Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
158 Tahun 2023
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 158 TAHUN 2023

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2021 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM SAKTI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
                         
Menimbang :
bahwa untuk menyempurnakan proses bisnis perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan sejalan dengan perkembangan sistem dan teknologi informasi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2021 tentang Pelaksanaan Sistem SAKTI;

Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2021 tentang Pelaksanaan Sistem SAKTI (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1307);       

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2021 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM SAKTI.

                         
Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2021 tentang Pelaksanaan Sistem SAKTI (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1307) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Sistem SAKTI yang selanjutnya disebut SAKTI adalah sistem yang mengintegrasikan proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara pada instansi pemerintah, yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara.
  2. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran, manajemen dokumen anggaran, manajemen supplier, manajemen komitmen pengadaan barang dan jasa, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas, akuntansi, dan pelaporan.
  3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
  4. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
  5. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  6. Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
  7. Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran negara menurut nomenklatur Kementerian/Lembaga dan bendahara umum negara dalam menjalankan fungsi belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah, dan pembiayaan.
  8. Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
  9. Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat yang selanjutnya disingkat Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan yang mendelegasikan kewenangannya kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
  10. Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat BA K/L adalah Bagian Anggaran yang menampung belanja pemerintah pusat yang pagu anggarannya dialokasikan pada Kementerian/Lembaga.
  11. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah Bagian Anggaran yang tidak dikelompokkan dalam BA K/L.
  12. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
  13. Pembantu Pengguna Anggaran BUN yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
  14. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kanwil DJPb merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kanwil DJPb.
  16. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian/Lembaga atau unit organisasi lini BUN yang melaksanakan kegiatan BUN dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
  17. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga atau Rencana Kerja Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renja-K/L adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
  18. Rencana Kerja dan Anggaran yang selanjutnya disingkat RKA adalah dokumen rencana keuangan tahunan yang mencakup rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga, rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara, dan rencana kerja dan anggaran bendahara umum negara.
  19. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut BA K/L.
  20. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari pembantu pengguna anggaran BUN, yang disusun menurut BA BUN.
  21. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
  22. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah tahunan yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
  23. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
  24. Modul Administrasi adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengelolaan data pengguna dan konfigurasi sistem SAKTI.
  25. Modul Referensi adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengelolaan data referensi dan konfigurasi Satker.
  26. Modul Sinkronisasi Renja-RKA adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk sinkronisasi Renja-K/L dan RKA-K/L.
  27. Modul Penganggaran adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) sampai dengan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran termasuk didalamnya proses perencanaan penyerapan anggaran dan penerimaan/pendapatan dalam periode 1 (satu) tahun anggaran.
  28. Modul Komitmen adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengelolaan aktivitas terkait pencatatan data supplier, kontrak, dan Berita Acara Serah Terima (BAST) dalam rangka pelaksanaan APBN untuk mendukung pengelolaan data pagu, perencanaan kas dan referensi dalam pelaksanaan pembayaran.
  29. Modul Bendahara adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui bendahara.
  30. Modul Pembayaran adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengajuan pembayaran atas beban APBN, pengesahan pendapatan dan belanja, dan pencatatan surat perintah pencairan dana.
  31. Modul Persediaan adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan, pengakuntansian, dan pelaporan barang persediaan.
  32. Modul Aset Tetap adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan, pengakuntansian dan pelaporan barang milik negara berupa aset tetap dan aset tak berwujud.
  33. Modul Piutang adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk melakukan penatausahaan dan pengakuntansian piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
  34. Modul Akuntansi dan Pelaporan adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengintegrasian data jurnal dari semua modul SAKTI dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
  35. Sistem Mitra adalah sistem yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga dan pihak lainnya dengan lingkup penggunaan sistem secara nasional yang akan diinterkoneksikan dengan SAKTI.
  36. Pihak Mitra adalah Kementerian/Lembaga dan pihak lainnya sebagai pemilik Sistem Mitra.
  37. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan Pengguna Anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
  38. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih Entitas Akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
  39. Instansi adalah sebutan kolektif bagi entitas yang meliputi Satker, kantor wilayah atau yang setingkat, unit eselon I, dan Kementerian/Lembaga.
  40. Chief of Information Officer yang selanjutnya disingkat CIO adalah suatu jabatan strategis yang memadukan sistem informasi dan teknologi informasi dengan aspek manajemen agar memberikan dukungan maksimal terhadap pencapaian tujuan.
  41. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
  42. Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala Satker atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
  43. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
  44. Pejabat Penandatangan SPM yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian surat permintaan pembayaran yang diterima dari PPK sebagai dasar untuk menerbitkan/menandatangani SPM.
  45. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian/Lembaga.
  46. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian/Lembaga.
  47. Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah orang yang ditunjuk sebagai pembantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
  48. Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPBy adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK atas nama KPA yang berguna untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak yang dituju.
  49. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
