Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
1. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan,, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. | ||||||||
2. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah. | ||||||||
3. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||||||
4. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||||||
5. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah yang selanjutnya disebut KITE 1KM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan hasil produksi industri kecil menengah. | ||||||||
6. | Barang dan Bahan Fasilitas KITE adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
|
||||||||
7. | Barang Berfasilitas KITE adalah:
|
||||||||
8. | Data Monitoring dan/atau Evaluasi Fasilitas TPB dan/atau Fasilitas KITE yang selanjutnya disebut Data Monev adalah dokumen kepabeanan dan/atau cukai dan dokumen lain berupa buku, catatan, laporan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan/atau surat yang berkaitan dengan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE. | ||||||||
9. | Penerima Fasilitas TPB adalah penyelenggara dan/atau pengusaha TPB yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB. | ||||||||
10. | Penerima Fasilitas KITE adalah badan usaha yang telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE. | ||||||||
11. | Monitoring adalah kegiatan pemantauan, pemeriksaan, penelitian dan/atau analisis terhadap aktivitas dan catatan serta pembukuan. | ||||||||
12. | Evaluasi adalah kegiatan penilaian kepatuhan dan/atau pengukuran efektivitas dari pemberian fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE terhadap Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE. | ||||||||
13. | Pekerjaan Lapangan adalah pekerjaan dalam rangka Monitoring dan/atau Evaluasi yang dilakukan di lokasi Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau lokasi lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE. | ||||||||
14. | Monitoring Elektronik (electronic-Monitoring) yang selanjutnya disebut e-Monitoring adalah pelaksanaan pemeriksaan sewaktu-waktu yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan Data Monev pada Sistem Komputer Pelayanan dan sumber lain. | ||||||||
15. | Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. | ||||||||
16. | Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya. | ||||||||
17. | Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.: | ||||||||
18. | Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor. | ||||||||
19. | Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. | ||||||||
20. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. | ||||||||
21. | Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang selanjutnya disebut IT Inventory adalah suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE. | ||||||||
22. | Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut Kanwil adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||||
23. | Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat KPUBC adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||||
24. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. | ||||||||
25. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. | ||||||||
26. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||||
27. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu. |
(1) | Monitoring dan/atau Evaluasi TPB dilakukan oleh:
|
(2) | Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
(3) | Monitoring secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara rutin sesuai tugas pokok dan fungsi. |
(4) | Monitoring secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko. |
a. | Monitoring umum; |
b. | Monitoring khusus; dan |
c. | Monitoring mandiri. |
(1) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan kegiatan Monitoring yang dilakukan terhadap kesesuaian pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Penerima Fasilitas TPB. |
(2) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(3) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPUBC dan/atau Kepala Kantor Pabean. |
(1) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan secara:
|
(2) | Pelaksanaan Monitoring umum secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap Penerima Fasilitas TPB. |
(3) | Pelaksanaan Monitoring umum secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan manajemen risiko. |
(4) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Data Monev dan/atau informasi lain yang diperoleh dari:
|
(1) | Hasil pelaksanaan Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring umum TPB. |
(2) | Laporan Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan kegiatan Monitoring dengan tujuan khusus tertentu yang dilakukan oleh:
|
||||||||||
(2) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||
(3) | Sumber data pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||||||
(4) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara insidental berdasarkan:
|
(1) | Hasil pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring khusus TPB. |
(2) | Laporan Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
(3) | Penerbitan rekomendasi penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
|
(4) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan pabean dan/atau surat penetapan sanksi administrasi sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Dalam hal pelaksanaan rekomendasi berupa penerbitan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal diterbitkan surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a merupakan pemeriksaan dalam rangka memastikan kepatuhan atas kebenaran pemberitahuan pabean, pemberitahuan Cukai, dan persyaratan yang terkait dengan perizinan TPB atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
(3) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(4) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
|
(5) | Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa:
|
(1) | e-Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a meliputi pemeriksaan terhadap kepatuhan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf g yang berupa:
|
(2) | Periode waktu pemeriksaan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. |
(1) | Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a dilakukan dengan:
|
(2) | Pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dilakukan dengan:
|
(3) | Dalam hal pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli. |
(4) | Hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara. |
(1) | Pengujian laboratoris terhadap contoh barang (sampel) yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain. |
(3) | Atas barang yang dilakukan pengujian laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terhadap seluruh barang yang diberitahukan dalam 1 (satu) pemberitahuan pabean yang sama tidak dapat dikeluarkan dari TPB sampai dengan hasil uji laboratorium diterima oleh Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean. |
(4) | Dalam hal diperlukan, Penerima Fasilitas TPB dapat mengeluarkan barang yang sedang diuji laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setelah mendapat persetujuan dari Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean. |
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Penerima Fasilitas TPB mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean secara tertulis menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. |
