1. |
Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Instansi yang Memerlukan Tanah adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Badan Bank Tanah dan badan hukum milik negara/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah atau Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik negara/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum.
- Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
- Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
- Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek Pengadaan Tanah.
- Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah, dan ruang bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.
- Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah.
- Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
- Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah, bukan tanah wakaf, bukan tanah ulayat, dan/atau bukan merupakan aset barang milik negara/daerah.
- Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang hak pengelolaan.
- Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
- Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari Pihak yang Berhak kepada negara.
- Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak, pengelola, dan/atau pengguna barang dalam proses Pengadaan Tanah.
- Penilai Pertanahan yang selanjutnya disebut Penilai adalah Penilai Publik yang telah mendapat lisensi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk menghitung nilai objek kegiatan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum atau kegiatan pertanahan dan penataan ruang lainnya.
- Penilai Publik adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
- Penilai Pemerintah adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, wewenang, hak dan kewajiban secara penuh untuk melaksanakan kegiatan di bidang penilaian.
- Zona Nilai Tanah adalah gambaran nilai tanah yang relatif sama, dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya, yang batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis petugas dengan metode perbandingan harga pasar dan biaya yang dimuat dalam peta Zona Nilai Tanah dan ditetapkan oleh kepala Kantor Pertanahan.
- Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah.
- Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.
- Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
- Badan Bank Tanah yang selanjutnya disebut Bank Tanah adalah badan khusus (sui generis) yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah.
- Penetapan Lokasi adalah penetapan atas lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan dengan keputusan gubernur/bupati/wali kota yang dipergunakan sebagai izin untuk Pengadaan Tanah, perubahan penggunaan tanah, dan peralihan Hak Atas Tanah dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
- Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas permukaan tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang tanah.
- Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah permukaan tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang tanah.
- Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.
- Tim Persiapan Pengadaan Tanah yang selanjutnya disebut Tim Persiapan adalah tim yang dibentuk oleh gubernur/bupati/wali kota untuk membantu gubernur/bupati/wali kota dalam melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan, dan Konsultasi Publik rencana pembangunan.
- Tim Kajian Keberatan yang selanjutnya disebut Tim Kajian adalah tim yang dibentuk oleh gubernur/bupati/wali kota untuk membantu gubernur/bupati/wali kota melaksanakan inventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan, melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan, melakukan kajian, dan membuat rekomendasi diterima atau ditolak keberatan.
- Satuan Tugas adalah satuan yang dibentuk oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah untuk membantu pelaksanaan Pengadaan Tanah.
- Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
- Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Kementerian di provinsi.
- Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Kementerian di kabupaten/kota.
- Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
|
2. |
Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (10) Pasal 6 diubah dan di antara ayat (10) dan ayat (11) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (10a) sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) |
Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat:
- maksud dan tujuan rencana pembangunan;
- Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
- prioritas pembangunan nasional/daerah;
- letak tanah;
- luas tanah yang dibutuhkan;
- gambaran umum status tanah;
- perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
- perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
- perkiraan nilai tanah;
- rencana penganggaran; dan
- preferensi bentuk Ganti Kerugian.
|
(2) |
Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berisi uraian mengenai maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(3) |
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan prioritas pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, berisi uraian mengenai kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan prioritas pembangunan. |
(4) |
Letak tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berisi uraian mengenai wilayah administrasi:
- desa/kelurahan atau yang disebut dengan nama lain;
- kecamatan;
- kabupaten/kota; dan
- provinsi, tempat lokasi pembangunan yang direncanakan.
|
(5) |
Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berisi uraian mengenai perkiraan luas tanah yang diperlukan. |
(6) |
Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, berisi uraian mengenai data awal penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. |
(7) |
Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, berisi uraian mengenai perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
(8) |
Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, berisi uraian mengenai perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan. |
(9) |
Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, berisi uraian mengenai perkiraan nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah, meliputi:
- tanah;
- Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah;
- bangunan;
- tanaman;
- benda yang berkaitan dengan tanah; dan
- kerugian lain yang dapat dinilai.
