Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
1. | Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. | ||||||||
2. | Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. | ||||||||
3. | Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. | ||||||||
4. | Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. | ||||||||
5. | Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. | ||||||||
6. | Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat. | ||||||||
7. | Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya disebut PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda. | ||||||||
8. | Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan:
|
||||||||
9. | Kegiatan Penggabungan adalah kegiatan menggabungkan dan/atau menggenapi barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi. | ||||||||
10. | Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB Berupa:
|
||||||||
11. | Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan diolah menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi. | ||||||||
12. | Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam Kegiatan Pengolahan atau Kegiatan Penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi. | ||||||||
13. | Sisa Bahan Baku adalah Bahan Baku yang masih tersisa yang tidak digunakan lagi dalam proses produksi. | ||||||||
14. | Peralatan Perkantoran adalah barang yang digunakan untuk menunjang administrasi kegiatan perkantoran dan bersifat tidak habis pakai. | ||||||||
15. | Hasil Produksi Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Hasil Produksi adalah hasil dari kegiatan pengolahan atau kegiatan pengolahan dan kegiatan penggabungan sesuai yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan izin sebagai Kawasan Berikat. | ||||||||
16. | Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. | ||||||||
17. | Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. | ||||||||
18. | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | ||||||||
19. | Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disebut PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor. | ||||||||
20. | Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai. | ||||||||
21. | Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. | ||||||||
22. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. | ||||||||
23. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||||
24. | Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||||
25. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||||
26. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu. | ||||||||
27. | Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Kawasan Berikat. | ||||||||
28. | Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. | ||||||||
29. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
(1) | Kawasan Berikat merupakan kawasan pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||
(2) | Dalam rangka pengawasan terhadap Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang. | ||||||
(3) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. | ||||||
(4) | Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Kawasan Berikat dapat diberikan fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai berupa kemudahan:
|
||||||
(5) | Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kemudahan kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai manajemen risiko di Tempat Penimbunan Berikat. |
(1) | Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat. | ||||
(2) | Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. | ||||
(3) | Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. | ||||
(4) | Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat. | ||||
(5) | Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
||||
(6) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. | ||||
(7) | Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pelayanan dan pengawasan secara proporsional berdasarkan profil risiko layanan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. |
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah dan/atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. | ||||||||
(2) | Kriteria barang untuk digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi barang untuk:
|
||||||||
(3) | Barang yang digabungkan harus dikeluarkan dari Kawasan Berikat secara bersamaan dengan Hasil Produksi. | ||||||||
(4) | Barang untuk digabungkan dengan tujuan menggenapi Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak boleh diimpor langsung dari luar daerah pabean dan hanya untuk tujuan ekspor. | ||||||||
(5) | Contoh kriteria barang untuk digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kawasan Berikat harus berlokasi di:
|
||||
(2) | Luas lokasi untuk Kawasan Berikat yang berlokasi di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) dalam satu hamparan. |
(1) | Bangunan, tempat, dan/atau kawasan yang akan dijadikan sebagai Kawasan Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan izin Kawasan Berikat yang lokasinya tidak dapat dimasuki oleh kendaraan pengangkut peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal pengusaha memiliki lokasi perluasan tidak dalam satu hamparan yang dapat dimasuki oleh kendaraan pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut peti kemas lainnya di air. | ||||||
(3) | Izin Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan manajemen resiko, aspek pengawasan dan aspek pelayanan. |
(1) | Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(2) | Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Pengusaha Kawasan Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(3) | Pemberian izin sebagai PDKB dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(4) | Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan Pemberian izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sampai dengan izin Kawasan Berikat dicabut. |
(5) | Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB merupakan Orang yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), izin Pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberlakukan juga sebagai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). |
(1) | Untuk mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||||||
(2) | Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus:
|
||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai. | ||||||||||
