Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
TENTANG
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALI KOTA TANJUNGPINANG,
Menimbang :
- bahwa Pajak Hiburan merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang mendukung peningkatan pembangunan daerah yang dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Hiburan perlu dilakukan penyesuaian guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau Wajib Pajak;
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 120 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, menyebutkan hal-hal yang belum diatur terkait penyelenggaraan Pajak Hiburan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Wali Kota;
- bahwa Peraturan Wali Kota Nomor 63 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksana Pajak Hiburan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Wali Kota Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Nomor 63 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksana Pajak Hiburan tidak sesuai maka perlu diganti;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Wali Kota tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Hiburan.
Mengingat :
- Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tanjungpinang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4112);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5950);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Atau Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 11);
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 671) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 694);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penagihan dan Pemeriksaan Pajak Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1852);
- Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 11) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2020 Nomor 39);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :PERATURAN WALI KOTA TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN.
BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1
Dalam Peraturan Wali Kota ini yang dimaksud dengan:
- Daerah adalah Kota Tanjungpinang.
- Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Tanjungpinang.
- Wali Kota adalah Wali Kota Tanjungpinang.
- Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
- Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Pajak Hiburan yang selanjutnya disebut Pajak adalah Pajak Daerah atas penyelenggaraan hiburan.
- Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
- Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan Pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
- Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
- Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Wali Kota.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
- Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
- Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur Wajib Pajak untuk melunasi utang Pajaknya.
- Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang Pajak dan biaya penagihan Pajak.
- Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam surat pemberitahuan Pajak Terutang, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, atau surat keputusan keberatan.
- Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan, atau terhadap pemotongan atau pemungutan pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
- Pajak Terutang adalah Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa Pajak, dalam tahun Pajak atau dalam bagian tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
- Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
- Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
- Penagihan adalah serangkaian tindakan agar penanggung Pajak melunasi utang Pajak dan biaya penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
- Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NPWPD adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan daerah yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Peraturan Wali Kota ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pemungutan Pajak Hiburan di Daerah.
Peraturan Wali Kota ini bertujuan untuk:
a. |
meningkatkan pendapatan asli daerah; |
b. |
mengoptimalkan pemungutan Pajak Hiburan di Daerah; dan |
c. |
memberikan arah pengaturan dalam pemungutan Pajak Hiburan. |
Ruang lingkup Peraturan Wali Kota ini meliputi:
a. |
pendaftaran Wajib Pajak dan masa pajak; |
b. |
dasar pengenaan pajak; |
c. |
penyetoran Pajak Terutang; |
d. |
pelaporan pajak; |
e. |
pembukuan dan pemeriksaan; |
f. |
ketetapan pajak; |
g. |
pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak; |
h. |
penagihan pajak; |
i. |
penyitaan dan lelang; |
j. |
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, keringanan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif; |
k. |
penghapusan piutang pajak; |
l. |
keberatan dan banding; |
m. |
kedaluwarsa; dan |
n. |
pemungutan pajak secara elektronik. |
BAB IIPENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN MASA PAJAKBagian KesatuPendaftaran Wajib PajakPasal 5
(1) |
Wajib Pajak diwajibkan mendaftarkan diri kepada Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah untuk mendapatkan NPWPD. |
(2) |
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mendaftarkan diri, Wali Kota secara jabatan melalui Kepala Perangkat Daerah menerbitkan NPWPD berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Daerah. |
(1) |
Pendaftaran diri oleh Wajib Pajak dilakukan dengan menggunakan formulir pendaftaran Wajib Pajak. |
(2) |
Formulir pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi dan ditulis dengan benar, jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak dengan melampirkan:
a. |
untuk Wajib Pajak perorangan:
1. |
fotokopi identitas diri berupa kartu tanda penduduk atau paspor; |
2. |
fotokopi SPPT PBB-P2 dan bukti pelunasan SPPT PBB-P2 tempat usaha; dan |
3. |
surat kuasa apabila Wajib Pajak berhalangan dengan disertai fotokopi kartu tanda penduduk dari pemberi kuasa. |
|
b. |
untuk Wajib Pajak Badan:
1. |
fotokopi identitas diri pengelola atau pemilik usaha Badan berupa kartu tanda penduduk atau paspor; |
2. |
fotokopi akta pendirian Badan beserta perubahannya; |
3. |
fotokopi SPPT PBB-P2 dan bukti pelunasan SPPT PBB-P2 tempat usaha; dan |
4. |
surat kuasa apabila Wajib Pajak jawab berhalangan dengan disertai fotokopi kartu tanda penduduk dari pemberi kuasa. |
|
|
Pendaftaran diri oleh Wajib Pajak dalam rangka mendapatkan NPWPD dapat dilakukan melalui kantor Perangkat Daerah atau dalam jaringan aplikasi pendaftaran (online).