|
(10) |
Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j harus tersedia sesuai dengan jangka waktu Penetapan Lokasi yang berisi uraian mengenai besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. |
(10a) |
Preferensi bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, berisi uraian mengenai pilihan bentuk Ganti Kerugian sesuai dengan kebutuhan masyarakat. |
(11) |
Dalam hal diperlukan, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menambah muatan dalam dokumen perencanaan Pengadaan Tanah. |
|
3. |
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
(1) |
Pemegang alat bukti tertulis hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d merupakan pemegang hak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Hak Atas Tanah. |
(2) |
Dalam hal alat bukti tertulis hak lama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditemukan atau tidak berlaku lagi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, penguasaan atau kepemilikan dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari yang bersangkutan dan keterangan dari orang yang dapat dipercaya dan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi. |
(3) |
Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi keterangan:
- tanah tersebut merupakan benar milik yang bersangkutan, bukan milik orang lain;
- penguasaan tersebut dilakukan dengan iktikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai Pihak yang Berhak atas tanah; dan
- penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
|
|
4. |
Ketentuan ayat (2) huruf c Pasal 31 diubah, sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) |
Tim Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) menjelaskan mengenai rencana Pengadaan Tanah dalam Konsultasi publik. |
(2) |
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- maksud dan tujuan rencana pembangunan untuk Kepentingan Umum;
- tahapan dan waktu proses penyelenggaraan Pengadaan Tanah;
- peran Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah dalam menentukan nilai Ganti Kerugian;
- insentif yang akan diberikan kepada Pihak yang Berhak;
- objek yang dinilai Ganti Kerugian;
- bentuk Ganti Kerugian; dan
- hak dan kewajiban Pihak yang Berhak, Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena dampak.
|
|
5. |
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
(1) |
Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah kas desa, pemerintah desa mengajukan izin tertulis kepada gubernur untuk mendapat izin persetujuan pelepasan haknya. |
(2) |
Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah wakaf, nazhir dan/atau Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan izin tertulis kepada Kementerian Agama/Kantor Wilayah Kementerian Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia/Badan Wakaf Indonesia provinsi untuk mendapat izin pelepasan atas tanah wakaf. |
(3) |
Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah ulayat, Instansi yang Memerlukan Tanah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat dengan melibatkan tokoh masyarakat adat untuk mendapat kesepakatan dan penyelesaian dengan masyarakat yang bersangkutan yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan. |
(4) |
Dalam hal terdapat Objek Pengadaan Tanah yang berstatus tanah aset Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, Pengguna Barang/pemilik aset dan/atau Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan izin alih status penggunaan/pelepasan aset kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
6. |
Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 42A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42A
Dalam hal Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum berada pada lokasi bidang tanah yang terindikasi sebagai tanah musnah, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
7. |
Ketentuan ayat (1) Pasal 43 diubah, sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43
(1) |
Proses penyelesaian perubahan status atas Objek Pengadaan Tanah yang berstatus kawasan hutan atau izin alih status penggunaan/pelepasan aset atas tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat, tanah terindikasi sebagai tanah musnah, dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 42A harus dilakukan sampai dengan Penetapan Lokasi. |
(2) |
Dalam hal perubahan status dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi tanpa adanya keterangan tertulis dari instansi terkait, Penetapan Lokasi berfungsi sebagai izin perubahan status/pinjam pakai kawasan hutan atau izin alih status penggunaan/pelepasan aset. |
|
8. |
Di antara Pasal 49 dan Pasal 50 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 49A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49A
(1) |
Setelah Penetapan Lokasi pembangunan Pengadaan Tanah dilakukan, tidak diperlukan lagi persyaratan:
- Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
- pertimbangan teknis pertanahan;
- di luar kawasan hutan dan di luar kawasan pertambangan;
- di luar kawasan gambut/sempadan pantai; dan
- analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
|
(2) |
Terhadap permohonan perpanjangan Penetapan Lokasi pembangunan atau pembaruan Penetapan Lokasi pembangunan, tidak diperlukan lagi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|
9. |
Ketentuan ayat (3) Pasal 51 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1) |
Dalam hal pelaksanaan persiapan Pengadaan Tanah dilakukan oleh bupati/wali kota berdasarkan pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, permohonan perpanjangan waktu Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) diajukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah kepada bupati/wali kota atas pertimbangan kepala Kantor Pertanahan. |
(2) |
Permohonan perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah kepada bupati/wali kota dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu Penetapan Lokasi pembangunan. |
(3) |
Perpanjangan Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh bupati/wali kota dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya permohonan. |
(4) |
Ketentuan mengenai pelaksanaan Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) sampai dengan ayat (6) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan perpanjangan Penetapan Lokasi pembangunan. |
|
10. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 56 diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 56
(1) |
Berdasarkan Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada kepala Kantor Wilayah. |
(2) |
Pengajuan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan:
- keputusan Penetapan Lokasi;
- dokumen perencanaan Pengadaan Tanah;
- data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah;
- data awal masyarakat yang terkena dampak;
- berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (6);
- surat pernyataan pemasangan tanda batas bidang tanah; dan
- surat pernyataan ketersediaan anggaran.
