Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 16/BC/2012

Kategori : Lainnya

Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 16/BC/2012

TENTANG

TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN
UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN
DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4838);
  3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2010 tentang Jaminan Dalam Rangka Kepabeanan;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
  2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  4. Pembebasan adalah pembebasan bea masuk atas Impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
  5. Perusahaan yang mendapatkan Pembebasan yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah badan usaha yang mendapatkan fasilitas Pembebasan.
  6. Nomor Induk Perusahaan Pembebasan yang selanjutnya disingkat NIPER Pembebasan adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan yang mendapatkan Pembebasan.
  7. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan mendapatkan Pembebasan.
  8. Konversi adalah suatu pernyataan tertulis dari Perusahaan mengenai komposisi pemakaian Bahan Baku untuk setiap satuan Hasil Produksi.
  9. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Bahan Baku asal Impor dengan mendapatkan Pembebasan.
  10. Realisasi Ekspor adalah Ekspor atas Hasil Produksi sebagai bentuk penyelesaian Bahan Baku.
  11. Laporan Pemeriksaan Ekspor yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan hasil pemeriksaan pabean barang ekspor dengan fasilitas Pembebasan, yang diterbitkan oleh Kantor Pabean tempat pemuatan setelah dilakukan rekonsiliasi.
  12. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  13. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  14. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
  15. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.


Pasal 2


(1) Terhadap Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan.
(2) Pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah serangkaian usaha yang terdiri dari lebih satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan fungsi awal suatu Bahan Baku sehingga memberikan nilai tambah pada Bahan Baku dimaksud.
(3) Pengertian dirakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan berupa merangkai beberapa komponen bahan dan/atau barang sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat yang memiliki fungsi sama sekali berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal.
(4) Pengertian dipasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen bahan dan/atau barang kepada bagian utama barang jadi dimana tanpa ada penyatuan komponen bahan dan/atau barang tersebut maka Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi.
(5) Tidak termasuk dalam pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kegiatan yang semata-mata hanya melakukan pemotongan, penyortiran, pengepakan, pelekatan label, dan/atau kegiatan sejenis lainnya.
(6) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan terhadap Bahan Baku berupa:
  1. barang yang habis terpakai dalam proses produksi, seperti bahan bakar; dan/atau
  2. bahan penolong yang dipergunakan dalam proses produksi yang tidak menjadi bagian integral dari Hasil Produksi seperti katalisator, amplas, zat pembunuh kuman dan bahan-bahan sejenis lainnya.


BAB II
PERSYARATAN PENGAJUAN, PENETAPAN, DAN PERUBAHAN
DATA NIPER PEMBEBASAN

Bagian Pertama
Persyaratan Pengajuan NIPER Pembebasan

Pasal 3


(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pembebasan.
(2) Untuk memperoleh NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. mempunyai reputasi yang sangat baik;
  2. tidak pernah menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama 1 (satu) tahun terakhir;
  3. tidak pernah melakukan kesalahan dalam memberitahukan jumlah dan/atau jenis barang selama 1 (satu) tahun terakhir dalam kegiatan Impor dan Ekspor;
  4. tidak mempunyai tunggakan utang/mempunyai utang yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo, atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  5. melakukan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang hasil produksinya untuk tujuan Ekspor;
  6. memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan dan/atau pembongkaran Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi yang masih berlaku paling sedikit 3 (tiga) tahun sejak permohonan diterima;
  7. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  8. mempunyai laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik dengan hasil audit yang menyatakan bahwa badan usaha tersebut tidak mendapatkan opini disclaimer atau adverse; dan
  9. mendayagunakan sistem informasi berbasis komputer untuk pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku dalam proses produksi badan usaha yang bersangkutan yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Persyaratan mempunyai reputasi yang sangat baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, adalah badan usaha mempunyai profil importir sekurang-kurangnya low risk.
(4) Untuk memperoleh NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang memiliki wilayah kerja yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan mengisi secara lengkap surat permohonan NIPER Pembebasan dan melampirkan:
  1. copy nomor identitas kepabeanan;
  2. copy bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan dan/atau pembongkaran Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi, yang masih berlaku paling sedikit 3 (tiga) tahun sejak permohonan diterima;
  3. copy izin usaha industri beserta perubahannya;
  4. daftar badan usaha penerima subkontrak, dan surat perjanjian/kontrak kerja dengan badan usaha penerima subkontrak, dalam hal badan usaha melakukan kegiatan subkontrak;
  5. daftar rencana Hasil Produksi yang akan diproduksi beserta rincian bahan baku;
  6. surat pernyataan tentang masa produksi dan bagan alur proses produksi;
  7. surat pernyataan bermaterai yang menyatakan tidak mempunyai tunggakan utang/mempunyai utang yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo, atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  8. print screen atau buku manual atas sistem informasi berbasis komputer untuk pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku dalam proses produksi badan usaha yang bersangkutan yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang berisi elemen data berupa:
    1. alur pemasukan bahan baku;
    2. alur pemakaian bahan baku Impor dan bahan baku asal tempat lain dalam daerah pabean, dalam proses produksi;
    3. alur pengeluaran Hasil Produksi;
    4. identifikasi/pengkodean atas bahan baku asal Impor (fasilitas/bukan fasilitas) dan asal tempat lain dalam daerah pabean;
    5. identifikasi/pengkodean atas Hasil Produksi; dan
    6. keterkaitan antara pemasukan bahan baku, pemakaian bahan baku, dan pengeluaran hasil produksi dalam bentuk konversi, dan
  9. laporan keuangan satu tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik dengan hasil audit yang menyatakan bahwa badan usaha tersebut tidak mendapatkan opini disclaimer atau adverse.
(5) Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, surat permohonan NIPER Pembebasan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor terbesar.
(6) Surat Permohonan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Penetapan NIPER Pembebasan