(4) | Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Penyelenggara Kawasan Berikat dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan wajib memenuhi checklist persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(1) | Untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB, perusahaan yang akan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||||||||||
(2) | Perusahaan yang bermaksud menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus:
|
||||||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai. | ||||||||||||||
(4) | Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan wajib memenuhi checklist persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(1) | Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan dalam Pasal 9 ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Indonesia National Single Window yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan, SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah disampaikan, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
|
||||||||||||||||||||||||
(5) | Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||
(6) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan. | ||||||||||||||||||||||||
(7) | Format berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen dan/atau peme riksaan lokasi tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan izin Kawasan Berikat, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pengembalian disertai alasan pengembalian. | ||||||||||||||||||||||||
(9) | Tata cara penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||||||
(2) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan. | ||||||||||
(3) | Dalam pelaksanaan pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama mengundang:
|
||||||||||
(4) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi. | ||||||||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri memberikan:
|
||||||||||
(6) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan dengan mempertimbangkan:
|
||||||||||
(7) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. | ||||||||||
(8) | Tata cara pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara pemaparan proses bisnis dan penilaiannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(9) | Format Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Untuk mendukung kemudahan berusaha serta peningkatan pelayanan dan pengawasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dapat menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||||||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri dapat memberikan izin penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi berdasarkan permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal tertentu, Kepala Kantor Pabean berdasarkan Manajemen Risiko dapat memberikan persetujuan penimbunan Barang Modal di lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||||||||||||||||||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan persetujuan penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan dengan mempertimbangkan:
|
||||||||||||||||||||||
(6) | Penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dari batasan luas 10.000 M2 (sepuluh ribu meter persegi) sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2). | ||||||||||||||||||||||
(7) | Tata cara pemasukan barang, pengeluaran barang, pola pengawasan dan pelayanan serta dokumen perpindahan barang antar lokasi Kawasan Berikat yang tidak dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||
(8) | Contoh kriteria perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan dan/atau orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan tidak dapat diberikan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB dalam hal:
|
||||||
(2) | Perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melampirkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa perusahaan dan penanggung jawab perusahaan tidak pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan cukai, tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak memiliki tunggakan utang di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat dilakukan pemeriksaan dokumen dan lokasi. |
(1) | Izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan kepada perusahaan yang melakukan Kegiatan Pengolahan barang:
|
||||||||
(2) | Kegiatan Pengolahan untuk tujuan ekspor secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pengeluaran Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau digabungkan dengan tujuan ekspor. | ||||||||
(3) | Kegiatan Pengolahan untuk menggantikan barang impor (import substitution) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean untuk menggantikan impor barang sejenis. | ||||||||
(4) | Kegiatan Pengolahan untuk mendukung hilirisasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pengolahan komoditas asal tempat lain dalam daerah pabean sehingga dapat diekspor dalam bentuk barang yang mempunyai nilai lebih tinggi. | ||||||||
(5) | Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
|
||||||||
(6) | Contoh kegiatan pengolahan untuk mendukung hilirisasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau secara elektronik kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang kesiapan dan rencana memulai operasional kegiatan Kawasan Berikat dengan melampirkan saldo awal Bahan Baku, Bahan Penolong, Barang Modal, peralatan perkantoran, barang dalam proses, Hasil Produksi, dan barang lainnya yang mendapat fasilitas di Kawasan Berikat. | ||||||
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean untuk:
|
||||||
(3) | Akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan dalam hal:
|
a. | memasang tanda nama perusahaan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum dengan bentuk dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; | ||||
b. | menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan; | ||||
c. | menyediakan sarana/prasarana dalam rangka pelayanan kepabeanan, berupa:
|
||||
d. | menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dalam hal terdapat PDKB yang belum memperpanjang waktu sewa lokasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum waktu sewa berakhir; | ||||
e. | melaporkan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi; | ||||
f. | mengajukan permohonan perubahan keputusan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data izin Penyelenggara Kawasan Berikat; | ||||
g. | membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen atas Barang Modal dan peralatan yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran Kawasan Berikat; | ||||
h. | menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk dokumen cetak dan/atau elektronik; | ||||
i. | menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan | ||||
j. | menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
a. | memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum dengan bentuk dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; | ||||
b. | menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem pertukaran data elektronik untuk Kawasan Berikat; | ||||
c. | mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) yang:
|
||||
d. | mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya. | ||||
e. | mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB; | ||||
f. | melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, Cukai, dan perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) tahun; | ||||
g. | menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk dokumen cetak dan/atau elektronik; | ||||
h. | menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat serta pemindahan barang dalam Kawasan Berikat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; | ||||
i. | menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; | ||||
j. | menyampaikan laporan keuangan perusahaan dan/atau laporan tahunan perusahaan kepada Kepala Kantor Pabean; dan | ||||
k. | menyampaikan laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat yang paling sedikit memuat informasi mengenai nilai fasilitas fiskal yang diberikan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai penjualan hasil produksi kepada Kepala Kantor Pabean 1 (satu) tahun sekali. |
(1) | Ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||||||||||||
(2) | Dalam hal di lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat terdapat 1 (satu) atau lebih PDKB, penyediaan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat. |
a. | merupakan subsistem yang tidak terpisahkan dari sistem informasi akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan informasi laporan keuangan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | digunakan secara:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | paling kurang berisi informasi mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. | dapat menghasilkan laporan yang dapat diakses secara online dari Kantor Pabean dan dari Kantor Pajak berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. | mencatat riwayat perekaman dan penelusuran kegiatan pengguna; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f. | memiliki kemampuan untuk penelusuran posisi barang (traceability); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
g. | pencatatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki akses khusus (authorized access); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
h. | perubahan pencatatan dan/atau perubahan data hanya dapat dilakukan oleh orang sesuai dengan kewenangannya; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
i. | harus dapat menggambarkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dengan mencantumkan data jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean. |
a. | dipasang pada lokasi sebagai berikut:
|
||||||||||||
b. | dapat menghasilkan kualitas gambar yang jelas; dan | ||||||||||||
c. | dipasang sedemikian rupa sehingga atas setiap kendaraan pengangkut barang yang masuk dan keluar Kawasan Berikat dapat dilihat dan diketahui gambaran yang menunjukkan spesifikasi kendaraan dan tanda pengaman. |
(1) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB dapat mengajukan permohonan perubahan data izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung atas perubahan data yang dimohonkan, berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal permohonan perubahan nama perusahaan dikarenakan merger atau diakuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diajukan secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||
(2) | Dalam hal perubahan data berupa:
|
||||||
(3) | Berdasarkan manajemen risiko, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat meminta Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mengajukan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melakukan pemaparan proses bisnis perusahaan. | ||||||
(4) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
|
||||||
(5) | Permohonan secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk hasil pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||||
(6) | Tata cara pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pelaksanaan pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB menyampaikan hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal hasil pencacahan (stock opname) terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB menyampaikan penjelasan secara tertulis disertai bukti pendukung terjadinya selisih dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas penjelasan dan bukti pendukung terjadinya selisih dimaksud. | ||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kedapatan selisih kurang tersebut:
|
||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kedapatan selisih lebih tersebut:
|
||||||||||||||||||||||
(7) | Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar perhitungan persediaan barang Kawasan Berikat selanjutnya. |
(1) | Laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf k disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean paling kurang 1 (satu) tahun sekali. |
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan kegiatan Monitoring dan/atau Evaluasi terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. |
(3) | Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik. |
(4) | Kegiatan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan instansi atau lembaga lain yang berkompeten. |
(1) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang atas barang yang berasal dari luar daerah pabean yang berada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat. | ||||||||||||||||
(2) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB bertanggung jawab terhadap Cukai serta PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang berada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat. | ||||||||||||||||
(3) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal barang yang terutang:
|
(1) | Untuk mendapatkan pembebasan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang dalam hal barang musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. | ||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan alasan barang musnah tanpa sengaja dan disertai dengan bukti-bukti pendukung. | ||||||||||