|
(3) |
Instansi yang Memerlukan Tanah menyampaikan penjelasan tentang permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di hadapan kepala Kantor Wilayah. |
(4) |
Dalam hal permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap, kepala Kantor Wilayah membuat berita acara penerimaan permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
(5) |
Dalam hal permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala Kantor Wilayah membentuk pelaksana Pengadaan Tanah paling lama 5 (lima) Hari. |
(6) |
Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menyiapkan pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
|
11. |
Ketentuan ayat (1) huruf i Pasal 57 diubah, sehingga Pasal 57 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
(1) |
Dalam melaksanakan penyiapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (6), pelaksana pengadaan Tanah melakukan kegiatan, paling sedikit:
- membuat agenda rapat pelaksanaan;
- membuat rencana kerja dan jadwal kegiatan;
- menyiapkan pembentukan Satuan Tugas yang diperlukan dan pembagian tugas;
- memperkirakan kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan;
- merumuskan strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanaan;
- menyiapkan langkah koordinasi pelaksanaan;
- menyiapkan administrasi yang diperlukan;
- mengajukan kebutuhan biaya operasional dan biaya pendukung Pengadaan Tanah
- menetapkan Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah; dan
- membuat dokumen hasil rapat.
|
(2) |
Penyiapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam rencana kerja yang memuat paling kurang:
- rencana pendanaan pelaksanaan;
- rencana waktu dan penjadwalan pelaksanaan;
- rencana kebutuhan tenaga pelaksana;
- rencana kebutuhan bahan dan peralatan pelaksana;
- inventarisasi dan alternatif solusi faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan; dan
- sistem monitoring pelaksanaan.
|
|
12. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 58 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
(1) |
Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), ketua pelaksana Pengadaan Tanah membentuk Satuan Tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi Objek Pengadaan Tanah dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak dibentuknya pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- Satuan Tugas A yang membidangi pengumpulan data fisik Objek Pengadaan Tanah; dan
- Satuan Tugas B yang membidangi pengumpulan data yuridis Objek Pengadaan Tanah.
|
(3) |
Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk 1 (satu) Satuan Tugas atau lebih dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah. |
(3a) |
Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab terhadap kebenaran substansi data yang dituangkan dalam laporan hasil inventarisasi sesuai dengan bidang tugas masing-masing. |
(4) |
Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
|
13. |
Ketentuan ayat (1) Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1) |
Satuan Tugas B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b melaksanakan pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah paling sedikit:
- nama, pekerjaan, dan alamat Pihak yang Berhak;
- nomor induk kependudukan atau identitas diri lainnya Pihak yang Berhak;
- bukti penguasaan dan/atau kepemilikan tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda yang berkaitan dengan tanah;
- letak tanah, luas tanah, dan nomor identifikasi bidang;
- status tanah dan dokumennya;
- jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah;
- penguasaan dan/atau kepemilikan tanah, bangunan, dan/atau benda lain yang berkaitan dengan tanah;
- pembebanan Hak Atas Tanah; dan
- Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah.