Pasal 4


(1) Terhadap permohonan badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. menerima dan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen terhadap permohonan beserta lampiran kelengkapan data badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4);
  2. memberikan tanda terima permohonan NIPER Pembebasan dalam hal hasil penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a dinyatakan lengkap, atau memberikan surat penolakan berkas permohonan NIPER Pembebasan dalam hal dokumen yang diserahkan tidak lengkap;
  3. melakukan penelitian administrasi terkait:
    1) jangka waktu penguasaan lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan dan/atau pembongkaran Bahan Baku, tempat penimbunan Hasil Produksi, dan tempat pembongkaran Bahan Baku masih berlaku paling sedikit 3 (tiga) tahun sejak permohonan diterima;
    2) kesesuaian antara izin usaha industri dengan daftar Hasil Produksi dan Bahan Baku yang digunakan;
    3) kesesuaian antara print screen atau buku manual atas pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku dalam proses produksi dengan sistem informasi berbasis komputer sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (4) huruf h;
    4) opini kantor akuntan publik terhadap laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat # (4) huruf i;
    5) kesesuaian masa produksi dengan bagan alur proses produksi;
    6) kesesuaian daftar badan usaha penerima subkontrak dengan perjanjian subkontrak dalam hal badan usaha melakukan kegiatan subkontrak;
    7) perjanjian subkontrak terkait dengan kegiatan proses produksi yang disubkontrakkan bukan merupakan kegiatan utama dalam hal badan usaha melakukan kegiatan subkontrak; dan
    8) kesesuaian antara proses produksi yang disubkontrakkan dengan bidang usaha badan usaha penerima subkontrak dalam hal badan usaha melakukan kegiatan subkontrak,
  4. menerbitkan surat tugas pemeriksaan lapangan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan lapangan;
  5. dapat melakukan koordinasi dengan Kantor Wilayah atau KPU lain dalam melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal lokasi kegiatan produksi, tempat penimbunan dan/atau pembongkaran Bahan Baku, tempat penimbunan Hasil Produksi, dan/atau badan usaha penerima subkontrak, berada di luar wilayah pengawasan Kantor Wilayah atau KPU;
  6. menerima dan meneliti hasil pemeriksaan lapangan dalam bentuk berita acara pemeriksaan lapangan dari petugas sebagaimana dimaksud pada huruf d; dan
  7. melakukan konfirmasi kepada Direktorat Penindakan dan Penyidikan terkait:
    1. status profil importir;
    2. penyalahgunaan fasilitas di bidang kepabeanan selama 1 (satu) tahun terakhir;
    3. kesalahan dalam memberitahukan jumlah dan/atau jenis barang selama 1 (satu) tahun terakhir dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan ekspor; dan
    4. status blokir badan usaha yang bersangkutan.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan NIPER Pembebasan dalam hal permohonan disetujui paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima, atau membuat surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan dalam hal permohonan ditolak.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d:
  1. menerima surat tugas dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU untuk melakukan pemeriksaan lapangan terhadap:
    1. lokasi kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, tempat penimbunan Hasil Produksi;
    2. lokasi tempat pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku yang berbeda dengan lokasi kegiatan produksi, tempat pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku, dan/atau tempat penimbunan Hasil Produksi;
    3. lokasi badan usaha penerima subkontrak, dalam hal badan usaha melakukan kegiatan subkontrak; dan
    4. kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan bahan baku pada barang lain; dan
    5. kesesuaian antara print screen atau buku manual atas pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku dalam proses produksi dengan sistem informasi berbasis komputer sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (4) huruf h,
  2. menuangkan hasil pemeriksaan lapangan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan Lapangan; dan
  3. menyerahkan Berita Acara kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atau Pejabat yang ditunjuk.
(4) Surat tanda terima/penolakan berkas permohonan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Berita Acara Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Keputusan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Surat penolakan permohonan NIPER Pembebasan sebagaimana disebut pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Perubahan Data NIPER Pembebasan

Pasal 5


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam NIPER Pembebasan, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan untuk dilakukan perubahan data NIPER Pembebasan dimaksud.
(2) Perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus diajukan permohonan untuk dilakukan perubahan terkait:
  1. entitas perusahaan;
  2. eksistensi Perusahaan seperti perubahan lokasi, dan/atau luas;
  3. lokasi pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku;
  4. kegiatan subkontrak; dan/atau
  5. izin usaha industri.
(3) Permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen data yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Terhadap permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. menerima berkas permohonan beserta lampirannya;
  2. meneliti kelengkapan dan kesesuaian permohonan beserta lampirannya; dan
  3. melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b dan huruf c.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atas nama Menteri menerbitkan keputusan perubahan data NIPER Pembebasan dalam hal permohonan perubahan data NIPER Pembebasan disetujui, atau menerbitkan surat pemberitahuan penolakan beserta alasannya dalam hal permohonan perubahan data NIPER Pembebasan ditolak.
(6) Keputusan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB III
PEMBEBASAN

