Peraturan Pemerintah Nomor : 25 Tahun 2024

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2024

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                        
Menimbang :
  1. bahwa untuk memastikan penerapan kaidah pertambangan yang baik dan terlaksananya program hilirisasi nasional, pemerintah terus berupaya memberikan kepastian investasi melalui deregulasi kebijakan dan debirokratisasi di sektor mineral dan batubara;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berinvestasi bagi pemegang izin usaha pertambangan khusus operasi produksi yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan yang mengatur jangka waktu perpanjangan dan persyaratan pemberian perpanjangan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
                                        
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6721);
                                        

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.
   
                                   

Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6721) diubah sebagai berikut:
1. Di antara angka 36 dan angka 37 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 36a serta ketentuan angka 39 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
4. Pertambangan Mineral adalah Pertambangan kumpulan Mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.
5. Pertambangan Batubara adalah Pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan Mineral atau Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
7. Kontrak Karya yang selanjutnya disebut KK adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral.
8. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Batubara.
9. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
10. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan.
11. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
12. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
13. Surat Izin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
14. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
15. Izin Pengangkutan dan Penjualan adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang Mineral atau Batubara.
16. Izin Usaha Jasa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan inti yang berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan Usaha Pertambangan.
17. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan Pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
18. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
19. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.
20. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemumian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
21. Konstruksi adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
22. Penambangan adalah kegiatan untuk memproduksi Mineral dan/atau Batubara dan Mineral ikutannya.
23. Pengolahan adalah upaya meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri.
24. Pemurnian adalah upaya untuk meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral melalui proses fisika maupun kimia serta proses peningkatan kemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan produk logam sebagai bahan baku industri.
25. Pengembangan dan/atau Pemanfaatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu Batubara dengan atau tanpa mengubah sifat fisik atau kimia Batubara asal.
26. Pengangkutan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk memindahkan Mineral dan/atau Batubara dari daerah tambang dan/atau tempat Pengolahan dan/atau Pemurnian sampai tempat penyerahan.
27. Penjualan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk menjual hasil Pertambangan Mineral atau Batubara.
28. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang Pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
29. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah BUMN yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
30. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang kepemilikan sahamnya 100% (seratus persen) dalam negeri.
31. Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disebut BUMD, adalah BUMD yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
32. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan Usaha Pertambangan.
33. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau pemegang SIPB.
34. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
35. Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat.
36. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut WUPK, adalah wilayah yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi yang dapat diusahakan untuk kepentingan strategis nasional.
36a. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.
37. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
38. Masyarakat adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan.
39. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya yang selanjutnya disebut RKAB adalah rencana kerja dan anggaran biaya pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang meliputi aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan.
40. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
41. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
42. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
   
2. Ketentuan ayat (3) huruf d Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 22


(1) Dalam pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, calon peserta lelang harus memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
c. finansial.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
a. Badan Usaha, paling sedikit meliputi:
1. nomor induk berusaha;
2. profil Badan Usaha; dan
3. susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar Pemilik Manfaat dari Badan Usaha.
b. Koperasi, paling sedikit meliputi:
1. nomor induk berusaha;
2. profil Koperasi; dan
3. susunan pengurus dan daftar pemilik manfaat dari Koperasi.
c. perusahaan perseorangan, paling sedikit meliputi:
1. nomor induk berusaha;
2. profil perusahaan perseorangan; dan
3. susunan pengurus dan daftar pemilik manfaat dari perusahaan perseorangan.
(3) Persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:
a. pengalaman Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan di bidang Pertambangan Mineral atau Batubara, atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;
b. mempunyai personil yang berpengalaman dalam bidang Pertambangan dan/atau geologi paling sedikit 3 (tiga) tahun;
c. surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
d. RKAB selama kegiatan Eksplorasi.
(4) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru;
b. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
c. menempatkan jaminan kesungguhan lelang dalam bentuk uang tunai di bank pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data informasi; dan
d. surat pernyataan kesanggupan membayar nilai penawaran lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang.
   
3. Ketentuan ayat (4) Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 48


(1) Dalam rangka konservasi Mineral dan Batubara, pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) wajib melakukan Eksplorasi lanjutan setiap tahun.
(2) Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kegiatan penemuan cadangan baru pada WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi.
(3) Dalam pelaksanaan kegiatan Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi wajib mengalokasikan anggaran setiap tahun sebagai dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara.
(4) Besaran dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan dalam RKAB.
(5) Kewajiban Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan bagi pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi yang telah memiliki data cadangan di seluruh WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Eksplorasi lanjutan dan dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara diatur dalam Peraturan Menteri.
   