(1) |
Terhadap formulir pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) telah diterima lengkap, Perangkat Daerah menerbitkan NPWPD. |
(2) |
NPWPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja. |
Terhadap pendaftaran diri oleh Wajib Pajak, petugas Perangkat Daerah melakukan sosialisasi terkait hak dan kewajiban Wajib Pajak.
(1) |
Penerbitan NPWPD secara jabatan oleh Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Perangkat Daerah terlebih dahulu melakukan pemanggilan kepada Wajib Pajak agar melakukan pendaftaran Wajib Pajak. |
(2) |
Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dengan rentang waktu 7 (tujuh) hari untuk setiap pemanggilan. |
(3) |
Dalam hal pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Perangkat Daerah menerbitkan NPWPD Wajib Pajak secara jabatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pemanggilan terakhir disampaikan. |
(1) |
Penerbitan NPWPD secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), berdasarkan data yang diperoleh Perangkat Daerah dari hasil survei lapangan. |
(2) |
Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. |
(1) |
Kepala Perangkat Daerah dapat membatalkan pengukuhan Wajib Pajak dan menghapuskan NPWPD terhadap Wajib Pajak atau ahli warisnya yang mengajukan permohonan pembatalan pengukuhan Wajib Pajak dan penghapusan NPWPD dengan alasan tidak memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak sesuai ketentuan peraturan perpajakan daerah dan/atau menghentikan secara tetap kegiatan usahanya. |
(2) |
Pembatalan pengukuhan Wajib Pajak dan penghapusan NPWPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan dituangkan dalam berita acara hasil penelitian. |
(3) |
Dalam hal Wajib Pajak masih memiliki utang Pajak, pembatalan pengukuhan Wajib Pajak dan penghapusan NPWPD tidak dapat diterbitkan oleh Kepala Perangkat Daerah sampai dengan utang pajak dinyatakan nihil. |
Bagian KeduaMasa PajakPasal 13
Masa pajak adalah untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.
BAB IIIDASAR PENGENAAN PAJAKPasal 14
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hiburan.
Jumlah pembayaran oleh subjek pajak kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.
Besarnya Pajak Terutang untuk Pajak Hiburan berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak dengan cara mengalikan tariff Pajak dengan dasar pengenaan Pajak.