Bagian Pertama
Permohonan Pembebasan dan Konversi

Pasal 6

(1) Untuk memperoleh Pembebasan, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan dengan melampirkan:
  1. rencana Impor barang yang mencantumkan perkiraan jumlah dan kebutuhan Bahan Baku yang diperlukan dalam periode Pembebasan dan daftar pelabuhan tempat pembongkaran serta daftar kegunaan barang dan bahan yang dimintakan Pembebasan;
  2. rencana Ekspor, yang mencantumkan perkiraan jumlah dan nilai Hasil Produksi yang dihasilkan dan perbandingan jumlah hasil produksi dengan kapasitas produksi dalam periode Pembebasan;
  3. penjelasan tertulis mengenai masa produksi, yaitu jangka waktu yang dibutuhkan oleh Perusahaan untuk menyelesaikan produksi;
  4. izin Impor dari instansi terkait dalam hal atas pemasukan Bahan Baku tersebut diberlakukan ketentuan pembatasan;
  5. Konversi untuk setiap Hasil Produksi yang menggunakan Bahan Baku yang dimintakan Pembebasan; dan
  6. kontrak ekspor atau realisasi ekspor setahun sebelumnya dalam hal perusahaan tidak memiliki kontrak ekspor.
(2) Dalam hal Bahan Baku diberlakukan ketentuan pembatasan, masa berlaku keputusan Pembebasan diberikan dengan mempertimbangkan masa berlaku ijin pembatasan Impor dari instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
(3) Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diserahkan dalam bentuk hardcopy dan sofcopy (media penyimpanan data elektronik), dan harus mencantumkan elemen data sekurang-kurangnya:
  1. identitas Perusahaan berupa nama Perusahaan dan nomor NIPER Pembebasan;
  2. periode Importasi;
  3. rencana awal produksi dan masa produksi;
  4. nomor Konversi;
  5. rincian Hasil Produksi, Bahan Baku dan koefisien pemakaian Bahan Baku per satuan Hasil Produksi; dan
  6. rincian persentase Bahan Baku yang terserap dalam Hasil Produksi dan persentase sisa proses produksi (waste/scrap).
(4) Terhadap permohonan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. menerima dan meneliti permohonan Pembebasan beserta kelengkapan lampirannya; dan
  2. menerbitkan tanda terima dalam hal berkas permohonan Pembebasan dinyatakan lengkap atau menerbitkan surat penolakan dalam hal berkas permohonan tidak lengkap;
(5) Terhadap berkas permohonan Pembebasan yang telah diterbitkan tanda terima sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)  huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. meneliti kesesuaian kelengkapan data dan kewajaran konversi sebagai acuan pemberian persetujuan Pembebasan dan membuat nota pendapat; dan
  2. membuat dan menyerahkan konsep keputusan Pembebasan disertai dengan nota pendapat sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan dalam hal permohonan dinyatakan dapat disetujui.
(6) Hasil penelitian Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dinilai wajar apabila Konversi dimaksud merupakan dasar pengelolaan atas pemakaian Bahan Baku pada sistem informasi berbasis komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf i dan diotorisasi oleh pimpinan Perusahaan.
(7) Dalam hal hasil penelitian terhadap Konversi yang diserahkan Perusahaan dinilai tidak wajar, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta pengesahan Konversi kepada instansi teknis terkait atau kepada lembaga profesional yang diakui oleh instansi teknis terkait, dan segala biaya yang timbul akibat permintaan pengesahan Konversi dimaksud dibebankan kepada Perusahaan.
(8) Terhadap hasil penelitian kesesuaian kelengkapan data dan kewajaran Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan:
  1. tanda terima Konversi dalam hal hasil penelitian Konversi dinilai wajar atau Konversi telah mendapatkan pengesahan dari instansi teknis terkait atau kepada lembaga profesional yang diakui oleh instansi teknis terkait; atau
  2. surat penolakan dalam hal hasil penelitian Konversi dinilai tidak wajar.
(9) Dalam hal Konversi telah mendapatkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai memasukkan (loading) Konversi dimaksud pada sistem komputer pelayanan fasilitas Pembebasan.
(10) Atas permohonan untuk memperoleh Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanda terima Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a.
(11) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atas nama Menteri menerbitkan keputusan Pembebasan yang menetapkan rincian jenis dan jumlah Bahan Baku yang diberikan Pembebasan, periode Pembebasan, pelabuhan tempat pembongkaran, dan jangka waktu berlakunya keputusan Pembebasan tersebut.
(12) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(13) Surat Permohonan Pembebasan sebagaimana disebut pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(14) Keputusan Pembebasan sebagaimana disebut dalam ayat (11), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(15) Surat penolakan permohonan Pembebasan sebagaimana disebut ayat (11), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(16) Konversi sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf e, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Periode Pembebasan


Pasal 7

(1) Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11) yang tercantum dalam keputusan Pembebasan, merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan Realisasi Ekspornya.
(2) Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
  1. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean Impor; atau
  2. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a. dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan atas Bahan Baku yang diimpor setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.