4. Ketentuan ayat (3) Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 54


(1) Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a sampai dengan huruf e dapat diberikan perpanjangan dengan ketentuan:
a. untuk Pertambangan Mineral logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun;
b. untuk Pertambangan Mineral bukan logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun;
c. untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun;
d. untuk Pertambangan batuan sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun; dan
e. untuk Pertambangan Batubara sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f atau terintegrasi dengan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.
(3) Dalam hal IUP dimiliki oleh BUMN atau anak perusahaan BUMN, jangka waktu kegiatan Operasi Produksi dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.
   
5. Ketentuan ayat (1) Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 56


(1) Kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) harus memenuhi kriteria:
a. untuk komoditas Mineral logam terdiri atas:
1. kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dilakukan oleh Badan Usaha pemegang IUP yang melakukan Penambangan, atau kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dilakukan oleh Badan Usaha lain yang melakukan kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dengan kriteria kepemilikan saham pemegang IUP secara langsung atau tidak langsung sebesar paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan tidak dapat terdilusi; dan
2. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian.
b. untuk komoditas Batubara terdiri atas:
1. kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dilakukan oleh Badan Usaha pemegang IUP yang melakukan Penambangan, atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dilakukan oleh Badan Usaha lain yang melakukan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dengan kriteria kepemilikan saham pemegang IUP secara langsung atau tidak langsung sebesar paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan tidak dapat terdilusi;
2. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan
3. memenuhi ketentuan jenis Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara dan/atau batasan minimum persentase jumlah Batubara yang diproduksi untuk kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
   
6. Ketentuan ayat (4) huruf d Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 79


(1) Dalam pelaksanaan lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), calon peserta lelang harus memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
c. finansial.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. nomor induk berusaha;
b. profil Badan Usaha; dan
c. susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:
a. pengalaman BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta di bidang Pertambangan Mineral atau Batubara paling sedikit 3 (tiga) tahun, atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;
b. mempunyai personil yang berpengalaman dalam bidang Pertambangan dan/atau geologi paling sedikit 3 (tiga) tahun;
c. surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
d. RKAB selama kegiatan Eksplorasi.
(5) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru;
b. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
c. menempatkan jaminan kesungguhan lelang dalam bentuk uang tunai di bank pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data informasi; dan
d. surat pernyataan kesanggupan membayar nilai penawaran lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang.
   
7. Dalam Bagian Kedua BAB VI ditambahkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 3 sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Paragraf 3
Penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Secara Prioritas

   
8. Di antara Pasal 83 dan Pasal 84 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 83A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 83A


(1) Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
(2) WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah eks PKP2B.
(3) IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
(4) Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
(5) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.
(6) Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
   
9. Ketentuan ayat (4) Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 104

(1) Dalam rangka konservasi Mineral dan Batubara, pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) wajib melakukan Eksplorasi lanjutan setiap tahun.
(2) Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kegiatan penemuan cadangan baru pada WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi.
(3) Dalam pelaksanaan kegiatan Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi wajib mengalokasikan anggaran setiap tahun sebagai dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara.
(4) Besaran dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan dalam RKAB.
(5) Kewajiban Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan bagi pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi yang telah memiliki data cadangan di seluruh WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Eksplorasi lanjutan dan dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara diatur dalam Peraturan Menteri.

   
10. Ketentuan ayat (3) Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 109


(1) Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf a dan huruf b dapat diberikan perpanjangan dengan ketentuan:
a. untuk Pertambangan Mineral logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun; dan
b. untuk Pertambangan Batubara sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf c dan huruf d yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf c atau terintegrasi dengan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf d dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.
(3) Dalam hal IUPK dimiliki oleh BUMN atau anak perusahaan BUMN, jangka waktu kegiatan Operasi Produksi dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.
(4) Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.
(5) Perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dengan jangka waktu sesuai sisa jangka waktu IUPK dan sesuai jangka waktu perpanjangan.
(6) Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit harus dilengkapi:
a. peta dan batas koordinat wilayah;
b. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
c. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. rencana kerja selama masa perpanjangan;
e. laporan akhir kegiatan Operasi Produksi;
f. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan reklamasi; dan
g. neraca sumber daya dan cadangan.
(7) Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum kegiatan Operasi Produksi berakhir.
(8)  Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan kinerja Operasi Produksi.
(9) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus disampaikan kepada pemegang IUPK disertai dengan alasan penolakan dalam jangka waktu paling lambat sebelum kegiatan Operasi Produksi berakhir.
   