|
(2) |
Hasil inventarisasi dan identifikasi data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dalam bentuk daftar nominatif yang ditandatangani oleh ketua Satuan Tugas. |
(3) |
Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan dalam proses penentuan nilai Ganti Kerugian. |
(4) |
Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan penyurvei berlisensi. |
|
14. |
Di antara Pasal 65 dan Pasal 66 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 65A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65A
(1) |
Dalam hal terdapat bidang tanah sisa yang terkena Pengadaan Tanah dan tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang Berhak dapat meminta penggantian atas bidang tanahnya. |
(2) |
Dalam hal bidang tanah sisa yang luasnya tidak lebih dari 100 m2 (seratus meter persegi) dan tidak dapat difungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Ganti Kerugian. |
(3) |
Dalam hal bidang tanah sisa yang luasnya lebih dari 100 m2 (seratus meter persegi) dapat diberikan Ganti Kerugian setelah mendapat kajian dari pelaksana Pengadaan Tanah bersama Instansi yang Memerlukan Tanah dan tim teknis terkait. |
(4) |
Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk berita acara hasil kajian tanah sisa. |
|
15. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 67 diubah, sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
(1) |
Jasa Penilai diadakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dan ditetapkan oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Dalam hal tidak terdapat jasa Penilai dan/atau dalam rangka efisiensi biaya untuk Pengadaan Tanah skala kecil, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menunjuk Penilai Publik atau Penilai Pemerintah. |
(3) |
Pengadaan jasa Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. |
|
16. |
Ketentuan Pasal 68 diubah, sehingga Pasal 68 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
(1) |
Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah bertugas melakukan penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah, meliputi:
- tanah;
- Ruang Atas Tanah; Tanah dan Ruang Bawah
- bangunan;
- tanaman;
- benda yang dan/atau berkaitan dengan tanah;
- kerugian lain yang dapat dinilai.
|
(2) |
Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah menerima salinan dokumen perencanaan, daftar nominatif, dan peta bidang tanah dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah yang dituangkan dalam berita acara. |
(3) |
Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah menyelesaikan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani. |
(4) |
Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah dapat meminta informasi dan/atau data yang mendukung penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah kepada instansi terkait. |
|
17. |
Ketentuan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 69 diubah, sehingga Pasal 69 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
(1) |
Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, merupakan nilai pada saat pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum dengan mempertimbangkan masa tunggu pada saat pembayaran Ganti Kerugian. |
(2) |
Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai tunggal untuk bidang per bidang tanah. |
(3) |
Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat. |
(4) |
Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Penilai disampaikan kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah dengan berita acara penyerahan hasil penilaian. |
(5) |
Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian. |
|
18. |
Pasal 70 dihapus. |
19. |
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 71 diubah, sehingga Pasal 71 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
(1) |
Pelaksana Pengadaan Tanah melaksanakan musyawarah didampingi Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah dan Instansi yang Memerlukan Tanah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak hasil penilaian dari Penilai diterima oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1). |
(3) |
Dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan besarnya Ganti Kerugian hasil penilaian Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1). |
(4) |
Pelaksanaan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan jumlah Pihak yang Berhak, waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian. |
|
20. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 76 diubah, sehingga Pasal 76 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76
(1) |
Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
- uang;
- tanah pengganti;
- permukiman kembali;
- kepemilikan saham; atau
- bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
|
(2) |
Bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), baik berdiri sendiri maupun gabungan dari beberapa bentuk Ganti Kerugian, diberikan sesuai dengan nilai Ganti Kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah. |
|
21. |
Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 78 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 78 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 78
(1) |
Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a, diberikan dalam bentuk mata uang Rupiah. |
(2) |
Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah berdasarkan validasi dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. |
(2a) |
Validasi oleh ketua pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kegiatan verifikasi meliputi:
- pemeriksaan formal kelengkapan rekapitulasi peta bidang dan daftar nominatif hasil inventarisasi dan identifikasi Satuan Tugas A dan Satuan Tugas B; dan
- pemeriksaan kesesuaian rekapitulasi Pihak yang Berhak dengan bentuk Ganti Kerugian hasil musyawarah.
