Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 19/BC/2018

Kategori : Lainnya

Tata Laksana Kawasan Berikat


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 19/BC/2018
 
TENTANG

TATA LAKSANA KAWASAN BERIKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

                         
Menimbang :
  1. bahwa ketentuan mengenai Kawasan Berikat telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Tata Laksana Kawasan Berikat;                 
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara tahun 2015 nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5768);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1367);
                         

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA KAWASAN BERIKAT.
   
                     

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
3. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
4. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
5. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
6. Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
7. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya disebut PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
8. Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan:
a. mengolah barang dan/atau bahan dengan atau tanpa Bahan Penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau
b. budidaya flora dan fauna.
9. Kegiatan Penggabungan adalah kegiatan menggabungkan dan/atau menggenapi barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi.
10. Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB Berupa:
a. peralatan untuk pembangunan, perluasan, atau konstruksi kawasan Berikat;
b. mesin;
c.  peralatan pabrik; dan
d. cetakan (moulding),
termasuk suku cadang, tidak meliputi bahan dan perkakas untuk pembangunan, perluasan, atau konstruksi Kawasan Berikat.
11. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan diolah menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi.
12. Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam Kegiatan Pengolahan atau Kegiatan Penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi.
13. Sisa Bahan Baku adalah Bahan Baku yang masih tersisa yang tidak digunakan lagi dalam proses produksi.
14. Peralatan Perkantoran adalah barang yang digunakan untuk menunjang administrasi kegiatan perkantoran dan bersifat tidak habis pakai.
15. Hasil Produksi Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Hasil Produksi adalah hasil dari kegiatan pengolahan atau kegiatan pengolahan dan kegiatan penggabungan sesuai yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan izin sebagai Kawasan Berikat.
16. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
17. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
18. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
19. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disebut PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
20. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
21. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
22. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
24. Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
25. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
26. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
27. Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Kawasan Berikat.
28. Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
29. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
 
                         

Pasal 2


(1) Kawasan Berikat merupakan kawasan pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam rangka pengawasan terhadap Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(4) Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Kawasan Berikat dapat diberikan fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai berupa kemudahan:
a. pelayanan perizinan;
b. pelayanan kegiatan operasional; dan/atau
c. selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(5) Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kemudahan kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai manajemen risiko di Tempat Penimbunan Berikat.
                         

BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN
 
Pasal 3

(1) Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat.
(2) Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(3) Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
(4) Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat.
(5) Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Pengusaha Kawasan Berikat; atau
b. PDKB.
(6) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(7) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pelayanan dan pengawasan secara proporsional berdasarkan profil risiko layanan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.

                       

Pasal 4


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah dan/atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
(2) Kriteria barang untuk digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi barang untuk:
a. melengkapi produk utama yang merupakan Hasil Produksi;
b. keperluan promosi;
c. menggenapi Hasil Produksi; dan/atau
d. menjaga kualitas dan keamanan Hasil Produksi.
(3) Barang yang digabungkan harus dikeluarkan dari Kawasan Berikat secara bersamaan dengan Hasil Produksi.
(4) Barang untuk digabungkan dengan tujuan menggenapi Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak boleh diimpor langsung dari luar daerah pabean dan hanya untuk tujuan ekspor.
(5) Contoh kriteria barang untuk digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

                      

Pasal 5


(1) Kawasan Berikat harus berlokasi di:
a. kawasan industri; atau
b. kawasan budidaya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan.
(2) Luas lokasi untuk Kawasan Berikat yang berlokasi di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) dalam satu hamparan.

                      

BAB III
PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT
 
Pasal 6

(1) Bangunan, tempat, dan/atau kawasan yang akan dijadikan sebagai Kawasan Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. terletak di lokasi yang dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut peti kemas lainnya di air;
b. mempunyai batas-batas yang jelas berupa pembatas alam atau pembatas buatan berupa pagar pemisah, dengan bangunan, tempat, atau kawasan lain; dan
c. digunakan untuk melakukan Kegiatan Pengolahan Bahan Baku menjadi Hasil Produksi.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan izin Kawasan Berikat yang lokasinya tidak dapat dimasuki oleh kendaraan pengangkut peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal pengusaha memiliki lokasi perluasan tidak dalam satu hamparan yang dapat dimasuki oleh kendaraan pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut peti kemas lainnya di air.
(3) Izin Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan manajemen resiko, aspek pengawasan dan aspek pelayanan.
   

            

Pasal 7


(1) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
(2) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Pengusaha Kawasan Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
(3) Pemberian izin sebagai PDKB dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
(4) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan Pemberian izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sampai dengan izin Kawasan Berikat dicabut.
(5) Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB merupakan Orang yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), izin Pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberlakukan juga sebagai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
     
                    

Pasal 8


(1) Untuk mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(2) Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus:
a. sudah memiliki nomor induk berusaha;
b. memiliki izin usaha perdagangan, izin usaha pengelolaan kawasan, izin usaha industri, atau izin lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan kawasan;
c. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan aplikasi yang menunjukkan valid;
d. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan Berikat; dan
e. telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Penyelenggara Kawasan Berikat dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan wajib memenuhi checklist persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
     
                   

Pasal 9


(1) Untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB, perusahaan yang akan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(2) Perusahaan yang bermaksud menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus:
a. sudah memiliki nomor induk berusaha;
b. memiliki izin usaha industri;
c. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai aplikasi yang menunjukkan valid;
d. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah; dan
e. memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yaitu:
1. telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya; dan
2. mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat dalam hal Perusahaan mengajukan permohonan izin PDKB.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan wajib memenuhi checklist persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
        
                

Pasal 10


(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan dalam Pasal 9 ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Indonesia National Single Window yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan, SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
a. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan   
b. menerbitkan berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah disampaikan, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
a. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
b. menerbitkan berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi.
(5) Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a meliputi: 
a. validasi atas izin usaha industri dan bukti penguasaan lokasi;
b. validasi konfirmasi status wajib pajak;
c. pemeriksaan terhadap pemenuhan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai Kawasan Berikat, yaitu:
1. pendayagunaan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) dan closed circuit television (CCTV);
2. terletak di lokasi yang dapat dilalui oleh sarana pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut lainnya di air;
3. batas-batas lokasi yang jelas; dan
4. rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat dalam hal izin PDKB; dan
d. melakukan pemeriksaan lainnya terkait pemenuhan kriteria, yang dipandang perlu berdasarkan prinsip manajemen risiko, seperti:
1. sistem Pengendalian Internal (SPI) perusahaan;
2. analisa dampak ekonomi yang dihasilkan dari pemberian izin Kawasan Berikat;
3. pemenuhan kewajiban sebagai Kawasan Berikat; dan
4. efektivitas pengawasan dan pelayanan dalam hal lokasi Kawasan Berikat yang berdekatan tidak dalam 1 (satu) hamparan.
(6) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan.
(7) Format berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen dan/atau peme riksaan lokasi tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan izin Kawasan Berikat, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pengembalian disertai alasan pengembalian.
(9) Tata cara penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

                   

Pasal 11


(1) Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan.
(3) Dalam pelaksanaan pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama mengundang:
a. Kepala Kantor Pabean; dan
b. Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri memberikan:
a. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB; atau
b. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
(6) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan dengan mempertimbangkan:
a. kelengkapan persyaratan fisik;
b. kelengkapan persyaratan administratif;
c. berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi serta rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean;
d. hasil pemaparan proses bisnis perusahaan; dan
e. analisa dampak ekonomi yang dihasilkan dari pemberian izin Kawasan Berikat.
(7) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
(8) Tata cara pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara pemaparan proses bisnis dan penilaiannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Format Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
                  