  50. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
  51. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat SP3B BLU adalah surat perintah yang diterbitkan oleh PPSPM untuk dan atas nama KPA kepada Kuasa BUN untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Badan Layanan Umum (BLU) yang sumber dananya berasal dari PNBP yang digunakan langsung.
  52. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pendapatan Hibah dan/atau belanja yang bersumber dari Hibah dalam bentuk uang yang penarikan dananya tidak melalui Kuasa BUN.
  53. Surat Perintah Pengesahan Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo pendapatan hibah yang penarikan dananya tidak melalui Kuasa BUN kepada Pemberi Hibah.
  54. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP adalah surat perintah dari kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada KPPN untuk menerbitkan surat perintah pencairan dana yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar kompensasi utang pajak dan/atau dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak.
  55. Surat Perintah Membayar Kembali Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga yang selanjutnya disingkat SPM P-BMDAB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga sebagai dasar penerbitan surat perintah pencairan dana.
  56. Surat Perintah Membayar Kembali Bea Masuk dan/atau Cukai yang selanjutnya disingkat SPM P-BMC adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai.
  57. Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk membayar imbalan bunga kepada wajib pajak.
  58. Surat Penarikan Dana (withdrawal application) Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat SPD-PL adalah surat permintaan pencairan pinjaman kepada pemberi PLN yang dibayarkan secara langsung kepada rekanan/pihak yang dituju.
  59. Surat Penarikan Dana (withdrawal application) Pembiayaan Pendahuluan yang selanjutnya disingkat SPD-PP adalah surat permintaan pencairan pinjaman kepada pemberi PLN yang dibayarkan kepada pengguna dana sebagai penggantian dana yang pembiayaan.
  60. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
  61. Dana Titipan adalah dana yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran selain Uang Persediaan (UP) dalam rangka pelaksanaan APBN.
  62. Dana Pihak Ketiga adalah dana yang masuk ke pengelolaan rekening yang dikelola oleh bendahara yang belum dapat ditentukan menjadi milik negara atau tidak.
  63. Surat Bukti Setor yang selanjutnya disingkat SBS adalah tanda bukti penerimaan yang diberikan oleh bendahara pada penyetor.
  64. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari pajak.
  65. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah yang selanjutnya disingkat KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maJu.
  66. Rencana Penarikan Dana yang selanjutnya disingkat RPD adalah rencana penarikan kebutuhan dana yang ditetapkan oleh KPA untuk pelaksanaan kegiatan Satker dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.
  67. Rencana Penarikan Dana Harian yang selanjutnya disebut RPD Harian adalah rencana penarikan kebutuhan dana harian dari satuan kerja berdasarkan surat permintaan pembayaran atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM.
  68. Rencana Penerimaan Dana adalah rencana penyetoran penerimaan dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.
  69. Pengguna (User) SAKTI yang selanjutnya disebut Pengguna adalah para pihak pada instansi yang berdasarkan kewenangannya diberikan hak untuk mengoperasikan SAKTI dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
  70. Administrator adalah pegawai yang diberi kewenangan oleh PA/KPA/Pejabat yang ditetapkan untuk melaksanakan fungsi teknis administrasi SAKTI.
  71. Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem elektronik.
  72. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya, atau kombinasi diantaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer dan/atau sistem elektronik lainnya.
  73. Nomor Register Supplier yang selanjutnya disingkat NRS adalah nomor referensi yang diterbitkan oleh SPAN dalam rangka pendaftaran data supplier yang diajukan oleh Satker yang akan dijadikan sebagai identitas bagi supplier SPAN.
  74. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas Laporan Keuangan.
  75. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
  76. E-Rekon dan LK adalah sistem berbasis web yang digunakan dalam pelaksanaan Rekonsiliasi, penyusunan Laporan Keuangan, serta penyatuan data Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
  77. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
  78. Unit Akuntansi KPB yang selanjutnya disingkat UAKPB adalah unit akuntansi BMN pada tingkat Satker/KPB yang memiliki wewenang mengurus dan/atau menggunakan BMN.
  79. Unit Akuntansi Pembantu Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAPKPB adalah unit yang dapat dibentuk oleh UAKPB, untuk membantu UAKPB melakukan penatausahaan BMN.
  80. Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali dan kemampuan pengelola sistem SAKTI seperti terjadinya bencana alam, kebakaran, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, sabotase, termasuk kebijakan pemerintah yang mengakibatkan sistem SAKTI tidak berfungsi.
  81. Business Continuity Plan yang selanjutnya disingkat BCP adalah pengelolaan proses kelangsungan kegiatan pada saat keadaan darurat dengan tujuan untuk melindungi sistem informasi, memastikan kegiatan dan layanan, dan memastikan pemulihan yang tepat.
  82. Help, Answer, Improve DJPb yang selanjutnya disebut HAI-DJPb adalah layanan resmi Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam melayani penerimaan dan penyampaian informasi serta permasalahan terkait tugas pokok dan fungsi DJPb.
  83. Dokumen Pendukung adalah semua dokumen yang secara peraturan perundang-undangan menjadi pendukung dan wajib ada sebagai bagian pengajuan sebuah surat, dokumen, formulir, dan segala dokumen resmi lainnya yang diterbitkan oleh Kementerian/Lembaga.
  84. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disingkat TIK adalah teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi.
  85. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat P3DN adalah upaya Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar lebih menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor.
  86. Tingkat Komponen Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat TKON adalah persentase nilai komponen produksi yang dibuat di Indonesia pada suatu produk barang dan jasa.
  87. One Time Password yang selanjutnya disingkat OTP adalah pengamanan transaksi secara elektronik dalam proses pengiriman data antar modul dalam SAKTI, sistem yang terinterkoneksi dengan SAKTI, dan pengiriman data dari SAKTI ke SPAN, berupa sebuah password yang hanya berlaku untuk sesi login tunggal, transaksi tunggal, dan waktu terbatas.
  88. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang selanjutnya disingkat PSrE adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
  89. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh PSrE.
  90. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  91. Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi adalah tanda tangan elektronik yang dibuat menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh PSrE Indonesia.
  92. Prakiraan Maju adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
  93. Angka Dasar adalah indikasi pagu prakiraan maju dari kegiatan-kegiatan yang berulang dan/atau kegiatan-kegiatan tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan penyusunan pagu indikatif dari tahun anggaran yang direncanakan.
  94. Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran adalah pernyataan yang dibuat oleh pejabat perbendaharaan Satker yang memuat komitmen bahwa seluruh pengelolaan pelaksanaan anggaran termasuk penggunaan sistem informasi dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
   