|
(3) |
Validasi dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari sejak berita acara kesepakatan bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2). |
(4) |
Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersamaan dengan Pelepasan Hak oleh Pihak yang Berhak. |
(5) |
Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 17 (tujuh belas) Hari sejak penyampaian hasil validasi oleh pelaksana Pengadaan Tanah. |
(6) |
Dalam hal tertentu Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan lebih dari 17 (tujuh belas) Hari. |
(7) |
Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan keadaan dimana:
- anggaran yang tersedia tidak mencukupi;
- Pihak yang Berhak tidak hadir saat jadwal pembayaran Ganti Kerugian; atau
- terdapat persoalan keamanan, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan/atau persoalan teknis lainnya.
|
|
22. |
Ketentuan ayat (1) Pasal 79 diubah, sehingga Pasal 79 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 79
(1) |
Ganti Kerugian dalam bentuk tanah pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dan/atau pengelola dan/atau pengguna barang milik negara/barang milik daerah/aset desa berdasarkan permintaan tertulis dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk dan atas nama Pihak yang Berhak. |
(3) |
Penyediaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jual beli atau cara lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) |
Dalam hal peruntukan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan termasuk dalam jenis Kepentingan Umum, penyediaannya dapat dilakukan melalui tahapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(5) |
Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan Pelepasan Hak oleh Pihak yang Berhak tanpa menunggu tersedianya tanah pengganti. |
(6) |
Selama proses penyediaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dana penyediaan tanah pengganti, dititipkan pada bank oleh dan atas nama Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(7) |
Pelaksanaan penyediaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh pelaksana Pengadaan Tanah. |
|
23. |
Ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) Pasal 84 diubah, sehingga Pasal 84 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 84
(1) |
Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
- Objek Pengadaan Tanah yang dipergunakan sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintahan;
- Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa;
- Objek Pengadaan Tanah kas desa; dan/atau
- Objek Pengadaan Tanah dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dilaksanakan oleh Badan Usaha.
|
(2) |
Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai Bank Tanah diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) |
Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. |
(4) |
Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat diberikan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1). |
(5) |
Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) didasarkan atas hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68. |
(6) |
Nilai Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah berupa harta benda wakaf ditentukan sama dengan nilai hasil penilaian Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah atas harta benda wakaf yang diganti. |
|
24. |
Di antara Pasal 85 dan Pasal 86 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 85A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 85A
Dalam hal Pihak yang Berhak telah diundang 3 (tiga) kali secara patut tidak hadir pada saat pemberian Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dianggap menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian. |
25. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 86 diubah, sehingga Pasal 86 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 86
(1) |
Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang Memerlukan Tanah melalui pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Pengalihan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak ditetapkannya lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sampai ditetapkannya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah. |
(3) |
Dalam hal Pihak yang Berhak membutuhkan Ganti Kerugian dalam keadaan khusus, pelaksana Pengadaan Tanah memprioritaskan pemberian Ganti Kerugian. |
|
26. |
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 87 diubah, sehingga Pasal 87 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 87
(1) |
Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3), diberikan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari perkiraan Ganti Kerugian yang didasarkan atas nilai jual objek pajak tahun berjalan, Zona Nilai Tanah atau perkiraan nilai Ganti Kerugian dari Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah. |
(2) |
Pemberian sisa Ganti Kerugian terhadap Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah ditetapkannya hasil penilaian dari Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah atau nilai yang sudah ditetapkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
(3) |
Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah dilakukan bersamaan dengan diberikannya pemberian sisa Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
|
27. |
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 89 diubah serta ayat (6) dihapus, sehingga Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89
(1) |
Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan penitipan Ganti Kerugian dalam bentuk uang kepada ketua Pengadilan Negeri pada wilayah lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. |
(2) |
Permohonan penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pengadilan Negeri bersamaan dengan penyetoran uang Ganti Kerugian ke rekening pengadilan. |
(3) |
Permohonan penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
- Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri;
- Pihak yang Berhak menolak besarnya Ganti Kerugian berdasarkan putusan Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap;
- Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya; atau
- Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
- sedang menjadi objek perkara di pengadilan;
- masih dipersengketakan kepemilikannya;
- diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau
- menjadi jaminan di bank.
