Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Terhadap Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan. |
(2) | Pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah serangkaian usaha yang terdiri dari lebih satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan fungsi awal suatu Bahan Baku sehingga memberikan nilai tambah pada Bahan Baku dimaksud. |
(3) | Pengertian dirakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan berupa merangkai beberapa komponen bahan dan/atau barang sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat yang memiliki fungsi sama sekali berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal. |
(4) | Pengertian dipasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen bahan dan/atau barang kepada bagian utama barang jadi dimana tanpa ada penyatuan komponen bahan dan/atau barang tersebut maka Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi. |
(5) | Tidak termasuk dalam pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kegiatan yang semata-mata hanya melakukan pemotongan, penyortiran, pengepakan, pelekatan label, dan/atau kegiatan sejenis lainnya. |
(6) | Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan terhadap Bahan Baku berupa:
|
(1) | Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pembebasan. |
(2) | Untuk memperoleh NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(3) | Persyaratan mempunyai reputasi yang sangat baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, adalah badan usaha mempunyai profil importir sekurang-kurangnya low risk. |
(4) | Untuk memperoleh NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang memiliki wilayah kerja yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan mengisi secara lengkap surat permohonan NIPER Pembebasan dan melampirkan:
|
(5) | Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, surat permohonan NIPER Pembebasan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor terbesar. |
(6) | Surat Permohonan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap permohonan badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
||||||||||||||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan NIPER Pembebasan dalam hal permohonan disetujui paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima, atau membuat surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan dalam hal permohonan ditolak. | ||||||||||||||||
(3) | Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d:
|
||||||||||||||||
(4) | Surat tanda terima/penolakan berkas permohonan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||
(5) | Berita Acara Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||
(6) | Keputusan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||
(7) | Surat penolakan permohonan NIPER Pembebasan sebagaimana disebut pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal terdapat perubahan data dalam NIPER Pembebasan, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan untuk dilakukan perubahan data NIPER Pembebasan dimaksud. |
(2) | Perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus diajukan permohonan untuk dilakukan perubahan terkait:
|
(3) | Permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen data yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Terhadap permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atas nama Menteri menerbitkan keputusan perubahan data NIPER Pembebasan dalam hal permohonan perubahan data NIPER Pembebasan disetujui, atau menerbitkan surat pemberitahuan penolakan beserta alasannya dalam hal permohonan perubahan data NIPER Pembebasan ditolak. |
(6) | Keputusan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Untuk memperoleh Pembebasan, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan dengan melampirkan:
|
(2) | Dalam hal Bahan Baku diberlakukan ketentuan pembatasan, masa berlaku keputusan Pembebasan diberikan dengan mempertimbangkan masa berlaku ijin pembatasan Impor dari instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. |
(3) | Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diserahkan dalam bentuk hardcopy dan sofcopy (media penyimpanan data elektronik), dan harus mencantumkan elemen data sekurang-kurangnya:
|
(4) | Terhadap permohonan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(5) | Terhadap berkas permohonan Pembebasan yang telah diterbitkan tanda terima sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
|
(6) | Hasil penelitian Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dinilai wajar apabila Konversi dimaksud merupakan dasar pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku pada sistem informasi berbasis komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf i dan diotorisasi oleh pimpinan Perusahaan. |
(7) | Dalam hal hasil penelitian terhadap Konversi yang diserahkan Perusahaan dinilai tidak wajar, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta pengesahan Konversi kepada instansi teknis terkait atau kepada lembaga profesional yang diakui oleh instansi teknis terkait, dan segala biaya yang timbul akibat permintaan pengesahan Konversi dimaksud dibebankan kepada Perusahaan. |
(8) | Terhadap hasil penelitian kesesuaian kelengkapan data dan kewajaran Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan:
|
(9) | Dalam hal Konversi telah mendapatkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai memasukkan (loading) Konversi dimaksud pada sistem komputer pelayanan fasilitas Pembebasan. |
(10) | Atas permohonan untuk memperoleh Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanda terima Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a. |
