Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR - 57/BC/2011
TENTANG
KAWASAN BERIKAT
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Kawasan Berikat.
Mengingat :
1. |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); |
2. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); |
3. |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069); |
4. |
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); |
5. |
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); |
6. |
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); |
7. |
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998); |
8. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat; |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG KAWASAN BERIKAT.
BAB I KETENTUAN UMUMPasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. |
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. |
2. |
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007. |
3. |
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. |
4. |
Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. |
5. |
Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. |
6. |
Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. |
7. |
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya disingkat PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda. |
8. |
Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan:
a. |
mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa Bahan Penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau |
b. |
budidaya flora dan fauna. |
|
9. |
Kegiatan Penggabungan adalah menggabungkan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi yang berasal dari impor, dari Kawasan Berikat lain, dan/atau dari tempat lain dalam daerah pabean. |
10. |
Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berupa:
a. |
peralatan untuk pembangunan, perluasan, atau konstruksi Kawasan Berikat; |
b. |
mesin; dan |
c. |
cetakan (moulding), |
tidak meliputi bahan dan perkakas untuk pembangunan, perluasan, atau kontruksi Kawasan Berikat serta suku cadang yang dimasukkan tidak bersamaan dengan Barang Modal yang bersangkutan. |
11. |
Bahan Baku adalah barang dan bahan yang akan diolah menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi. |
12. |
Bahan Penolong adalah barang dan bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam Kegiatan Pengolahan atau Kegiatan Penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi. |
13. |
Sisa Bahan Baku adalah Bahan Baku yang masih tersisa yang tidak digunakan lagi dalam proses produksi. |
14. |
Hasil Produksi Kawasan Berikat adalah hasil dari Kegiatan Pengolahan atau Kegiatan Pengolahan dan Kegiatan Penggabungan sesuai yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan izin sebagai Kawasan Berikat. |
15. |
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai. |
16. |
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor. |
17. |
Media Penyimpan Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis. |
18. |
Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah alir informasi bisnis secara elektronik antar aplikasi, antar organisasi secara langsung yang terintegrasi melalui jaringan komputer. |
19. |
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. |
20. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
21. |
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
22. |
Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
23. |
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
24. |
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu. |
25. |
Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Kawasan Berikat. |
26. |
Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. |
(1) |
Kawasan Berikat merupakan kawasan pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) |
Dalam rangka pengawasan terhadap Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang. |
(3) |
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(4) |
Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Kawasan Berikat dapat diberikan kemudahan kepabeanan dan cukai berupa:
a. |
kemudahan pelayanan perijinan; |
b. |
kemudahan pelayanan kegiatan operasional; |
c. |
pemberian pintu tambahan; dan/atau |
d. |
kemudahan kepabeanan dan cukai selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c. |
|
(5) |
Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kemudahan kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai manajemen risiko di Tempat Penimbunan Berikat. |
(1) |
Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat. |
(2) |
Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. |
(3) |
Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. |
(4) |
Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat. |
(5) |
Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. |
Pengusaha Kawasan Berikat; atau |
b. |
PDKB. |
|
(6) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor |
(7) |
Kriteria barang untuk digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), meliputi:
a. |
untuk melengkapi produk utama yang merupakan hasil produksi Kawasan Berikat dan/atau sebagai barang untuk keperluan promosi dalam kurun waktu tertentu; |
b. |
nilai barang yang digabungkan tidak lebih besar dari nilai hasil produksi Kawasan Berikat; |
c. |
barang hasil penggabungan diekspor secara bersamaan dalam satu kemasan; dan |
d. |
memperhatikan kewajaran jumlah dan jenis barang yang akan digabungkan. |
|
(8) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. |
(1) |
Kawasan Berikat harus berlokasi di kawasan industri. |
(2) |
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kawasan Berikat dapat berlokasi di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sepanjang Kawasan Berikat tersebut diperuntukkan bagi:
a. |
perusahaan yang menggunakan Bahan Baku dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus; |
b. |
perusahaan industri mikro dan kecil; dan/atau |
c. |
perusahaan industri yang akan menjalankan industri di daerah kabupaten atau kota yang belum memiliki kawasan industri atau yang telah memiliki kawasan industri namun seluruh kavling industrinya telah habis. |
|
(3) |
Kriteria mengenai perusahaan industri mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mengacu pada kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan mengenai usaha mikro, kecil dan menengah. |
(4) |
Luas lokasi untuk Kawasan Berikat di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) dalam satu hamparan. |
(5) |
Di dalam lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat terdiri dari 1 (satu) atau lebih PDKB. |
(1) |
Kawasan atau tempat yang akan dijadikan sebagai Kawasan Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
terletak di lokasi yang dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti kemas; |
b. |
mempunyai batas-batas yang jelas berupa pagar pemisah dengan tempat atau bangunan lain; |
c. |
tidak berhubungan langsung dengan bangunan lain; |
d. |
mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat dilalui kendaraan; dan |
e. |
digunakan untuk melakukan kegiatan industri pengolahan Bahan Baku menjadi barang hasil produksi. |
|
(2) |
Pagar pemisah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus memiliki ketinggian paling rendah 2 m (dua meter). |
(3) |
Dalam hal kawasan atau tempat yang akan dijadikan sebagai Kawasan Berikat diajukan oleh perusahaan yang menggunakan Bahan Baku dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
mempunyai batas-batas yang jelas dengan tempat atau bangunan lain; |
b. |
tidak berhubungan langsung dengan tempat atau bangunan lain; |
c. |
mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang; dan |
d. |
digunakan untuk melakukan kegiatan industri pengolahan Bahan Baku menjadi barang hasil produksi. |
|
(4) |
Batas-batas yang jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat berupa pembatas buatan dan/atau pembatas alam yang mengelilingi atau menyekat Kawasan Berikat untuk membatasi atau mencegah gerakan melintasi batas. |
BAB IIPENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PERPANJANGAN IZIN KAWASAN BERIKATBagian PertamaIzin Prinsip Pendirian Kawasan Berikat Sebelum Fisik Bangunan Berdiri yang Berlokasi di Kawasan IndustriPasal 6
Pihak yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat yang berlokasi di kawasan industri mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin prinsip pendirian Kawasan Berikat sebelum fisik bangunan berdiri kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(1) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diajukan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik berupa:
a. |
fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait; |
b. |
fotokopi surat izin kawasan industri dari instansi teknis terkait; |
c. |
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB); |
d. |
surat keterangan dari pengelola kawasan industri bahwa perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industri yang bersangkutan; |
e. |
fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa; |
f. |
peta lokasi/tempat yang akan dijadikan Kawasan Berikat; |
g. |
rencana denah lokasi/tempat yang akan diusahakan menjadi Kawasan Berikat; |
h. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT; |
i. |
fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan atau surat bukti sedang dalam proses pengurusan untuk mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan; |
j. |
fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahan akta pendirian perusahaan; |
k. |
fotokopi surat keputusan pengesahan akta pendirian badan usaha dari pejabat yang berwenang; |
l. |
fotokopi bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait; |
m. |
fotokopi dokumen lingkungan hidup berupa analisa mengenai dampak lingkungan atau UKL/UPL dari instansi teknis terkait;dan |
n. |
daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
|
(2) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak berkas permohonan diterima dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
peta lokasi dan denah lokasi/tempat yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk; dan |
c. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(4) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit berisi informasi mengenai kesiapan lokasi yang akan menjadi Kawasan Berikat dan pemenuhannya terhadap persyaratan yang ditentukan. |
(5) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan tentang izin prinsip pendirian Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(8) |
Keputusan tentang izin prinsip pendirian Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. |
(1) |
Pihak yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat yang telah memperoleh izin prinsip pendirian Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), harus menyelesaikan pembangunan fisik paling sedikit bangunan untuk produksi, gudang, ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai, dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal izin prinsip pendirian Kawasan Berikat. |
(2) |
Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di dalam Kawasan Berikat harus sudah terdapat Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB, dan/atau Penyelenggara Gudang Berikat. |
(3) |
Pihak yang telah memperoleh izin prinsip pendirian Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dan akan mengajukan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat harus menyampaikan surat pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean untuk dilakukan pemeriksaan fisik bangunan. |
(4) |
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan melampirkan berkas dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik berupa:
a. |
fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau bukti sedang dalam proses pengurusan untuk mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
b. |
daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan |
c. |
laporan saldo awal atas barang modal dan peralatan perkantoran yang berada di Kawasan Berikat. |
|
(5) |