BAB IVPENYETORAN PAJAK TERUTANGPasal 17
(1) |
Penyetoran Pajak Terutang oleh Wajib Pajak atau kuasanya disetorkan pada kas daerah melalui bank yang ditunjuk oleh Wali Kota. |
(2) |
Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan bukti penyetoran pajak. |
(3) |
Jatuh tempo penyetoran Pajak Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama disetorkan pada tanggal 15 (lima belas) setiap bulan. |
Penyetoran Pajak Terutang oleh Wajib Pajak atau kuasanya dilakukan dengan melampirkan:
a. |
fotokopi NPWPD; dan |
b. |
hasil penghitungan Pajak Terutang oleh Wajib Pajak. |
BAB VPELAPORAN PAJAKPasal 19
(1) |
Pelaporan Pajak oleh Wajib Pajak dilakukan dengan mengisi formulir SPTPD. |
(2) |
Formulir SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. |
data Wajib Pajak; |
b. |
klasifikasi usaha; |
c. |
jumlah omzet; |
d. |
dasar pengenaan Pajak; |
e. |
Pajak Terutang; dan |
f. |
jumlah Pajak yang dibayar. |
|
(3) |
Pelaporan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampirkan bukti transaksi. |
(1) |
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak serta menyampaikannya ke Perangkat Daerah. |
(2) |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah melakukan penelitian atas SPTPD dan SSPD atau bukti penyetoran Pajak yang dipersamakan dengan SSPD yang disampaikan oleh Wajib Pajak. |
(1) |
SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa Pajak. |
(2) |
Apabila batas waktu penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, maka batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada hari kerja berikutnya. |
Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dilakukan terhadap:
a. |
kelengkapan SPTPD dan lampirannya; dan |
b. |
kebenaran penulisan dan penghitungan Pajak. |
BAB VIPEMBUKUAN DAN PEMERIKSAANBagian KesatuPembukuanPasal 23
(1) |
Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. |
(2) |
Pembukuan atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data penjualan beserta bukti pendukungnya agar dapat dihitung besarnya Pajak Terutang. |
Bagian KeduaPemeriksaanPasal 24
(1) |
Kepala Perangkat Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. |
(2) |
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. |
pemeriksaan lapangan; dan/atau |
b. |
pemeriksaan kantor. |
|
(1) |
Terhadap Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a, pemeriksa berwenang:
a. |
memeriksa dan/atau meminjam buku, catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak; |
b. |
memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak; |
c. |
meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; |
d. |
melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; |
e. |
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan |
f. |
meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa. |
|
(2) |
Terhadap Pemeriksaan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b, pemeriksa berwenang:
a. |
melakukan pemanggilan kepada Wajib Pajak; |
b. |
memeriksa dan/atau meminjam buku, catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak; |
c. |
meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; |
d. |
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; |
e. |
meminjam kertas kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik melalui Wajib Pajak; dan |
f. |
meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa. |
|
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, pemeriksa wajib:
a. |
menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan lapangan atau surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan kantor; |
b. |
memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan; |
c. |
memperlihatkan surat yang berisi pemeriksa kepada Wajib Pajak perubahan tim apabila susunan keanggotaan tim pemeriksa mengalami perubahan; |
d. |
melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
1. |
alasan dan tujuan Pemeriksaan; |
2. |
hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan; dan |
3. |
kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari Wajib Pajak. |
|
e. |
menuangkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak; |
f. |
menyampaikan kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; |
g. |
mengembalikan buku, catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan |
h. |
merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. |
(1) |
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan oleh pemeriksa. |
(2) |
Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
pegawai negeri sipil berpangkat paling rendah pengatur muda atau golongan II/a; |
b. |
berijazah paling rendah pendidikan sekolah menengah umum atau yang sederajat; |
c. |
telah mendapatkan pendidikan dan/atau pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa; |
d. |
cermat dan seksama dalam menggunakan keterampilannya; |
e. |
jujur dan bersih dari tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan |
f. |
taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
|
(3) |
Dalam hal tidak terpenuhinya persyaratan pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Wali Kota dapat menunjuk tenaga ahli yang mempunyai kompetensi di bidang pemeriksaan pajak sebagai pemeriksa. |
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. |
pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama; |
b. |
pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan sesuai dengan program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun; |
c. |
temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; |
d. |
pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa yang terdiri atas seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim; |
e. |
tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Pemerintah Daerah, maupun yang berasal dari instansi di luar Pemerintah Daerah yang telah ditunjuk oleh Wali Kota, sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara; |
f. |
apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain; |
g. |
pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan kantor dan/atau Pemeriksaan lapangan; |
h. |
pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; dan |
i. |
pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk kertas kerja Pemeriksaan. |
(1) |
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak wajib:
a. |
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak; |
b. |
memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak serta meminjamkannya kepada pemeriksa; |
c. |
memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; dan |
d. |
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. |
|
(2) |
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
a. |
memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; |
b. |
memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak; |
c. |
memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; |
d. |
meminjamkan kertas kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik; dan |
e. |
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. |
|
BAB VIIKETETAPAN PAJAKPasal 30
(1) |
Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak terutangnya Pajak, Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN. |
(2) |
SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal:
a. |
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain, Pajak Terutang tidak atau kurang bayar; |
b. |
SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) tidak disampaikan kepada Wali Kota dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; atau |
c. |
kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi. |
|
(3) |
Jumlah Pajak yang tercantum dalam SKPDKB yang diterbitkan dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dihitung secara jabatan. |
(4) |
SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dan menyebabkan penambahan Pajak Terutang. |
(5) |
SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal jumlah Pajak Terutang sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak. |
(1) |
Jumlah kekurangan Pajak Terutang dalam SKPDKB dikenai sanksi administratif berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau terlambat dibayar, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya Pajak. |
(2) |
Jumlah kekurangan Pajak Terutang dalam SKPDKBT dikenai sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan Pajak tersebut. |
(3) |
Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenai jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan Pemeriksaan. |
(4) |
Jumlah Pajak Terutang dalam SKPDKB dikenai sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok Pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak terutangnya Pajak. |
(5) |
SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. |
(1) |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah menyampaikan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN kepada Wajib Pajak paling lambat 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. |
(2) |
Penyampaian SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
a. |
secara langsung; |
b. |
melalui pos; atau |
c. |
secara elektronik. |
|
(1) |
Wajib Pajak yang telah menerima SKPDKB dan SKPDKBT harus melaksanakan pembayaran piutang Pajak sebelum jatuh tempo. |
(2) |
Dalam hal Wajib Pajak tidak melaksanakan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah menerbitkan STPD. |
BAB VIIIPENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAKPasal 34
(1) |
Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah. |
(2) |
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. |
nama dan alamat Wajib Pajak; |
b. |
masa Pajak; |
c. |
penghitungan Pajak yang seharusnya tidak terutang; dan |
d. |
alasan permohonan pengembalian pembayaran Pajak yang seharusnya tidak terutang. |
|
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan:
a. |
fotokopi NPWPD; |
b. |
fotokopi SPTPD; dan |
c. |
fotokopi SSPD atau bukti penyetoran Pajak yang dipersamakan dengan SSPD. |
|
(1) |
Terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, pegawai Perangkat Daerah menyusun telaahan staf. |
(2) |
Telaahan staf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. |
persoalan; |
b. |
praanggapan; |
c. |
fakta yang mempengaruhi; |
d. |
analisis; |
e. |
kesimpulan; dan |
f. |
saran. |
|
(3) |
Berdasarkan telaahan staf sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. |
(1) |
Kepala Perangkat Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) harus memberikan keputusan. |
(2) |