Pasal 12


(1) Untuk mendukung kemudahan berusaha serta peningkatan pelayanan dan pengawasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dapat menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB.
(2) Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. toleransi penyusutan/penguapan/pengurangan sesuai dengan bisnis proses perusahaan dengan melampirkan data dari lembaga atau instansi yang kompeten;
b. kemudahan pemasukan dan/atau pengeluaran atas barang curah;
c. kemudahan pemasukan dan/atau pengeluaran atas barang contoh;
d. kemudahan subkontrak;
e. tata cara pemasukan dan/atau pengeluaran barang di Kawasan Berikat yang berbeda hamparan dalam 1 (satu) persetujuan izin Kawasan Berikat berupa:
1) perluasan tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk penimbunan Bahan Baku dan Hasil Produksi; atau
2) lokasi pabrik Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan dalam 1 (satu) persetujuan izin; dan/atau
f. perlakuan tertentu lainnya dengan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan dan/atau pelayanan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri dapat memberikan izin penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi berdasarkan permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(4) Dalam hal tertentu, Kepala Kantor Pabean berdasarkan Manajemen Risiko dapat memberikan persetujuan penimbunan Barang Modal di lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan persetujuan penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan dengan mempertimbangkan:
a. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memiliki profil risiko layanan rendah;
b. lokasi tambahan dimiliki atau dikuasai oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB;
c. tersedia tempat untuk pengawasan petugas Bea dan Cukai;
d. mendayagunakan closed circuit television (CCTV) yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang di lokasi perluasan;
e. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory):
1. yang tidak terpisah dengan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) di lokasi Kawasan Berikat induk; dan
2. yang dapat melakukan pencatatan secara khusus atas barang yang ditimbun di tempat penimbunan dimaksud.
f. lokasi yang dimohonkan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi Kawasan Berikat memenuhi ketentuan persyaratan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b; dan
g. memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. kapasitas tempat penimbunan Bahan Baku dan/atau Hasil Produksi di dalam Kawasan Berikat yang bersangkutan tidak lagi mencukupi; dan/atau
2. karakteristik Hasil Produksi yang bersangkutan memerlukan tempat penimbunan khusus di luar lokasi Kawasan Berikat.
(6) Penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dari batasan luas 10.000 M2 (sepuluh ribu meter persegi) sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2).
(7) Tata cara pemasukan barang, pengeluaran barang, pola pengawasan dan pelayanan serta dokumen perpindahan barang antar lokasi Kawasan Berikat yang tidak dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Contoh kriteria perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
      
                 

Pasal 13


(1) Perusahaan dan/atau orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan tidak dapat diberikan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB dalam hal:
a. pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana;
b. pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak putusan pailit; dan/atau
c. memiliki tunggakan utang di bidang kepabeanan, Cukai, dan/atau perpajakan.
(2) Perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melampirkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa perusahaan dan penanggung jawab perusahaan tidak pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan cukai, tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak memiliki tunggakan utang di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat dilakukan pemeriksaan dokumen dan lokasi.
                         

Pasal 14


(1) Izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan kepada perusahaan yang melakukan Kegiatan Pengolahan barang:
a. untuk tujuan ekspor, baik secara langsung maupun tidak langsung;
b. untuk menggantikan barang impor (import substitution);
c. untuk mendukung hilirisasi industri; dan/atau
d. pada industri tertentu.
(2) Kegiatan Pengolahan untuk tujuan ekspor secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pengeluaran Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau digabungkan dengan tujuan ekspor.
(3) Kegiatan Pengolahan untuk menggantikan barang impor (import substitution) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean untuk menggantikan impor barang sejenis.
(4) Kegiatan Pengolahan untuk mendukung hilirisasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pengolahan komoditas asal tempat lain dalam daerah pabean sehingga dapat diekspor dalam bentuk barang yang mempunyai nilai lebih tinggi.
(5) Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. industri penerbangan;
b. industri perkapalan;
c. industri kereta api; dan/atau
d. industri pertahanan dan keamanan.
(6) Contoh kegiatan pengolahan untuk mendukung hilirisasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
                      

Pasal 15


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau secara elektronik kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang kesiapan dan rencana memulai operasional kegiatan Kawasan Berikat dengan melampirkan saldo awal Bahan Baku, Bahan Penolong, Barang Modal, peralatan perkantoran, barang dalam proses, Hasil Produksi, dan barang lainnya yang mendapat fasilitas di Kawasan Berikat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean untuk:
a. memberikan akses terhadap SKP kepada Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB;
b. melakukan pemeriksaan saldo awal dan membuat berita acara pencacahan (stock opname); dan
c. menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan kegiatan pelayanan dan pengawasan.
(3) Akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan dalam hal:
a. Penyelenggara Kawasan Berikat telah memenuhi ketentuan berupa pemenuhan checklist persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); dan/atau
b. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah memenuhi ketentuan berupa pemenuhan checklist persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).
 
                       

BAB IV
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
 
Pasal 16


Penyelenggara Kawasan Berikat wajib:
a. memasang tanda nama perusahaan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum dengan bentuk dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
c. menyediakan sarana/prasarana dalam rangka pelayanan kepabeanan, berupa:
1. komputer; dan
2. media komunikasi data elektronik yang terhubung dengan SKP Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
d. menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dalam hal terdapat PDKB yang belum memperpanjang waktu sewa lokasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum waktu sewa berakhir;
e. melaporkan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi;
f. mengajukan permohonan perubahan keputusan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data izin Penyelenggara Kawasan Berikat;
g. membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen atas Barang Modal dan peralatan yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran Kawasan Berikat;
h. menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk dokumen cetak dan/atau elektronik;
i. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan
j. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
        
                    

Pasal 17


Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib:
a. memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum dengan bentuk dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem pertukaran data elektronik untuk Kawasan Berikat;
c. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) yang:
1. merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang menghasilkan informasi laporan keuangan; dan
2. dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak;
d. mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya.
e. mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB;
f. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, Cukai, dan perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
g. menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk dokumen cetak dan/atau elektronik;
h. menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat serta pemindahan barang dalam Kawasan Berikat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
i. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. menyampaikan laporan keuangan perusahaan dan/atau laporan tahunan perusahaan kepada Kepala Kantor Pabean; dan
k. menyampaikan laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat yang paling sedikit memuat informasi mengenai nilai fasilitas fiskal yang diberikan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai penjualan hasil produksi kepada Kepala Kantor Pabean 1 (satu) tahun sekali.

                   

Pasal 18


(1) Ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki akses untuk memonitor aktivitas pengeluaran dan pemasukan barang;
b. memiliki akses untuk memonitor closed circuit television (cctv);
c. tersedia sarana pendukung perkantoran seperti pengatur suhu ruangan (air conditioner), meja kerja, kursi, lemari/ruang arsip;
d. tersedianya komputer (personal computer) dan printer dengan spesifikasi teknis yang mencukupi untuk menggunakan aplikasi-aplikasi perkantoran terkini dan dapat dioperasikan dengan baik;
e. tersedianya sarana komunikasi akses internet 24 (dua puluh empat) jam; dan
f. sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan berupa ruang istirahat dan toilet yang bersih dan memadai.
(2) Dalam hal di lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat terdapat 1 (satu) atau lebih PDKB, penyediaan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat.
          
             

Pasal 19


Teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. merupakan subsistem yang tidak terpisahkan dari sistem informasi akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan informasi laporan keuangan;
b. digunakan secara:
1. kontinu; dan
2. realtime sesuai sistem pengendalian internal (SPI) di Kawasan Berikat yang bersangkutan;
c. paling kurang berisi informasi mengenai:
1. pemasukan barang;
2. pengeluaran barang;
3. penyesuaian (adjustment); dan
4. saldo barang.
d. dapat menghasilkan laporan yang dapat diakses secara online dari Kantor Pabean dan dari Kantor Pajak berupa:
1. laporan pemasukan barang per dokumen pabean dengan menampilkan data paling kurang:
a) jenis, nomor pendaftaran, serta tanggal dokumen pabean pemasukan barang atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan dokumen pabean pemasukan barang seperti Berita Acara Stock Opname saat awal beroperasi sebagai Kawasan Berikat;
b) nomor dan tanggal bukti penerimaan barang di perusahaan;
c) kode barang, jumlah, satuan, dan nama barang.
2. laporan pengeluaran barang per dokumen pabean dengan menampilkan data paling kurang;
a) jenis, nomor pendaftaran, serta tanggal dokumen pabean pengeluaran barang atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan dokumen pabean pengeluaran barang seperti Berita Acara Pemusnahan Barang;
b) nomor dan tanggal bukti pengeluaran barang di perusahaan;
c) kode barang, jumlah, satuan, dan nama barang.
3. laporan pertanggungjawaban mutasi Bahan Baku, Bahan Penolong, barang dalam proses (Work In Process), Hasil Produksi, Barang Modal, Barang untuk keperluan Penelitian dan Pengembangan perusahaan Kawasan Berikat, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan sisa dari proses produksi dengan menampilkan data paling kurang:
a) kode barang, jumlah, satuan, dan nama barang;
b) jumlah saldo awal;
c) jumlah pemasukan;
d) jumlah pengeluaran;
e)  penyesuaian (adjustment);
f) saldo akhir;
g) hasil pencacahan (stock opname);
h) selisih; dan
i) keterangan.
e. mencatat riwayat perekaman dan penelusuran kegiatan pengguna;
f. memiliki kemampuan untuk penelusuran posisi barang (traceability);
g. pencatatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki akses khusus (authorized access);
h. perubahan pencatatan dan/atau perubahan data hanya dapat dilakukan oleh orang sesuai dengan kewenangannya;
i. harus dapat menggambarkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dengan mencantumkan data jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean.
 