(3) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan manajemen risiko. |
(1) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Penerima Fasilitas TPB atas pertanggungjawaban bahan dan/atau barang yang seharusnya berada di TPB berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
(3) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(4) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan. |
(5) | Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa pencacahan barang. |
(1) | Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dilakukan dengan:
|
(2) | Dalam hal pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli. |
(3) | Hasil pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara. |
(1) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c merupakan analisis atas data yang diperoleh berdasarkan informasi yang berasal dari kegiatan Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas TPB yang perlu ditindaklanjuti guna diolah lebih lanjut sebagai bahan pengambilan keputusan. |
(2) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(4) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan. |
(5) | Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
|
(1) | Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf a dan/atau pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf b dilakukan dengan:
|
(2) | Dalam hal pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli. |
(3) | Hasil pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara. |
(1) | Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan Monitoring yang dilakukan secara mandiri oleh Penerima Fasilitas TPB sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pelaporan atas fasilitas TPB yang diterima. |
(2) | Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
|
(3) | Pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling banyak 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun. |
(4) | Pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Penerima Fasilitas TPB secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(1) | Untuk dapat melakukan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Penerima Fasilitas TPB mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
(3) | Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. |
(4) | Persetujuan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal surat persetujuan. |
(5) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dicabut:
|
(1) | Hasil pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring mandiri menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dilampiri dengan bukti pendukung yang relevan. |
(3) | Dalam hal Penerima Fasilitas TPB mengalami kendala dalam pelaksanaan Monitoring mandiri, Penerima Fasilitas TPB dapat meminta asistensi kepada Kepala KPUBC dan/atau Kepala Kantor Pabean. |
(1) | Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak laporan hasil pelaksanaan Monitoring mandiri diterima lengkap. |
(2) | Keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menyetujui sebagian atau menolak seluruhnya atas laporan Monitoring mandiri dalam hal:
|
(1) | Laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dapat digunakan sebagai dasar:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditemukan adanya selisih kurang barang yang seharusnya berada di TPB, terhadap barang yang seharusnya berada di TPB:
|
||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditemukan adanya selisih lebih barang yang seharusnya berada di TPB, atas selisih lebih tersebut:
|
||||||||||||||||||||||
(4) | Selisih kurang barang yang seharusnya berada di TPB yang musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan selisih kurang yang terjadi akibat:
|
||||||||||||||||||||||
(5) | Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan pabean dan/atau surat penetapan sanksi administrasi sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf b angka 1, dan ayat (2) huruf c angka 1 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||||
(6) | Surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perhitungan Bea Masuk, PDRI dan nilai dasar perhitungan Bea Masuk sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). |
a. | Evaluasi mikro; dan |
b. | Evaluasi makro. |
(1) | Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a merupakan Evaluasi yang dilaksanakan secara periodik oleh Kepala Kantor Pabean terhadap kelayakan pemberian fasilitas TPB kepada Penerima Fasilitas TPB. |
(2) | Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi analisis atas:
|
(3) | Hasil pelaksanaan Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi mikro TPB. |
(4) | Laporan Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas TPB yang dilaksanakan secara periodik. |
(2) | Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
(1) | Evaluasi makro yang dilakukan oleh Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a meliputi analisis atas:
|
(2) | Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB. |
(3) | Laporan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Evaluasi makro TPB yang dilakukan Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b meliputi analisis atas:
|
(2) | Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB. |
(3) | Laporan Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Monitoring dan/atau Evaluasi KITE dilakukan oleh:
|
(2) | Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
(3) | Monitoring secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara rutin sesuai tugas pokok dan fungsi. |
(4) | Monitoring secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko. |
a. | Monitoring umum; |
b. | Monitoring khusus; dan |
c. | Monitoring mandiri. |
(1) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a merupakan kegiatan Monitoring yang dilakukan terhadap kesesuaian pemenuhan ketentuan Penerima Fasilitas KITE. |
(2) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(3) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean. |
(4) | Kepala Kantor Pabean yang melaksanakan Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan:
|
(1) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilakukan secara periodik. |
(2) | Pelaksanaan Monitoring umum secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap Penerima Fasilitas KITE. |
(3) | Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Data Monev dan/atau informasi yang diperoleh dari:
|
(4) | Dalam hal diperlukan, Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan. |
(1) | Hasil pelaksanaan Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring umum KITE. |
(2) | Laporan Monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
(3) | Penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal terdapat Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan atau KITE IKM. |
(4) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Perlakuan terhadap PPN atau PPN dan PPnBM atas surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah dilunasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE Pembebasan dan KITE IKM. |
(1) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan dan/atau penelitian dengan tujuan khusus tertentu yang dilakukan oleh:
|