(11) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atas nama Menteri menerbitkan keputusan Pembebasan yang menetapkan rincian jenis dan jumlah Bahan Baku yang diberikan Pembebasan, periode Pembebasan, pelabuhan tempat pembongkaran, dan jangka waktu berlakunya keputusan Pembebasan tersebut. |
(12) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(13) | Surat Permohonan Pembebasan sebagaimana disebut pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(14) | Keputusan Pembebasan sebagaimana disebut dalam ayat (11), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(15) | Surat penolakan permohonan Pembebasan sebagaimana disebut ayat (11), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(16) | Konversi sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf e, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11) yang tercantum dalam keputusan Pembebasan, merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan Realisasi Ekspornya. |
(2) | Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
|
(1) | Atas impor Bahan Baku yang telah diberikan Pembebasan berdasarkan keputusan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor. |
(2) | Perusahaan yang telah mendapatkan keputusan Pembebasan dapat melakukan importasi dengan ketentuan:
|
(1) | Perusahaan wajib menyerahkan jaminan kepada Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan selama periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan ditambah 3 (tiga) bulan. |
(2) | Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar bea masuk atas Bahan Baku sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor. |
(3) | Besarnya bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. |
(4) | Bentuk, waktu, dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang mengatur tentang Jaminan dalam rangka kepabeanan. |
(5) | Terhadap jaminan yang diserahkan oleh Perusahaan, Pejabat Bea dan Cukai:
|
(6) | Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat ketidaksesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menolak jaminan dengan menerbitkan surat penolakan jaminan. |
(7) | Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat kesesuaian jaminan menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ). |
(8) | Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (7), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh Perusahaan. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Dalam hal hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya:
|
(4) | Dalam hal terdapat penyesuaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada Perusahaan, dan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan. |
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dengan hasil pemeriksaan pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku dari kawasan pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
(2) | Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapat persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan. |
(3) | Untuk mendapatkan persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan. |
(6) | Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan. |
(7) | Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan data dalam NIPER Pembebasan. |
(8) | Surat persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, wajib dilakukan sendiri oleh Perusahaan. |
(2) | Dalam hal seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sehingga mengubah sifat utama dan/atau bentuk Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri oleh Perusahaan, Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Perusahaan dapat memberikan subkontrak sebagian kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada badan usaha industri yang terdapat dalam NIPER Pembebasan dengan syarat sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha industri yang tidak tercantum dalam NIPER Pembebasan, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan untuk mendapatkan persetujuan. |
(5) | Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam NIPER Pembebasan. |
(6) | Dalam memberikan persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan mempertimbangkan:
|
(7) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat persetujuan. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(10) | Dalam hal Perusahaan tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(11) | Surat permohonan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(12) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e merupakan salah satu alat uji pemakaian Bahan Baku. |
(2) | Dalam hal Konversi yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e terdapat perubahan Konversi yang disebabkan oleh:
|
(3) | Terhadap Konversi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(4) | Konversi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal terdapat kesalahan, dapat dilakukan satu kali perbaikan sebelum mulai memproduksi. |
(1) | Semua Hasil Produksi wajib diekspor oleh Perusahaan dalam periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
(2) | Hasil Produksi yang dikeluarkan dari Perusahaan selain tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipergunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian ekspor. |
(1) | Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan Ekspor Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan ketentuan:
|
(2) | Dalam hal Perusahaan belum melaksanakan Realisasi Ekspor Hasil Produksi dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan Pembebasan, Perusahaan harus menyampaikan laporan penggunaan barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan bea masuk nihil. |
(3) | Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
(4) | Terhadap Perusahaan yang tidak menyerahkan Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), atas Bahan Baku yang dilaporkan pada BCL.KT 01 yang Konversinya tidak diserahkan, tidak diberikan pembebasan. |