2. Ketentuan ayat (1) Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 2

(1) SAKTI terdiri atas:
a. Modul Administrasi;
b. Modul Referensi;
c. Modul Sinkronisasi Renja-RKA;
d. Modul Penganggaran;
e. Modul Komitmen;
f. Modul Bendahara;
g. Modul Pembayaran;
h. Modul Persediaan;
i. Modul Aset Tetap;
j. Modul Piutang; dan
k. Modul Akuntansi dan Pelaporan.
(2) Pelaksanaan SAKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh pengelolaan monitoring data dan transaksi SAKTI.
   
3. Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 3 diubah dan di antara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (6a) sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 3

(1) SAKTI digunakan oleh:
a. BA K/L;
b. BA BUN yang mempunyai hak akses Pengguna;
c. BUN; dan
d. unit lain yang diberikan hak akses Pengguna.
(2) Transaksi pada SAKTI dilakukan secara sistem elektronik.
(3) SAKTI menggunakan database terpusat, multi user dan/atau multi Satker.
(4) Hak Akses SAKTI hanya diberikan kepada Pengguna sesuai dengan kewenangannya.
(5) Terhadap pengiriman dokumen dan/atau data antar modul pada SAKTI dan/atau dari SAKTI ke SPAN dilakukan pengamanan secara elektronik.
(6) Penyelenggaraan pengamanan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam bentuk:
a. OTP;
b. Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi; atau
c. autentikasi dan verifikasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6a) Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b berfungsi sebagai:
a. pengesahan dokumen elektronik oleh pejabat berwenang; dan
b. alat autentikasi dan verifikasi atas identitas penanda tangan serta keutuhan dan keautentikan informasi elektronik.
(7) KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan operasionalisasi SAKTI pada Satker.
   
4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 8

(1) Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Administrator BA K/L dan BA BUN, yang meliputi:
1. Administrator Satker; dan
2. Administrator unit eselon I;
b. Administrator BUN, yang meliputi:
1. Administrator KPPN; dan
2. Administrator Kanwil DJPb;
c. Administrator unit lainnya; dan
d. Administrator pusat.
(2) Administrator Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 memiliki tugas mengelola data Pengguna yang menjadi kewenangan Satker.
(3) Administrator unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 memiliki tugas mengelola data Pengguna yang menjadi kewenangan unit eselon I.
(4) Administrator KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 memiliki tugas mengelola data Pengguna Satker mitra kerja KPPN.
(5) Administrator Kanwil DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 memiliki tugas mengelola data Pengguna konsolidator Satker mitra kerja Kanwil DJPb.
(6) Administrator unit lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memiliki tugas mengelola data Pengguna sesuai dengan bidang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
(7) Administrator pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memiliki tugas:
a. mengelola data pengguna selain data pengguna yang menjadi kewenangan Administrator Satker, Administrator unit eselon I, Administrator KPPN, Administrator Kanwil DJPb, dan Administrator unit lainnya; dan
b. konfigurasi sistem.
   