                        

Pasal 20


Closed circuit television (cctv) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. dipasang pada lokasi sebagai berikut:
1. pintu pemasukan dan pengeluaran barang dan orang;
2. pembongkaran barang;
3. pemuatan barang;
4. penimbunan Bahan Baku;
5. penimbunan Hasil Produksi; dan
6. lokasi lain yang diperlukan sesuai pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
b. dapat menghasilkan kualitas gambar yang jelas; dan
c. dipasang sedemikian rupa sehingga atas setiap kendaraan pengangkut barang yang masuk dan keluar Kawasan Berikat dapat dilihat dan diketahui gambaran yang menunjukkan spesifikasi kendaraan dan tanda pengaman.
   
                     

Pasal 21


(1) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB dapat mengajukan permohonan perubahan data izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, berupa:
a. perubahan nama bukan dikarenakan merger atau diakuisisi, alamat, dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. perubahan nama dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab;
c. perubahan luas lokasi Kawasan Berikat masih dalam 1 (satu) hamparan;
d. perubahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3);
e. perubahan jenis Hasil Produksi;
f. perubahan nama perusahaan dikarenakan merger atau diakuisisi; dan
g. perubahan luas PDKB yang tidak dalam satu hamparan yang berada dalam satu Penyelenggara Kawasan Berikat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung atas perubahan data yang dimohonkan, berupa: 
a. atas permohonan perubahan nama bukan dikarenakan merger atau diakuisisi, alamat, dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):
1. perubahan akta pendirian perusahaan yang telah mencantumkan nama perusahaan yang baru dan pengesahannya; dan
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat pengukuhan pengusaha kena pajak dengan nama perusahaan yang baru.
b. atas permohonan perubahan nama dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab:
1. perubahan akta pendirian perusahaan yang telah mencantumkan nama penanggung jawab yang baru dan pengesahannya; dan
2. identitas penanggung jawab yang baru.
c. atas permohonan perubahan luas lokasi Kawasan Berikat masih dalam 1 (satu) hamparan:
1. Berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi dari Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat;
2. bukti penguasaan lokasi; dan
3. denah atau layout Kawasan Berikat sebelum dan sesudah perubahan luas.
d. atas permohonan perubahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi:
1. Berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi dari Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tambahan Kawasan Berikat;
2. bukti penguasaan lokasi; dan
3. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5).
e. atas permohonan perubahan jenis Hasil Produksi:
1. izin usaha industri terakhir; dan
2.  uraian proses produksi barang yang dimohonkan.
f. atas permohonan perubahan nama perusahaan dikarenakan merger atau diakuisisi:
1. perubahan akta pendirian perusahaan yang telah mencantumkan nama perusahaan yang baru hasil dari merger atau akuisisi dan pengesahannya;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat pengukuhan pengusaha kena pajak dengan nama perusahaan yang baru hasil dari merger atau akuisisi; dan
3. izin usaha industri yang baru hasil dari merger atau akuisisi.
g. atas permohonan perubahan luas PDKB yang tidak dalam satu hamparan yang berada dalam satu Penyelenggara Kawasan Berikat:
1. bukti penguasaan lokasi;
2. rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat;
3. denah atau layout PDKB sebelum dan sesudah perubahan luas;
4. bukti yang mendukung diperlukannya perluasan lokasi PDKB tidak dalam 1 (satu) hamparan; dan
5. Berita acara pemeriksaan dokumen dan lokasi dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi PDKB.
(3) Dalam hal permohonan perubahan nama perusahaan dikarenakan merger atau diakuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. izin Kawasan Berikat yang lama dicabut dan ditetapkan Kawasan Berikat yang baru hasil merger atau akuisisi;
b. pemenuhan syarat, kriteria dan tata cara pencabutan dan penetapan Kawasan Berikat sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
c. barang dari Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya menjadi saldo awal Kawasan Berikat yang baru hasil merger atau akuisisi dengan dibuatkan Berita Acara Pencacahan (Stock Opname).

                

Pasal 22


(1) Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diajukan secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(2) Dalam hal perubahan data berupa:
a. perubahan luas lokasi Kawasan Berikat masih dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c;
b. perubahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu) hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d; dan/atau
c. perubahan luas PDKB yang tidak dalam 1 (satu) hamparan yang berada dalam satu Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf g, permohonan diajukan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(3) Berdasarkan manajemen risiko, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat meminta Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mengajukan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melakukan pemaparan proses bisnis perusahaan.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
b. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
(5) Permohonan secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk hasil pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Tata cara pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.

                  

Pasal 23


(1) Pelaksanaan pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
b. sebelum melakukan pencacahan (stock opname), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean; dan
c. Kepala Kantor Pabean memastikan perusahaan melakukan pencacahan (stock opname).
(2) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB menyampaikan hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Dalam hal hasil pencacahan (stock opname) terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB menyampaikan penjelasan secara tertulis disertai bukti pendukung terjadinya selisih dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean.
(4) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas penjelasan dan bukti pendukung terjadinya selisih dimaksud.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kedapatan selisih kurang tersebut:
a. dikarenakan musnah tanpa sengaja, atas selisih tersebut:
1. tidak dipungut Bea Masuk, Cukai dan PDRI; dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory).
b. dapat dipertanggungjawabkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, yaitu selisih kurang bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih Bea Masuk, cukai, dan PDRI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda; dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory).
c. tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB, yaitu selisih kurang tersebut karena kelalaian, karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih Bea Masuk dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan perundang-undangan;
2. terhadap barang kena cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan yang mengatur mengenai cukai; dan
3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory).
d. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kedapatan selisih lebih tersebut:
a. dapat dipertanggungjawabkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, yaitu selisih lebih tersebut bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih lebih tersebut dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory); atau
b. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(7) Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar perhitungan persediaan barang Kawasan Berikat selanjutnya.

                    

Pasal 24


(1) Laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf k disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean paling kurang 1 (satu) tahun sekali.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan kegiatan Monitoring dan/atau Evaluasi terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(3) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik.
(4) Kegiatan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan instansi atau lembaga lain yang berkompeten.
 
            

Pasal 25


(1) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang atas barang yang berasal dari luar daerah pabean yang berada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat.
(2) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB bertanggung jawab terhadap Cukai serta PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang berada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat.
(3) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal barang yang terutang:
a. musnah tanpa sengaja;
b. diekspor dan/atau diekspor kembali;
c. diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
d. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean;
e. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
f. dikeluarkan ke pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas;
g. dikeluarkan ke pengusaha di kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah; dan/atau
h. dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
        
                

Pasal 26


(1) Untuk mendapatkan pembebasan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang dalam hal barang musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan alasan barang musnah tanpa sengaja dan disertai dengan bukti-bukti pendukung.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan.
(4) Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
a. Penguapan atau penyusutan karena perubahan suhu, kelembapan udara, dan/atau sejenisnya yang dibuktikan dengan laporan dari badan atau lembaga yang berwenang; dan/atau
b. Keadaan kahar (force majeur) yang dibuktikan dengan keterangan dari instansi terkait yaitu:
1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam hal terjadi bencana alam;
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia, minimal setingkat Kepolisian Resor dalam hal huru-hara, kebakaran, dan/atau kecelakaan darat yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terjadi diluar kemampuannya; atau
3. Komite Nasional Keselamatan Transportasi, dalam hal kecelakaan laut atau udara.