|
(4) |
Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa uang dalam mata uang Rupiah. |
(5) |
Pelaksanaan penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam berita acara penitipan Ganti Kerugian. |
(6) |
Dihapus. |
|
28. |
Di antara Pasal 94 dan Pasal 95 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 94A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 94A
(1) |
Dalam hal Objek Pengadaan Tanah masih dipersengketakan kepemilikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) huruf d angka 2, ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan kepada pihak yang menuntut penguasaan dan/atau kepemilikan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan atau melaksanakan perdamaian. |
(2) |
Pihak yang menuntut penguasaan dan/atau kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan gugatan atau mendaftarkan berita acara perdamaian paling lama 14 (empat belas) Hari sejak diterimanya pemberitahuan. |
(3) |
Pihak yang menuntut penguasaan dan/atau kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan gugatan yang telah didaftarkan dengan nomor register perkara atau nomor register pendaftaran berita acara perdamaian. |
(4) |
Dalam hal pihak yang menuntut penguasaan dan/atau kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjukkan nomor register perkara, uang Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri tidak dapat dibayarkan kepada pihak manapun sebelum ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
(5) |
Dalam hal pihak yang menuntut penguasaan dan/atau kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjukkan nomor register pendaftaran berita acara perdamaian, uang Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri tidak dapat dibayarkan kepada pihak manapun sebelum adanya akta perdamaian atau putusan perdamaian yang merupakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
(6) |
Dalam hal pihak yang menuntut penguasaan dan/atau kepemilikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari tidak dapat menunjukkan nomor register perkara atau nomor register pendaftaran berita acara perdamaian, tuntutan penguasaan dan/atau kepemilikan menjadi hapus dan uang Ganti Kerugian yang dititipkan di pengadilan dapat dibayarkan kepada Pihak yang Berhak sesuai daftar nominatif yang diumumkan. |
|
29. |
Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 97
(1) |
Dalam pengambilan Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 94A, dan Pasal 96, Pihak yang Berhak wajib menyerahkan bukti penguasaan dan/atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Dalam hal ketua pelaksana Pengadaan Tanah tidak lagi menjabat sebagai ketua pelaksana Pengadaan Tanah, bukti penguasaan dan/atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada kepala Kantor Pertanahan setempat. |
|
30. |
Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 99
(1) |
Pengambilan Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 96 dilakukan oleh Pihak yang Berhak dengan surat pengantar dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah. |
(2) |
Dalam hal ketua pelaksana Pengadaan Tanah tidak lagi menjabat sebagai ketua pelaksana Pengadaan Tanah, pengambilan Ganti Kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 96 dilakukan oleh Pihak yang Berhak dengan surat pengantar dari kepala Kantor Pertanahan setempat. |
|
31. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 105 diubah sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105
(1) |
Dalam hal Objek Pengadaan Tanah sedang menjadi objek perkara di pengadilan dan Ganti Kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri, ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan kepada ketua pengadilan dan pihak-pihak yang berperkara tentang hapusnya hak dan putusnya hubungan hukum antara Pihak yang Berhak dengan tanahnya. |
(2) |
Alat bukti penguasaan dan/atau kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku sebagai pembuktian di Pengadilan Negeri sampai memperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
|
32. |
Penjelasan Pasal 112 ayat (1) huruf q dan huruf x diubah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan. |
33. |
Penjelasan Pasal 125 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan. |
34. |
Ketentuan ayat (6) Pasal 126 diubah, sehingga Pasal 126 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 126
(1) |
Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan:
- secara langsung oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dengan Pihak yang Berhak, dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati; atau
- dengan menggunakan tahapan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
(2) |
Penetapan Lokasi untuk tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh bupati/wali kota. |
(3) |
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. |
(4) |
Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah dan rencana kerja Instansi yang Memerlukan Tanah. |
(5) |
Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disusun berdasarkan muatan dan studi kelayakan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. |
(6) |
Penilaian tanah dalam rangka Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi yang Memerlukan Tanah menggunakan hasil penilaian jasa Penilai, Penilai Publik atau Penilai Pemerintah. |
|
27. |
Pasal 127 dihapus. |