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE). |
(6) | Dalam hal Perusahaan melakukan Impor dan Ekspor melalui Kantor Pabean yang belum menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE), pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diserahkan pada saat laporan pertanggungjawaban pertama atas pemberitahuan pabean impor tersebut. |
(7) | Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(8) | Dalam hal berkas laporan pertanggungjawaban diterima dengan lengkap, Pejabat Bea dan Cukai memberikan tanda terima. |
(9) | Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diterima dengan lengkap, Pejabat Bea dan Cukai mengembalikan berkas laporan pertanggungjawaban kepada Perusahaan dengan menyebutkan alasan. |
(10) | Laporan penggunaan barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan bea masuk nihil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Laporan pertanggungjawaban Bahan Baku (BCL.KT 01) dan laporan pertanggungjawaban sisa proses produksi (waste/scrap) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
|
||||||||||||||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima seluruhnya, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyesuaian saldo sebesar Bahan Baku yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ). | ||||||||||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima sebagian, Pejabat Bea dan Cukai:
|
||||||||||||||||
(4) | Dalam hal seluruh Bahan Baku telah selesai dipertanggungjawabkan, jaminan dikembalikan. | ||||||||||||||||
(5) | Sisa proses produksi (waste/scrap) yang dijual, diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean BC 2.4 dan membayar bea masuk sebesar:
|
||||||||||||||||
(6) | Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ), Surat Penetapan Pabean (SPP), dan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan. | ||||||||||||||||
(7) | Hasil penelitian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak tanggal tanda terima laporan pertanggungjawaban. | ||||||||||||||||
(8) | Terhadap Hasil Produksi, termasuk Hasil Produksi rusak atau reject, yang tidak diekspor atau tidak dilaporkan sampai dengan periode Pembebasan selesai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(9) | Terhadap Bahan Baku, termasuk Bahan Baku rusak atau reject, yang sampai periode Pembebasan selesai:
|
||||||||||||||||
(10) | Dalam hal sampai dengan batas periode Pembebasan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disampaikan atau ditolak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a terdapat:
|
(2) | Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan adanya kesalahan yang tidak signifikan, seperti kesalahan pengetikan atau sejenisnya, Perusahaan dapat melakukan pengajuan ulang (loading ulang). |
(3) | Pengajuan ulang (loading ulang) laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan. |
(4) | Dalam hal pengajuan ulang (loading ulang) laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetapi belum melewati periode Pembebasan, penelitian laporan pertanggungjawaban didasarkan pada data yang tidak dimintakan konfirmasi. |
(1) | Pencairan jaminan dilakukan dalam hal:
|
(2) | Dalam hal jaminan dicairkan Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) dan dikirimkan ke:
|
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pembebasan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sejak tanggal keputusan NIPER Pembebasan. |
(2) | Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan data yang ada di Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan dan/atau data dari sumber lain. |
(3) | Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perusahaan harus menyerahkan data dan/atau dokumen terkait fasilitas Pembebasan yang diminta oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan. |
(4) | Dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan lapangan terhadap persediaan Bahan Baku, barang dalam proses, Hasil Produksi, dan sisa proses produksi (waste/scrap). |
(5) | Dalam hal dilakukan pemeriksaan lapangan, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan surat tugas pemeriksaan lapangan dalam rangka monitoring dan evaluasi Perusahaan. |
(6) | Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat Berita Acara. |
(1) | Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi atas fasilitas Pembebasan yang telah diberikan. |
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) ditemukan selisih fisik Bahan Baku kurang dari saldo bahan baku yang belum dipertanggungjawabkan, Perusahaan wajib membayar bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Laporan hasil audit kepabeanan dapat digunakan sebagai:
|
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil audit ditemukan selisih lebih antara saldo fisik dengan saldo berdasarkan laporan pertanggungjawaban atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan, Perusahaan wajib membayar bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(5) | Laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat perincian Bahan Baku yang masih harus dipertanggungjawabkan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor. |
(6) | Pelaksanaan audit dalam periode tertentu tidak menghilangkan:
|
(7) | Dalam hal terjadi pencairan jaminan atas Bahan Baku yang pemberitahuan pabean impornya dalam periode audit, maka Pejabat Bea dan Cukai membuat surat pemberitahuan telah dilakukan pencairan jaminan kepada bidang audit Kantor Wilayah/KPU dan Perusahaan yang bersangkutan. |
(1) | NIPER Pembebasan dibekukan dalam hal Perusahaan:
|
(2) | Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat pembekuan NIPER Pembebasan kepada Perusahaan. |