                  

Pasal 27


Terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB berlaku ketentuan mengenai:
a. pemasukan barang yang dilarang untuk diimpor; dan
b. ekspor barang yang dilarang ekspornya, 
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
                          

Pasal 28


(1) Pemasukan barang impor ke Kawasan Berikat belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali instansi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan yang terkait dengan:
a. kesehatan;
b. keselamatan;
c. keamanan; dan/atau
d. lingkungan,
yang berdampak langsung di Kawasan Berikat.
(2) Pengeluaran barang impor dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang diimpor untuk dipakai berlaku ketentuan pembatasan dalam hal:
a. pengeluaran barang berupa Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang tidak diolah;
b. pada saat pemasukannya belum dipenuhi ketentuan pembatasannya; dan
c. instansi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
       

BAB V
PEMASUKAN, PENGELUARAN SERTA PERLAKUAN KEPABEANAN, CUKAI, DAN PERPAJAKAN
 
Pasal 29


Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan dari:
a. luar daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. tempat lain dalam daerah pabean;
e. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.

                        

Pasal 30


(1) Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
c. tidak dipungut PDRI.
(2) Barang yang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah ke Kawasan Berikat:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai;
c. tidak dipungut PDRI; dan/atau
d. tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a. barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat;
b. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi;
c. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
d. Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(4) Dalam hal pemasukan barang ke Kawasan Berikat bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, atas pemasukan tersebut tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM.
(5) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat; dan
b. berkaitan dengan kegiatan produksi.
(6) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada Pengusaha Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak lain.
(7) Contoh barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan contoh barang yang tidak mendapatkan fasilitas, sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

                      

Pasal 31


(1) Barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
a. tempat lain dalam daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
e. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah,
diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. berasal dari bukan pengusaha kena pajak; dan/atau
b. bukan termasuk penyerahan barang kena pajak, 
terhadap barang dimaksud tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM, serta tidak diterbitkan faktur pajak.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat;
b. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi;
c. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
d. Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(4) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat; dan
b. berkaitan dengan kegiatan produksi.
(5) Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
a. wajib membuat faktur pajak dan harus dibuktikan dengan dokumen pemberitahuan pabean;
b. tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan; dan
c. menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang terkait dengan pemasukan barang ke Kawasan Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a harus diberikan keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT".
(7) Pengusaha kena pajak dapat membuat faktur pajak dengan batas waktu paling lambat pada saat pendapatan dari transaksi secara keseluruhan sudah dapat dihitung secara final untuk penyerahan barang kena pajak dengan karakteristik sebagai berikut:
a. harga jual dari barang tersebut mengalami fluktuasi menyesuaikan harga acuan/standar yang berlaku di pasar domestik maupun pasar internasional;
b. kualitas atau kadar kandungan berharga di dalam barang tersebut dapat berubah dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat sebagai pihak pembeli yang disebabkan oleh cuaca atau iklim tertentu secara normal dan tidak disebabkan karena kerusakan pengiriman atau kelalaian dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat sebagai pihak pembeli atau bencana alam; dan/atau
c. kuantitas baik berupa tonase, volume atau satuan lainnya dapat mengalami perubahan dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat sebagai pihak pembeli yang disebabkan oleh cuaca atau iklim tertentu secara normal dan tidak disebabkan karena kerusakan pengiriman atau kelalaian dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat sebagai pihak pembeli atau bencana alam.
(8) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada Pengusaha Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak lain.
(9) Contoh barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan contoh barang yang tidak mendapatkan fasilitas, sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
            
             

Pasal 32


(1) Tata cara pemasukan barang dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Tata cara pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat lainnya ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.
(3) Tata cara pemasukan barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. pengeluaran dari Kawasan Bebas dilakukan oleh Pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas;
b. barang yang dimasukkan merupakan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (3);
c. dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat (PPFTZ 02);
d. dalam hal barang dimaksud terbukti tidak dimasukkan ke Kawasan Berikat, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas melakukan penagihan Bea Masuk dan/atau PDRI yang terutang.
(4) Tata cara pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat dan pengeluaran barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(5) Tata cara pemasukan barang dari kawasan ekonomi khusus ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e dan dari kawasan ekonomi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf f dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang dari kawasan ekonomi khusus dan kawasan ekonomi lainnya.
        
                  

Pasal 33


(1) Pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
(2) Dalam hal tertentu, pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebelum penyampaian dokumen pemberitahuan pabean.
(3) Persetujuan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan:
a. kriteria barang yang dimasukkan berupa:
1. harga jual dari barang tersebut mengalami fluktuasi menyesuaikan harga acuan/standar yang berlaku di pasar domestik maupun pasar internasional;
2. kualitas atau kadar kandungan berharga di dalam barang tersebut dapat berubah dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat sebagai pihak pembeli yang disebabkan oleh cuaca atau iklim tertentu secara normal dan tidak disebabkan karena kerusakan pengiriman atau kelalaian dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat pihak pembeli atau bencana alam; dan/atau
3. kuantitas baik berupa tonase, volume atau satuan lainnya dapat mengalami perubahan dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat yang disebabkan oleh cuaca atau iklim tertentu secara normal dan tidak disebabkan karena kerusakan pengiriman atau kelalaian dalam proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke Kawasan Berikat sebagai pihak pembeli atau bencana alam.
b. kondisi SKP; dan/atau
c. kondisi lain dengan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan dan pelayanan.
(4) Dalam hal ditemukan barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 31 ayat (1).

                        

Pasal 34


(1) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dapat dilakukan ke:
a. luar daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. tempat lain dalam daerah pabean;
e. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:   
a. Bahan Baku dan/atau sisa Bahan Baku;
b. Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong;
c. pengemas dan alat bantu pengemas;
d. Hasil Produksi yang telah jadi maupun setengah jadi;
e. barang contoh;
f. Barang Modal;
g. peralatan perkantoran;
h. barang untuk keperluan dan/atau hasil penelitian dan pengembangan perusahaan;
i. sisa dari proses produksi; dan/atau
j. sisa pengemas dan limbah.
(3) Sisa dari proses produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dapat berupa:
a. waste;
b. scrap;
c. potongan;
d. sisa dari proses produksi yang diolah menjadi produk sampingan selain Hasil Produksi; dan/atau
e. sisa lainnya,
yang masih memiliki nilai ekonomis.
(4) Sisa pengemas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j:
a. merupakan sisa atau bekas dari pengemas bahan dan barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dan tidak dapat digunakan kembali untuk melakukan pengemasan bahan dan barang serupa; dan
b. bukan merupakan pengemas yang dapat dipakai secara berulang-ulang (returnable packages).
(5) Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j merupakan sisa atau limbah yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis.
(6) Dalam hal pengeluaran barang ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ke Pusat Logistik Berikat, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. kepemilikan barang harus tetap dimiliki oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB atau PDPLB yang memiliki NPWP yang sama dengan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB;
b. penyampaian dokumen pemberitahuan pabean atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; dan
c. penyampaian dokumen pemberitahuan pabean dilakukan oleh Pengusaha Pusat Logistik Berikat dalam hal Hasil Produksi dikembalikan ke Kawasan Berikat asal.
(7) Dalam hal Kantor Pabean yang mengawasi lokasi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berbeda dengan Kantor Pabean yang mengawasi Pusat Logistik Berikat, pelayanan dan pengawasan atas pengeluaran barang dan/atau pemeriksaan fisik barang atas penyampaian dokumen pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi Pusat Logistik Berikat secara elektronik atau secara manual.
          