5. Paragraf 3 dihapus.
   
6. Pasal 9 dihapus.
   
7. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 10

(1) Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. operator, yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas perekaman data dalam SAKTI;
b. validator, yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas pengujian/penelitian atas perekaman data yang dilakukan operator; dan/atau
c. approver, yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas persetujuan atas perekaman data yang dilakukan oleh operator dan/atau atas perekaman data yang telah disetujui oleh validator.
(2) Kewenangan Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan perangkapan dalam modul yang sama.
(3) Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menurut tugas dan tanggungjawab sebagai pejabat penandatangan DIPA induk, KPA, KPB, PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran Pembantu dan pejabat/pegawai yang berwenang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
(4) KPA, PPK, dan PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mendaftarkan dan mengaktivasi kode OTP ke KPPN mitra kerja.
(5) Pejabat penandatangan DIPA induk, KPA, PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi yang diterbitkan oleh PSrE Indonesia.
   
8.
Di antara Paragraf 4 dan Paragraf 5 disisipkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 4A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Paragraf 4A
Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran
   
9.
Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 10A

(1) Untuk akuntabilitas penyelenggaraan kewenangan Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), SAKTI menerapkan Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran.
(2) Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran awal;
b. Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran periodik;
c. Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran perubahan; dan
d. Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran transaksi.
(3) Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditandatangani oleh KPA, PPK, PPSPM, dan Bendahara Pengeluaran pada awal penerapan di SAKTI dan penunjukan pengguna dalam rangka pembentukan Satker baru.
(4) Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditandatangani oleh KPA, PPK, PPSPM, dan Bendahara Pengeluaran pada hari kerja pertama periode semester berkenaan.
(5) Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditandatangani oleh KPA, PPK, PPSPM, dan Bendahara Pengeluaran pada saat perubahan pengguna.
(6) Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditandatangani oleh:
a. PPK selaku validator pada saat penerbitan SPP; dan
b. PPSPM/KPA/kepala kantor selaku approver pada saat penerbitan SPM dan/atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM.
(7) Penerapan kewajiban Penandatanganan Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku mulai tanggal 2 Januari 2024.
   
10. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 11

(1) Selain untuk menetapkan Pengguna dan kewenangannya, surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) digunakan untuk:
a. menonaktifkan Pengguna dalam jangka waktu tertentu, dalam hal Pengguna berhalangan sementara yang berdampak Pengguna tersebut tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan administrasi pemerintahan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan; dan/atau
b. menghapus hak akses Pengguna, dalam hal Pengguna berhalangan tetap pada suatu organisasi dikarenakan mutasi, pensiun, meninggal, atau sebab lain yang sah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
(2) Pejabat yang berwenang untuk menetapkan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. KPA untuk Pengguna tingkat Satker;
b. kepala KPPN untuk Pengguna Administrator KPPN (Kuasa BUN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b angka 1;
c. Direktur Sistem Informasi Teknologi Perbendaharaan untuk Pengguna Administrator pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d; dan
d. pejabat paling rendah setingkat eselon III yang ditunjuk oleh pimpinan unit/organisasi untuk Pengguna selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c.
   
11.
Di antara Bagian Kedua dan Bagian Ketiga disisipkan 2 (dua) Bagian, yakni Bagian Kedua A dan Bagian Kedua B serta di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 9 (sembilan) pasal, yakni Pasal 11A, Pasal 11B, Pasal 11C, Pasal 11D, Pasal 11E, Pasal 11F, Pasal 11G, Pasal 11H, dan Pasal 11I sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Bagian Kedua A
Modul Referensi

Pasal 11A

(1) Pengguna operasional Modul Referensi, terdiri atas:
a. Administrator BA K/L dan BA BUN, yang terdiri atas:
1. Administrator Satker; dan
2. Administrator unit eselon I;
b. Administrator BUN, yang terdiri atas:
1. Administrator KPPN; dan
2. Administrator Kanwil DJPb;
c. Administrator unit lainnya; dan
d. Administrator pusat.
(2) Administrator Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 memiliki tugas mengelola data referensi yang menjadi kewenangan Satker.
(3) Administrator unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 memiliki tugas mengelola data referensi yang menjadi kewenangan unit Eselon I.
(4) Administrator KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 memiliki tugas mengelola data referensi Satker mitra kerja KPPN.
(5) Administrator Kanwil DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 memiliki tugas mengelola data referensi konsolidator Satker mitra kerja Kanwil DJPb.
(6) Administrator unit lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memiliki tugas mengelola data referensi sesuai dengan bidang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
(7) Administrator pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memiliki tugas mengelola data referensi selain kewenangan Administrator Satker, Administrator unit eselon I, Administrator KPPN, Administrator Kanwil DJPb, dan Administrator unit lainnya.
                         
Pasal 11B

(1) Pengelolaan data referensi Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (4) berupa pengunggahan data konfigurasi Satker dan konsolidator yang disampaikan oleh Satker kepada KPPN ke dalam SAKTI.
(2) Konsolidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan instansi yang ditetapkan untuk melakukan tugas konsolidasi Laporan Keuangan dan Laporan BMN bagi instansi yang dikonsolidasi.