(3) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan. | ||||||||||
(4) | Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
|
a. | pemasukan barang yang dilarang untuk diimpor; dan |
b. | ekspor barang yang dilarang ekspornya, |
(1) | Pemasukan barang impor ke Kawasan Berikat belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali instansi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan yang terkait dengan:
|
||||||||
(2) | Pengeluaran barang impor dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang diimpor untuk dipakai berlaku ketentuan pembatasan dalam hal:
|
a. | luar daerah pabean; |
b. | Tempat Penimbunan Berikat lainnya; |
c. | Kawasan Bebas; |
d. | tempat lain dalam daerah pabean; |
e. | kawasan ekonomi khusus; dan/atau |
f. | kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah. |
(1) | Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat:
|
||||||||||
(2) | Barang yang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah ke Kawasan Berikat:
|
||||||||||
(3) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
|
||||||||||
(4) | Dalam hal pemasukan barang ke Kawasan Berikat bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, atas pemasukan tersebut tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM. | ||||||||||
(5) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
||||||||||
(6) | Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada Pengusaha Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak lain. | ||||||||||
(7) | Contoh barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan contoh barang yang tidak mendapatkan fasilitas, sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
|
||||||||||
(2) | Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||||||
(3) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||
(4) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
||||||||||
(5) | Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
|
||||||||||
(6) | Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a harus diberikan keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT". | ||||||||||
(7) | Pengusaha kena pajak dapat membuat faktur pajak dengan batas waktu paling lambat pada saat pendapatan dari transaksi secara keseluruhan sudah dapat dihitung secara final untuk penyerahan barang kena pajak dengan karakteristik sebagai berikut:
|
||||||||||
(8) | Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada Pengusaha Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak lain. | ||||||||||
(9) | Contoh barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan contoh barang yang tidak mendapatkan fasilitas, sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Tata cara pemasukan barang dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat. | ||||||||
(2) | Tata cara pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat lainnya ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. | ||||||||
(3) | Tata cara pemasukan barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
(4) | Tata cara pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat dan pengeluaran barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. | ||||||||
(5) | Tata cara pemasukan barang dari kawasan ekonomi khusus ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e dan dari kawasan ekonomi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf f dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang dari kawasan ekonomi khusus dan kawasan ekonomi lainnya. |
(1) | Pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP. | ||||||||||||
(2) | Dalam hal tertentu, pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebelum penyampaian dokumen pemberitahuan pabean. | ||||||||||||
(3) | Persetujuan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan:
|
||||||||||||
(4) | Dalam hal ditemukan barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 31 ayat (1). |
(1) | Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dapat dilakukan ke:
|
||||||||||||||||||||
(2) | Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
||||||||||||||||||||
(3) | Sisa dari proses produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dapat berupa:
|
||||||||||||||||||||
(4) | Sisa pengemas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j:
|
||||||||||||||||||||
(5) | Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j merupakan sisa atau limbah yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis. | ||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal pengeluaran barang ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ke Pusat Logistik Berikat, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal Kantor Pabean yang mengawasi lokasi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berbeda dengan Kantor Pabean yang mengawasi Pusat Logistik Berikat, pelayanan dan pengawasan atas pengeluaran barang dan/atau pemeriksaan fisik barang atas penyampaian dokumen pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi Pusat Logistik Berikat secara elektronik atau secara manual. |
(1) | Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) berasal dari luar daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI. |
(2) | PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan dokumen pemberitahuan pabean impor, dapat dikreditkan dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya pelunasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai, diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai. |
(4) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan Barang Kena Pajak tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. |
(6) | Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan/atau tidak dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas. |
(7) | Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dan merupakan penyerahan barang kena pajak, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut. |
(2) | Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai surat setoran pajak Kode Akun Pajak yaitu PPN dalam negeri dan Kode Jenis Setoran yaitu setoran masa PPN dalam negeri. |
(3) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menunjukkan bukti pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada saat pengeluaran barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean. |