              

Pasal 35


(1) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) berasal dari luar daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI.
(2) PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan dokumen pemberitahuan pabean impor, dapat dikreditkan dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya pelunasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai, diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai.
(4) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan Barang Kena Pajak tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
(6) Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan/atau tidak dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas.
(7) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                         

Pasal 36


(1) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dan merupakan penyerahan barang kena pajak, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut.
(2) Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai surat setoran pajak Kode Akun Pajak yaitu PPN dalam negeri dan Kode Jenis Setoran yaitu setoran masa PPN dalam negeri.
(3) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menunjukkan bukti pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada saat pengeluaran barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean.
(4) Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai PPN Dalam Negeri atau PPN dan PPnBM Dalam Negeri dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya pelunasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan.
(6) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan Barang Kena Pajak tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
(8) Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB.
(9) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.
(11) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                         

Pasal 37

(1) Pengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dan Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. izin usaha industri atau dokumen sejenis yang dipersamakan milik perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean tujuan pengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong;
b. rincian Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong yang akan dikeluarkan;
c. dokumen pemasukan Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong ke Kawasan Berikat;
d. alasan pengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong yang dapat berupa:
1. adanya pemutusan pesanan atas produk yang menggunakan Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong dimaksud yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pembeli;
2. adanya pergantian model Hasil Produksi sehingga Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong dimaksud tidak dipergunakan lagi dalam proses produksi yang dibuktikan dengan perhitungan konversi; atau
3. alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
e. risalah tentang pemakaian Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong;
f. surat perjanjian jual beli (sales contract) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang paling kurang memuat uraian jenis barang, jumlah barang, kondisi barang, dan harga jual; dan
g. dokumen pemenuhan ketentuan pembatasan dalam hal Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong terkena ketentuan pembatasan.
(3) Dalam memberikan persetujuan atau penolakan, Kepala Kantor Pabean mempertimbangkan:
a. kelengkapan dan validitas syarat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. profil risiko layanan Kawasan Berikat;
c. kewajaran harga jual (harga penyerahan);
d. alasan pengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku serta Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong
e. kewajaran jumlah barang yang dikeluarkan; dan
f. waktu penimbunan di Kawasan Berikat.
(4) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

                    


Pasal 38


(1) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
(2) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dan izin Kawasan Berikatnya dibekukan.
   
                         

Pasal 39


(1) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(2) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.

                         

Pasal 40


(1) Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, PDRI atas pengeluaran barang yang berasal dari luar daerah pabean dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) yaitu sebagai berikut:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
1. nilai pabean sesuai dengan harga jual pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean;
2. klasifikasi barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean; dan
3. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
b. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.
c. PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean terdapat komponen barang dari tempat lain dalam daerah pabean dan PDRI dihitung berdasarkan harga jual, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1).
(3) Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas pengeluaran Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memiliki konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang jelas, terukur dan konsisten; dan
b. pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat sudah terjadi transaksi jual beli.
(4) Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
1. nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Kawasan Berikat; dan
2. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
b. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
c. PDRI dihitung berdasarkan:
1. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Kawasan Berikat; dan
2. tarif pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
d. PPN atau PPN dan PPnBM dihitung berdasarkan harga jual dan tarif PPN atau PPN dan PPnBM pada saat pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat, dalam hal terdapat komponen barang dari tempat lain dalam daerah pabean.
(5) Dalam hal pembebanan tarif Bea Masuk untuk Bahan Baku lebih tinggi dari pembebanan tarif Bea Masuk untuk barang Hasil Produksi, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu pembebanan tarif Bea Masuk barang Hasil Produksi yang berlaku pada saat dikeluarkan dari Kawasan Berikat.
(6) Konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan pengujian secara periodik oleh Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(7) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 1 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean ditambah Bea Masuk.
(8) Penghitungan Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), menggunakan nilai dasar perhitungan Bea Masuk yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
(9) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
       
                 

Pasal 41


(1) Atas pengeluaran Barang Modal yang berasal dari impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, dibebaskan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dalam hal Barang Modal telah dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun.
(2) Terhadap Barang Modal yang berasal dari impor yang pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal, pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean dan penyelesaian kewajiban pabeannya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Terhadap pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk yang terutang dalam hal Barang Modal dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun atau telah diimpor selama lebih dari 5 (lima) tahun.
(4) Pengeluaran Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai dengan pungutan negara dibebaskan.

                         

Pasal 42


(1) Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.  
(2) Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dengan mempertimbangkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian.
(3) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang baru mendapatkan izin Kawasan Berikat, pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut: 
a. untuk tahun pertama, dapat dilakukan berdasarkan persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dari penjumlahan nilai realisasi tahun berjalan yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi khusus atau Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
b. untuk tahun kedua, dapat dilakukan berdasarkan persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dari penjumlahan nilai realisasi tahun pertama dan tahun berjalan yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
(4) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada awal tahun berjalan harus menyampaikan data nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah kepada Kepala Kantor Pabean.
(5) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dibebaskan dari keharusan penyampaian data nilai realisasi tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam hal data nilai realisasi tahun sebelumnya sudah terdapat dalam SKP.
(6) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas:
a. nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menetapkan persentase pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean untuk tahun berjalan; dan
b. nilai realisasi Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean tahun sebelumnya untuk menentukan pemenuhan batasan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dimaksud diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya.
(8) Dalam hal pada periode tahun berikutnya terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah diberlakukan pengurangan jumlah presentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean, namun Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tetap melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran Hasil Produksi yang telah ditetapkan, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dilakukan pembekuan izin Kawasan Berikat paling lama 3 (tiga) bulan.
(9) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mendapatkan fasilitas pemusatan PPN, pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean didasarkan pada akumulasi nilai realisasi yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dari seluruh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang PPN-nya dipusatkan.
(10) Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang PPN-nya dipusatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berada dalam pelayanan dan pengawasan Kantor Pabean yang berbeda, data yang harus disampaikan pada awal tahun berjalan ditujukan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat yang mempunyai nilai ekspor terbesar dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pabean lainnya.
(11) Tata cara penghitungan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

                 

Pasal 43


(1) Untuk mendapatkan persetujuan batasan pengeluaran Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melalui Kepala Kantor Pabean.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik atau secara tertulis dan dilampiri dengan:
a. data nilai realisasi 2 (dua) tahun terakhir yang meliputi:
1. nilai ekspor Hasil Produksi;
2. nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya;
3. nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah;
4. nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas; dan
5. nilai penjualan Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean,
sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan ditandasahkan oleh Kepala Kantor Pabean.
b. surat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, yang menyatakan besaran persentase pengeluaran Hasil Produksi yang direkomendasikan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
b. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
        
                

BAB VI
PENGELUARAN SEMENTARA DAN SUBKONTRAK
 
Pasal 44


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengeluarkan sementara barang dan/atau bahan ke:
a. luar daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. tempat lain dalam daerah pabean;
e. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
(2) Pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a. subkontrak;
b. perbaikan/reparasi;
c. peminjaman Barang Modal untuk keperluan produksi;
d. pengetesan atau pengembangan kualitas produksi;
e. penggunaan kemasan yang dipakai berulang (returnable package);
f. dipamerkan; dan/atau
g. tujuan lain dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.

                    

Pasal 45


(1) Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b, tanggung jawab Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang melekat pada barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara tersebut menjadi tanggung jawab Tempat Penimbunan Berikat tujuan penerima barang terhitung sejak barang dan/atau bahan diterima oleh Tempat Penimbunan Berikat tujuan sampai dengan diterima kembali oleh Kawasan Berikat asal.
(2) Pengeluaran sementara yang ditujukan ke Kawasan Berikat lain dan dalam rangka subkontrak, kegiatan ekspor dapat langsung dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pemberi subkontrak awal dari lokasi Kawasan Berikat penerima subkontrak terakhir.

                    

Pasal 46


(1) Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean dengan menetapkan batas waktu pemasukan kembali barang dan/atau bahan ke Kawasan Berikat.
(2) Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. fotokopi izin usaha penerima pengeluaran sementara dalam hal terdapat tujuan penerima pengeluaran sementara di tempat lain dalam daerah pabean;
b. perjanjian pekerjaan paling kurang memuat informasi mengenai uraian dan jangka waktu pekerjaan;
c. rincian pungutan Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI; dan
d. surat pernyataan dari penerima pengeluaran sementara untuk bersedia dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam hal terdapat tujuan penerima pengeluaran sementara di tempat lain dalam daerah pabean.
(4) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
c. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
d. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
(5) Berdasarkan manajemen risiko, persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan secara periodik.
(6) Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertaruhkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang, dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara asal impor.
(7) Atas pengeluaran sementara barang dan/atau bahan asal tempat lain dalam daerah pabean dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu mempertaruhkan jaminan.
(8) Dalam hal pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean berupa peminjaman Barang Modal untuk keperluan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat 2 huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. barang hasil pengerjaan Barang Modal yang dipinjamkan, seluruhnya harus dimasukkan ke Kawasan Berikat;
b. dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak terpenuhi, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membayar Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI yang terutang atas Barang Modal yang dipinjamkan.
(9) Dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam daerah pabean tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicairkan;
b. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar; dan
c. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam daerah pabean terlambat dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf c.
(11) Kepala Kantor Pabean dapat memberikan perubahan atau perpanjangan batas waktu dalam persetujuan pengeluaran sementara sebelum batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(12) Dalam hal dilakukan perubahan atau perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyesuaikan jaminan.