11. Ketentuan ayat (1) Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 111

(1) Kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemumian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) harus memenuhi kriteria:
a. untuk komoditas Mineral logam terdiri atas:
1. kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dilakukan oleh Badan Usaha pemegang IUPK yang melakukan Penambangan, atau kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dilakukan oleh Badan Usaha lain yang melakukan kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dengan kriteria kepemilikan saham pemegang IUPK secara langsung atau tidak langsung sebesar paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan tidak dapat terdilusi; dan
2. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian.
b. untuk komoditas Batubara terdiri atas:
1. kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dilakukan oleh Badan Usaha pemegang IUPK yang melakukan Penambangan, atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dilakukan oleh Badan Usaha lain yang melakukan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dengan kriteria kepemilikan saham pemegang IUPK secara langsung atau tidak langsung sebesar paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan tidak dapat terdilusi;
2. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan
3. memenuhi ketentuan jenis Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara dan/atau batasan minimum persentase jumlah Batubara yang diproduksi untuk kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

   
12. Ketentuan ayat (4) huruf e Pasal 120 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 120


(1) IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (3) dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (3) yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dapat diperpanjang selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.
(3) Permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.
(4) Permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit harus dilengkapi:
a. peta dan batas koordinat wilayah;
b. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
c. laporan akhir kegiatan Operasi Produksi;
d. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e. RKAB; dan
f. neraca sumber daya dan cadangan.
(5) Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(6) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan terhadap kinerja Operasi Produksi.
(7) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan kepada pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian paling lambat sebelum berakhirnya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
   
13. Ketentuan ayat (5) Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 162


(1) Pemegang IUP, IUPK, atau IUJP dalam melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan wajib mengutamakan barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya yang berasal dari produk dalam negeri.
(2) Dalam hal produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, pemegang IUP, IUPK, atau IUJP dapat membeli produk impor yang dijual di dalam negeri dengan ketentuan:
a. memenuhi standar kualitas dan layanan purna jual; dan
b. dapat menjamin kontinuitas pasokan dan ketepatan waktu pengiriman.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, pemegang IUP, IUPK, atau IUJP dapat mengimpor barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya ke dalam negeri.
(4) Pemegang IUP, IUPK, atau IUJP untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib menyampaikan pemberitahuan:
a. daftar pembelian barang;
b. impor sementara; dan
c. rekondisi barang,
kepada Menteri.
(5) Pemegang IUP, IUPK, atau IUJP wajib menyampaikan rencana pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya serta produk impor yang dijual di dalam negeri dan barang yang akan diimpor sendiri kepada Menteri dalam RKAB.
(6) Dalam hal pemegang IUP, IUPK, atau IUJP melakukan impor barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan.
(7) Pembelian impor barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya dapat diberikan fasilitas impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
   
14. Ketentuan Pasal 177 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 177


(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun dan menyampaikan RKAB sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan Usaha pertambangan kepada Menteri.
(2) RKAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB diatur dalam Peraturan Menteri.
   
15. Ketentuan ayat (1) Pasal 180 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 180


(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat sebagai bagian dari RKAB kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola langsung oleh pemegang IUP atau IUPK.
(3) Dalam hal terjadi peningkatan kapasitas produksi, pemegang IUP dan IUPK tahap kegiatan Operasi produksi wajib meningkatkan biaya program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat.
(4) Dalam hal realisasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat tidak tercapai wajib ditambahkan pada tahun berikutnya.
   
16. Ketentuan ayat (4) huruf b Pasal 183 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 183


(1) Mineral atau Batubara yang berada pada fasilitas penimbunan pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah berakhir jangka waktunya atau dicabut dapat dilakukan Penjualan setelah mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan oleh eks pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dicabut karena melanggar ketentuan pidana di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
(3) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah berakhir jangka waktunya atau dicabut memenuhi persyaratan paling sedikit meliputi:
a. surat permohonan; dan
b. salinan kontrak Penjualan.
(4) Menteri dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus didasarkan atas hasil evaluasi pemeriksaan lapangan terhadap:
a. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. persetujuan RKAB;
c. rencana Reklamasi dan Pascatambang yang telah disetujui beserta jaminan yang telah ditempatkan; dan
d. laporan hasil produksi dan Penjualan.
(5) Dalam melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri harus melakukan pemeriksaan lapangan terhadap fasilitas produksi dan fasilitas penimbunan Mineral atau Batubara yang dimiliki oleh pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah berakhir jangka waktunya atau dicabut.
(6) Permohonan Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak IUP, IUPK, IPR, atau SIPB:
a. berakhir jangka waktunya; atau
b. dicabut.
   