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilampaui dan Kepala Perangkat Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(3) |
Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak, kelebihan pembayaran Pajak langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut. |
(4) |
Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. |
(5) |
Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Wali Kota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. |
BAB IXPENAGIHAN PAJAKPasal 37
(1) |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah dapat menerbitkan STPD dalam hal:
a. |
hasil Penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; |
b. |
SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran; atau |
c. |
Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. |
|
(2) |
Jumlah tagihan dalam STPD berupa pokok Pajak yang kurang bayar ditambah dengan pemberian sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya Pajak. |
Tahapan pelaksanaan penagihan Pajak Terutang yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo pembayaran diatur sebagai berikut:
a. |
Surat Teguran atau surat peringatan sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Pajak dikeluarkan sejak jatuh tempo pembayaran; |
b. |
Surat Teguran atau surat peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan rentang waktu 7 (tujuh) hari untuk setiap Surat Teguran atau surat peringatan; |
c. |
dalam hal Surat Teguran atau surat peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dipenuhi, Perangkat Daerah menerbitkan STPD paling lambat 3 (tiga) hari setelah pemanggilan terakhir disampaikan; |
d. |
Surat Teguran atau surat peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pajak; |
e. |
setelah penerbitan Surat Teguran atau surat peringatan terakhir, dapat disertai dengan pemasangan stiker, spanduk, baliho, atau tulisan belum melunasi pajak kepada objek Pajak yang bersangkutan; dan |
f. |
pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa setelah 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. |
Penyampaian Surat Teguran atau surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat dilakukan:
a. |
secara langsung; |
b. |
melalui pos; atau |
c. |
secara elektronik. |
BAB XPENYITAAN DAN LELANGPasal 40
(1) |
Apabila jumlah Pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau surat peringatan maka jumlah Pajak yang harus dibayar dapat ditagih dengan surat paksa. |
(2) |
Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa setelah 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. |
(1) |
Apabila jumlah Pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal penyampaian Surat Paksa, pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. |
(2) |
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum melunasi jumlah Pajak Terutang setelah lewat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. |
(3) |
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah dapat menetapkan jadwal waktu tindakan penagihan Pajak yang menyimpang dari rentang waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 dengan melakukan penagihan Pajak seketika dan sekaligus apabila:
a. |
Wajib Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamanya; |
b. |
Wajib Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; |
c. |
diketahui bahwa Wajib Pajak akan membubarkan Badan atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; |
d. |
Badan akan dibubarkan oleh negara; |
e. |
terjadi penyitaan atas barang Wajib Pajak oleh pihak ketiga; dan/atau |
f. |
Wajib Pajak mengajukan permohonan atau dimohonkan pailit. |
BAB XIPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, KERINGANAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIFBagian KesatuPembetulanPasal 43
(1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan kepada Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah terhadap:
a. |
SKPDKB; |
b. |
SKPDKBT |
c. |
STPD; |
d. |
SKPDN; dan/atau |
e. |
SKPDLB. |
|
(2) |
Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. |
kesalahan tulis berupa nama, alamat, NPWP, jenis pajak, masa pajak, tahun pajak, dan/atau tanggal jatuh tempo; |
b. |
kesalahan hitung yang berasal dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; dan/atau |
c. |
kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah dalam penerapan tarif, sanksi administratif, dan besarnya Pajak Terutang. |
|
(1) |
Permohonan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. |
setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan; |
b. |
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya; |
c. |
diajukan kepada Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah; |
d. |
melampirkan fotokopi SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN dan/atau SKPDLB; dan |
e. |
surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. |
|
(2) |
Terhadap permohonan pembetulan yang telah diajukan, Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah melakukan penelitian dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak. |
(3) |
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah menerbitkan surat keputusan yang memuat:
a. |