                         
Bagian Kedua B
Modul Sinkronisasi Renja-RKA

Pasal 11C

(1) Pengguna operasional Modul Sinkronisasi Renja-RKA terdiri atas:
a. Pengguna operasional BA K/L, yang terdiri atas:
1. Kementerian/Lembaga; dan
2. unit eselon I;
b. Pengguna operasional Kementerian PPN/Bappenas; dan
c. Pengguna operasional Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
(2) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. operator; dan
b. approver
(3) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh unit yang melaksanakan fungsi perencanaan sesuai dengan kewenangannya masing-masing lingkup Kementerian PPN/Bappenas.
(4) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh unit eselon II di lingkungan DJA yang melaksanakan fungsi penelaahan rencana kerja/penganggaran sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(5) Dalam hal dibutuhkan Pengguna selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJA dapat menambahkan Pengguna dengan kewenangan reviewer.

Pasal 11D

Modul Sinkronisasi Renja-RKA digunakan untuk:
a. penyiapan data rancangan RKA-K/L;
b. penyusunan usulan informasi kinerja;
c. pemutakhiran informasi kinerja;
d. persetujuan informasi kinerja; dan
e. penyelarasan data Renja-K/L dan RKA-K/L.

                         
Pasal 11E

(1) Penyiapan data rancangan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11D huruf a berupa penyusunan data rancangan RKA-K/L berdasarkan data Prakiraan Maju.
(2) Penyiapan data rancangan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh operator unit eselon I.
(3) Tata cara penyusunan RKA-K/L dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.

                         
Pasal 11F

(1) Penyusunan usulan informasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11D huruf b dan pemutakhiran informasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11D huruf c dilakukan oleh:
a. Pengguna operasional unit eselon I; dan
b. Pengguna operasional K/L.
(2) Penyusunan usulan atau pemutakhiran informasi kinerja oleh unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator melakukan perekaman usulan atau pemutakhiran informasi kinerja berdasarkan dokumen perencanaan dan Surat Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan mengenai penyampaian pagu indikatif/pagu anggaran/alokasi anggaran;
b. approver meneliti kesesuaian perekaman usulan atau pemutakhiran informasi kinerja dengan dokumen perencanaan dan surat bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan mengenai penyampaian pagu indikatif/pagu anggaran/alokasi anggaran;
c. dalam hal data usulan atau pemutakhiran informasi kinerja telah sesuai, approver melakukan persetujuan dan menyampaikan ke Pengguna operasional K/L; dan
d. dalam hal data usulan atau pemutakhiran informasi kinerja tidak sesuai, approver mengembalikan ke operator untuk diperbaiki dan diajukan kembali.
(3) Penyusunan usulan atau pemutakhiran informasi kinerja oleh K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. approver meneliti kesesuaian usulan atau pemutakhiran informasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dengan dokumen perencanaan dan surat bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan mengenai penyampaian pagu indikatif/pagu anggaran/alokasi anggaran;
b. dalam hal data usulan atau pemutakhiran informasi kinerja telah sesuai, approver melakukan persetujuan dan menyampaikan ke Kementerian PPN/Bappenas dan DJA untuk dilakukan penelaahan; dan
c. dalam hal data usulan atau pemutakhiran informasi kinerja tidak sesuai, approver mengembalikan ke pengguna operasional unit eselon I untuk diperbaiki dan disampaikan kembali.

                         
Pasal 11G

(1) Persetujuan informasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11D huruf d dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. DJA.
(2) Persetujuan informasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. approver Kementerian PPN/Bappenas dan DJA meneliti dan menyetujui usulan/pemutakhiran informasi kinerja yang telah dilakukan proses penelaahan; dan
b. validator Kementerian PPN/Bappenas dan DJA menetapkan informasi kinerja yang telah disetujui oleh approver Kementerian PPN/Bappenas dan DJA.

                         
Pasal 11H

(1) Penyelarasan data Renja-K/L dan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11D huruf e dilakukan terhadap informasi kinerja yang ditetapkan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan DJA.
(2) Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh operator dan approver pada unit eselon I dan K/L.
   

Pasal 11I

Tata cara penyusunan usulan kinerja, pemutakhiran informasi kinerja, persetujuan informasi kinerja, dan penyelarasan data Renja-K/L dan RKA-K/L dilaksanakan sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengenai tata cara penyusunan, penelaahan, dan perubahan rencana kerja Kementerian/Lembaga; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
12. Ketentuan ayat (6) Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 12