Dalam hal berkas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan fisik dan pencacahan (stock opname) saldo awal atas barang modal dan peralatan perkantoran, yang kemudian dituangkan dalam berita acara. |
(7) |
Kepala Kantor Pabean meneruskan berkas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak berkas pemberitahuan diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Pabean. |
(8) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak berkas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal. |
(9) |
Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(10) |
Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian Kedua
Penetapan Tempat Sebagai Kawasan Berikat dan Pemberian Izin Penyelenggara Kawasan Berikat
Pihak yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat mengajukan permohonan untuk mendapatkan keputusan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(1) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diajukan dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik berupa:
a. |
fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait; |
b. |
fotokopi surat izin kawasan industri atau penetapan sebagai kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri dari instansi teknis terkait; |
c. |
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB); |
d. |
surat keterangan tertulis dari pengelola kawasan industri bahwa perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industri yang bersangkutan atau surat keterangan berdomisili di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri dari instansi teknis terkait; |
e. |
fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain, dengan jangka waktu sewa paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal surat permohonan diajukan secara lengkap; |
f. |
peta lokasi/tempat yang akan dijadikan Kawasan Berikat; |
g. |
denah lokasi/tempat yang akan diusahakan menjadi Kawasan Berikat; |
h. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT; |
i. |
fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan atau bukti sedang dalam proses pengurusan untuk mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan; |
j. |
fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahan akta pendirian perusahaan; |
k. |
fotokopi surat keputusan pengesahan akta pendirian badan usaha dari pejabat yang berwenang; |
l. |
fotokopi bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait; |
m. |
fotokopi dokumen lingkungan hidup berupa analisa mengenai dampak lingkungan atau UKL/UPL dari instansi teknis terkait;dan |
n. |
daftar isian sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
|
(2) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
peta lokasi dan denah lokasi/tempat yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;dan |
c. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(4) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
kesiapan lokasi yang akan menjadi Kawasan Berikat dan pemenuhannya terhadap persyaratan yang ditentukan; dan |
b. |
kesiapan sarana dan prasarana Kawasan Berikat. |
|
(5) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KetigaPenetapan Tempat Sebagai Kawasan Berikat dan Pemberian Izin Penyelenggara Kawasan Berikat Sekaligus Izin Pengusaha Kawasan BerikatPasal 11
Pihak yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat mengajukan permohonan untuk mendapatkan persetujuan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(1) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik berupa:
a. |
fotokopi surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait; |
b. |
fotokopi surat izin kawasan industri atau penetapan sebagai kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri dari instansi teknis terkait; |
c. |
surat keterangan tertulis dari pengelola kawasan industri bahwa perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industri yang bersangkutan atau surat keterangan berdomisili di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri dari instansi teknis terkait; |
d. |
fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain, dengan jangka waktu sewa paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal surat permohonan diajukan secara lengkap; |
e. |
peta lokasi/tempat yang akan dijadikan Kawasan Berikat; |
f. |
denah lokasi/tempat yang akan diusahakan menjadi Kawasan Berikat; |
g. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT; |
h. |
fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan atau sedang dalam proses pengurusan untuk mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan; |
i. |
fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahan akta pendirian perusahaan; |
j. |
fotokopi surat keputusan pengesahan akta pendirian badan usaha dari pejabat yang berwenang; |
k. |
fotokopi bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait; |
l. |
fotokopi dokumen lingkungan hidup berupa analisa mengenai dampak lingkungan atau UKL/UPL dari instansi teknis terkait; |
m. |
daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
n. |
Surat Pernyataan mengenai jenis hasil produksi perusahaan sesuai izin usaha industrinya; |
o. |
alur proses produksi perusahaan; dan |
p. |
paparan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dimiliki perusahaan. |
|
(2) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan jenis berkas yang masih harus dilengkapi. |
(3) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak berkas permohonan diterima dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
peta lokasi dan denah lokasi/tempat yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;dan |
c. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(4) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
kesiapan lokasi yang akan menjadi Kawasan Berikat dan pemenuhannya terhadap persyaratan yang ditentukan; dan |
b. |
kesiapan sarana dan prasarana Kawasan Berikat. |
|
(5) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian Keempat Pemberian Izin PDKBPasal 13
Pihak yang akan menjadi PDKB mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin PDKB kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(1) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diajukan dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik berupa:
a. |
surat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat; |
b. |
fotokopi surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait; |
c. |
surat keterangan tertulis dari pengelola kawasan industri bahwa perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industri yang bersangkutan atau surat keterangan berdomisili di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri dari instansi teknis terkait; |
d. |
fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain, dengan jangka waktu sewa paling sedikit singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal surat permohonan diajukan secara lengkap; |
e. |
peta lokasi/tempat yang menjadi Kawasan Berikat; |
f. |
denah lokasi/tempat yang akan diusahakan menjadi PDKB; |
g. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT; |
h. |
fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan atau sedang dalam proses pengurusan untuk mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)/ Nomor Identitas Kepabeanan; |
i. |
fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahan akta pendirian perusahaan; |
j. |
fotokopi surat keputusan pengesahan akta pendirian badan usaha dari pejabat yang berwenang; |
k. |
fotokopi bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait; |
l. |
fotokopi dokumen lingkungan hidup berupa analisa mengenai dampak lingkungan atau UKL/UPL dari instansi teknis terkait; |
m. |
daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
n. |
Surat Pernyataan mengenai jenis hasil produksi perusahaan sesuai izin usaha industrinya; |
o. |
alur proses produksi perusahaan; dan |
p. |
paparan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dimiliki perusahaan. |
|
(2) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak berkas permohonan diterima dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
peta lokasi dan denah lokasi/tempat yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;dan |
c. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(4) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
kesiapan lokasi yang akan menjadi Kawasan Berikat dan pemenuhannya terhadap persyaratan yang ditentukan; dan |
b. |
kesiapan sarana dan prasarana Kawasan Berikat. |
|
(5) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pemberian izin PDKB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KelimaPerpanjangan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan Izin PDKBPasal 15
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB dapat mengajukan permohonan perpanjangan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB sebelum jangka waktu izin tersebut berakhir kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(1) |
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diajukan dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik berupa:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; |
b. |
fotokopi surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait; |
c. |
fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain, dengan jangka waktu sewa:
1. |
paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal surat permohonan diajukan secara lengkap, untuk Penyelenggara Kawasan Berikat di luar kawasan industri; |
2. |
paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal surat permohonan diajukan secara lengkap, untuk Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; |
|
d. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir; |
e. |
fotokopi perubahan akte pendirian perusahaan, dalam hal terjadi perubahan akta yang dilampiri fotokopi surat keputusan pengesahan perubahan akta pendirian badan usaha dari pejabat yang berwenang; |
f. |
fotokopi bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait; |
g. |
dalam hal Kawasan Berikat merupakan perusahaan mikro dan kecil, melampirkan surat keterangan dari instansi terkait; dan |
h. |
surat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat. |
|
(2) |
Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) |
Berdasarkan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai rekomendasi. |
(4) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi informasi mengenai:
a. |
hasil audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan penyelesaiannya dalam hal penyelenggara atau pengusaha Kawasan Berikat sudah pernah diaudit; |
b. |
profil (past performance) Kawasan Berikat dan data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai; |
c. |
aktifitas Kawasan Berikat dalam hal aktif, tidak aktif atau akan tutup; dan |
d. |
hasil pencacahan (stock opname) periode tahun terakhir terhadap barang-barang di dalam Kawasan Berikat. |
|
(5) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal. |
(6) |
Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perpanjangan atas keputusan Menteri mengenai penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KeenamPerubahan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan Izin PDKB Terkait Perubahan Nama Perusahaan Dalam Hal Merger atau Diakuisisi.Pasal 17
(1) |
Penyelenggara Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB harus mengajukan permohonan pencabutan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB dan sekaligus mengajukan permohonan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang baru dalam hal terjadi merger atau diakuisisi. |
(2) |
Tata cara permohonan dan pemberian keputusan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB mengikuti tata cara permohonan dan pemberian keputusan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KetujuhPerubahan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan Izin PDKB Terkait Perubahan Nama Perusahaan, Jenis Hasil Produksi, atau Luas Kawasan Berikat.Pasal 18
Penyelenggara Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB mengajukan permohonan perubahan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi apabila terdapat perubahan nama perusahaan yang bukan dikarenakan merger atau diakuisisi, jenis hasil produksi, atau luas Kawasan Berikat.