ketentuan yang menambahkan, mengurangkan, atau menghapus jumlah Pajak Terutang dan/atau ketentuan yang memperbaiki kesalahan dan/atau kekeliruan; atau |
b. |
penolakan terhadap permohonan Wajib Pajak. |
|
(4) |
Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima. |
Bagian KeduaPembatalanPasal 45
Pembatalan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN dan/atau SKPDLB dapat dilakukan dalam hal:
a. |
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN dan/atau SKPDLB ganda; |
b. |
Objek Pajak tidak ada; dan/atau |
c. |
Objek Pajak merupakan fasilitas umum. |
Permohonan pembatalan dapat diajukan Wajib Pajak atau kuasanya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan; |
b. |
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan disertai alasan yang mendukung permohonannya; |
c. |
diajukan kepada Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah; |
d. |
melampirkan fotokopi SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN dan/atau SKPDLB; |
e. |
surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya; dan |
f. |
data pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN dan/atau SKPDLB tersebut tidak benar. |
Bagian KetigaPengurangan Ketetapan dan KeringananPasal 47
(1) |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan atau keringanan Pajak. |
(2) |
Permohonan pengurangan atau keringanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan terhadap Pajak yang telah ditetapkan dalam SKPD, SKPDKB, dan SKPDKBT. |
(3) |
Permohonan pengurangan atau keringanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal:
a. |
terdapat kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karenakesalahan Wajib Pajak; |
b. |
Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas, sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban Pajak tepat waktu; dan/atau |
c. |
objek Pajak terkena bencana. |
|
(4) |
Permohonan pengurangan atau keringanan Pajak dalam hal terdapat kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a wajib disertai bukti pendukung. |
Permohonan pengurangan atau keringanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan disertai alasan yang jelas dengan melampirkan:
a. |
fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor; |
b. |
fotokopi SPTPD dan/atau STPD; |
c. |
laporan keuangan dalam hal Wajib Pajak mengalami kerugian atau kesulitan likuiditas pada masa Pajak atau tahun Pajak sebelumnya dengan dibubuhi tanda tangan Wajib Pajak; dan |
d. |
jumlah piutang Pajak yang dimohonkan pengurangan atau jangka waktu dan jumlah angsuran yang dimohonkan keringanan. |
(1) |
Wali Kota karena jabatannya dapat memberikanpengurangan atau keringanan Pajak. |
(2) |
Pengurangan atau keringanan Pajak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal:
a. |
terdapat krisis ekonomi dan moneter yang berdampak meluas terhadap perekonomian nasional dan Daerah; |
b. |
bencana alam; |
c. |
huru hara atau kerusuhan massal; dan/atau |
d. |
kejadian luar biasa lainnya. |
|
(1) |
Pengurangan Pajak diberikan dalam bentuk pengurangan terhadap pokok Pajak. |
(2) |
Pengurangan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak sebesar 50% dari jumlah pokok Pajak. |
(1) |
Keringanan Pajak diberikan dalam bentuk:
a. |
angsuran pembayaran Pajak; atau |
b. |
penundaan pembayaran Pajak. |
|
(2) |
Dalam hal angsuran pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terlambat dibayar, Wajib Pajak dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) dari pokok Pajak per bulan. |
(3) |
Keringanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan paling lama untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan jumlah angsuran paling banyak 12 (dua belas) kali atau sesuai dengan permohonan Wajib Pajak. |
(1) |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengurangan Pajak atau keringanan Pajak harus menetapkan keputusan. |
(2) |
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilampaui dan Kepala Perangkat Daerah tidak menetapkan keputusan, permohonan pengurangan Pajak atau keringanan Pajak dianggap dikabulkan. |
Bagian KelimaPengurangan dan Penghapusan Sanksi AdministratifPasal 53
(1) |
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan Pajak Terutang. |
(2) |
Pengurangan atau penghapusan sanksi administratifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal terjadi kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. |
Permohonan pengurangan atau penghapusansanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan melampirkan:
a. |
fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor; |
b. |
fotokopi STPD, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT; |
c. |
surat pernyataan yang berisi alasan kekhilafan Wajib Pajak; dan |
d. |
bukti pendukung yang membuktikan adanya kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. |
(1) |
Pemberian pengurangan, keringanan pokok Pajak Terutang sampai dengan Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ditetapkan oleh Kepala Perangkat Daerah. |
(2) |
Pemberian pengurangan atau penghapusan sanksi adminstratif lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ditetapkan oleh Wali Kota. |
Wajib Pajak dapat diberikan pengurangan sanksi administratif paling banyak 100% (seratus persen) atau penghapusan atas pengenaan sanksi administratif.
