB;
  6. capaian kinerja setiap fasilitas TPB di wilayah pengawasan;
  7. laporan keuangan Penerima Fasilitas TPB; dan/atau
  8. informasi lain, seperti profil layanan TPB.

 

Pasal 29


(1) Tim Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) menyampaikan laporan Evaluasi mikro TPB kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Laporan Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan Kepala Kantor Pabean sebagai dasar:
  1. pelaksanaan asistensi dan/atau pembinaan Penerima Fasilitas TPB;
  2. tidak dilayaninya akses SKP atas pemasukan barang dengan fasilitas TPB;
  3. rekomendasi pembekuan izin TPB;
  4. rekomendasi pencabutan izin TPB;
  5. rekomendasi perubahan dan/atau penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. pemberian penghargaan kepada Penerima Fasilitas TPB;
  7. pemberian penilaian untuk pemutakhiran kategori layanan TPB;
  8. penetapan pola pelayanan dan pengawasan TPB;
  9. rekomendasi penelitian kepada unit pengawasan; dan/atau
  10. rekomendasi audit kepabeanan dan/atau Cukai.
(3) Kepala Kantor Pabean menyampaikan hasil Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kepala Kanwil pada bulan Juli tahun berjalan dan pada bulan Januari tahun berikutnya.
(4) Laporan Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Evaluasi Makro TPB Pada Kanwil atau KPUBC

Pasal 30


(1) Evaluasi makro TPB pada Kanwil atau KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas TPB yang dilaksanakan oleh Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
(2) Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC dengan membentuk tim Evaluasi makro TPB berdasarkan surat keputusan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
(3) Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali atas periode penilaian bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan atas periode penilaian bulan Juli sampai dengan Desember pada tahun berjalan.


Pasal 31


(1) Evaluasi makro TPB yang dilakukan oleh Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) meliputi analisis atas:
  1. laporan hasil Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2);
  2. rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
  3. rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
  4. efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-perundangan mengenai TPB;
  5. dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB di wilayah pengawasannya; dan/atau
  6. analisis atas informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
(2) Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB.
(3) Laporan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagai dasar:
  1. usulan perubahan atau perbaikan kebijakan terkait TPB;
  2. hasil pengukuran dampak ekonomi di wilayah pengawasannya; dan/atau
  3. hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan. pengawasan TPB di wilayah pengawasannya. 
(4) Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disampaikan bersamaan dengan penyampaian Evaluasi makro TPB yang dilaporkan pada bulan Agustus.
(5) Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan melalui koordinasi dengan Kantor Pabean untuk memberikan kuesioner kepada perusahaan yang mendapat fasilitas TPB yang berada di bawah pengawasannya dengan menggunakan pedoman dan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf N butir 1 dan butir 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Atas laporan Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPUBC atau Kepala Kanwil menyampaikan hasil Evaluasi makro TPB kepada Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan pada bulan Agustus tahun berjalan dan pada bulan Februari tahun berikutnya.
(7) Laporan Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf O butir 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Evaluasi Makro TPB pada Direktorat yang Mempunyai Tugas
Pokok dan Fungsi di Bidang Fasilitas Kepabeanan

Pasal 32


(1) Evaluasi makro TPB pada Direktorat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas TPB secara nasional yang dilaksanakan oleh tim Evaluasi makro TPB.
(2) Tim Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berdasarkan surat keputusan Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
(3) Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali atas periode penilaian bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
(4) Evaluasi makro TPB yang dilakukan Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan meliputi analisis atas:
  1. laporan hasil Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2);
  2. rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
  3. rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
  4. hasil evaluasi dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk; 
  5. dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB secara nasional;
  6. efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai TPB secara nasional; dan/atau
  7. informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
(5) Dalam penyusunan dan pelaksanaan dampak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan melakukan kegiatan meliputi:
  1. perencanaan dan penyusunan anggaran kegiatan;
  2. penyiapan kuesioner dampak ekonomi;
  3. koordinasi dengan Kanwil, KPUBC, dan Kantor Pabean terkait penyampaian dan pengumpulan data kuesioner kepada Penerima Fasilitas TPB; dan/atau
  4. koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait dalam hal pengolahan, pelaporan, dan/atau publikasi data dampak ekonomi.