(4) | Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai PPN Dalam Negeri atau PPN dan PPnBM Dalam Negeri dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya pelunasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan. |
(6) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan Barang Kena Pajak tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. |
(8) | Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB. |
(9) | PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(10) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan. |
(11) | Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Pengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dan Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. | ||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
||||||||||||||||||||
(3) | Dalam memberikan persetujuan atau penolakan, Kepala Kantor Pabean mempertimbangkan:
|
||||||||||||||||||||
(4) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(1) | Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP. |
(2) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dan izin Kawasan Berikatnya dibekukan. |
(1) | Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. |
(2) | Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor. |
(1) | Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, PDRI atas pengeluaran barang yang berasal dari luar daerah pabean dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) yaitu sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(2) | Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean terdapat komponen barang dari tempat lain dalam daerah pabean dan PDRI dihitung berdasarkan harga jual, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1). | ||||||||||||||||
(3) | Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas pengeluaran Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(4) | Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu:
|
||||||||||||||||
(5) | Dalam hal pembebanan tarif Bea Masuk untuk Bahan Baku lebih tinggi dari pembebanan tarif Bea Masuk untuk barang Hasil Produksi, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu pembebanan tarif Bea Masuk barang Hasil Produksi yang berlaku pada saat dikeluarkan dari Kawasan Berikat. | ||||||||||||||||
(6) | Konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan pengujian secara periodik oleh Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. | ||||||||||||||||
(7) | Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 1 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean ditambah Bea Masuk. | ||||||||||||||||
(8) | Penghitungan Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), menggunakan nilai dasar perhitungan Bea Masuk yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan. | ||||||||||||||||
(9) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Atas pengeluaran Barang Modal yang berasal dari impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, dibebaskan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dalam hal Barang Modal telah dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun. |
(2) | Terhadap Barang Modal yang berasal dari impor yang pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal, pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean dan penyelesaian kewajiban pabeannya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Terhadap pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk yang terutang dalam hal Barang Modal dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun atau telah diimpor selama lebih dari 5 (lima) tahun. |
(4) | Pengeluaran Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai dengan pungutan negara dibebaskan. |
(1) | Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah. | ||||
(2) | Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dengan mempertimbangkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian. | ||||
(3) | Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang baru mendapatkan izin Kawasan Berikat, pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(4) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada awal tahun berjalan harus menyampaikan data nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah kepada Kepala Kantor Pabean. | ||||
(5) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dibebaskan dari keharusan penyampaian data nilai realisasi tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam hal data nilai realisasi tahun sebelumnya sudah terdapat dalam SKP. | ||||
(6) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas:
|
||||
(7) | Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dimaksud diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya. | ||||
(8) | Dalam hal pada periode tahun berikutnya terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah diberlakukan pengurangan jumlah presentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean, namun Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tetap melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran Hasil Produksi yang telah ditetapkan, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dilakukan pembekuan izin Kawasan Berikat paling lama 3 (tiga) bulan. | ||||
(9) | Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mendapatkan fasilitas pemusatan PPN, pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean didasarkan pada akumulasi nilai realisasi yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dari seluruh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang PPN-nya dipusatkan. | ||||
(10) | Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang PPN-nya dipusatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berada dalam pelayanan dan pengawasan Kantor Pabean yang berbeda, data yang harus disampaikan pada awal tahun berjalan ditujukan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat yang mempunyai nilai ekspor terbesar dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pabean lainnya. | ||||
(11) | Tata cara penghitungan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan batasan pengeluaran Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melalui Kepala Kantor Pabean. | ||||||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik atau secara tertulis dan dilampiri dengan:
|
||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lama:
|
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengeluarkan sementara barang dan/atau bahan ke:
|
||||||||||||||
(2) | Pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