         

Pasal 47


(1) Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean untuk subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak;
b. batas waktu persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan batas waktu dalam perjanjian subkontrak;
c. pemeriksaan awal dan pemeriksaan akhir harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pemberi subkontrak;
d. perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang menerima pekerjaan subkontrak dapat menambahkan barang untuk kepentingan pengerjaan subkontrak; dan
e. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat meminjamkan Barang Modal kepada penerima subkontrak.
(2) Dalam hal atas pelaksanaan subkontrak terdapat barang yang ditambahkan, atas barang yang ditambahkan dibuatkan dokumen pemberitahuan pabean pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat.
(3) Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling kurang memuat informasi sebagai berikut:
a. uraian pekerjaan yang dilakukan;
b. jangka waktu pekerjaan subkontrak;
c. data konversi pemakaian barang dan/atau bahan meliputi:
1. data jumlah barang dan/atau bahan yang akan disubkontrakkan;
2. data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak; dan
3. data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan.
          
               

Pasal 48


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat menerima pekerjaan dari badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean berupa:
a. subkontrak;
b. perbaikan/reparasi; dan/atau
c. pekerjaan lain,
setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
(2) Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis.
(3) permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. dalam hal menerima pekerjaan berupa subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
1. fotokopi izin usaha pemberi subkontrak;
2. perjanjian subkontrak, yang paling kurang berisi informasi mengenai:
a) uraian pekerjaan yang dilakukan;
b) jangka waktu pekerjaan subkontrak; dan
c) data konversi;
3. data barang yang ditambahkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB termasuk Bahan Penolong yang dipakai.
b. dalam hal menerima pekerjaan berupa perbaikan/reparasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
1. fotokopi izin usaha pemberi pekerjaan perbaikan/reparasi;
2. perjanjian pekerjaan perbaikan/reparasi, yang paling kurang berisi informasi mengenai:
a) uraian pekerjaan yang dilakukan;
b) jangka waktu pekerjaan perbaikan/reparasi; dan
3. data barang yang ditambahkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
c. dalam hal menerima pekerjaan berupa pekerjaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
1. perjanjian pekerjaan lain dimaksud; dan
2. data barang yang ditambahkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(4) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
b. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
(5) Dalam hal atas pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat barang yang ditambahkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, atas barang yang ditambahkan diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan pabean pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dengan melunasi Bea Masuk, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
     
                   

BAB VII
PEMUSNAHAN DAN PERUSAKAN BARANG
 
Pasal 49


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan pemusnahan atas barang yang berada di Kawasan Berikat yang karena sifat dan bentuknya dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. barang yang tidak dapat dipergunakan/dimanfaatkan;
b. barang yang tidak dapat dipindahtangankan; dan/atau
c. barang yang berdasarkan proses bisnis perusahaan harus dimusnahkan sesuai perjanjian/kontrak kerja dengan pihak lain.
(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan bahwa barang tersebut sudah tidak dapat dipergunakan lagi sesuai peruntukannya semula dan tidak lagi mempunyai nilai ekonomis seperti dibakar, ditimbun dan lainnya.
(4) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam maupun di luar lokasi Kawasan Berikat.
(5) Pelaksanaan pemusnahan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dibuat dalam hal barang yang dimusnahkan berupa sisa pengemas atau limbah sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2) huruf j.
(7) Dalam hal pemusnahan dilakukan di luar lokasi Kawasan Berikat:
b. pengawasan pemusnahan dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pemusnahan;
c. persetujuan Kepala Kantor Pabean menjadi dokumen pengangkutan dari Kawasan Berikat ke lokasi pemusnahan;
d. atas pengangkutan dari Kawasan Berikat ke lokasi pemusnahan dilakukan pengawalan atau pelekatan tanda pengaman;
e. berita acara pemusnahan yang dibuat oleh Kantor Pabean yang mengawasi pemusnahan disampaikan ke Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat untuk kepentingan rekonsiliasi.
     
                    

Pasal 50


(1) Untuk dapat melakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. daftar rincian barang yang akan dimusnahkan;
b. dokumen asal barang;
c. keterangan mengenai alasan pemusnahan, cara pemusnahan dan lokasi pemusnahan;
d. fotokopi izin dari instansi terkait, dalam hal pemusnahan dilakukan di dalam area Kawasan Berikat; dan
e. fotokopi izin perusahaan pengolah limbah dalam hal pemusnahan dilakukan di luar area Kawasan Berikat.
(3) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
b. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
       
                  

Pasal 51


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan perusakan atas barang yang berada di Kawasan Berikat yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(2) Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. daftar rincian barang yang akan dirusak;
b. keterangan mengenai alasan perusakan dan cara perusakan; dan
c. dokumen asal barang.
(4) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
b. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
(5) Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan/fungsi utama secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain.
(6) Sisa dari hasil perusakan dapat dikeluarkan dari Kawasan Berikat dengan terlebih dahulu membayar kewajiban Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).
(7) Pelaksanaan perusakan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara perusakan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
                      
  

BAB VIII
PEMBERITAHUAN PABEAN
 
Pasal 52


(1) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (3) ke Kawasan Berikat dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dari Kawasan Berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean.
(2) Dalam hal terdapat pemasukan dan/atau pengeluaran berupa kemasan yang dipakai berulang (returnable package), harus diberitahukan dengan uraian barang terpisah.
(3) Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Berikat berupa barang kena Cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena Cukai dan dinyatakan sebagai dokumen Cukai.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dalam hal Barang Kena Cukai dimasukkan dan/atau dikeluarkan dari dan ke tempat lain dalam daerah pabean.
(5) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB, atau oleh perusahaan pengurusan jasa kepabeanan khusus untuk pemasukan barang impor melalui perusahaan jasa titipan.
(6) Terhadap pengeluaran berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf j ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB:
a. dikecualikan dari penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. harus menyampaikan laporan ke Petugas Bea dan Cukai.
(7) Atas penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan konfirmasi status wajib pajak.
(8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b disampaikan secara periodik dan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
                   

Pasal 53


(1) Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal ditemukan pemasukan barang tidak memenuhi kriteria barang yang mendapat fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPNBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (3), Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB wajib membayar Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta izin Kawasan Berikat dibekukan.
(4) Penagihan atas pembayaran Bea Masuk dan/atau sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan surat penetapan pabean.
   
                         

BAB IX
PERGUDANGAN DAN KONSOLIDASI BARANG EKSPOR
 
Pasal 54


(1) Di dalam lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat dapat dilakukan usaha pergudangan yang berbentuk Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat.
(2) Tata cara pendirian Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat.

                 

Pasal 55


(1) Barang Hasil Produksi dengan tujuan ekspor dapat dikonsolidasikan dengan barang yang berasal dari Kawasan Berikat lain di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang:
a. melakukan sendiri konsolidasi barang ekspornya;
b. memiliki kesamaan manajemen, badan hukum, bidang kegiatan, dan Hasil Produksi; atau
c. berada dalam 1 (satu) Penyelenggara Kawasan Berikat dan memiliki bidang kegiatan dan Hasil Produksi yang sama, yang dibuktikan dengan surat persetujuan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(3) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melakukan konsolidasi bertanggung jawab atas pelaksanaan konsolidasi barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melakukan konsolidasi ditetapkan sebagai konsolidator barang ekspor oleh Kepala Kantor Pabean sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai konsolidator barang ekspor.
         