(3) | Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, Perusahaan tidak dapat memperoleh fasilitas Pembebasan atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). |
(4) | Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, ketentuan mengenai kewajiban Perusahaan untuk melakukan Realisasi Ekspor dan menyerahkan laporan pertanggungjawaban tetap berlaku. |
(5) | Surat pembekuan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | NIPER Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:
|
(2) | Untuk dapat diberlakukan kembali NIPER Pembebasan yang dibekukan, Perusahaan mengajukan permohonan pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan. |
(3) | Dalam hal permohonan pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan. |
(4) | Surat pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | NIPER Pembebasan dicabut dalam hal Perusahaan:
|
(2) | Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atas nama Menteri menerbitkan keputusan pencabutan NIPER Pembebasan. |
(3) | Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut, jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan dan dikenai sanksi administrasi berupa denda. |
(4) | Terhadap pencairan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP). |
(5) | Terhadap pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). |
(6) | Pencabutan NIPER Pembebasan dapat terlebih dahulu dilakukan audit kepabeanan. |
(7) | Keputusan Pencabutan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut karena berubah status menjadi pengusaha kawasan berikat atau pengusaha di kawasan berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf j, terhadap Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process), dan Hasil Produksi berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Untuk dapat ditetapkan menjadi saldo awal kawasan berikat atas persediaan Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process) dan Hasil Produksi yang masih berada di Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Perusahaan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan dengan melampirkan keputusan sebagai Pengusaha kawasan berikat atau PDKB. |
(3) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(4) | Dalam hal Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process), dan Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah ditetapkan menjadi saldo awal kawasan berikat, Perusahaan selama dalam proses pencabutan tidak boleh melakukan:
|
(1) | Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar, dalam hal Perusahaan:
|
(2) | Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan denda yang ditetapkan secara berjenjang sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) atas tagihan denda. |
(4) | Tata cara penagihan dan pembayaran Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku. |
(5) | Penerapan denda secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perlakuan perpajakan atas Impor Bahan Baku oleh Perusahaan yang memperoleh NIPER Pembebasan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Perlakuan cukai atas Impor barang kena cukai oleh Perusahaan yang memperoleh NIPER Pembebasan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
(3) | Perlakuan Bea Keluar terhadap Hasil Produksi yang Bahan Bakunya mendapatkan fasilitas Pembebasan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Perusahaan yang telah menerima fasilitas Pembebasan, tidak dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat. |
(2) | Dalam hal Perusahaan akan memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, Perusahaan harus beralih dari penerima fasilitas Pembebasan menjadi perusahaan penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat. |
(3) | Dalam hal Perusahaan beralih menjadi perusahaan penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Realisasi Ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. |
(1) | Pengawasan terhadap Perusahaan dapat dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi wilayah lokasi Perusahaan. |
(2) | Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan. |
(3) | Dengan pertimbangan efisiensi pengawasan dan pelayanan, Perusahaan yang berlokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cikarang, Purwakarta dan Sukabumi dapat dilayani penerbitan NIPER Pembebasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan di Kantor Wilayah DJBC Jakarta. |
(4) | Dalam hal terdapat Kantor Wilayah atau KPU belum memiliki aplikasi Sistem Komputerisasi Pelayanan (SKP) KITE dan/atau Sistem Komputerisasi Pelayanan (SKP) Pembebasan, pelayanan dan pengawasan fasilitas Pembebasan dilakukan oleh Kantor Wilayah penerbit NIPER/NIPER Pembebasan sebelumnya. |
a) | penggunaan dokumen pemberitahuan pabean impor; |
b) | perlakuan perpajakan; |
c) | penyelesaian atas bahan baku; |
d) | penyerahan laporan pertanggungjawaban; |
diselesaikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011. |
a) | penggunaan dokumen pemberitahuan pabean impor; |
b) | perlakuan perpajakan; |
c) | penyelesaian atas bahan baku; |
d) | penyerahan laporan pertanggungjawaban; |
diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor. |
(1) | Dalam hal Hasil Produksi menggunakan gabungan bahan baku impor sebelum 1 April 2012 dan setelah 1 April 2012, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(2) | Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas bahan baku yang diimpor setelah 1 April 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1). |
(1) | Penerapan Peraturan Direktur Jenderal ini diberlakukan secara bertahap sebagai berikut:
|
(2) | Implementasi dari aplikasi Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Pembebasan:
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.