 


BAB IV
IMPOR BAHAN BAKU, JAMINAN, PEMERIKSAAN PABEAN,
PENGOLAHAN, PERAKITAN, DAN/ATAU
PEMASANGAN BAHAN BAKU, SUBKONTRAK, DAN KONVERSI

Bagian Pertama
Impor Bahan Baku

Pasal 8

(1) Atas impor Bahan Baku yang telah diberikan Pembebasan berdasarkan keputusan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor.
(2) Perusahaan yang telah mendapatkan keputusan Pembebasan dapat melakukan importasi dengan ketentuan:
  1. pelaksanaan Impor Bahan Baku sesuai dengan tanggal berlaku keputusan Pembebasan;
  2. pelaksanaan Impor Bahan Baku pada pelabuhan yang ditetapkan;
  3. jumlah dan jenis Bahan Baku harus sesuai dengan jumlah dan jenis yang tercantum dalam keputusan Pembebasan; dan
  4. menyerahkan jaminan sebesar bea masuk atas Bahan Baku sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor ke Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan.


 

Pasal 9


Atas impor Bahan Baku yang telah diberikan Pembebasan berdasarkan keputusan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11), Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean impor dengan mencantumkan nomor keputusan Pembebasan pada kolom pemenuhan persyaratan fasilitas Impor.


Bagian Kedua
Jaminan

Pasal 10

(1) Perusahaan wajib menyerahkan jaminan kepada Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan selama periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan ditambah 3 (tiga) bulan.
(2)  Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar bea masuk atas Bahan Baku sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor.
(3) Besarnya bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
(4) Bentuk, waktu, dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang mengatur tentang Jaminan dalam rangka kepabeanan.
(5) Terhadap jaminan yang diserahkan oleh Perusahaan, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan penelitian terhadap jumlah dan jangka waktu jaminan;
  2. dapat melakukan konfirmasi penerbitan jaminan kepada penjamin atau surety dengan mempertimbangkan tingkat risiko Perusahaan dan penjamin;
(6) Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat ketidaksesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menolak jaminan dengan menerbitkan surat penolakan jaminan.
(7) Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat kesesuaian jaminan menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ).
(8) Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (7), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


 

Bagian Ketiga
Pemeriksaan Pabean

Pasal 11


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh Perusahaan.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Dalam hal hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya:
  1. ketidaksesuaian tarif antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dengan hasil pemeriksaan pabean, Perusahaan harus melakukan penyesuaian nilai jaminan; dan/atau
  2. ketidaksesuaian nilai pabean antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dengan hasil pemeriksaan pabean, Perusahaan harus melakukan penyesuaian nilai jaminan dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan,
    1. sepanjang dapat diyakini bahwa jenis barang yang diimpor sesuai dengan barang yang tercantum dalam keputusan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11).
(4) Dalam hal terdapat penyesuaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada Perusahaan, dan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dengan hasil pemeriksaan pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap seluruh importasi yang diberitahukan dalam satu pemberitahuan pabean impor dimaksud tidak dapat diberikan Pembebasan; dan
  2. dilakukan penelitian atau penyelidikan lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

 

Pasal 12


(1) Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku dari kawasan pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapat persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan.
(6) Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan.
(7) Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan data dalam NIPER Pembebasan.
(8) Surat persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Pengolahan, Perakitan, dan/atau Pemasangan
Bahan Baku dan Subkontrak

Pasal 13


(1) Kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, wajib dilakukan sendiri oleh Perusahaan.
(2) Dalam hal seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sehingga mengubah sifat utama dan/atau bentuk Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri oleh Perusahaan, Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Perusahaan dapat memberikan subkontrak sebagian kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada badan usaha industri yang terdapat dalam NIPER Pembebasan dengan syarat sebagai berikut:
  1. pekerjaan yang disubkontrakkan bukan merupakan kegiatan utama dalam proses produksi; dan
  2. pekerjaan yang disubkontrakkan bukan merupakan pemeriksaan awal, penyortiran, pengepakan, dan/atau pemeriksaan akhir,
(4) Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha industri yang tidak tercantum dalam NIPER Pembebasan, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan untuk mendapatkan persetujuan.
(5) Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam NIPER Pembebasan.
(6) Dalam memberikan persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan mempertimbangkan:
  1. periode perjanjian subkontrak; dan
  2. jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan,
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat persetujuan.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
(10) Dalam hal Perusahaan tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(11) Surat permohonan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Konversi

Pasal 14


(1) Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e merupakan salah satu alat uji pemakaian Bahan Baku.
(2) Dalam hal Konversi yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e terdapat perubahan Konversi yang disebabkan oleh:
  1. Perusahaan memproduksi Hasil Produksi baru; dan/atau
  2. Perusahaan melakukan perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya,
    1. Perusahaan harus menyerahkan Konversi baru sebelum mulai memproduksi, dalam bentuk hardcopy dan softcopy (media penyimpanan data elektronik).
(3) Terhadap Konversi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. menerima Konversi; dan
  2. melakukan kegiatan sesuai tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9).
(4) Konversi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal terdapat kesalahan, dapat dilakukan satu kali perbaikan sebelum mulai memproduksi.