BAB XIIPENGHAPUSAN PIUTANG PAJAKPasal 57
(1) |
Penghapusan piutang Pajak dilakukan terhadap piutang Pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi. |
(2) |
Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah nilai piutang Pajak yang tercantum dalam:
a. |
SPTPD; |
b. |
SKPDKB; |
c. |
SKPDKBT; |
d. |
STPD; |
e. |
surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan dan putusan banding yang menyebabkan jumlah Pajak yang harus dibayar bertambah; atau |
f. |
dokumen lain yang memuat besarnya ketetapan pembayaran dan sisa tunggakan Pajak. |
|
(3) |
Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap piutang Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi karena:
a. |
Wajib Pajak dan/atau penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan lagi; |
b. |
Wajib Pajak dan/atau penanggung Pajak tidak dapat ditemukan; |
c. |
hak untuk melakukan penagihan Pajak sudah kedaluwarsa setelah dilakukan Penagihan secara optimal; |
d. |
dokumen sebagai dasar Penagihan Pajak tidak ditemukan disebabkan keadaan kahar atau force majeure; atau |
e. |
hak Pemerintah Daerah untuk melakukan penagihan Pajak tidak dapat dilaksanakan karena perintah undang-undang dan/atau putusan pengadilan. |
|
(4) |
Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap piutang Pajak untuk Wajib Pajak Badan karena:
a. |
penanggung Pajak tidak dapat ditemukan terhadap Wajib Pajak yang telah bubar, likuidasi atau pailit; |
b. |
hak untuk melakukan Penagihan Pajak sudah kedaluwarsa setelah dilakukan penagihan secara optimal; |
c. |
dokumen sebagai dasar penagihan Pajak tidak ditemukan disebabkan keadaan kahar atau force majeure; atau |
d. |
hak pemerintah daerah untuk melakukan penagihan Pajak tidak dapat dilaksanakan karena perintah undang-undang dan/atau putusan pengadilan. |
|
(1) |
Penghapusan piutang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dilakukan penelitian setempat dan/atau penelitian administrasi pada setiap Objek Pajak. |
(2) |
Penelitian setempat dan/atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim peneliti yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Wali Kota. |
(3) |
Hasil penelitian setempat dan/atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil penelitian. |
(4) |
Terhadap hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Perangkat Daerah dapat mengusulkan penghapusan piutang Pajak kepada Wali Kota. |
(1) |
Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (4), Perangkat Daerah menyusun daftar usulan penghapusan piutang Pajak dan daftar cadangan penghapusan piutang Pajak untuk disampaikan kepada Wali Kota. |
(2) |
Daftar usulan penghapusan piutang Pajak dan daftar cadangan penghapusan piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. |
nama Wajib Pajak atau penanggung Pajak; |
b. |
alamat Wajib Pajak atau penanggung Pajak; |
c. |
NPWPD; |
d. |
jenis Pajak; |
e. |
masa Pajak dan tahun Pajak; |
f. |
jumlah piutang Pajak yang akan dihapuskan atau yang akan dicadangkan untuk dihapuskan; |
g. |
tindakan penagihan yang pernah dilakukan; dan |
h. |
alasan dihapuskan atau dicadangkan untuk dihapuskan. |
|
(3) |
Daftar usulan piutang Pajak dan daftar cadangan penghapusan piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu direviu oleh Tim Peneliti Piutang Pajak Daerah. |
(4) |
Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam catatan hasil reviu. |
(1) |
Berdasarkan usulan penghapusan piutang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah menerbitkan keputusan mengenai penghapusan piutang Pajak. |
(2) |
Keputusan Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk menghapus piutang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d dan Pasal 57 ayat (4) huruf a, huruf b dan huruf c. |
Berdasarkan Keputusan Wali Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Kepala Perangkat Daerah melakukan:
a. |
penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang Pajak; dan |
b. |
hapus tagih dan hapus buku atas piutang Pajak tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. |
BAB XIIIKEBERATAN DAN BANDINGBagian KesatuPengajuan KeberatanPasal 62
(1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk terhadap:
a. |
SKPDKB; |
b. |
SKPDKBT; |
c. |
SKPDLB; dan |
d. |
SKPDN. |
|
(2) |
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat atau tanggal pemotongan atau pemungutan. |
(3) |
Dalam hal Wajib Pajak menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya, pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan. |
(4) |
Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. |
(5) |
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan atas jumlah Pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan. |
(1) |
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas; |
b. |
menyebutkan jumlah Pajak Terutang atau jumlah Pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan; |
c. |
1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan Pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak atau untuk 1 (satu) pemungutan Pajak; |