Pasal 33


(1) Tim Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) menyampaikan laporan Evaluasi makro TPB kepada Direktur Jenderal pada bulan Maret tahun berjalan.
(2) Tindak lanjut dari Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) dapat berupa:
  1. capaian kinerja Penerima Fasilitas TPB secara nasional;
  2. laporan kepatuhan Penerima Fasilitas TPB secara nasional;
  3. efektivitas implementasi kebijakan di bidang fasilitas kepabeanan;
  4. publikasi hasil dampak ekonomi pemberian fasilitas TPB;
  5. rekomendasi penyempurnaan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  6. rekomendasi lain, seperti perbaikan persyaratan profiling TPB.
(3) Laporan Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf O butir 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB V
KEPATUHAN PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 34


(1) Dalam rangka pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean dapat:
  1. meminta Data Monev;
  2. meminta dokumen laporan keuangan, Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan;
  3. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Penerima Fasilitas TPB dan/atau pihak lain yang terkait;
  4. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan Data Monev, ruangan tempat untuk menyimpan barang yang mendapat fasilitas TPB, dan/atau ruangan tempat untuk menyimpan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan Penerima Fasilitas TPB; dan/atau
  5. melakukan tindakan pengamanan berupa penegahan dan/atau penyegelan yang dipandang perlu terhadap:
    1. sarana pengangkut barang yang mendapat fasilitas TPB; dan/atau
    2. barang yang mendapat fasilitas TPB,
      1. sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan c dilakukan secara tertulis menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf P.
(3) Penerima Fasilitas TPB wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemenuhan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan:
  1. pada saat diterimanya permintaan; dan/atau
  2. sesuai jangka waktu yang dipersyaratkan dalam permintaan.
(5) Dalam hal Penerima Fasilitas TPB tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beralih kepada yang mewakilinya.
(6) Dalam hal Penerima Fasilitas TPB dan/atau yang mewakili:
  1. tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
  2. tidak memberi kesempatan kepada Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean untuk memasuki bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d;
  3. tidak bersedia dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf a dan/atau Pasal 19 ayat (5) huruf b;
  4. tidak bersedia dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 6 dan/atau Pasal 19 ayat (5) huruf a; dan/atau
  5. tidak bersedia dilakukan pengambilan barang contoh (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 12 ayat (5) huruf b,
    1. sehingga Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, Penerima Fasilitas TPB dianggap tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi.
(7) Penerima Fasilitas TPB dan/atau yang mewakili dianggap:
  1. tidak bersedia membantu pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dalam hal memenuhi sebagian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sampai dengan huruf e; atau
  2. menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dalam hal memenuhi seluruh ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sampai dengan e.
(8) Dalam hal Penerima Fasilitas TPB tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Penerima Fasilitas TPB dan/atau yang mewakili harus menandatangani surat penolakan atau tidak bersedia membantu pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas TPB.


Pasal 35


(1) Dalam pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean harus:
  1. memperlihatkan tanda pengenal;
  2. menyampaikan surat tugas; .
  3. menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi; dan/atau
  4. merahasiakan seluruh Data Monev, data, dan informasi lain yang telah diperoleh selama kegiatan Monitoring dan/atau Evaluasi dari pihak lain yang tidak berhak.
(2) Dalam hal tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Bagian Kedua
Pembekuan

Pasal 36


(1) Fasilitas TPB dibekukan dalam hal Penerima Fasilitas TPB dan/atau yang mewakili tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (6).
(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas TPB.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin operasional dan izin transaksional berupa perizinan yang diberikan oleh Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean.
(4) Dalam hal fasilitas TPB dibekukan, Penerima Fasilitas TPB:
  1. tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke TPB dengan mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, meliputi:
    1. pemasukan barang dari luar daerah pabean;
    2. pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean, kecuali pengembalian atas barang yang telah dikeluarkan sementara; dan
    3. pemasukan barang dari TPB lainnya, kecuali pengembalian atas barang yang telah dikeluarkan sementara; dan
  2. tidak dapat melakukan kegiatan yang terkait dengan pengolahan barang kena Cukai, dalam hal Penerima Fasilitas TPB melakukan kegiatan pengolahan dan/atau memproduksi barang kena Cukai.
(5) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menghilangkan hak Penerima Fasilitas TPB untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain dan kewajiban sebagai Penerima Fasilitas TPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB.


Pasal 37


(1) Fasilitas TPB yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dapat diberlakukan kembali, dalam hal telah:
  1. menyerahkan surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi dan telah:
    1. memenuhi permintaan dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e; 
    2. dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf a dan/atau Pasal 19 ayat (5) huruf b;
    3. dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) dan/atau Pasal 19 ayat (5) huruf a; dan/atau
    4. dilakukan pengambilan barang contoh (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf b; atau
  2. menyerahkan surat pernyataan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi dan telah:
    1. memenuhi permintaan dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e;
    2. dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf a dan/atau Pasal 19 ayat (5) huruf b;
    3. dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) dan/atau Pasal 19 ayat (5) huruf a; dan/atau
    4. dilakukan pengambilan barang contoh (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf b.
(2) Surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau surat pernyataan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas TPB.
(3) Penerima Fasilitas TPB harus memenuhi permintaan dan/atau dilakukan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat:
  1. surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
  2. surat pernyataaan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, 
    1. ditandatangani.