BAB V
EKSPOR HASIL PRODUKSI

Pasal 15


(1) Semua Hasil Produksi wajib diekspor oleh Perusahaan dalam periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
(2)  Hasil Produksi yang dikeluarkan dari Perusahaan selain tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipergunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian ekspor.


BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN

Bagian Pertama
Laporan Pertanggungjawaban

Pasal 16

(1) Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan Ekspor Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan ketentuan:
  1. menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat pembebasan bea masuk kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan secara berkala paling lama 6 (enam) bulan sekali;
  2. laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada huruf a harus disampaikan dalam periode Pembebasan;
  3. laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada huruf a diserahkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban Bahan Baku (BCL.KT 01) dan laporan pertanggungjawaban sisa proses produksi (waste/scrap); dan
  4. penghitungan periode 6 (enam) bulan dihitung sejak tanggal keputusan Pembebasan.
(2) Dalam hal Perusahaan belum melaksanakan Realisasi Ekspor Hasil Produksi dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan Pembebasan, Perusahaan harus menyampaikan laporan penggunaan barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan bea masuk nihil.
(3) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
  1. pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan persetujuan keluar Pejabat Bea dan Cukai;
  2. pemberitahuan pabean ekspor yang telah mendapat persetujuan Ekspor;
  3. salinan bukti penerimaan transaksi Ekspor berupa buku piutang, letter of credit, rekening koran, telegraphic transfer dan/atau dokumen yang membuktikan adanya transaksi Ekspor;
  4. bukti penjualan sisa proses produksi (waste/scrap) bila ada penjualan sisa proses produksi (waste/scrap);
  5. Laporan Pemeriksaan Ekspor (LPE); dan
  6. daftar Konversi dari pemakaian Bahan Baku yang dimintakan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e dan Pasal 14 ayat (2).
(4) Terhadap Perusahaan yang tidak menyerahkan Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), atas Bahan Baku yang dilaporkan pada BCL.KT 01 yang Konversinya tidak diserahkan, tidak diberikan pembebasan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE).
(6) Dalam hal Perusahaan melakukan Impor dan Ekspor melalui Kantor Pabean yang belum menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE), pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diserahkan pada saat laporan pertanggungjawaban pertama atas pemberitahuan pabean impor tersebut.
(7) Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. menerima laporan pertanggungjawaban; dan
  2. memeriksa kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(8) Dalam hal berkas laporan pertanggungjawaban diterima dengan lengkap, Pejabat Bea dan Cukai memberikan tanda terima.
(9) Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diterima dengan lengkap, Pejabat Bea dan Cukai mengembalikan berkas laporan pertanggungjawaban kepada Perusahaan dengan menyebutkan alasan.
(10) Laporan penggunaan barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan bea masuk nihil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Laporan pertanggungjawaban Bahan Baku (BCL.KT 01) dan laporan pertanggungjawaban sisa proses produksi (waste/scrap) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


 

Bagian Kedua
Penelitian Laporan Pertanggungjawaban

Pasal 17


(1) Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. meneliti kesesuaian dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3);
  2. meneliti pemenuhan periode Pembebasan dengan membandingkan jangka waktu tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor dengan tanggal dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  3. menguji Realisasi Ekspor berdasarkan bukti transaksi ekspor berdasarkan manajemen risiko; dan
  4. meneliti kebenaran laporan pertanggungjawaban dengan:
    1. membandingkan jenis Bahan Baku yang diimpor dengan jenis Bahan Baku yang dipakai dalam produksi;
    2. membandingkan jumlah pemakaian Bahan Baku dengan jumlah Hasil Produksi berdasarkan Konversi;
    3. membandingkan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam laporan pertanggungjawaban dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor; dan
    4. menghitung jumlah sisa proses produksi (waste/scrap) berdasarkan Konversi.
(2) Dalam hal hasil penelitian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima seluruhnya, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyesuaian saldo sebesar Bahan Baku yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ).
(3) Dalam hal hasil penelitian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima sebagian, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan penyesuaian saldo sebesar Bahan Baku yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ); dan
  2. menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) dan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) terhadap Bahan Baku yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Dalam hal seluruh Bahan Baku telah selesai dipertanggungjawabkan, jaminan dikembalikan.
(5) Sisa proses produksi (waste/scrap) yang dijual, diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean BC 2.4 dan membayar bea masuk sebesar:
  1. 5% (lima persen) dikalikan harga jual, apabila tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation) Bahan Bakunya 5% (lima persen) atau lebih; atau
  2. tarif yang berlaku dikalikan harga jual, apabila tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation) Bahan Bakunya kurang dari 5% (lima persen).
(6) Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ), Surat Penetapan Pabean (SPP), dan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.
(7) Hasil penelitian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak tanggal tanda terima laporan pertanggungjawaban.
(8) Terhadap Hasil Produksi, termasuk Hasil Produksi rusak atau reject, yang tidak diekspor atau tidak dilaporkan sampai dengan periode Pembebasan selesai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi dimaksud; dan
  2. Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(9) Terhadap Bahan Baku, termasuk Bahan Baku rusak atau reject, yang sampai periode Pembebasan selesai:
a. tidak diolah menjadi Hasil Produksi;
b. tidak dirakit sehingga menjadi Hasil Produksi;
c. tidak dipasang pada barang jadi lain sehingga menjadi Hasil Produksi;
d. tidak diekspor sebagai bagian integral dari Hasil Produksi; atau
e. tidak dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan Baku dimaksud; dan
b. Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(10) Dalam hal sampai dengan batas periode Pembebasan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disampaikan atau ditolak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan atau yang ditolak pertanggungjawabannya; dan
  2. Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Bagian Ketiga
Pengajuan Ulang (Loading Ulang)