|
(1) | Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b, tanggung jawab Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang melekat pada barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara tersebut menjadi tanggung jawab Tempat Penimbunan Berikat tujuan penerima barang terhitung sejak barang dan/atau bahan diterima oleh Tempat Penimbunan Berikat tujuan sampai dengan diterima kembali oleh Kawasan Berikat asal. |
(2) | Pengeluaran sementara yang ditujukan ke Kawasan Berikat lain dan dalam rangka subkontrak, kegiatan ekspor dapat langsung dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pemberi subkontrak awal dari lokasi Kawasan Berikat penerima subkontrak terakhir. |
(1) | Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean dengan menetapkan batas waktu pemasukan kembali barang dan/atau bahan ke Kawasan Berikat. | ||||||||
(2) | Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis. | ||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
||||||||
(4) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
|
||||||||
(5) | Berdasarkan manajemen risiko, persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan secara periodik. | ||||||||
(6) | Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertaruhkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang, dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara asal impor. | ||||||||
(7) | Atas pengeluaran sementara barang dan/atau bahan asal tempat lain dalam daerah pabean dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu mempertaruhkan jaminan. | ||||||||
(8) | Dalam hal pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean berupa peminjaman Barang Modal untuk keperluan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat 2 huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
(9) | Dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam daerah pabean tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||||
(10) | Dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam daerah pabean terlambat dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf c. | ||||||||
(11) | Kepala Kantor Pabean dapat memberikan perubahan atau perpanjangan batas waktu dalam persetujuan pengeluaran sementara sebelum batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. | ||||||||
(12) | Dalam hal dilakukan perubahan atau perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyesuaikan jaminan. |
(1) | Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean untuk subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(2) | Dalam hal atas pelaksanaan subkontrak terdapat barang yang ditambahkan, atas barang yang ditambahkan dibuatkan dokumen pemberitahuan pabean pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat. | ||||||||||||
(3) | Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling kurang memuat informasi sebagai berikut:
|
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat menerima pekerjaan dari badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis. | ||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lama:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal atas pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat barang yang ditambahkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, atas barang yang ditambahkan diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan pabean pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dengan melunasi Bea Masuk, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang. |
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan pemusnahan atas barang yang berada di Kawasan Berikat yang karena sifat dan bentuknya dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean. | ||||||||
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||||||
(3) | Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan bahwa barang tersebut sudah tidak dapat dipergunakan lagi sesuai peruntukannya semula dan tidak lagi mempunyai nilai ekonomis seperti dibakar, ditimbun dan lainnya. | ||||||||
(4) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam maupun di luar lokasi Kawasan Berikat. | ||||||||
(5) | Pelaksanaan pemusnahan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||
(6) | Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dibuat dalam hal barang yang dimusnahkan berupa sisa pengemas atau limbah sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2) huruf j. | ||||||||
(7) | Dalam hal pemusnahan dilakukan di luar lokasi Kawasan Berikat:
|
(1) | Untuk dapat melakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis. | ||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
||||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
|
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan perusakan atas barang yang berada di Kawasan Berikat yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean. | ||||||
(2) | Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis. | ||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
||||||
(4) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
|
||||||
(5) | Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan/fungsi utama secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain. | ||||||
(6) | Sisa dari hasil perusakan dapat dikeluarkan dari Kawasan Berikat dengan terlebih dahulu membayar kewajiban Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1). | ||||||
(7) | Pelaksanaan perusakan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara perusakan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (3) ke Kawasan Berikat dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dari Kawasan Berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean. | ||||
(2) | Dalam hal terdapat pemasukan dan/atau pengeluaran berupa kemasan yang dipakai berulang (returnable package), harus diberitahukan dengan uraian barang terpisah. | ||||
(3) | Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Berikat berupa barang kena Cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena Cukai dan dinyatakan sebagai dokumen Cukai. | ||||
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dalam hal Barang Kena Cukai dimasukkan dan/atau dikeluarkan dari dan ke tempat lain dalam daerah pabean. | ||||
(5) | Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB, atau oleh perusahaan pengurusan jasa kepabeanan khusus untuk pemasukan barang impor melalui perusahaan jasa titipan. | ||||