d. |
Wajib Pajak telah melunasi Pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil Pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum surat keberatan disampaikan; |
e. |
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
1. |
surat ketetapan Pajak dikirim; atau |
2. |
pemotongan atau pemungutan Pajak oleh pihak ketiga, kecuali Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak. |
|
f. |
surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus. |
|
(2) |
Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf f, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui. |
(3) |
Tanggal penyampaian surat keberatan yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tanggal surat keberatan diterima. |
(1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas surat keputusan keberatan yang ditetapkan oleh Wali Kota paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dengan lampiri salinan surat keputusan keberatan tersebut. |
(2) |
Pengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menangguhkan kewajiban membayar Pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding. |
(1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan keberatan. |
(2) |
Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas. |
(1) |
Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli waris, seorang pengurus atau kuasa hukumnya. |
(2) |
Dalam hal selama proses banding, pemohon banding meninggal dunia, banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya atau pengampu dalam hal pemohon banding pailit. |
(3) |
Dalam hal selama proses banding, pemohon banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan, pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban dimaksud. |
(1) |
Terhadap permohonan banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada pengadilan pajak. |
(2) |
Permohonan banding yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus dari daftar sengketa dengan:
a. |
penetapan ketua pengadilan Pajak dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan; atau |
b. |
putusan majelis hakim atau hakim tunggal melalui Pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding. |
|
(3) |
Permohonan banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan kembali. |
BAB XIVKEDALUWARSAPasal 68
(1) |
Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. |
(2) |
Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a. |
diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau |
b. |
terdapat pengakuan utang Pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. |
|
(3) |
Dalam hal diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan Pajak dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut. |
(4) |
Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak. |
BAB XVPEMUNGUTAN PAJAK SECARA ELEKTRONIKPasal 69
Wali Kota dapat melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk menyediakan fasilitas pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik yang terintegrasi.
Kepala Perangkat Daerah dapat menerbitkan keputusan atau ketetapan dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam bentuk elektronik, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan.
(1) |
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran atau penyetoran Pajak dengan sistem pembayaran secara elektronik. |
(2) |
Transaksi pembayaran atau penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada bank melalui anjungan tunai mandiri, virtual account, internet banking, electronic data capture, e-commerce atau fasilitas lain yang dimiliki dan dikembangkan oleh bank persepsi. |
(1) |
Atas pembayaran atau penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Wajib Pajak menerima SSPD atau bukti setoran yang dipersamakan dengan SSPD. |
(2) |
Pembayaran atau penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah apabila telah dibukukan pada kas Daerah. |
BAB XVIKETENTUAN PENUTUPPasal 73
Pada saat Peraturan Wali Kota ini mulai berlaku, Peraturan Wali Kota Nomor 63 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksana Pajak Hiburan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Wali Kota Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Wali Kota Nomor 63 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksana Pajak Hiburan (Berita Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2012 Nomor 63 dan Berita Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2015 Nomor 60) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Wali Kota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Wali Kota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tanjungpinang.
Ditetapkan di Tanjungpinang
pada tanggal 30 Januari 2023
WALI KOTA TANJUNGPINANG
ttd.
RAHMA
Diundangkan di Tanjungpinang
pada tanggal 30 Januari 2023
SEKRETARIS DAERAH KOTA TANJUNGPINANG,
ttd.
ZULHIDAYAT
BERITA DAERAH KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2023 NOMOR 438
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.