Pasal 18


(1) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a terdapat:
  1. kesalahan pengisian tanggal dan/atau nomor aju dokumen pemberitahuan pabean impor, tanggal dan/atau nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor, nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean ekspor, klasifikasi HS, satuan, kode Bahan Baku, kode Hasil Produksi, jumlah Bahan Baku, jumlah Hasil Produksi dan nomor dan/atau tanggal LPE; dan/atau
  2. nomor Konversi yang dilampirkan tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawaban,
      Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi kepada Perusahaan dengan mengirimkan surat pemberitahuan melalui media elektronik atau surat elektronik.
(2) Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan adanya kesalahan yang tidak signifikan, seperti kesalahan pengetikan atau sejenisnya, Perusahaan dapat melakukan pengajuan ulang (loading ulang).
(3) Pengajuan ulang (loading ulang) laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan.
(4) Dalam hal pengajuan ulang (loading ulang) laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetapi belum melewati periode Pembebasan, penelitian laporan pertanggungjawaban didasarkan pada data yang tidak dimintakan konfirmasi.


Bagian Keempat
Pencairan Jaminan

Pasal 19


(1)  Pencairan jaminan dilakukan dalam hal:
  1. Perusahaan tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban setelah periode Pembebasan selesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (10);
  2. laporan pertanggungjawaban ditolak sebagian atau seluruhnya; dan/atau
  3. NIPER Pembebasan dicabut dan masih terdapat Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan.
(2) Dalam hal jaminan dicairkan Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) dan dikirimkan ke:
  1. Perusahaan (lembar pertama);
  2. Kantor Pelayanan dan Pengawasan pemasukan Bahan Baku (lembar kedua); dan
  3. Penjamin/surety (lembar ketiga) dilampiri klaim jaminan;


BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 20


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pembebasan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sejak tanggal keputusan NIPER Pembebasan.
(2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan data yang ada di Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan dan/atau data dari sumber lain.
(3) Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perusahaan harus menyerahkan data dan/atau dokumen terkait fasilitas Pembebasan yang diminta oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.
(4) Dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan lapangan terhadap persediaan Bahan Baku, barang dalam proses, Hasil Produksi, dan sisa proses produksi (waste/scrap).
(5) Dalam hal dilakukan pemeriksaan lapangan, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan surat tugas pemeriksaan lapangan dalam rangka monitoring dan evaluasi Perusahaan.
(6) Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat Berita Acara.


Pasal 21


(1) Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi atas fasilitas Pembebasan yang telah diberikan.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) ditemukan selisih fisik Bahan Baku kurang dari saldo bahan baku yang belum dipertanggungjawabkan, Perusahaan wajib membayar bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Laporan hasil audit kepabeanan dapat digunakan sebagai:
  1. dasar untuk melakukan evaluasi atas fasilitas Pembebasan yang telah diberikan; dan
  2. pertanggungjawaban penyelesaian Bahan Baku
(4) Dalam hal berdasarkan hasil audit ditemukan selisih lebih antara saldo fisik dengan saldo berdasarkan laporan pertanggungjawaban atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan, Perusahaan wajib membayar bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(5) Laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat perincian Bahan Baku yang masih harus dipertanggungjawabkan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor.
(6) Pelaksanaan audit dalam periode tertentu tidak menghilangkan:
  1. kewajiban Perusahaan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pada periode audit dimaksud; dan
  2. proses pencairan jaminan atas pemberitahuan pabean impor yang diluar periode audit dimaksud.
(7) Dalam hal terjadi pencairan jaminan atas Bahan Baku yang pemberitahuan pabean impornya dalam periode audit, maka Pejabat Bea dan Cukai membuat surat pemberitahuan telah dilakukan pencairan jaminan kepada bidang audit Kantor Wilayah/KPU dan Perusahaan yang bersangkutan.