(1) |
Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diajukan dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas atau dokumen yang terkait dengan perubahan data dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik. |
(2) |
Berkas atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; dan |
b. |
surat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat perihal perubahan data PDKB. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan jenis berkas yang masih harus dilengkapi. |
(4) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Kepala Kantor Wilayah dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
peta lokasi dan denah lokasi/tempat yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;dan |
c. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(5) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
hasil audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan penyelesaiannya dalam hal penyelenggara atau pengusaha Kawasan Berikat sudah pernah diaudit; |
b. |
profil (past performance) Kawasan Berikat dan data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai; |
c. |
aktifitas Kawasan Berikat dalam hal aktif, tidak aktif atau akan tutup; dan |
d. |
hasil pencacahan (stock opname) periode tahun terakhir terhadap barang-barang di dalam Kawasan Berikat. |
|
(6) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perubahan keputusan Menteri mengenai penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KedelapanPerubahan Izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan Izin PDKB Terkait Perubahan Alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nama dan Alamat Penanggung Jawab, dan/atau Tata Letak (Layout) Bangunan di dalam Kawasan BerikatPasal 20
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB mengajukan permohonan perubahan keputusan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean apabila terdapat perubahan alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama dan alamat penanggung jawab, dan/atau tata letak (layout) bangunan di dalam kawasan berikat.
(1) |
Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diajukan dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dengan melampirkan berkas atau dokumen yang terkait dengan perubahan data dalam bentuk hardcopy, dan softcopy dalam Media Penyimpan Data Elektronik. |
(2) |
Berkas atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan fotokopi keputusan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan. |
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perubahan keputusan Menteri mengenai penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KesembilanPemberian Izin Penambahan Pintu di Kawasan BerikatPasal 22
(1) |
Penyelenggara Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB mengajukan permohonan pemberian izin penambahan pintu khusus pemasukan dan pengeluaran barang di Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Termasuk dalam pengertian pintu khusus pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sarana keluar masuk barang seperti pipa, saluran transmisi, dan ban berjalan (conveyor belt). |
(3) |
Pintu tambahan khusus pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. |
terdapat Closed Circuit Television (CCTV) untuk membantu pengawasan keluar masuk barang dan dapat diakses oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat; dan |
b. |
terdapat alat ukur elektronik yang terhubung dengan sistem teknologi informasi perusahaan yang bersangkutan khusus untuk pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
|
(4) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan mencantumkan alasan penambahan pintu dan data terkait lalu lintas kendaraan, volume barang, dan jumlah karyawan serta dilampiri dengan:
a. |
fotokopi keputusan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, atau penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang bersangkutan beserta perubahan terakhir dari izin tersebut; dan |
b. |
denah lokasi dan tata letak (layout) Kawasan Berikat yang menggambarkan lokasi rencana penambahan pintu. |
|
(5) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala Kantor Wilayah dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi; dan |
b. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(7) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
profil (past performance) Kawasan Berikat; dan |
b. |
data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai. |
|
(8) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterima secara lengkap. |
(9) |
Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama mempertimbangkan:
a. |
Kondisi Bangunan, lahan dan lingkungan geografis sekitar Kawasan Berikat; dan /atau |
b. |
jumlah lalu lintas kendaraan dan volume barang yang keluar masuk Kawasan Berikat. |
|
(10) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan penambahan pintu khusus pemasukan dan pengeluaran barang di Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(12) |
Dalam hal ditemukan pelanggaran atau penyalahgunaan terkait pintu tambahan khusus pemasukan dan pengeluaran barang, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melalui Kepala Kantor Pabean meninjau ulang pemberian izin penambahan pintu dimaksud. |
(1) |
Penyelenggara Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB mengajukan permohonan pemberian izin penambahan pintu khusus orang di Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Pintu tambahan khusus orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. |
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut barang dan hanya berfungsi sebagai pintu masuk dan keluar orang; |
b. |
terdapat Closed Circuit Television (CCTV) untuk membantu pengawasan keluar masuk orang; dan |
c. |
pintu tambahan hanya digunakan pada saat jam keluar masuk orang/karyawan. |
|
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan alasan penambahan pintu khusus orang dan data terkait jumlah karyawan, serta dilampiri dengan denah lokasi dan tata letak (layout) yang menggambarkan lokasi rencana penambahan pintu. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Kantor Pelayanan Utama mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala Kantor Wilayah dengan disertai:
a. |
berita acara pemeriksaan lokasi; dan |
b. |
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean. |
|
(6) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
profil (past performance) Kawasan Berikat; dan |
b. |
data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai. |
|
(7) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima secara lengkap. |
(8) |
Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama mempertimbangkan:
a. |
Jumlah karyawan ;dan/atau |
b. |
Kondisi Bangunan, lahan dan lingkungan geografis sekitar Kawasan Berikat. |
|
(9) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan penggunaan pintu tambahan khusus orang di Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(10) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(11) |
Dalam hal ditemukan pelanggaran atau penyalahgunaan terkait pintu tambahan khusus orang, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melalui Kepala Kantor Pabean meninjau ulang pemberian izin penambahan pintu dimaksud. |
BAB IIIPENCACAHAN, SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN BERBASIS KOMPUTER (IT INVENTORY), KRITERIA RUANGAN, SARANA KERJA, DAN FASILITAS YANG LAYAK BAGI PETUGAS BEA DAN CUKAI DI KAWASAN BERIKAT, DAN PELAPORANBagian Pertama Pencacahan (Stock Opname)Pasal 24
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berkewajiban melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean, paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. |
(2) |
Sebelum melakukan pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean. |
(3) |
Pengawasan dari Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada manajemen risiko. |
(4) |
Pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dan ditandatangani oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai. |
(1) |
Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean bersamaan dengan laporan 4 (empat) bulanan pada periode yang bersangkutan dengan mencantumkan hasil pencacahan (stock opname) pada kolom yang telah disediakan dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) |
Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) menjadi dasar perhitungan persediaan barang Kawasan Berikat selanjutnya. |
Bagian KeduaKriteria Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory)Pasal 26
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer untuk pengelolaan barang yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) |
Sistem informasi persediaan berbasis komputer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. |
dipergunakan untuk melakukan pencatatan:
1. |
pemasukan barang; |
2. |
pengeluaran barang; |
3. |
barang dalam proses produksi (work in process); |
4. |
penyesuaian (adjustment); dan |
5. |
hasil pencacahan (stock opname); |
secara kontinu dan realtime di Kawasan Berikat yang bersangkutan; |
b. |
harus dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan laporan berupa:
1. |
laporan pemasukan barang per dokumen pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
2. |
laporan pengeluaran barang per dokumen pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
3. |
laporan posisi barang dalam proses (WIP) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan |
4. |
laporan pertanggungjawaban mutasi barang sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu:
a) |
laporan pertanggungjawaban mutasi bahan baku dan bahan penolong; |
b) |
laporan pertanggungjawaban mutasi barang jadi; |
c) |
laporan pertanggungjawaban mutasi barang sisa dan scrap; dan |
d) |
laporan pertanggungjawaban mutasi mesin dan peralatan perkantoran. |
|
|
c. |
mencatat riwayat perekaman dan penelusuran kegiatan pengguna; |
d. |
harus memberikan akses secara realtime dan/atau online kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat; |
e. |
pencatatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki akses khusus (authorized access); dan |
f. |
perubahan pencatatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki akses paling tinggi (highest grade authorized access). |
|
(3) |
Akses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebatas membaca (read only) dan mengunduh (download). |
Bagian KetigaKriteria Ruangan, Sarana Kerja, dan Fasilitas yang Layak bagi Petugas Bea dan Cukai di Kawasan BerikatPasal 27
(1) |
Penyelenggara Kawasan Berikat harus menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan. |
(2) |
Ruangan dan sarana kerja yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. |
ruangan memiliki akses untuk memonitor aktifitas pengeluaran dan pemasukan barang; |
b. |
adanya Closed Circuit Television (CCTV) dan monitor televisi untuk membantu Petugas Bea dan Cukai dalam pengawasan; dan |
c. |
adanya ruangan kerja, serta sarana dan prasarana lainnya untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan. |
|
Bagian Keempat PelaporanPasal 28
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat dan PDKB harus menyampaikan laporan setiap 4 (empat) bulan sekali paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean berupa:
a. |
laporan pemasukan barang per dokumen pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
b. |
laporan pengeluaran barang per dokumen pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
c. |
laporan posisi barang dalam proses (WIP) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan |
d. |
laporan pertanggungjawaban mutasi barang sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu:
1. |
laporan pertanggungjawaban mutasi bahan baku dan bahan penolong; |
2. |
laporan pertanggungjawaban mutasi barang jadi; |