(2) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Sumber data dan/atau informasi Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(4) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
(5) | Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
(6) | Monitoring yang dilakukan secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko. |
(1) | Hasil pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring khusus KITE. |
(2) | Laporan Monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
(3) | Penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal terdapat Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan atau KITE IKM. |
(4) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Perlakuan terhadap PPN atau PPN dan PPnBM atas surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah dilunasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE Pembebasan dan KITE IKM. |
(1) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a merupakan pemeriksaan untuk memastikan kepatuhan Penerima Fasilitas KITE atas pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai fasilitas KITE. |
(2) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
|
(4) | Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa:
|
(1) | e-Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a meliputi pemeriksaan terhadap:
|
(2) | Periode waktu pemeriksaan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. |
(1) | Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) huruf a dilakukan dengan:
|
(2) | Pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) huruf b dilakukan dengan:
|
(3) | Dalam hal pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas KITE wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli. |
(4) | Hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara. |
(1) | Pengujian laboratoris terhadap contoh barang (sampel) yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) huruf b dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain. |
(1) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Penerima Fasilitas KITE atas pertanggungjawaban Barang Berfasilitas KITE yang seharusnya berada di lokasi pembongkaran, penyimpanan, dan/atau pemuatan Barang Berfasilitas KITE berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai fasilitas KITE. |
(2) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
(3) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(4) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan. |
(5) | Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa pencacahan barang. |
(1) | Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dilakukan dengan:
|
(2) | Dalam hal pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas KITE wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli. |
(3) | Hasil pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara. |
(1) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c merupakan analisis atas data yang diperoleh berdasarkan informasi dari kegiatan Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas KITE yang perlu ditindaklanjuti guna diolah lebih lanjut untuk bahan pengambilan keputusan. |
(2) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(4) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan. (5) Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
|
(1) | Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5) huruf b dan/atau pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5) huruf c dilakukan dengan:
|
(2) | Dalam hal pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas KITE wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli. |
(3) | Hasil pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara. |
(1) | Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c merupakan Monitoring yang dilakukan secara mandiri oleh Penerima Fasilitas KITE dengan tujuan untuk memantau konsistensi kinerja pemenuhan ketentuan KITE secara administratif. |
(2) | Monitoring mandiri KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan ketentuan:
|
(1) | Hasil pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring mandiri menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal selesai pelaksanaan Monitoring mandiri. | ||||
(2) | Penerima Fasilitas KITE menyampaikan laporan hasil Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
||||
(3) | Dalam hal Penerima Fasilitas KITE mengalami kendala terkait pelaksanaan Monitoring mandiri, Penerima Fasilitas KITE dapat meminta asistensi kepada Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE. |
(1) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas K1TE melakukan penelitian dan memberikan keputusan atas laporan hasil Monitoring mandiri yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah laporan diterima secara lengkap. |
(2) | Dalam hal diperlukan, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1). |
(3) | Dalam hal dilakukan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan atas laporan hasil Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal laporan Monitoring khusus diterbitkan. |
(4) | Keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa:
|
(5) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menyetujui sebagian atau menolak seluruhnya atas hasil Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c dalam hal:
|
(1) | Laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) digunakan sebagai dasar:
|
(2) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Perlakuan terhadap PPN atau PPN dan PPnBM atas surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah dilunasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE Pembebasan dan KITE IKM. |
(4) | Dalam hal hasil laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) terdapat selisih kurang atas Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang seharusnya berada di lokasi Penerima Fasilitas KITE dan/atau perusahaan penerima subkontrak, tindak lanjut laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dilakukan secara bersamaan. |
a. | Evaluasi mikro; dan |
b. | Evaluasi makro. |
(1) | Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a merupakan Evaluasi yang dilaksanakan secara periodik oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE terhadap kelayakan pemberian fasilitas KITE kepada Penerima Fasilitas KITE. | ||||
(2) | Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
(3) | Hasil pelaksanaan Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi mikro KITE. | ||||
(4) | Laporan Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas KITE yang dilaksanakan secara periodik. |
(2) | Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
(1) | Evaluasi makro yang dilakukan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a meliputi analisis atas:
|
(2) | Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro KITE. |
(3) | Laporan Evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat {2) digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Evaluasi makro yang dilakukan Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b meliputi analisis atas:
|
(2) | Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro KITE. |
(3) | Laporan Evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
(1) | Dalam rangka pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Monitoring dan/atau Evaluasi KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dapat:
|
||||||||||||||