(6) | Terhadap pengeluaran berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf j ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB:
|
||||
(7) | Atas penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan konfirmasi status wajib pajak. | ||||
(8) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b disampaikan secara periodik dan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal ditemukan pemasukan barang tidak memenuhi kriteria barang yang mendapat fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPNBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (3), Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB wajib membayar Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta izin Kawasan Berikat dibekukan. |
(4) | Penagihan atas pembayaran Bea Masuk dan/atau sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan surat penetapan pabean. |
(1) | Di dalam lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat dapat dilakukan usaha pergudangan yang berbentuk Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat. |
(2) | Tata cara pendirian Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat. |
(1) | Barang Hasil Produksi dengan tujuan ekspor dapat dikonsolidasikan dengan barang yang berasal dari Kawasan Berikat lain di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai. | ||||||
(2) | Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang:
|
||||||
(3) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melakukan konsolidasi bertanggung jawab atas pelaksanaan konsolidasi barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(4) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melakukan konsolidasi ditetapkan sebagai konsolidator barang ekspor oleh Kepala Kantor Pabean sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai konsolidator barang ekspor. |
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengajukan permohonan pembatalan ekspor kepada Kepala Kantor Pabean pemuatan dengan tata cara dan ketentuan mengikuti peraturan perundang-undangan mengenai ekspor. | ||||||||||||
(2) | Permohonan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai keterangan mengenai:
|
||||||||||||
(3) | Dalam hal permohonan pembatalan ekspor telah disetujui, Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pemuatan menyampaikan dokumen pemberitahuan pabean ekspor yang telah dibatalkan kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat yang bersangkutan disertai keterangan rencana penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis atau secara elektronik paling lama pada hari berikutnya setelah tanggal persetujuan pembatalan ekspor. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan dikembalikan ke Kawasan Berikat, Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan pengawasan pemasukan kembali barang yang telah dibatalkan ekspornya. | ||||||||||||
(5) | Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan ditimbun sementara di tempat penimbunan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 atau di lokasi konsolidator barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3:
|
||||||||||||
(6) | Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan ditimbun sementara di luar Tempat Penimbunan Sementara atau di luar Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 4:
|
||||||||||||
(7) | Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya tidak diekspor atau tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (6) huruf b, atas barang tersebut dapat dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai. | ||||||||||||
(8) | Dalam hal barang yang telah dibatalkan ekspornya tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib mempertanggungjawabkan pungutan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang. |
(1) | Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara manual. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat dibekukan:
|
a. | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan Berikat, berupa:
|
(1) | Pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan izin dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
||||
(2) | Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(1) | Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB, dicabut dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
||||||||||||
(2) | Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. | ||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean harus merekomendasikan pencabutan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah dengan menyampaikan informasi berupa:
|
(1) | Sebelum dilakukan pencabutan izin, terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan sederhana. |
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan selisih saldo buku dengan saldo fisik, Kepala Kantor Pabean melakukan penagihan atas pungutan yang terutang dengan menerbitkan Surat Penetapan Pabean. |
(1) | Dalam hal telah dilakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 60 ayat (1):
|
||||||
(2) | Penyelesaian atas barang yang berasal dari luar daerah pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
|
||||||
(3) | Penyelesaian atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang masih tersisa pada Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
|
||||||
(4) | Terhadap penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf c, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(5) | Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terlampaui, atas barang yang berada di Kawasan Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai. | ||||||
(6) | Penyelesaian atas barang yang dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai barang tidak dikuasai. | ||||||
(7) | Penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (6), menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas nama Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah dicabut izinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen pemberitahuan pabean. |
a. | mengajukan permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Kawasan Berikat lain, dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat lain yang dituju; atau |
b. | mengajukan permohonan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat di lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya. |