3. |
laporan pertanggungjawaban mutasi barang sisa dan scrap;dan |
4. |
laporan pertanggungjawaban mutasi mesin dan peralatan perkantoran. |
|
|
(2) |
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean melakukan penelitian adanya selisih atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan selisih, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian mendalam. |
(4) |
Dalam hal hasil penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan indikasi terjadinya tindak pidana kepabeanan dan cukai, maka dilakukan penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
(5) |
Dalam hal hasil penelitian mendalam sebagaimana dimaksud ayat (3) menunjukkan selisih kurang, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar. |
(6) |
Dalam rangka pelunasan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan. |
(7) |
Kepala Kantor Pabean menyampaikan analisis hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Kantor Wilayah setiap 6 (enam) bulan sekali. |
(8) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan analisis hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan setiap akhir tahun. |
BAB IVPEMASUKAN BARANG KE KAWASAN BERIKATBagian PertamaPemasukan Barang dari Luar Daerah Pabean Pasal 29
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memberitahukan pemasukan barang asal luar daerah pabean yang mendapat fasilitas penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PDRI dari kawasan pabean ke Kawasan Berikat dengan menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat. |
(2) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB menyampaikan dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi dengan menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik. |
(3) |
Dalam hal Kawasan Berikat berada di bawah Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang telah memiliki sistem PDE, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib menyampaikan dokumen pemberitahuan ke Kantor Pabean dengan menggunakan sistem PDE. |
(4) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib mengisi dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan lengkap dan bertanggung jawab atas kebenaran data yang diisikan dalam dokumen pemberitahuan. |
(5) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengisi uraian barang pada dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara jelas paling kurang meliputi jenis, merk, tipe, ukuran, kode barang dan/atau spesifikasi lain yang mempengaruhi nilai pabean dan/atau klasifikasi. |
(6) |
Tata cara pemasukan barang impor ke Kawasan Berikat dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat. |
(7) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memberitahukan pemasukan barang asal luar daerah pabean yang tidak mendapat fasilitas penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PDRI dari kawasan pabean ke Kawasan Berikat dengan menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dan terhadap barang yang telah diselesaikan kewajiban kepabeanannya tersebut dianggap sebagai barang dari tempat lain dalam daerah pabean sehingga pemasukannya ke Kawasan Berikat harus menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat. |
Bagian KeduaPemasukan Barang dari Kawasan Berikat Lainnya Pasal 30
(1) |
Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dari Kawasan Berikat lainnya menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya. |
(2) |
Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) |
Tata cara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KetigaPemasukan Barang dari Gudang Berikat Pasal 31
Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dari Gudang Berikat dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai Gudang Berikat.
Bagian KeempatPemasukan Barang dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) atau Tempat Lelang Berikat (TLB)Pasal 32
(1) |
Pemasukan barang dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) atau Tempat Lelang Berikat (TLB) ke Kawasan Berikat menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya. |
(2) |
Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) |
Tata cara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KelimaPemasukan Barang dari Kawasan BebasPasal 33
(1) |
Pengusaha Kawasan berikat atau PDKB mengajukan permohonan pemasukan barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat. |
(2) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan diterima secara lengkap. |
(3) |
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain memastikan bahwa barang yang akan dimasukkan ke Kawasan berikat merupakan barang yang dapat diberikan penangguhan untuk dimasukkan ke Kawasan Berikat yang bersangkutan. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat rekomendasi pemasukan barang dari Kawasan Bebas. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(6) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan berikat diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat yang diajukan oleh Pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas dengan dilampiri surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) |
Dalam hal barang dari Kawasan Bebas tidak sampai ke Kawasan berikat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak barang dikeluarkan dari Kawasan Bebas, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas meminta konfirmasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan berikat. |
(8) |
Dalam hal berdasarkan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diyakini barang dari Kawasan Bebas tidak masuk ke Kawasan berikat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak barang dikeluarkan dari Kawasan Bebas, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas melakukan penagihan Bea Masuk dan PDRI yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
(9) |
Tata cara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KeenamPemasukan Barang dari Tempat Lain Dalam Daerah PabeanPasal 34
(1) |
Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat. |
(2) |
Pemasukan barang dengan menggunakan dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk pemasukan barang, bahan baku, bahan penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, untuk diolah atau digabungkan, dan pemasukan Barang Modal. |
(3) |
Tata cara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketujuh Pemasukan Barang ModalPasal 35
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memasukkan Barang Modal dari luar daerah pabean atau Kawasan Berikat lain dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemasukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
daftar berisi data Barang Modal yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat, meliputi jumlah, jenis, kondisi, dan spesifikasi Barang Modal; |
b. |
dokumen pembelian seperti proforma invoice atau purchase order;dan |
c. |
brosur atau katalog barang. |
|
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. |
atensi terhadap upaya leasing/ pelanggaran ketentuan tentang kepemilikan Barang Modal atau ada surat pernyataan dari pemohon; |
b. |
kewajaran jumlah dan jenis Barang Modal; dan/atau |
c. |
penggantian Barang Modal. |
|
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemasukan Barang Modal ke Kawasan Berikat. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KedelapanPemasukan Barang Jadi Asal Luar Daerah Pabean Untuk Digabungkan Dengan Hasil Produksi Utama Kawasan BerikatPasal 36
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memasukkan barang jadi asal luar daerah pabean untuk digabungkan dengan hasil produksi utama Kawasan Berikat dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemasukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan data barang jadi asal luar daerah pabean untuk digabungkan dengan hasil produksi utama Kawasan Berikat yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat, meliputi jumlah, jenis, kondisi, dan spesifikasi barang. |
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. |
kewajaran jumlah dan jenis barang jadi asal luar daerah pabean yang akan digabungkan dengan hasil produksi utama Kawasan Berikat; |
b. |
kepentingan pengembangan industri dalam negeri berdasarkan masukan dari instansi teknis terkait; dan |
c. |
barang jadi asal luar daerah pabean tidak diperuntukkan dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemasukan barang jadi asal luar daerah pabean untuk digabungkan dengan hasil produksi utama Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KesembilanPemasukan Peralatan Perkantoran Asal Luar Daerah Pabean Pasal 37
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan pemasukan peralatan perkantoran asal luar daerah pabean ke Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
daftar berisi data peralatan perkantoran yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat, meliputi jumlah, jenis, kondisi, dan spesifikasi peralatan perkantoran; |
b. |
surat keterangan mengenai fungsi peralatan perkantoran dimaksud dan rencana penempatannya dalam Kawasan Berikat; |
c. |
dokumen pembelian seperti proforma invoice atau purchase order;dan |
d. |
brosur atau katalog peralatan perkantoran dimaksud. |
|
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Kantor Wilayah dengan disertai rekomendasi. |
(5) |
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit berisi informasi mengenai:
a. |
profil (past performance) Kawasan Berikat dan data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai; |
b. |
fungsi atau kegunaan dalam menunjang administrasi pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat; |
c. |
peralatan perkantoran apakah tidak bersifat habis pakai; dan |
d. |
ketersediaan peralatan perkantoran tersebut di dalam negeri. |
|
(6) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemasukan peralatan perkantoran asal luar daerah pabean dengan mendapatkan penangguhan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KesepuluhPemasukan Barang Contoh dan Pembebasan Bea Masuk atas Pengeluaran Barang ContohPasal 38
(1) |
Barang contoh yang diimpor secara khusus sebagai contoh untuk produksi wajib disimpan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal dimasukkan ke Kawasan Berikat. |
(2) |
Dalam hal barang contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean atau habis selama dipergunakan sebelum jangka waktu 2 (dua) tahun, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membayar Bea Masuk dan PDRI yang terutang. |
(3) |
Barang contoh yang telah digunakan sesuai peruntukannya dan telah melampaui jangka waktu penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebaskan dari kewajiban membayar Bea Masuk. |
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan pemasukan barang contoh asal luar daerah pabean ke Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan mencantumkan keterangan mengenai peruntukkan barang contoh dimaksud dan rencana penyimpanannya dalam Kawasan Berikat, serta dilampiri dengan:
a. |
daftar berisi data barang contoh yang akan dimasukan ke Kawasan Berikat, meliputi jumlah, jenis, dan kondisi barang contoh; dan |
b. |
dokumen seperti proforma invoice, invoice, atau purchase order. |
|
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemasukan barang contoh asal luar daerah pabean sesuai contoh format format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pembebasan Bea Masuk untuk barang contoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) yang akan dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
surat persetujuan pemasukan barang contoh asal luar daerah pabean saat pemasukan; |
b. |
dokumen pemasukan barang contoh; dan |
c. |
foto dan kondisi barang contoh. |
|