(2) | Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dilakukan secara tertulis. | ||||||||||||||
(3) | Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara lengkap sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||
(4) | Pemenuhan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan:
|
||||||||||||||
(5) | Dalam hal Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beralih kepada yang mewakilinya. | ||||||||||||||
(6) | Dalam hal Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE, dan/atau yang mewakili:
|
||||||||||||||
(7) | Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau yang mewakili dianggap:
|
||||||||||||||
(8) | Dalam hal tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Penerima Fasilitas TP3, Penerima Fasilitas KITE dan/atau yang mewakili harus menandatangani surat penolakan atau tidak bersedia membantu pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E. |
(1) | Dalam pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Monitoring dan/atau Evaluasi KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean harus:
|
(2) | Dalam hal tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lain sesuai ketentuan perundang-undangan. |
(1) | Fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE dibekukan dalam hal Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau yang mewakili tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (6). | ||||||||||
(2) | Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE. | ||||||||||
(3) | Dalam hal fasilitas TPB dibekukan, Penerima Fasilitas TPB:
|
||||||||||
(4) | Dalam hal fasilitas KITE dibekukan, atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan Fasilitas KITE tidak diberikan fasilitas KITE sejak tanggal dibekukan. | ||||||||||
(5) | Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak menghilangkan hak Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain dan kewajiban sebagai Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB atau KITE. |
(1) | Fasilitas TPB dan/atau Fasilitas KITE yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dapat diberlakukan kembali, dalam hal telah:
|
||||||||||||||||||||
(2) | Surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau surat pernyataan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat sesuai contoh format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||||
(3) | Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE harus memenuhi permintaan dan/atau dilakukan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat:
|
(1) | Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE wajib memiliki, mengelola dan mendayagunakan IT Inventory. |
(2) | Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Penerima Fasilitas KITE IKM. |
(3) | Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta asistensi kepada:
|
(4) | Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE yang tidak memiliki, mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB atau KITE. |
(1) | IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||||||||||||||
(2) | Pencatatan barang dalam proses (work in process) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi Penerima Fasilitas TPB yang tidak melakukan kegiatan produksi. | ||||||||||||||
(3) | Pencatatan yang dilakukan secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan:
|
||||||||||||||
(4) | Pencatatan yang dilakukan secara terkini (realtime) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan:
|
||||||||||||||
(5) | Dalam hal barang yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas KITE, pemberian kode yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f harus:
|
||||||||||||||
(6) | Dalam hal Penerima Fasilitas TPB merupakan kawasan berikat, sistem laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g merupakan sub sistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan laporan keuangan dan laporan lain yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan. | ||||||||||||||
(7) | Kriteria IT Irwentory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan proses bisnis fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE. |
(1) | Dalam hal Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE telah mendayagunakan sistem pencatatan persediaan barang perusahaan, Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE wajib melakukan penyesuaian sesuai dengan kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1). |
(2) | Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan membuat suatu antarmuka (interface) yang menampilkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf g untuk memberikan akses secara daring kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean, dalam hal:
|
(1) | Pencatatan barang yang mendapat fasilitas TPB dan/atau Barang Berfasilitas KITE dalam IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dilakukan oleh pihak atau pegawai yang memiliki akses (authorized access) atau ditugaskan untuk melakukan pencatatan pada IT Inventory oleh Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE. |
(2) | Dalam hal terdapat perubahan data dalam pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perubahan data harus dilakukan oleh pihak Penerima Fasilitas TPB atau Penerima Fasilitas KITE yang memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan pencatatan dan/atau perubahan data pada IT Inventory. |
a. | memiliki dan mendayagunakan IT Inventory sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 yang terkoneksi dengan;
|
b. | memastikan konsistensi dan keakuratan IT Inventory; |
c. | menyediakan akses IT Inventory kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean; |
d. | menyediakan akses IT Inventory kepada Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; |
e. | memberitahukan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses IT Inventory secara tertulis atau dengan media lain kepada:
|
f. | memberitahukan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses IT Inventory secara tertulis atau dengan media lain kepada Direktorat Jenderal Pajak atas permintaan pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf d, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak disampaikannya surat permintaan; dan |
g. | menyediakan salinan data (backup data) yang dapat diandalkan dalam hal server mengalami gangguan atau kerusakan. |
(1) | Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean berwenang untuk mengakses dan menguji keandalan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1). |
(2) | Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan, berwenang untuk mengakses IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1). |
(3) | Kewenangan akses atas IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk membaca dan/atau mengunduh laporan mengenai:
|
(4) | Kewenangan akses atas IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi hak untuk membaca dan/atau mengunduh laporan mengenai:
|
(1) | Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dalam mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) wajib:
|
(2) | Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan hukuman disiplin, dan/atau hukuman lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan, wajib:
|
(4) | Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan, yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.