                 

Pasal 56


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengajukan permohonan pembatalan ekspor kepada Kepala Kantor Pabean pemuatan dengan tata cara dan ketentuan mengikuti peraturan perundang-undangan mengenai ekspor.
(2) Permohonan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai keterangan mengenai:
a. posisi barang saat diajukan pembatalan ekspor;
b. rencana penimbunan barang setelah disetujui pembatalan ekspor, yaitu:
1. barang akan dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat;
2. barang akan ditimbun sementara di tempat penimbunan sementara sampai dengan pemuatan kembali barang untuk diekspor;
3. barang akan ditimbun sementara di lokasi konsolidator barang ekspor sampai dengan pemuatan kembali barang untuk diekspor; atau
4. barang akan ditimbun sementara di luar Tempat Penimbunan Sementara atau di luar Kawasan Berikat disertai dengan alamat yang jelas sampai dengan pemuatan kembali barang untuk diekspor.
(3) Dalam hal permohonan pembatalan ekspor telah disetujui, Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pemuatan menyampaikan dokumen pemberitahuan pabean ekspor yang telah dibatalkan kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat yang bersangkutan disertai keterangan rencana penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis atau secara elektronik paling lama pada hari berikutnya setelah tanggal persetujuan pembatalan ekspor.
(4) Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan dikembalikan ke Kawasan Berikat, Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan pengawasan pemasukan kembali barang yang telah dibatalkan ekspornya.
(5) Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan ditimbun sementara di tempat penimbunan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 atau di lokasi konsolidator barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3:
a. dilakukan pengawasan oleh Kantor Pabean yang mengawasi tempat penimbunan sementara atau lokasi konsolidator barang ekspor; dan
b. harus diekspor atau dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak persetujuan pembatalan ekspor.
(6) Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan ditimbun sementara di luar Tempat Penimbunan Sementara atau di luar Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 4:
a. Kepala Kantor Pabean pemuatan melakukan pengawasan dan pelekatan tanda pengaman sampai dengan barang dimuat kembali untuk diekspor; dan
b. harus diekspor atau dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak persetujuan pembatalan ekspor.
(7) Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya tidak diekspor atau tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (6) huruf b, atas barang tersebut dapat dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai.
(8) Dalam hal barang yang telah dibatalkan ekspornya tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib mempertanggungjawabkan pungutan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
  
                     

BAB X
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
 
Pasal 57


(1) Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
a. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, berupa:
1. memasukkan Bahan Baku yang tidak sesuai dengan yang digunakan untuk produksinya;
2. memasukkan barang yang tidak berhubungan dengan izin Kawasan Berikat yang telah diberikan;
3. memproduksi barang yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan;
4. tidak melakukan Kegiatan Pengolahan;
5. tidak memenuhi perlakuan tertentu yang tercantum dalam izin Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2);
6. melakukan pemasukan barang sebelum mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
7. melakukan pengeluaran barang sebelum mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38; dan/atau
8. melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak.
b. menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan Berikat, berupa:
1. tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya;
2. tidak melakukan kegiatan dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut;
3. tidak melunasi hutang kepabeanan dan cukai dalam batas waktu yang ditentukan;
4. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan/atau Pasal 17;
5. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a;
6. mengekspor barang yang dilarang ekspornya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b;
7. tidak memenuhi ketentuan batasan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (8); dan/atau
8. selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut, Kawasan Berikat memiliki profil risiko layanan tinggi.
(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara manual.
(3) Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
a. tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke Kawasan Berikat dengan mendapatkan fasilitas Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, meliputi:
1. pemasukan barang dari luar daerah pabean;
2. pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean, kecuali pengembalian atas barang yang telah dikeluarkan sementara; dan
3. pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat lainnya, kecuali pengembalian atas barang yang telah dikeluarkan sementara.
b. tidak dapat melakukan kegiatan yang terkait dengan pengolahan barang kena Cukai, dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melakukan Kegiatan Pengolahan dan/atau memproduksi barang kena Cukai; dan
(4) Dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat dibekukan:
a. Pengusaha Kawasan Berikat dibekukan; dan
b. PDKB di dalam Kawasan Berikat dibekukan dalam hal waktu pembekuan Penyelenggara Kawasan Berikat melebihi 3 (tiga) bulan.


Pasal 58


Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal:
a. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a berupa:
1. dalam hal dibekukan karena memasukkan Bahan Baku yang tidak sesuai dengan yang digunakan untuk produksinya, setelah dilakukan penelitian ditemukan:
a. tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya; dan
b) telah melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
2. dalam hal dibekukan karena memasukkan barang yang tidak berhubungan dengan izin Kawasan Berikat yang telah diberikan, setelah dilakukan penelitian ditemukan:
a) tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya; dan
b) telah melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
3. dalam hal dibekukan karena memproduksi barang yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan, setelah dilakukan penelitian ditemukan:
a) tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya; dan
b) terdapat izin perubahan data jenis Hasil Produksi.
4. dalam hal dibekukan karena tidak melakukan Kegiatan Pengolahan, setelah dilakukan penelitian ditemukan telah melakukan Kegiatan Pengolahan.
5. dalam hal dibekukan karena tidak memenuhi perlakuan tertentu yang tercantum dalam izin Kawasan Berikat, setelah penelitian ditemukan telah memenuhi perlakuan tertentu dimaksud.
6. dalam hal dibekukan karena melakukan pemasukan barang sebelum mendapat persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP, setelah dilakukan penelitian ditemukan:
a) tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya;
b) tidak ada upaya melarikan hak-hak keuangan Negara; dan
c) telah melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang akibat tidak diberikannya fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4).
7. dalam hal dibekukan karena melakukan pengeluaran barang sebelum mendapat persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP, setelah dilakukan penelitian ditemukan:
1. tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya;
2. telah melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang; dan
3. tidak ada upaya melarikan hak-hak keuangan negara.
8. dalam hal dibekukan karena melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, setelah dilakukan pemeriksaan mendalam ditemukan telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak bahwa status pembekuan dapat dibuka kembali.
b. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan Berikat, berupa:
1. dalam hal dibekukan karena tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya, setelah dilakukan penelitian ditemukan telah menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya.
2. dalam hal dibekukan karena tidak melakukan kegiatan dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut, setelah penelitian ditemukan telah melakukan kegiatan.
3. dalam hal dibekukan karena tidak melunasi hutang kepabeanan dan cukai dalam batas waktu yang ditentukan, setelah penelitian ditemukan telah melunasi hutangnya dimaksud.
4. dalam hal dibekukan karena tidak melaksanakan kewajibannya, setelah penelitian ditemukan telah melaksanakan kewajibannya.
5. dalam hal dibekukan karena memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor, setelah dilakukan penelitian, ditemukan tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya.
6. dalam hal dibekukan karena mengekspor barang yang dilarang ekspornya, setelah dilakukan penelitian, ditemukan tidak ada unsur kesengajaan dan diluar tanggung jawabnya.
7. telah dibekukan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal dibekukan karena tidak memenuhi ketentuan batasan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean.
8. dalam hal dibekukan karena selama 3 (tiga) periode berturut-turut memiliki profil risiko layanan tinggi, setelah penelitian ditemukan telah melakukan upaya perbaikan sehingga tidak lagi memiliki profil risiko layanan tinggi.


Pasal 59


(1) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan izin dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
a. terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; atau
b. tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Kawasan Berikat.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
  
                         

Pasal 60


(1) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB, dicabut dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
a. tidak melakukan kegiatan dalam waktu 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
b. menggunakan izin usaha industri yang sudah tidak berlaku;
c. dinyatakan pailit;
d. bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain menyalahgunakan fasilitas Kawasan Berikat dan/atau melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau Cukai;
e. tidak memenuhi checklist persyaratan dalam batas waktu yang ditentukan; atau
f. mengajukan permohonan pencabutan.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
(3) Kepala Kantor Pabean harus merekomendasikan pencabutan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah dengan menyampaikan informasi berupa:
a. hasil audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan penyelesaiannya dalam hal penyelenggara atau pengusaha Kawasan Berikat sudah pernah diaudit;
b. rekam jejak (past performance) dan data pelanggaran apabila Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan Cukai; dan
c. pungutan negara yang masih terutang.
       
                 

Pasal 61


(1) Sebelum dilakukan pencabutan izin, terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan sederhana.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan selisih saldo buku dengan saldo fisik, Kepala Kantor Pabean melakukan penagihan atas pungutan yang terutang dengan menerbitkan Surat Penetapan Pabean.
                         