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(5) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan Bea Masuk atas barang contoh sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(8) |
Terhadap pengeluaran barang contoh ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(9) |
Tata cara pengeluaran barang contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk tujuan diimpor untuk dipakai. |
BAB VPENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BERIKATBagian PertamaPengeluaran Hasil Produksi ke Luar Daerah PabeanPasal 41
(1) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke luar daerah pabean dapat berupa:
a. |
Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan; dan |
b. |
gabungan Hasil Produksi Kawasan Berikat dengan barang lain sebagai pelengkap yang berasal dari:
1. |
luar daerah pabean; |
2. |
Gudang Berikat; |
3. |
Kawasan Berikat lain; |
4. |
Pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas; atau |
5. |
tempat lain dalam daerah pabean |
|
|
(2) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan peraturan perundangan- undangan kepabeanan di bidang ekspor. |
Bagian KeduaPengeluaran Hasil Produksi ke Kawasan Berikat Lain Pasal 42
(1) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lain harus ditujukan:
a. |
untuk diolah lebih lanjut; |
b. |
digabungkan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain; atau |
c. |
dijadikan Barang Modal untuk proses produksi. |
|
(2) |
Pengeluaran hasil produksi dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
(3) |
Tata cara pengeluaran hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketiga Pengeluaran Hasil Produksi keTempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB)Pasal 43
(1) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) harus ditujukan untuk dipamerkan dan/atau dijual. |
(2) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengeluarkan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. |
surat pemberitahuan pameran dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB); dan |
b. |
daftar berisi data jumlah dan jenis hasil produksi yang akan dikeluarkan ke TPPB untuk dipamerkan. |
|
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB). |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
(2) |
Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dikeluarkan ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat asal paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pameran selesai. |
(3) |
Tata cara pengeluaran hasil produksi dari Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KeempatPengeluaran Hasil Produksi ke Pengusaha di Kawasan Bebas yang Telah Mendapat Izin Usahadari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Pasal 45
(1) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas hanya dapat ditujukan kepada Pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas. |
(2) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk. |
(3) |
Dalam hal barang dari Kawasan Berikat tidak sampai ke Kawasan Bebas dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak barang dikeluarkan dari Kawasan Berikat, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat meminta konfirmasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas. |
(4) |
Dalam hal berdasarkan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diyakini barang dari Kawasan Berikat tidak masuk ke Kawasan Bebas, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan penagihan Bea Masuk dan PDRI yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan. |
(5) |
Tata cara pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KelimaPengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah PabeanPasal 46
(1) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, dapat dilakukan dalam jumlah paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor tahun sebelumnya dan nilai realisasi penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya tahun sebelumnya. |
(2) |
Nilai realisasi penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas untuk Hasil Produksi Kawasan Berikat yang akan diolah lebih lanjut. |
(3) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada awal tahun berjalan harus menyampaikan data nilai realisasi ekspor dan nilai realisasi penyerahan ke Kawasan Berikat lain tahun sebelumnya kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas:
a. |
nilai realisasi ekspor dan nilai realisasi penyerahan ke Kawasan Berikat lain tahun sebelumnya untuk menetapkan persentase pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean untuk tahun berjalan; dan |
b. |
nilai realisasi Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean tahun sebelumnya untuk menentukan pemenuhan batasan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|
(5) |
Dalam hal ketentuan mengenai batasan pengeluaran hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya. |
(6) |
Dalam hal pada periode tahun berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketentuan mengenai batasan pengeluaran hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak dipenuhi, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dilakukan pembekuan izin Kawasan Berikat untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan. |
(7) |
Dalam periode pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB:
a. |
tidak melakukan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean; dan |
b. |
harus melakukan ekspor Hasil Produksi Kawasan Berikat dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya paling sedikit sebesar 4 (empat) kali nilai kelebihan pengeluaran pada periode sebelumnya. |
|
(8) |
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b tidak dipenuhi, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean tetap membekukan izin sampai dengan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b. |
(9) |
Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan ekspor Hasil Produksi Kawasan Berikat dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, izin Kawasan Berikat dapat diberlakukan kembali. |
(10) |
Atas nilai realisasi ekspor Hasil Produksi Kawasan Berikat dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, tidak dapat digunakan dalam perhitungan presentase pengeluaran hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean. |
(11) |
Tata cara penghitungan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean diberitahukan dengan dokumen:
a. |
pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat, dalam hal hasil produksi memiliki kandungan bahan baku impor; atau |
b. |
pemberitahuan pengeluaran kembali barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari Tempat Penimbunan Berikat, dalam hal hasil produksi seluruhnya menggunakan bahan baku asal tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(2) |
Terhadap pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) |
Tata cara pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk tujuan diimpor untuk dipakai. |
Bagian KeenamPengeluaran Bahan Baku dan/atau Bahan Rusak dan/atau Apkir (Reject) yang Sama Sekali Tidak Diproses ke Gudang Berikat Asal BarangPasal 48
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan untuk mengeluarkan bahan baku dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) yang sama sekali tidak diproses ke Gudang Berikat asal barang kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Pengeluaran bahan baku dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan persyaratan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat membuktikan bahwa bahan baku dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) tersebut sama sekali tidak diproses. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan alasan pengembalian dengan dilampiri dengan fotokopi dokumen pemasukan. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran bahan baku dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject). |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran bahan baku dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) yang sama sekali tidak diproses ke Gudang Berikat asal barang dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
(2) |
Tata cara pengeluaran bahan baku dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat ke Gudang Berikat tempat asal barang adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KetujuhPengeluaran Barang dan/atau Bahan Rusak dan/atau Apkir (Reject) Asal Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang Sama Sekali Tidak Diproses Ke Tempat Lain Dalam Daerah PabeanPasal 50
(1) |
Barang dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah pabean yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean. |
(2) |
Dalam hal pengeluaran barang dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada perusahaan tempat asal barang, terhadap barang tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). |
(3) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan untuk mengeluarkan barang dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(4) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dengan menyebutkan alasan pengembalian serta dilampiri dengan fotokopi dokumen pemasukannya. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) ke tempat lain dalam daerah pabean asal sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran barang dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran kembali barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari Tempat Penimbunan Berikat. |
(2) |
Tata cara pengeluaran barang dan/atau bahan rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah pabean yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian KedelapanPengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku Asal Luar Daerah Pabean ke Luar Daerah PabeanPasal 52
(1) |
Pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke luar daerah pabean dapat dilakukan dengan tujuan:
a. |
negara asal barang; atau |
b. |
negara selain negara asal barang berdasarkan permintaan supplier asal barang. |
|
(2) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan menyebutkan alasan pengeluaran dengan dilampiri dengan rincian jumlah dan jenis bahan baku dan/atau sisa bahan baku yang akan dikeluarkan serta fotokopi dokumen pemasukan bahan baku. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke luar daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KesembilanPengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku Asal Luar Daerah Pabean ke Kawasan Berikat Lain dan/atau Perusahaan Industri di Tempat Lain Dalam Daerah PabeanPasal 53
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke Kawasan Berikat lain dan/atau ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
foto kopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB yang bersangkutan dan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tujuan beserta perubahan terakhir dari izin tersebut; |
b. |
surat izin usaha industri, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean; |
c. |
daftar berisi rincian jumlah dan jenis bahan baku dan/atau sisa bahan baku yang akan dikeluarkan serta dokumen pemasukan bahan baku; |
d. |
surat keterangan pemutusan pesanan atas produk yang menggunakan bahan baku dimaksud atau perbandingan daftar konversi yang lama dengan yang baru atas produk yang tidak lagi menggunakan bahan baku dimaksud; |
e. |
risalah tentang pemakaian bahan baku; dan |
f. |
surat perjanjian jual beli (sales contract) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang paling kurang memuat uraian jenis barang, jumlah barang, kondisi barang, dan nilai transaksi. |
|
(3) |
Dalam hal pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean terkena ketentuan pembatasan, permohonan sebagaimana sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampiri dengan persyaratan dokumen terkait dengan ketentuan pembatasan. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(6) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke Kawasan Berikat lain dan/atau ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku asal luar daerah pabean diberitahukan dengan dokumen:
a. |
pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain dalam hal tujuan Kawasan Berikat lain; atau |
b. |
pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat dalam hal tujuan perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(2) |
Tata cara pengeluaran bahan baku dan sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke Kawasan Berikat lain adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) |
Tata cara pengeluaran bahan baku dan sisa bahan baku asal luar daerah pabean ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk tujuan diimpor untuk dipakai. |
Bagian KesepuluhPemindahtanganan Dalam Rangka Saling Melengkapi Kebutuhan Dalam Proses Produksi atau peningkatan produksi ke Kawasan Berikat LainPasal 55
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan pemindahtanganan barang selain hasil produksi dalam rangka saling melengkapi kebutuhan dalam proses produksi atau peningkatan produksi ke Kawasan Berikat lain. |
(2) |
Pemindahtanganan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk untuk pemindahtanganan Barang Modal dan peralatan perkantoran. |
(3) |
Pemindahtanganan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan:
a. |
Kawasan Berikat lainnya yang memiliki kesamaan nama, manajemen, badan hukum, bidang kegiatan, dan hasil produksi, sesuai yang tercantum dalam surat izin Kawasan Berikat; |
b. |
Kawasan Berikat lainnya dalam satu Penyelenggara Kawasan Berikat; atau |
c. |
Kawasan Berikat lain. |
|
(4) |
Pemindahtanganan barang ke Kawasan Berikat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
(5) |
Tata cara pemindahtanganan barang ke Kawasan Berikat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan pemindahtanganan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a dan huruf b kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi dokumen pemasukan; dan |
b. |
surat perjanjian jual beli (sales contract) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang paling kurang memuat uraian jenis barang, jumlah barang, dan nilai transaksi. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang selain hasil produksi ke Kawasan Berikat lain. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pemindahtanganan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf c kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan dan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tujuan; |
b. |
dokumen pemasukan barang; dan |
c. |
surat perjanjian jual beli (sales contract) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang paling kurang memuat uraian jenis barang, jumlah barang, dan nilai transaksi. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(5) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang selain hasil produksi ke Kawasan Berikat lain. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KesebelasPengeluaran Barang Modal Asal Impor yang Belum Diselesaikan Kewajiban Pembayaran Bea MasukPasal 58
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pengeluaran Barang Modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk dengan tujuan diekspor kembali kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk dengan tujuan diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan tujuan ke negara asal barang. |
(3) |
Dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dikirim ke perusahaan yang sama di luar negeri dengan pertimbangan manajemen risiko. |
(4) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
(5) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk dengan tujuan diekspor kembali sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke Kawasan Berikat lain setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diimpor dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dilakukan dengan mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB tujuan; dan |
b. |
foto kopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke Kawasan Berikat lain sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke tempat lain dalam daerah pabean sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat, dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dilakukan dengan mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; dan |
b. |
foto kopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Berdasarkan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(5) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke tempat lain dalam daerah pabean setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat asal, dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dilakukan dengan mengajukan permohonan keputusan pembebasan Bea Masuk kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; dan |
b. |
foto kopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan Bea Masuk atas barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KeduabelasPengeluaran Peralatan Perkantoran Asal Impor yang Belum Diselesaikan Kewajiban Pembayaran Bea MasukPasal 62
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pengeluaran peralatan perkantoran asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk dengan tujuan diekspor kembali kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan peralatan perkantoran asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke luar daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran peralatan perkantoran asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke Kawasan Berikat lain setelah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dilakukan dengan mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB tujuan; dan |
b. |
dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian serta memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan peralatan perkantoran asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke Kawasan Berikat lain sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran peralatan perkantoran asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke tempat lain dalam daerah pabean sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat, dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan, dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan peralatan perkantoran asal impor ke perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pengeluaran peralatan perkantoran asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke tempat lain dalam daerah pabean setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat, dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; dan |
b. |
fotokopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
|
(3) |
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan peralatan perkantoran asal impor ke perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KetigabelasPemindahtanganan Barang Modal dan Peralatan Perkantoran yang Telah Dilunasi Bea Masuk dan PDRI Pada Saat Pemasukan ke Kawasan BerikatPasal 66
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan untuk memindahtangankan barang modal dan/atau peralatan perkantoran yang telah dilunasi Bea Masuk dan PDRI pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Pemindahtanganan barang modal dan/atau peralatan perkantoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan:
a. |
luar daerah pabean; |
b. |
Kawasan Berikat lain; atau |
c. |
tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan fotokopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang modal dan/atau peralatan perkantoran yang telah dilunasi Bea Masuk dan PDRI pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian Keempatbelas
Pemindahtanganan Barang Modal Asal Tempat Lain Dalam Daerah PabeanPasal 67
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan untuk memindahtangankan barang modal asal tempat lain dalam daerah pabean kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan foto kopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya. |
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang modal asal tempat lain dalam daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian Kelimabelas Perbaikan/Reparasi Barang ModalPasal 68
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengeluarkan Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi dengan tujuan:
a. |
luar daerah pabean; |
b. |
tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau |
c. |
Kawasan Berikat lain, |
dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan pengeluaran kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
rincian Barang Modal yang akan direparasi, meliputi jumlah, jenis dan spesifikasi barang; |
b. |
foto kopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya; dan |
c. |
perjanjian perbaikan/reparasi Barang Modal. |
|
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan /reparasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Atas pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi dengan tujuan ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b dan/atau Kawasan Berikat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c, harus dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pengeluaran dari Kawasan Berikat dan dalam hal tertentu dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 3 (tiga) bulan. |
(2) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu perbaikan/reparasi Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. |
surat persetujuan pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi yang akan diperpanjang; |
b. |
perubahan surat persetujuan pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perjanjian reparasi barang modal; dan |
c. |
surat keterangan berisi alasan mengapa jangka waktu reparasi melebihi waktu |
|
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat perpanjangan pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Terhadap pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyerahkan jaminan. |
(2) |
Bentuk dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan yang mengatur mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. |
(1) |
Pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi dengan tujuan luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf a mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana ekspor. |
(2) |
Pemasukan kembali Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat. |
(3) |
Pengeluaran Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi dengan tujuan tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan. |
(4) |
Pemasukan kembali Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi dari tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan. |
(5) |
Pengeluaran dan pemasukan kembali Barang Modal untuk keperluan perbaikan/reparasi ke/dari Kawasan Berikat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
Bagian KeenambelasPengeluaran Barang Contoh/Sampel Berupa Barang Setengah Jadi dan/atau Hasil Produksi Kawasan BerikatPasal 72
(1) |
Barang contoh/sampel berupa barang setengah jadi dan/atau Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dapat dikeluarkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. |
diperuntukkan bagi pengenalan hasil produksi atau pengembangan produk baru; |
b. |
untuk 1 (satu) jenis, merek, model, dan tipe barang paling banyak berjumlah 3 (tiga) unit; |
c. |
bukan merupakan barang untuk diolah lebih lanjut kecuali untuk penelitian dan pengembangan kualitas; dan |
d. |
bukan merupakan kendaraan bermotor termasuk alat berat dalam jenis dan/atau kondisi apapun. |
|
(2) |
Pengeluaran barang contoh/sampel berupa barang setengah jadi dan/atau Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan tujuan:
a. |
luar daerah pabean; |
b. |
tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau |
c. |
Kawasan Berikat lain. |
|
(3) |
Pengeluaran barang contoh/sampel berupa barang setengah jadi dan/atau Hasil Produksi Kawasan Berikat dengan tujuan tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau dengan tujuan Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, wajib dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat asal dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Kawasan Berikat. |
(4) |
Terhadap barang contoh/sampel berupa barang setengah jadi dan/atau Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandai permanen ditempat yang mudah dilihat sebagai barang contoh. |
(5) |
Dalam hal barang contoh/sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikembalikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka permohonan pengeluaran barang contoh/sampel selanjutnya tidak dapat dilayani. |
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan pengeluaran barang contoh/sampel berupa barang setengah jadi dan/atau Hasil Produksi Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menyebutkan peruntukan barang, tujuan barang contoh/sampel dimaksud, dan rincian jumlah, jenis, spesifikasi, dan kondisi barang contoh/sampel yang akan dikeluarkan. |
(3) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(4) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap. |
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang contoh/sampel. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Terhadap pengeluaran barang contoh/sampel ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyerahkan jaminan. |
(2) |
Bentuk dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundangan- undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. |
(1) |
Pengeluaran barang contoh/sampel dengan tujuan luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf a, dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai tata laksana ekspor. |
(2) |
Pengeluaran barang contoh/sampel dengan tujuan tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan. |
(3) |
Pemasukan kembali barang contoh/sampel dari tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan. |
(4) |
Pengeluaran dan pemasukan kembali barang contoh/sampel dengan tujuan Kawasan Berikat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
BAB VI SUBKONTRAKBagian Pertama Ketentuan SubkontrakPasal 76
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mensubkontrakkan sebagian kegiatan pengolahan yang bukan merupakan kegiatan utama dari proses produksinya kepada:
a. |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain; dan/atau |
b. |
perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(2) |
Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan pemeriksaan awal, penyortiran, pemeriksaan akhir, atau pengepakan. |
(3) |
Pekerjaan pemeriksaan awal, penyortiran, pemeriksaan akhir, atau pengepakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan di Kawasan Berikat. |
(4) |
Pekerjaan pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pekerjaan pengecekan kualitas dan kuantitas barang saat pertama barang datang atau diterima. |
(5) |
Pekerjaan penyortiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan pemisahan barang untuk di simpan di gudang bahan baku sebelum masuk proses produksi. |
(6) |
Pekerjaan pemeriksaan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan kontrol kualitas hasil produksi Kawasan Berikat apakah layak untuk di ekspor. |
(7) |
Pekerjaan pengepakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan pengemasan hasil produksi Kawasan Berikat. |
(8) |
Barang hasil subkontrak harus dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan. |
Bagian Kedua Pengajuan Permohonan SubkontrakPasal 77
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memberikan pekerjaan subkontrak dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan subkontrak sampai dengan barang hasil subkontrak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan perpanjangan. |
(3) |
Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan yang dilampiri dengan:
a. |
fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB atau fotokopi izin usaha perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan menerima pekerjaan subkontrak; dan |
b. |
perjanjian subkontrak. |
|
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit memuat:
a. |
uraian pekerjaan yang dilakukan; |
b. |
jangka waktu pekerjaan subkontrak; |
c. |
data konversi pemakaian barang dan/atau bahan, meliputi:
1. |
data jumlah barang dan/atau bahan yang akan disubkontrakkan; |
2. |
data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak; dan |
3. |
data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan. |
|
|
(6) |
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan subkontrak. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KetigaPengajuan Permohonan Persetujuan Subkontrak Melebihi Jangka Waktu 60 (Enam Puluh) HariPasal 78
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat mengajukan permohonan persetujuan subkontrak lebih dari jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dalam hal sifat dan karakteristik dari pekerjaan subkontrak memerlukan waktu lebih dari 60 (enam puluh) hari kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan perpanjangan. |
(3) |
Untuk mendapatkan izin subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan dengan dilampiri:
a. |
fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang bersangkutan; |
b. |
fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB atau fotokopi izin usaha perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan menerima pekerjaan subkontrak; dan |
c. |
perjanjian subkontrak. |
|
(4) |
Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit memuat:
a. |
uraian pekerjaan yang dilakukan; |
b. |
jangka waktu pekerjaan subkontrak; |
c. |
keterangan mengenai sifat dan karakteristik pekerjaan subkontrak; dan |
d. |
data konversi pemakaian barang dan/atau bahan, meliputi:
1. |
data jumlah barang dan/atau bahan yang akan disubkontrakkan; |
2. |
data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak; dan |
3. |
data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan. |
|
|
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(7) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan diterima secara lengkap. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan surat persetujuan subkontrak melebihi jangka waktu 60 (enam puluh) hari. |
(9) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KeempatPenyerahan dan Pengembalian Jaminan Dalam Rangka SubkontrakPasal 79
(1) |
Terhadap pengeluaran barang dalam rangka pekerjaan subkontrak kepada perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyerahkan jaminan. |
(2) |
Bentuk dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. |
Bagian KelimaDokumen Pemasukan Dan Pengeluaran Dalam Rangka SubkontrakPasal 80
(1) |
Pengeluaran barang dan/atau bahan dalam rangka subkontrak dalam hal:
a. |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain yang merupakan penerima pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a, menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
b. |
perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean merupakan penerima pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b, menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan. |
|
(2) |
Dokumen yang digunakan untuk pengeluaran barang dan/atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat setiap pengeluaran barang dan/atau bahan dalam rangka subkontrak. |
(3) |
Pemasukan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan dalam hal:
a. |
penerima pekerjaan subkontrak adalah Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a, menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain. |
b. |
penerima pekerjaan subkontrak adalah perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b, menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan. |
|
(4) |
Dokumen yang digunakan untuk pemasukan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat setiap pemasukan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan dalam rangka subkontrak. |
(5) |
Tata cara pengeluaran barang dan/atau bahan dan pemasukan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VII PEMINJAMAN BARANG MODALBagian PertamaPengajuan Permohonan Peminjaman Barang Modal Dalam Rangka Subkontrak atau Selain Dalam Rangka SubkontrakPasal 81
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan meminjamkan barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) ke Kawasan Berikat lain dan/atau perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Jangka waktu peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan jangka waktu kontrak peminjaman. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang akan dipinjami mesin dan/atau cetakan (moulding) atau fotokopi izin usaha industri perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan dipinjami mesin dan atau cetakan (moulding); |
b. |
foto kopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya; |
c. |
perjanjian subkontrak dalam hal mesin dipinjamkan dalam rangka subkontrak; dan |
d. |
perjanjian peminjaman mesin dan/atau cetakan (moulding). |
|
(4) |
Perjanjian peminjaman mesin dan/atau cetakan (moulding) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit memuat:
a. |
uraian pekerjaan yang dilakukan; |
b. |
jangka waktu peminjaman; dan |
c. |
data barang yang hasilnya akan dikirim ke Kawasan Berikat yang meminjamkan mesin dan cetakan (moulding) untuk peminjaman barang modal selain subkontrak. |
|
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan peminjaman barang modal dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KeduaPengajuan Permohonan Perpanjangan Meminjamkan Barang Modal Dalam Rangka Subkontrak atau Selain Dalam Rangka SubkontrakPasal 82
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan perpanjangan persetujuan meminjamkan mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) ke Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB lain dan/atau perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dengan menyebutkan alasan perpanjangan peminjaman barang modal. |
(2) |
Jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan jangka waktu kontrak peminjaman. |
(3) |
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
perjanjian subkontrak dalam hal mesin dipinjamkan dalam rangka subkontrak; |
b. |
perjanjian peminjaman mesin dan/atau cetakan (moulding) jika ada perubahan; dan |
c. |
data realisasi barang yang hasilnya telah dikirim ke Kawasan Berikat yang meminjamkan mesin dan/atau cetakan (moulding). |
|
(4) |
Perjanjian peminjaman mesin dan/atau cetakan (moulding) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, paling sedikit memuat:
a. |
uraian pekerjaan yang dilakukan; dan |
b. |
jangka waktu peminjaman; |
|
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu peminjaman barang modal dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan persetujuan peminjaman atau perpanjangan peminjaman mesin produksi atau cetakan (moulding) yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (2) untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tertentu berdasarkan manajemen risiko. |
(2) |
Untuk mendapatkan persetujuan peminjaman mesin produksi atau cetakan (moulding) yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang bersangkutan; |
b. |
fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang akan dipinjami mesin dan atau cetakan (moulding) atau fotokopi izin usaha industri perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan dipinjami mesin dan atau cetakan (moulding); |
c. |