BAB VIII
SANKSI

Bagian Pertama
Pembekuan NIPER Pembebasan

Pasal 22


(1) NIPER Pembebasan dibekukan dalam hal Perusahaan:
  1. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
  2. tidak melunasi utang bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan jatuh tempo;
  3. tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
  4. tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20; dan/atau
  5. diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dengan bukti permulaan yang cukup.
(2) Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat pembekuan NIPER Pembebasan kepada Perusahaan.
(3) Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, Perusahaan tidak dapat memperoleh fasilitas Pembebasan atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(4) Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, ketentuan mengenai kewajiban Perusahaan untuk melakukan Realisasi Ekspor dan menyerahkan laporan pertanggungjawaban tetap berlaku.
(5) Surat pembekuan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 23


(1) NIPER Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:
  1. telah mendapatkan persetujuan perubahan data NIPER Pembebasan;
  2. telah melunasi seluruh utang bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  3. telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
  4. telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi; dan/atau
  5. tidak terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan.
(2) Untuk dapat diberlakukan kembali NIPER Pembebasan yang dibekukan, Perusahaan mengajukan permohonan pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan.
(3) Dalam hal permohonan pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan surat pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan.
(4) Surat pemberlakuan kembali NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Pencabutan NIPER Pembebasan

Pasal 24


(1) NIPER Pembebasan dicabut dalam hal Perusahaan:
  1. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a;
  2. tidak melunasi seluruh utang bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b sampai dengan diterbitkannya surat paksa;
  3. tidak melakukan Impor atau Ekspor dengan fasilitas Pembebasan secara berturut-turut dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dan Pasal 7 ayat (2) huruf b;
  4. melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di luar lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan tidak diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
  5. tidak melakukan sendiri kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
  6. melakukan subkontrak tanpa memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
  7. melakukan subkontrak tanpa memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4);
  8. bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain membuat konversi yang tidak benar dan mengakibatkan kerugian negara.
  9. terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan berdasarkan putusan pengadilan; 
  10. berubah status menjadi pengusaha kawasan berikat atau Pengusaha di kawasan berikat;
  11. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
  12. tidak menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  13. mempunyai laporan keuangan yang dinyatakan oleh Kantor Akuntan Publik dengan opini disclaimer atau adverse dalam waktu 1 (satu) tahun terakhir;
  14. tidak menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun;
  15. tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan berdasarkan rekomendasi dari unit audit Kantor Pusat DJBC atau Kantor Wilayah atau KPU yang didasarkan pada Laporan Hasil Audit Kepabeanan dan/atau Cukai;
  16. tidak memenuhi persyaratan mempunyai reputasi yang sangat baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a;
  17. tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1); dan/atau
  18. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan NIPER Pembebasan.
(2) Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan atas nama Menteri menerbitkan keputusan pencabutan NIPER Pembebasan.
(3) Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut, jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan dan dikenai sanksi administrasi berupa denda.
(4) Terhadap pencairan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP).
(5) Terhadap pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA).
(6) Pencabutan NIPER Pembebasan dapat terlebih dahulu dilakukan audit kepabeanan.
(7) Keputusan Pencabutan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 25


(1) Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut karena berubah status menjadi pengusaha kawasan berikat atau pengusaha di kawasan berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf j, terhadap Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process), dan Hasil Produksi berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. atas persediaan Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process) dan Hasil Produksi yang masih berada di Perusahaan, sepanjang masih dalam periode Pembebasan, dapat dijadikan saldo awal kawasan berikat dan diperlakukan sebagai barang impor dengan mendapat penangguhan bea masuk; dan
  2. terhadap Hasil Produksi yang telah direalisasikan ekspornya tetapi belum diserahkan laporan pertanggungjawaban harus diselesaikan dengan laporan pertanggungjawaban.
(2) Untuk dapat ditetapkan menjadi saldo awal kawasan berikat atas persediaan Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process) dan Hasil Produksi yang masih berada di Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Perusahaan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan dengan melampirkan keputusan sebagai Pengusaha kawasan berikat atau PDKB.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan pencacahan terhadap saldo Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process) dan Hasil Produksi dan dibuatkan Berita Acara;
  2. melakukan penagihan dalam hal terdapat kekurangan pembayaran bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda; dan/atau
  3. mengembalikan jaminan dalam hal hasil pencacahan kedapatan sesuai.
(4) Dalam hal Bahan Baku, barang dalam proses produksi (work in process), dan Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah ditetapkan menjadi saldo awal kawasan berikat, Perusahaan selama dalam proses pencabutan tidak boleh melakukan:
  1. impor Bahan Baku; dan
  2. pengajuan permohonan keputusan Pembebasan.


Bagian Ketiga
Denda

Pasal 26


(1) Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar, dalam hal Perusahaan:
  1. tidak membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku yang mendapat Pembebasan di lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan atau di lokasi lain yang telah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (2);
  2. tidak melakukan sendiri seluruh pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
  3. tidak mengekspor Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau tidak melaporkan sampai dengan periode pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (8);
  4. tidak mengolah Bahan Baku dengan mendapatkan Pembebasan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (9);
  5. sampai dengan batas periode Pembebasan, laporan pertanggungjawaban Ekspor tidak disampaikan atau ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (10);
  6. tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; dan/atau
  7. ditemukan selisih fisik Bahan Baku melebihi laporan Bahan Baku yang sudah dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
(2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan denda yang ditetapkan secara berjenjang sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pembebasan menerbitkan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) atas tagihan denda.
(4) Tata cara penagihan dan pembayaran Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Penerapan denda secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 27


(1) Perlakuan perpajakan atas Impor Bahan Baku oleh Perusahaan yang memperoleh NIPER Pembebasan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Perlakuan cukai atas Impor barang kena cukai oleh Perusahaan yang memperoleh NIPER Pembebasan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
(3) Perlakuan Bea Keluar terhadap Hasil Produksi yang Bahan Bakunya mendapatkan fasilitas Pembebasan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 28


(1) Perusahaan yang telah menerima fasilitas Pembebasan, tidak dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat.
(2) Dalam hal Perusahaan akan memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, Perusahaan harus beralih dari penerima fasilitas Pembebasan menjadi perusahaan penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat.
(3) Dalam hal Perusahaan beralih menjadi perusahaan penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Realisasi Ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.