(1) Pengguna operasional Modul Penganggaran meliputi:
a. Pengguna operasional BA K/L, yang terdiri atas:
1. Kementerian/Lembaga;
2. unit eselon I;
3. Satker; dan/atau
4. konsolidator wilayah.
b. Pengguna operasional BA BUN, yang terdiri atas:
1. unit eselon I PPA BUN; dan
2. Satker BUN.
c. Pengguna operasional BUN, yang terdiri atas:
1. DJA; dan
2. DJPb.
(2) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 dilaksanakan oleh unit eselon II di lingkungan DJA yang melaksanakan fungsi penelaahan rencana kerja/penganggaran sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(3) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 dilaksanakan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPb dan Kanwil DJPb sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(4) Dalam hal dibutuhkan Pengguna selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJA dapat menambahkan Pengguna dengan kewenangan reviewer untuk:
a. melakukan penayangan data penganggaran;
b. memberikan catatan reviu dalam proses penelaahan anggaran; dan/atau
c. melakukan persetujuan hasil penelaahan anggaran.
(5) Penambahan Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan kebijakan penganggaran.
(6) Tanggung jawab dan kewenangan Pengguna Modul Penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
13. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 13

Modul Penganggaran digunakan untuk:
a. penyusunan anggaran;
b. penelaahan anggaran;
c. penyusunan dan pengesahan DIPA induk;
d. revisi anggaran; dan
e. penyusunan KPJM.
   
14. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 16

Ketentuan penyusunan usulan anggaran dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
15. Di antara Paragraf 3 dan Paragraf 4 disisipkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 3A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Paragraf 3A
Penyusunan dan Pengesahan DIPA Induk
   
16. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 18A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 18A

Mekanisme penyusunan dan pengesahan DIPA induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator unit eselon I meneliti data konsep DIPA induk yang disusun berdasarkan data usulan RKA yang telah sesuai dengan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
b. approver unit eselon I meneliti kebenaran substansi data konsep DIPA induk;
c. dalam hal data konsep DIPA induk sebagaimana dimaksud pada huruf b telah sesuai, approver unit eselon I menyetujui dan mengirimkan data konsep DIPA induk ke DJA dengan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya untuk dilakukan posting di SPAN;
d. dalam hal data konsep DIPA induk sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak sesuai, approver unit eselon I mengembalikan konsep DIPA induk untuk diperbaiki oleh operator;
e. berdasarkan data konsep DIPA induk yang telah dilakukan posting di SPAN sebagaimana dimaksud pada huruf c, approver unit eselon I menandatangani DIPA induk dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dan mengirimkan ke DJA; dan
f. Direktur Jenderal Anggaran mengesahkan DIPA induk dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi.
   
17. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 20

(1) Kewenangan revisi anggaran yang dilaksanakan pada tingkat KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator Satker melakukan perekaman data usulan revisi anggaran;
b. approver Satker meneliti dan menyetujui usulan revisi anggaran; dan
c. berdasarkan persetujuan usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf b, operator/approver melakukan pemutakhiran ketersediaan dana.
(2) Kewenangan revisi anggaran yang dilaksanakan pada tingkat Kanwil DJPb sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator Satker melakukan perekaman data usulan revisi anggaran;
b. approver Satker meneliti kesesuaian data revisi anggaran dan menyetujui data revisi anggaran;
c. approver Satker mengirim usulan revisi anggaran ke Kanwil DJPb dengan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya;
d. dalam hal Satker mempunyai konsolidator tingkat wilayah, penyampaian usulan revisi anggaran ke Kanwil DJPb dilakukan dengan persetujuan konsolidator tingkat wilayah;
e. berdasarkan data usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf c dan/atau d, Kanwil DJPb melakukan penelitian atas usulan revisi anggaran; dan
f. berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e, Kanwil DJPb dapat melakukan pengesahan usulan revisi anggaran pada SPAN.
(3) Kewenangan revisi anggaran yang dilaksanakan pada tingkat Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPb sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator Satker melakukan perekaman data usulan revisi anggaran;
b. approver Satker meneliti kesesuaian data revisi anggaran dan menyetujui data revisi anggaran;
c. approver Satker mengirim usulan revisi anggaran ke unit eselon I;
d. dalam hal Satker mempunyai konsolidator tingkat wilayah, penyampaian usulan revisi anggaran ke unit eselon I dilakukan dengan persetujuan konsolidator tingkat wilayah;
e. operator unit eselon I dapat melakukan perubahan data usulan revisi anggaran;
f. approver unit eselon I meneliti kesesuaian data revisi anggaran;
g. dalam hal data telah sesuai, approver memberikan persetujuan dengan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya;
h. berdasarkan data usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf g, Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPb melakukan penelitian atas usulan revisi anggaran;
i. berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf h, Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPb dapat melakukan pengesahan usulan revisi anggaran pada SPAN; dan
j. dalam hal data tidak sesuai, approver unit eselon I mengembalikan data revisi anggaran untuk diperbaiki oleh operator unit eselon I.
(4) Dalam hal revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan inisiatif dari unit eselon I, operator unit eselon I dapat secara langsung melakukan perekaman data revisi anggaran Satker, untuk selanjutnya dilakukan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f sampai dengan huruf j.
(5) Kewenangan revisi anggaran yang dilaksanakan pada tingkat DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator Satker melakukan perekaman data usulan revisi anggaran;
b. approver Satker meneliti kesesuaian data revisi anggaran dan menyetujui data revisi anggaran;
c. approver Satker mengirim usulan revisi anggaran ke unit eselon I;
d. dalam hal Satker mempunyai konsolidator tingkat wilayah, penyampaian usulan revisi anggaran ke unit eselon I dilakukan dengan persetujuan konsolidator tingkat wilayah;
e. operator unit eselon I dapat melakukan perubahan data usulan revisi anggaran;
f. approver unit eselon I meneliti kesesuaian data revisi anggaran;
g. dalam hal data telah sesuai, approver memberikan persetujuan dengan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya;
h. berdasarkan data usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf g, DJA melakukan penelitian atas usulan revisi anggaran;
i. berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf h, DJA dapat melakukan pengesahan usulan revisi anggaran pada SPAN; dan
j. dalam hal data tidak sesuai, approver unit eselon I mengembalikan data revisi anggaran untuk diperbaiki oleh operator unit eselon I.
(6) Dalam hal revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan inisiatif dari unit eselon I, operator unit eselon I dapat secara langsung melakukan perekaman data revisi anggaran Satker, untuk selanjutnya dilakukan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf f sampai dengan huruf j.
   
18. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 21

Ketentuan revisi anggaran dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
19. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 23

Penyusunan KPJM dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
20. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 24

Modul Komitmen digunakan untuk:
a. pengelolaan data supplier,
b. pengelolaan data kontrak;
c. pengelolaan data pelaksanaan kegiatan kontraktual;
d. pengelolaan data pelaksanaan kegiatan non kontraktual;
e. pengelolaan data capaian output; dan
f. pengelolaan informasi percepatan P3DN.
   
21. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 31
(1) Pengelolaan data capaian output meliputi:
a. perekaman dan pemutakhiran proyeksi data capaian output; dan
b. perekaman dan pemutakhiran data capaian output.
(2) Proyeksi data capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal memuat informasi terkait target realisasi volume rincian output dan target progres capaian realisasi output dalam satu tahun anggaran.
(3) Data capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b minimal memuat informasi terkait realisasi volume rincian output dan progres capaian realisasi output.
(4) Pengelolaan data capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh operator.
   
22. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 32

Pengelolaan data capaian output dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
23. Setelah Paragraf 6 ditambahkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 7 sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Paragraf 7
Pengelolaan Informasi Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
   
24. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 32A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 32A

(1) Pengelolaan informasi percepatan P3DN meliputi:
a. perekaman informasi percepatan P3DN; dan
b. perubahan informasi percepatan P3DN.
(2) Informasi percepatan P3DN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
a. informasi klaster percepatan P3DN; dan
b. persentase tingkat komponen dalam negeri.
(3) Pengelolaan informasi P3DN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh operator.
(4) Pengelolaan informasi percepatan P3DN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai percepatan P3DN.
   
25. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 33

(1) Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran Pembantu, dan Bendahara Penerimaan merupakan operator pada Modul Bendahara.
(2) Kepala kantor/Satker merupakan approver pada Modul Bendahara.
(3) Dalam rangka operasionalisasi Modul Bendahara, operator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perekaman saldo awal.
   
26. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 57

(1) Bendahara Pengeluaran Pembantu menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara Pengeluaran Pembantu setiap bulan atas uang dan/atau surat berharga yang dikelolanya dan menyampaikannya ke Bendahara Pengeluaran.
(2) Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan menyusun LPJ Bendahara setiap bulan atas uang dan/atau surat berharga yang dikelolanya dan menyampaikannya ke KPPN.
(3) Mekanisme penyusunan dan penyampaian LPJ oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator memeriksa kesesuaian kas tunai dan kas bank yang dikelola bendahara dengan buku pembantu kas tunai dan buku pembantu kas bank;
b. operator merekam penjelasan dalam hal terdapat selisih antara hasil pemeriksaan dengan pembukuan;
c. dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a telah sesuai, operator menerbitkan dan mengirim LPJ beserta lampirannya menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi ke Bendahara Pengeluaran; dan
d. dalam hal data LPJ tidak sesuai dengan lampiran, Bendahara Pengeluaran mengembalikan LPJ beserta lampirannya untuk diperbaiki dan direkam kembali oleh operator.
(4) Mekanisme penyusunan dan penyampaian LPJ oleh Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator memeriksa kesesuaian kas tunai dan kas bank yang dikelola bendahara dengan buku pembantu kas tunai dan buku pembantu kas bank;
b. operator merekam penjelasan dalam hal terdapat selisih antara hasil pemeriksaan dan pembukuan;
c. dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a telah sesuai, operator menerbitkan dan mengirim LPJ beserta lampirannya dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi ke approver,
d. approver meneliti data LPJ beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf c;
e. dalam hal data LPJ telah sesuai dengan lampiran, approver menandatangani LPJ beserta lampirannya dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dan mengirimkan ke KPPN; dan
f. dalam hal data LPJ tidak sesuai dengan lampiran, approver mengembalikan LPJ beserta lampirannya untuk diperbaiki dan direkam kembali oleh operator.
(5) Penyusunan dan penyampaian LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai kedudukan dan tanggungjawab bendahara pada Satker pengelola APBN.
   