surat pernyataan yang menyatakan bahwa barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) tersebut masih berada di lokasi Kawasan Berikat yang bersangkutan; |
d. |
surat keterangan tertulis mengenai alasan terkait peminjaman barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding); |
e. |
fotokopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya; |
f. |
fotokopi perjanjian subkontrak dalam hal mesin dipinjamkan dalam rangka subkontrak; dan |
g. |
fotokopi perjanjian peminjaman mesin dan/atau cetakan (moulding). |
|
(4) |
Perjanjian peminjaman mesin dan/atau cetakan (moulding) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g, paling sedikit memuat:
a. |
uraian pekerjaan yang dilakukan; |
b. |
jangka waktu peminjaman; dan |
c. |
data barang yang hasilnya akan dikirim ke Kawasan Berikat yang meminjamkan mesin dan cetakan (moulding) untuk peminjaman barang modal selain subkontrak. |
|
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(6) |
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(7) |
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap. |
(8) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan peminjaman Barang Modal dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak. |
(9) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian KetigaPenyerahan Jaminan Dalam Rangka Peminjaman Barang ModalPasal 84
(1) |
Terhadap pengeluaran mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) yang masih terutang Bea masuk dan PDRI ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean untuk dipinjamkan dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyerahkan jaminan. |
(2) |
Bentuk dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan- undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. |
Bagian Keempat
Dokumen Pemasukan Dan Pengeluaran Dalam Rangka Peminjaman Barang ModalPasal 85
(1) |
Dokumen pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak yaitu:
a. |
dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain, dalam hal tujuan pengeluaran adalah Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain; dan/atau |
b. |
dokumen pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan dalam hal tujuan pengeluaran adalah perusahaan industri / badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(2) |
Dokumen pemberitahuan pabean untuk pemasukan kembali barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka pekerjaan subkontrak atau selain dalam rangka pekerjaan subkontrak yaitu:
a. |
dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain dalam hal dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lain; dan/atau |
b. |
dokumen pemberitahuan pemasukan kembali barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan jaminan dalam hal dari perusahaan industri/ badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean. |
|
(3) |
Tata cara pengeluaran dan pemasukan kembali barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak atau selain dalam rangka subkontrak adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIIIPEMUSNAHAN DAN PERUSAKAN BARANGBagian Pertama Pemusnahan BarangPasal 86
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat melakukan pemusnahan atas barang-barang yang busuk dan/atau yang karena sifat dan bentuknya dapat dimusnahkan. |
(2) |
Untuk melakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean dengan dilampiri:
a. |
fotokopi dokumen pemberitahuan pabean dan dokumen pelengkap pabean; |
b. |
daftar rincian barang yang akan dimusnahkan; dan |
c. |
fotokopi izin dari instansi terkait untuk melakukan pemusnahan di dalam area Kawasan Berikat. |
|
(3) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyebutkan alasan pemusnahan, cara pemusnahan, dan lokasi pemusnahan didalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pemusnahan barang sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pelaksanaan pemusnahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dilakukan terhadap:
a. |
barang yang tidak dapat dipergunakan/dimanfaatkan; |
b. |
barang yang tidak dapat dipindahtangankan; dan |
c. |
bukan barang yang terbuat dari logam seperti cetakan, mur, baut, mesin, alat berat, dan lain-lain. |
|
(2) |
Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan bahwa barang tersebut sudah tidak dapat dipergunakan lagi sesuai peruntukannya semula dan tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. |
(3) |
Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dibawah pengawasan Petugas Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan. |
(4) |
Dalam hal pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di luar lokasi Kawasan Berikat yang bersangkutan, atas pengeluaran barang yang akan dimusnahkan ke lokasi pemusnahan dilakukan pengawasan oleh Petugas Bea dan Cukai. |
(5) |
Dalam hal pemusnahan dilakukan diluar lokasi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (4), pemusnahan harus dilakukan oleh perusahaan pengolah limbah yang telah mendapatkan akreditasi/izin dari instansi yang berwenang. |
(6) |
Dalam hal pemusnahan dilakukan oleh perusahaan pengolah limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyampaikan laporan pelaksanaan pemusnahan yang dibuat oleh perusahaan pengolah limbah kepada Pejabat Bea dan Cukai. |
Bagian Kedua Perusakan BarangPasal 88
(1) |
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan perusakan atas barang asal luar daerah pabean yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
fotokopi dokumen pemberitahuan pabean dan dokumen pelengkap pabean; dan |
b. |
daftar rincian barang yang akan dirusak. |
|
(3) |
Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disebutkan alasan perusakan dan cara perusakan. |
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(5) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah permohonan diterima secara lengkap. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan perusakan barang. |
(7) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) |
Pelaksanaan perusakan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dilakukan dengan merusak kegunaan/fungsi secara permanen dan dipotong-potong sehingga menjadi skrap (scrap). |
(2) |
Pelaksanaan perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dibawah pengawasan Petugas Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara. |
(3) |
Pengeluaran atas skrap (scrap) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dengan membayar Bea Masuk dan PDRI. |
(4) |
Pengeluaran barang yang telah dirusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
BAB IXPEMBEKUAN DAN PENCABUTAN KAWASAN BERIKATBagian Pertama Tatacara PembekuanPasal 90
(1) |
Pembekuan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Menteri. |
(2) |
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah. |
(3) |
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Menteri dengan menerbitkan surat pembekuan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) |
Surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang bersangkutan. |
(5) |
Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke Kawasan Berikat dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat. |
Bagian Kedua PencabutanPasal 91
(1) |
Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dicabut dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
a. |
tidak melakukan kegiatan kepabeanan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; |
b. |
menggunakan izin usaha industri yang sudah tidak berlaku; |
c. |
dinyatakan pailit; |
d. |
bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain menyalahgunakan fasilitas Kawasan Berikat dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai; |
e. |
mengajukan permohonan pencabutan; atau |
f. |
Barang/bahan baku untuk keperluan penyelesaian subkontrak merupakan barang yang terkena ketentuan pembatasan. |
|
(2) |
Kepala Kantor Pabean harus merekomendasikan pencabutan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dengan menyampaikan informasi tambahan berupa:
a. |
hasil audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan penyelesaiannya dalam hal penyelenggara atau pengusaha Kawasan Berikat sudah pernah diaudit; |
b. |
rekam jejak (past performance) Kawasan Berikat dan data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai; dan |
c. |
pungutan negara yang masih terutang oleh penyelenggara atau pengusaha Kawasan Berikat yang bersangkutan. |
|
(3) |
Sebelum dilakukan pencabutan izin, berdasarkan manajemen risiko terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dapat dilakukan audit kepabeanan dan/atau audit cukai atau pemeriksaan sederhana. |
(4) |
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan berdasarkan data pencacahan (stock opname) dibandingkan dengan data barang yang dikelola oleh Petugas Bea dan Cukai dan rekapitulasi secara periodik atas pemasukan dan pengeluaran barang. |
(1) |
Pencabutan penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB dilakukan dengan menerbitkan keputusan pencabutan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) |
Keputusan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan segera kepada Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang bersangkutan dan kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. |
BAB X KETENTUAN LAIN-LAINPasal 93
(1) |
Terhadap izin sebagai Kawasan Berikat yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat dan lokasi Kawasan Berikat tersebut berada di luar kawasan industri, serta belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, dapat diberikan perpanjangan sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 dengan mengajukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat. |
(2) |
Terhadap izin sebagai Kawasan Berikat yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat dan lokasi Kawasan Berikat tersebut berada di luar kawasan industri, serta memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu lebih dari 31 Desember 2014 dengan mengajukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat. |
(1) |
Dalam hal terjadi pembatalan ekspor, terhadap barang yang telah dikeluarkan dari Kawasan Berikat untuk di ekspor atau di ekspor kembali harus segera dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat asal barang. |
(2) |
Dalam hal Kantor Pabean pelabuhan muat berbeda dengan Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus melaporkan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal persetujuan pembatalan ekspor. |
(1) |
Perusahaan penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dapat beralih status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. |
(2) |
Realisasi ekspor dan penyerahan ke Kawasan Berikat sebagai pertanggungjawaban fasilitas yang dilakukan oleh Perusahaan penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor pada tahun sebelum beralih status menjadi Kawasan Berikat dapat diperhitungkan dalam penentuan batasan penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. |
BAB XI KETENTUAN PENUTUPPasal 96
Terhadap permohonan yang diterima oleh Direktur Jenderal Sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dan belum mendapatkan keputusan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Nomor
KEP-63/BC/1997 tentang Tatacara Pendirian Dan Tatalaksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor
P- 10/BC/2011.
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Nomor
KEP-63/BC/1997 tentang Tatacara Pendirian Dan Tatalaksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor
P-10/BC/2011 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku mulai 1 Januari 2012.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2011
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
AGUNG KUSWANDONO
NIP 19670329 199103 1 001
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.