Pasal 29


(1) Pengawasan terhadap Perusahaan dapat dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi wilayah lokasi Perusahaan.
(2) Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan.
(3) Dengan pertimbangan efisiensi pengawasan dan pelayanan, Perusahaan yang berlokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cikarang, Purwakarta dan Sukabumi dapat dilayani penerbitan NIPER Pembebasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan di Kantor Wilayah DJBC Jakarta.
(4) Dalam hal terdapat Kantor Wilayah atau KPU belum memiliki aplikasi Sistem Komputerisasi Pelayanan (SKP) KITE dan/atau Sistem Komputerisasi Pelayanan (SKP) Pembebasan, pelayanan dan pengawasan fasilitas Pembebasan dilakukan oleh Kantor Wilayah penerbit NIPER/NIPER Pembebasan sebelumnya.


Pasal 30


Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Terhadap badan usaha yang telah memiliki NIPER berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011, untuk memperoleh Pembebasan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh NIPER Pembebasan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor dalam jangka waktu paling lama tanggal 31 Desember 2012.
  2. Dalam hal badan usaha tidak mengajukan permohonan NIPER Pembebasan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, NIPER yang telah dimiliki oleh badan usaha dibekukan sampai proses pencabutan selesai.
  3. Dalam hal NIPER dibekukan, ketentuan mengenai kewajiban badan usaha untuk melakukan realisasi Ekspor dan menyerahkan laporan pertanggungjawaban tetap berlaku.
  4. Dalam hal NIPER dicabut, jaminan atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan dicairkan.
  5. Dalam hal badan usaha yang telah memiliki NIPER, tetapi belum memiliki NIPER Pembebasan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. atas bahan baku yang diimpor sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor terhadap:
      a) penggunaan dokumen pemberitahuan pabean impor;
      b) perlakuan perpajakan;
      c) penyelesaian atas bahan baku;
      d) penyerahan laporan pertanggungjawaban; 
      diselesaikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011.
    2. penyelesaian bahan baku sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c) dan penyerahan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d) wajib dilaksanakan paling lama tanggal 31 Maret 2013.
    3. penyelesaian bahan baku sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c) dan penyerahan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d) yang dilakukan setelah tanggal 31 Maret 2013, jaminan dicairkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011.
    4. atas Bahan Baku yang diimpor setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor terhadap:
      a) penggunaan dokumen pemberitahuan pabean impor;
      b) perlakuan perpajakan;
      c) penyelesaian atas bahan baku;
      d) penyerahan laporan pertanggungjawaban;
      diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor.
  6. Terhadap badan usaha yang telah memiliki NIPER berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011, harus memenuhi ketentuan mengenai pendayagunaan teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf i dalam jangka waktu paling lama tanggal 31 Desember 2012.
  7. Dalam hal badan usaha beralih dari penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor menjadi penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor dan penyerahan ke kawasan berikat yang telah dilakukan oleh badan usaha tersebut dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
  8. Terhadap laporan pertanggungjawaban yang telah disampaikan oleh badan usaha yang telah memiliki NIPER sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor ini dan masih dalam proses penelitian, penyelesaian penelitian dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 dalam jangka waktu paling lama pada tanggal 1 April 2014.


Pasal 31


(1) Dalam hal Hasil Produksi menggunakan gabungan bahan baku impor sebelum 1 April 2012 dan setelah 1 April 2012, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. penyelesaian atas bahan baku; dan
b. penyerahan laporan pertanggungjawaban,
diselesaikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011.
(2) Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas bahan baku yang diimpor setelah 1 April 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1).


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32


(1) Penerapan Peraturan Direktur Jenderal ini diberlakukan secara bertahap sebagai berikut:
  1. Permohonan NIPER Pembebasan dapat dilayani mulai tanggal 1 April 2012 di Kantor Wilayah atau KPU; dan
  2. Dalam hal Kantor Wilayah atau KPU belum mempunyai aplikasi Sistem Komputer Pelayanan (SKP) KITE/Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Pembebasan, penerbitan NIPER Pembebasan dapat dilakukan pada Kantor Wilayah atau KPU lain yang terdekat dengan lokasi pabrik yang telah mempunyai aplikasi Sistem Komputer Pelayanan (SKP) KITE/Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Pembebasan.
(2) Implementasi dari aplikasi Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Pembebasan:
  1. Kantor Wilayah DJBC Banten ditunjuk sebagai pilot project implementasi aplikasi Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Pembebasan mulai tanggal 1 Juni 2012; dan
  2. Implementasi dari aplikasi Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Pembebasan pada Kantor Wilayah atau KPU lain, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.


Pasal 33


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2012.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2012
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

AGUNG KUSWANDONO
NIP 19670329 199103 1 001