(1) | Untuk mendukung peningkatan investasi dan efektivitas pelayanan operasional Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB diberikan pendampingan (asistensi) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB harus menunjuk paling sedikit 1 (satu) orang sebagai perwakilan resmi perusahaan untuk pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Perwakilan resmi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan komunikasi secara aktif dengan pejabat yang ditunjuk melakukan pendampingan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak melalui sarana resmi yang ditetapkan oleh Kantor Pabean. |
(4) | Kepala Kantor Pabean dapat tidak melayani akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dalam hal Perwakilan resmi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Tata cara pendampingan dilakukan sesuai dengan peraturan mengenai agen fasilitas dan/atau peraturan mengenai sistem kepatuhan pengguna jasa. |
(1) | Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB yang berada dalam pengawasannya. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa:
|
||||||||||||||||||||||
(3) | Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan evaluasi atas izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB secara periodik. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Berdasarkan monitoring dan/atau evaluasi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat melakukan perubahan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). | ||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal hasil monitoring dan/atau evaluasi terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai selisih dimaksud. | ||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan selisih kurang tersebut:
|
||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan selisih lebih tersebut:
|
||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal hasil monitoring dan/atau evaluasi ditemukan selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, Pejabat Bea dan Cukai memberikan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB terdaftar/dikukuhkan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan |
(1) | Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Kawasan Berikat, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk melakukan pelayanan mandiri atas kegiatan operasional di Kawasan Berikat. | ||||||||||||||||
(2) | Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan:
|
||||||||||||||||
(3) | Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan:
|
||||||||||||||||
(4) | Pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||||||||
(5) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui SKP. | ||||||||||||||||
(6) | Bentuk tanda pengaman yang digunakan dalam operasional Kawasan Berikat dengan layanan mandiri mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai tanda pengaman dengan diberi keterangan “KAWASAN BERIKAT MANDIRI” dan ditandatangani oleh perwakilan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang tercantum dalam penetapan Kawasan Berikat Mandiri. | ||||||||||||||||
(7) | Format penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dengan profil risiko layanan rendah dapat menggunakan jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagai jaminan yang diserahkan dalam rangka pemenuhan Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) | Tata cara untuk mendapatkan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan tentang jaminan dalam rangka kepabeanan. |
(1) | Untuk dapat dilakukan penambahan atau perubahan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengajukan permohonan kepada:
|
||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis dan dilampiri dengan dokumen pendukung serta alasan perlunya perlakuan tertentu. | ||||||
(3) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang mengajukan permohonan penambahan atau perubahan perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||
(4) | Tata cara pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dengan mempertimbangkan:
|
||||||
(6) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
|
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 11 ayat (5), Pasal 12 ayat (1), Pasal 42 ayat (2), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2):
|
||||||
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat '(1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. | ||||||
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
(1) | Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB diberikan pelayanan 24 (dua puluh empat) jam 7 (tujuh) hari oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||||
(2) | Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui SKP dan/atau oleh Pejabat Bea dan Cukai. | ||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pengaturan penugasan Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
|
(1) | Kepala Kantor Pabean dapat tidak melayani akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB:
|
||||
(2) | Kepala Kantor Pabean dapat kembali melayani akses terhadap SKP berdasarkan permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. | ||||
(3) | Pelayanan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan paling lama pada hari kerja berikutnya dengan mempertimbangkan:
|
(1) | Penyelenggara Kawasan Berikat dengan lebih dari 1 (satu) PDKB didalamnya dikecualikan dari kewajiban perubahan luas penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f dalam hal terdapat PDKB yang dicabut izinnya. |
(2) | PDKB yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dapat beroperasi sebagai badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean. |
a. | terhadap izin Kawasan Berikat yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini yang telah ditetapkan batas waktunya, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin Kawasan Berikat dicabut; dan |
b. | terhadap permohonan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dalam jumlah lebih dari 50% (lima puluh persen) yang telah diajukan ke Direktur Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dan belum diberikan persetujuan atau penolakan oleh Direktur Fasilitas Kepabean, permohonan diproses oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan. |
1. | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat; |
2. | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-02/BC/2012 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat; |
3. | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-17/BC/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat; dan |
4. | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat, |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.