17. Di antara Pasal 195 dan Pasal 196 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 195A dan Pasal 195B sehingga berbunyi sebagai berikut:
                                        

Pasal 195A


IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 merupakan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
     

Pasal 195B


(1) IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1) yang merupakan perubahan bentuk dari KK sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit:
a. memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian terintegrasi dalam negeri;
b. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian;
c. sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) oleh peserta Indonesia;
d. telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN;
e. mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara; dan
f. memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk:
1. kegiatan eksplorasi lanjutan; dan
2. peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian,
yang telah disetujui oleh Menteri.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) tahun.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.
(4) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilengkapi dengan:
a. surat permohonan;
b. peta dan batas koordinat wilayah;
c. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
d. laporan kegiatan Operasi Produksi sampai dengan permohonan perpanjangan;
e. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
f. RKAB; dan
g. neraca sumber daya dan cadangan.
(5) Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan izin berdasarkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya izin.
(6) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan berdasarkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta terhadap kinerja Operasi Produksi.
(7) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan kepada pemegang izin paling lambat sebelum berakhirnya izin dengan disertai alasan penolakan.
 
                                     

Pasal II


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
                                        
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2024
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2024
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO                                     

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 89

 





PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2024
 
TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

                                    
I. UMUM

Bahwa pemberian kepastian investasi melalui deregulasi kebijakan dan debirokratisasi di sektor Mineral dan Batubara terus dilakukan dalam bentuk penyesuaian ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk debirokratisasi yang dilakukan adalah penyesuaian ketentuan batasan lingkup dan definisi dari RKAB yang diharapkan dapat mewujudkan penyederhanaan tata waktu dan pelaksanaan evaluasinya.

 

Selain itu, sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam pelaksanaan program hilirisasi nasional yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan diperlukan suatu instrumen yang menjamin investasi hilirisasi yang telah dilakukan dalam bentuk pemberian jaminan kepastian jangka waktu kegiatan usaha di bidang pertambangan sesuai dengan parameter evaluasi yang harus terlebih dahulu dilakukan pemenuhan kriteria dan persyaratannya.

 

Dengan pengaturan kembali substansi mengenai RKAB serta penyesuaian ketentuan IUPK yang telah diterbitkan sebelum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah ini, diharapkan dapat menjadi bentuk nyata upaya Pemerintah dalam penyempurnaan tata kelola di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.


Angka 2

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan.


Huruf b

Cukup jelas


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru.


Huruf b

Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.

Angka 3

Pasal 48

Ayat (1)

Konservasi Mineral dan Batubara dilakukan melalui peningkatan status keyakinan data dan informasi geologi berupa sumber daya dan/atau cadangan termasuk penemuan cadangan baru pada WIUP Operasi Produksi.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Ayat (6)

Cukup jelas.

Angka 4

Pasal 54

Cukup jelas.


Angka 5

Pasal 56

Ayat (1)

Huruf a

Angka 1

Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial owner) dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 30% (tiga puluh persen).


Angka 2

Cukup jelas.


Huruf b

Angka 1

Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial owner) dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 30% (tiga puluh persen).


Angka 2

Cukup jelas.


Angka 3

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas

Angka 6

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas


Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas


Ayat (5)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru.


Huruf b

Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.

Angka 7

Cukup jelas.

Angka 8

Pasal 83A

Ayat (1)

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas. Penawaran WIUPK secara prioritas dimaksudkan guna memberikan kesempatan yang sama dan berkeadilan dalam pengelolaan kekayaan alam.
 
Selain itu, implementasi kewenangan Pemerintah tersebut juga ditujukan guna pemberdayaan (empowering) kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
 
Yang dimaksud dengan "organisasi kemasyarakatan keagamaan" adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan yang salah satu organnya menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/umat.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dipindahtangankan" adalah larangan untuk pemindahtanganan dalam hal izin telah diberikan.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Ayat (6)

Cukup jelas.


Ayat (7)

Cukup jelas.

Angka 9

Pasal 104

Cukup jelas.


Angka 10

Pasal 109

Cukup jelas.


Angka 11

Pasal 111

Ayat (1)

Huruf a

Angka 1

Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial owner) dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 30% (tiga puluh persen).


Angka 2

Cukup jelas.


Huruf b

Angka 1

Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial owner) dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 30% (tiga puluh persen).


Angka 2

Cukup jelas


Angka 3

Cukup jelas


Ayat (2)

Cukup jelas.

Angka 12

Pasal 120

Cukup jelas.


Angka 13

Pasal 162

Cukup jelas.


Angka 14

Pasal 177

Cukup jelas.


Angka 15

Pasal 180

Cukup jelas.


Angka 16

Pasal 183

Cukup jelas


Angka 17

Pasal 195A

Yang dimaksud dengan "IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian" mengikuti ketentuan yang tercantum dalam surat keputusan IUPK Operasi Produksi dan termasuk perubahannya.


Pasal 195B

Cukup jelas


Pasal II

Cukup jelas.

                                  

     

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6921