BAB VI
PENERAPAN IT INVENTORY

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 38


(1) Penerima Fasilitas TPB wajib memiliki, mengelola dan mendayagunakan IT Inventory.
(2) Penerima Fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta asistensi kepada: 
  1. Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
  2. Kepala Kanwil;
  3. Kepala KPUBC; atau
  4. Kepala Kantor Pabean.
(3) Penerima Fasilitas TPB yang tidak memiliki, mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB.


Bagian Kedua
Kriteria IT Inventory

Pasal 39


(1) IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. mampu mencatat, menyimpan, dan menampilkan riwayat aktivitas (log) serta mampu ditelusuri minimal 2 (dua) tahun;
  2. hanya dapat diakses oleh pihak atau pegawai Penerima Fasilitas TPB yang diberikan hak akses (authorized access);
  3. mampu memberikan data yang terkini (realtime) dan diakses secara daring oleh:
    1. Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean; atau
    2. Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan/atau Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
  4. mampu menggambarkan keterkaitan dengan:
    1. dokumen kepabeanan dan mencantumkan data jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean; dan
    2. dokumen transaksi keuangan Penerima Fasilitas TPB, seperti: invoice, purchase order, dan/atau dokumen transaksi keuangan lain;
  5. mampu mencatat data transaksi pemasukan barang, pengeluaran barang, barang dalam proses (work in process), penyesuaian barang (adjustment), dan persediaan barang (stock opname) atas barang yang mendapat fasilitas TPB secara berkelanjutan dan terkini (realtime) yang disesuaikan dengan proses bisnis Penerima Fasilitas TPB;
  6. mampu mencatat setiap jenis barang yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas TPB dengan kode yang berbeda;
  7. memiliki kode barang yang berbeda antara barang asal impor dengan barang asal tempat lain dalam daerah pabean; dan
  8. memiliki sistem laporan pertanggungjawaban atas pencatatan dalam IT Inventory yang:
    1. sesuai dengan parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf Q yang  merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
    2. menampilkan laporan kegiatan fasilitas TPB sesuai elemen data sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
    3. dapat diakses dan diunduh secara langsung dari sistem IT Inventory; dan
    4. terintegrasi dengan data pencatatan dan pembukuan dari Penerima Fasilitas TPB.
(2) Pencatatan barang dalam proses (work in process) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi Penerima Fasilitas TPB yang tidak melakukan kegiatan produksi.
(3) Pencatatan yang dilakukan secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan pencatatan yang dilakukan secara terus-menerus untuk setiap transaksi dan mutasi atas barang dan bahan yang mendapatkan fasilitas TPB;
(4) Pencatatan yang dilakukan secara terkini (realtime) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan:
  1. pencatatan pemasukan, pengeluaran, barang dalam proses (work in process), penyesuaian (adjustment), dan pemeriksaan persediaan (stock opname) atas barang yang mendapat fasilitas TPB dilakukan sesegera mungkin setelah mendapat otorisasi dari pihak atau pegawai Penerima Fasilitas TPB sesuai kewenangan yang diatur dalam standar operasional prosedur (SOP) atau sistem pengendalian internal (SPI); dan/atau
  2. setiap proses pencatatan ke dalam IT Inventory yang secara langsung memperbarui (refresh) basis data (database).
(5) Dalam hal Penerima Fasilitas TPB merupakan Kawasan Berikat atau melaksanakan kegiatan produksi/pengolahan, sistem laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan laporan keuangan dan laporan lain yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
(6) Kriteria JT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan proses bisnis fasilitas TPB tanpa mengurangi Kriteria IT Inventory yang diwajibkan.


Pasal 40


Kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6) ditetapkan dalam 2 (dua) kondisi:
  1. Kawasan Berikat hanya menggunakan 1 (satu) aplikasi sistem pencatatan pembukuan dan IT Inventory merupakan bagian dari sistem pencatatan utama tersebut; atau
  2. Kawasan Berikat menggunakan 2 (dua) aplikasi sistem pencatatan, yang pertama adalah aplikasi sistem pencatatan utama dan yang kedua adalah IT Inventory, dan IT Inventory sebagai interface dimana keduanya saling terintegrasi serta menggunakan sumber data yang sama dalam pencatatan pemasukan dan pengeluaran barang.