Pasal 62


(1) Dalam hal telah dilakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 60 ayat (1):
a. Kepala Kantor Pabean melakukan pencacahan (stock opname) atas barang yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Kawasan Berikat dengan mengacu pada saldo barang pada dokumen pemberitahuan pabean;
b. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin, wajib melunasi semua Bea Masuk dan/atau Cukai, PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, yang meliputi utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Penyelesaian atas barang yang berasal dari luar daerah pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
a. diekspor kembali;
b. diselesaikan kewajiban pabean dengan membayar Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan Cukai; dan/atau
c. dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya,
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
(3) Penyelesaian atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang masih tersisa pada Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
a. diekspor;
b. dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan/atau
c. diselesaikan kewajiban perpajakan dengan melunasi PPN atau PPN dan PPnBM,
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
(4) Terhadap penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf c, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terlampaui, atas barang yang berada di Kawasan Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
(6) Penyelesaian atas barang yang dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai barang tidak dikuasai.
(7) Penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (6), menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas nama Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah dicabut izinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen pemberitahuan pabean.
       
                 

Pasal 63


a. mengajukan permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Kawasan Berikat lain, dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat lain yang dituju; atau
b. mengajukan permohonan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat di lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya.
 
                         

BAB XI
PENDAMPINGAN
 
Pasal 64


(1) Untuk mendukung peningkatan investasi dan efektivitas pelayanan operasional Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB diberikan pendampingan (asistensi) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB harus menunjuk paling sedikit 1 (satu) orang sebagai perwakilan resmi perusahaan untuk pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perwakilan resmi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan komunikasi secara aktif dengan pejabat yang ditunjuk melakukan pendampingan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak melalui sarana resmi yang ditetapkan oleh Kantor Pabean.
(4) Kepala Kantor Pabean dapat tidak melayani akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dalam hal Perwakilan resmi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Tata cara pendampingan dilakukan sesuai dengan peraturan mengenai agen fasilitas dan/atau peraturan mengenai sistem kepatuhan pengguna jasa.
     
                         

BAB XII
MONITORING DAN EVALUASI
 
Pasal 65

(1) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB yang berada dalam pengawasannya.
(2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa:
a. Pengawasan rutin;
b. Pemeriksaan sewaktu-waktu; dan/atau
c. Pemeriksaan sederhana.
(3) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan evaluasi atas izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB secara periodik.
(4) Berdasarkan monitoring dan/atau evaluasi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat melakukan perubahan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
(5) Dalam hal hasil monitoring dan/atau evaluasi terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai selisih dimaksud.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan selisih kurang tersebut:
a. dikarenakan musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), atas selisih tersebut:
1. tidak dipungut Bea Masuk, Cukai dan PDRI; dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory).
b. dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB, yaitu selisih kurang bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih Bea Masuk, cukai, dan PDRI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda; dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory).
c. tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB, yaitu selisih kurang tersebut karena kelalaian, karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih Bea Masuk dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. terhadap barang kena Cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Cukai; dan
3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory).
d. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan selisih lebih tersebut:
a. dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB, yaitu selisih lebih tersebut bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih lebih tersebut dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory); atau
b. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Dalam hal hasil monitoring dan/atau evaluasi ditemukan selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, Pejabat Bea dan Cukai memberikan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB terdaftar/dikukuhkan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan

                     


Pasal 66


(1) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Kawasan Berikat, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      

BAB XIII
PELAYANAN MANDIRI
 
Pasal 67


(1) Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk melakukan pelayanan mandiri atas kegiatan operasional di Kawasan Berikat.
(2) Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan:
a. permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; atau
b. kewenangan Kepala Kantor Pabean.
(3) Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan:
a. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memiliki profil risiko layanan rendah;
b. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai aplikasi yang menunjukkan valid; dan
c. memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. memiliki sertifikat Authorized Economic Operator (AEO) dan/atau sertifikasi lain yang menunjukkan kinerja dan/atau manajemen perusahaan yang baik yang diterbitkan oleh badan atau lembaga yang berwenang;
2. telah mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory) sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan dapat diintegrasikan dengan SKP;
3. memiliki kegiatan dengan volume yang tinggi dan memerlukan layanan kepabeanan dan Cukai 24 (dua puluh empat) jam 7 (tujuh) hari; dan/atau
4. pertimbangan lain oleh Kepala Kantor Pabean berdasarkan Manajemen Risiko.
(4) Pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengadministrasian dan pelekatan tanda pengaman;
b. pengadministrasian dan pelepasan tanda pengaman;
c. pelayanan pemasukan barang;
d. pelayanan pembongkaran barang;
e. pelayanan penimbunan barang;
f. pelayanan pemuatan barang;
g. pelayanan pengeluaran barang; dan/atau
h. pelayanan lainnya.
(5) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui SKP.
(6) Bentuk tanda pengaman yang digunakan dalam operasional Kawasan Berikat dengan layanan mandiri mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai tanda pengaman dengan diberi keterangan “KAWASAN BERIKAT MANDIRI” dan ditandatangani oleh perwakilan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang tercantum dalam penetapan Kawasan Berikat Mandiri.
(7) Format penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
            
            

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
 
Pasal 68


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dengan profil risiko layanan rendah dapat menggunakan jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagai jaminan yang diserahkan dalam rangka pemenuhan Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Tata cara untuk mendapatkan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan tentang jaminan dalam rangka kepabeanan.
 
                         

Pasal 69


(1) Untuk dapat dilakukan penambahan atau perubahan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengajukan permohonan kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis dan dilampiri dengan dokumen pendukung serta alasan perlunya perlakuan tertentu.
(3) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang mengajukan permohonan penambahan atau perubahan perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(4) Tata cara pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dengan mempertimbangkan:
a. dokumen pendukung dan alasan perlunya perlakuan tertentu;
b. hasil pemaparan proses bisnis; dan
c. profil risiko Kawasan Berikat.
(6) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara elektronik melalui SKP; atau
b. 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
  
                         

Pasal 70


Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memiliki lokasi Kawasan Berikat tidak dalam satu hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil Produksi setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
          
              

Pasal 71


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 11 ayat (5), Pasal 12 ayat (1), Pasal 42 ayat (2), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2):
a. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
b. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
c. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lain.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat '(1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.

   

Pasal 72


(1) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB diberikan pelayanan 24 (dua puluh empat) jam 7 (tujuh) hari oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui SKP dan/atau oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pengaturan penugasan Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
a. profil risiko layanan Kawasan Berikat;
b. jam kerja pada Kawasan Berikat;
c. permohonan Kawasan Berikat; dan
d. ketersedian SDM Bea dan Cukai dan norma waktu beban kerja.

               

Pasal 73


(1) Kepala Kantor Pabean dapat tidak melayani akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB:
a. tidak melakukan pemasukan barang dalam waktu 30 (tiga puluh) hari berturut-turut; dan/atau
b. tidak menyampaikan data nilai realisasi tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4);
(2) Kepala Kantor Pabean dapat kembali melayani akses terhadap SKP berdasarkan permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(3) Pelayanan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan paling lama pada hari kerja berikutnya dengan mempertimbangkan:
a. keterangan dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengenai alasan tidak melakukan pemasukan barang selama 30 (tiga puluh) hari berturut-turut serta jenis barang yang akan dimasukkan dalam hal bukan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong; dan/atau
b. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah menyampaikan data nilai realisasi tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4).
            
             

Pasal 74


(1) Penyelenggara Kawasan Berikat dengan lebih dari 1 (satu) PDKB didalamnya dikecualikan dari kewajiban perubahan luas penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f dalam hal terdapat PDKB yang dicabut izinnya.
(2) PDKB yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dapat beroperasi sebagai badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean.

                         

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 75

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. terhadap izin Kawasan Berikat yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini yang telah ditetapkan batas waktunya, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin Kawasan Berikat dicabut; dan
b. terhadap permohonan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dalam jumlah lebih dari 50% (lima puluh persen) yang telah diajukan ke Direktur Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dan belum diberikan persetujuan atau penolakan oleh Direktur Fasilitas Kepabean, permohonan diproses oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan.
 
                         

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 76

Pada saat Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat;
2. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-02/BC/2012 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat;
3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-17/BC/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat; dan
4. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
               
          

Pasal 77


Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
   


                     
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2018
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

ttd.

HERU PAMBUDI