Pasal 41


(1) Bagi perusahaan yang akan mengajukan izin sebagai Penerima Fasilitas TPB dan telah memiliki sistem pencatatan persediaan barang perusahaan, perusahaan wajib melakukan penyesuaian sesuai dengan kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan membuat suatu antarmuka (interface) yang menampilkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf h untuk memberikan akses secara daring kepada Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean, dalam hal:
  1. sistem pencatatan persediaan barang perusahaan terintegrasi dengan induk dan/atau entitas perusahaan lain yang berbeda; dan/atau
  2. telah mendayagunakan sistem pencatatan persediaan barang perusahaan namun aksesnya tidak dapat langsung disesuaikan dengan elemen data sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Kewajiban Penerima Fasilitas TPB

Pasal 42


(1) Pencatatan barang yang mendapat fasilitas TPB dalam IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dilakukan oleh pihak atau pegawai yang memiliki akses (authorized access) atau ditugaskan untuk melakukan pencatatan pada IT Inventory oleh Penerima Fasilitas TPB.
(2) Dalam hal terdapat perubahan data dalam pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perubahan data harus dilakukan oleh pihak Penerima Fasilitas TPB yang memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan pencatatan dan/atau perubahan data pada IT Inventory.


Pasal 43


Penerima Fasilitas TPB dalam mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) wajib:
(1) memiliki, mengelola, dan mendayagunakan IT Inventory sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 yang terkoneksi dengan KPUBC atau Kantor Pabean;
(2) memastikan konsistensi dan keakuratan IT Inventory;
(3) menyediakan akses IT Inventory kepada Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean;
(4) menyediakan akses IT Inventory kepada Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
(5) memberitahukan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses IT Inventory secara tertulis atau dengan media lain kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
(6) memberitahukan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses IT Inventory secara tertulis atau dengan media lain kepada Direktorat Jenderal Pajak atas permintaan pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf d, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak disampaikannya surat permintaan; dan
(7) menyediakan salinan data (backup data) yang dapat diandalkan dalam hal server mengalami gangguan atau kerusakan.


Pasal 44


Penerima Fasilitas TPB yang tidak melaksanakan dan mendayagunakan IT Inventory sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41 dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.


Bagian Keempat
Kewenangan Pejabat

Pasal 45


(1) Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean berwenang untuk mengakses dan menguji keandalan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(2) Kewenangan akses atas IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk membaca dan/atau mengunduh laporan mengenai:
  1. transaksi pemasukan dan/atau pengeluaran barang dari dan/atau ke TPB; dan/atau
  2. seluruh kegiatan kepabeanan dalam hal dilakukan audit kepabeanan.
(3) Pejabat Bea dan Cukai memastikan log activity dan traceability atas posisi saldo barang yang mendapatkan fasilitas TPB dalam IT Inventory, serta harus mampu dilakukan penelusuran (traceable) oleh sistem informasi internal Penerima Fasilitas TPB.


Bagian Kelima
Tanggung Jawab Pejabat

Pasal 46


(1) Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dalam mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) wajib:
  1. menjaga kerahasiaan dan keamanan akses ke IT Inventory.; dan
  2. menjaga kerahasiaan Data Monev yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory dari pihak lain yang tidak berhak.
(2) Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VII
KOORDINASI PENGAWASAN

Pasal 47


Dalam hal Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat tugas Monitoring khusus bersamaan dengan surat tugas yang diterbitkan oleh Direktur yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai, maka:
  1. pelaksanaan surat tugas Monitoring khusus dihentikan;
  2. Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan:
    1. laporan hasil pelaksanaan Monitoring khusus;
    2. daftar atensi dalam pelaksanaan Monitoring khusus; dan
    3. informasi lain yang dapat membantu pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai,
      1. kepada tim audit kepabeanan dan cukai.


Pasal 48


Terhadap laporan hasil Monitoring khusus yang diterbitkan oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang tindak lanjutnya berupa penetapan dan bersifat mengikat, atas penetapan tersebut tidak dapat dijadikan ruang lingkup audit kepabeanan dan cukai kecuali ditemukan adanya bukti dan/atau informasi baru. 


Pasal 49


Audit kepabeanan dan cukai yang dilakukan oleh Direktorat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai atau Kanwil, dalam penentuan ruang lingkup audit dapat mempertimbangkan data transaksi Penerima Fasilitas TPB yang akan dilaporkan Penerima Fasilitas TPB dalam Monitoring mandiri.


Pasal 50


Data transaksi Penerima Fasilitas TPB yang akan dilaporkan dalam Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 merupakan Monitoring mandiri yang secara rutin dilakukan dan telah dinyatakan dalam standar operasional prosedur (SOP) Penerima Fasilitas TPB dan telah dilaporkan kepada Kepala Kantor Pabean.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2014 tentang Penerapan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer pada Perusahaan Pengguna Fasilitas Pembebasan, Pengembalian, dan Tempat Penimbunan Berikat, serta Kerahasiaan Data dan/atau Informasi Oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
  2. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-02/BC/2019 tentang Tata Laksana Monitoring dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor,
    1. dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 52


Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2023
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

ttd.

ASKOLANI