27. Ketentuan ayat (1) Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 58

(1) Modul Pembayaran digunakan untuk:
a. penerbitan SPP;
b. penerbitan SPM;
c. pencatatan SP2D;
d. penyampaian informasi RPD Harian;
e. penerbitan SPBy;
f. koreksi data transaksi; dan
g. penyesuaian pagu DIPA.
(2) Penggunaan Modul Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a. operator;
b. PPK selaku validator, dan
c. PPSPM/KPA/kepala kantor selaku approver sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(3) Untuk transaksi-transaksi tertentu yang karena sifatnya tidak dapat diproses melalui SAKTI, penerbitan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan pencatatan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diproses dengan aplikasi khusus yang diperuntukkan bagi masing-masing transaksi.
   
28. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 59

(1) Penerbitan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator merekam tagihan sesuai dengan Dokumen Pendukung;
b. validator meneliti kesesuaian data tagihan dengan Dokumen Pendukung;
c. dalam hal data tagihan telah sesuai dengan Dokumen Pendukung, validator melakukan validasi secara sistem dan memberikan persetujuan;
d. validator menyetujui Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran transaksi, menerbitkan SPP dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi, dan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya; dan
e. dalam hal data tagihan tidak sesuai dengan Dokumen Pendukung, validator mengembalikan data hasil perekaman kepada operator untuk diperbaiki dan direkam kembali oleh operator.
(2) Ketentuan mekanisme penerbitan SPP di tingkat Satker dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
   
29. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 60

(1) Penerbitan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf c.
(2) Penerbitan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. approver meneliti kesesuaian data SPP dengan Dokumen Pendukung;
b. approver melakukan pengujian secara sistem dan memberikan persetujuan; dan
c. approver menyetujui Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran transaksi, menerbitkan SPM dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi, dan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya.
(3) Tata cara penerbitan SPM di tingkat Satker dilakukan sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan untuk Satker BA K/L; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara bagian atas beban anggaran BUN pada kantor pelayanan perbendaharaan negara dan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan anggaran pada masing-masing Sub BA BUN.
   
30. Ketentuan Paragraf 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Paragraf 5
Penyampaian Informasi RPD Harian
   
31. Ketentuan Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 62

(1) Satker menyampaikan dan/atau memutakhirkan informasi RPD Harian ke KPPN.
(2) Penyampaian dan/atau pemutakhiran informasi RPD Harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara otomatis pada saat persetujuan SPP dan/atau persetujuan SPM.
(3) Penyampaian informasi RPD Harian dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kas pemerintah pusat.
   
32. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 63

Penerbitan SPBy sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf e dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator merekam bukti pengeluaran;
b. validator memeriksa dan meneliti kesesuaian data hasil perekaman yang dilakukan operator sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pengeluaran;
c. dalam hal hasil perekaman oleh operator telah sesuai dengan bukti pengeluaran, validator melakukan validasi secara sistem dan memberikan persetujuan, dan menerbitkan SPBy dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi; dan
d. dalam hal hasil perekaman oleh operator tidak sesuai dengan bukti pengeluaran, validator mengembalikan data hasil perekaman kepada operator untuk diperbaiki dan direkam kembali oleh operator.
   
33. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 66

(1) Selain digunakan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), Modul Pembayaran dapat digunakan untuk penerbitan dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM dan pencatatan dokumen lain yang dipersamakan dengan SP2D.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. SPMIB;
b. SPMKP;
c. SPM P-BMDAB;
d. SPM P-BMC;
e. SPM Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak;
f. SPM Kembali Pungutan Ekspor;
g. SPM Kelebihan Cukai;
h. SPM Kembali Bea Ekspor;
i. SP3B BLU;
j. SP2HL;
k. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga;
l. SP4HL; dan
m. SPD-PL/SPD-PP.
(3) Penerbitan dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. operator merekam data tagihan sesuai dengan masing-masing jenis tagihan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. approver meneliti kesesuaian data tagihan dengan Dokumen Pendukung lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. approver menguji secara sistem dan melakukan persetujuan terhadap dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM;
d. approver menyetujui Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran transaksi, menerbitkan dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi, dan mengirimkan data dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor telepon seluler, surat elektronik, atau media lainnya; dan
e. dalam hal terdapat ketidaksesuaian data hasil perekaman berdasarkan pemeriksaan dan penelitian oleh approver sebagaimana dimaksud pada huruf b, approver mengembalikan data hasil perekaman kepada operator untuk diperbaiki dan direkam kembali oleh operator.
(4) Ketentuan pencatatan SP2D atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SP2D atas dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan pencatatan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61.
(5) Dokumen yang dipersamakan dengan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagai berikut:
a. Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan Layanan Umum untuk SP3B BLU;
b. Surat Pengesahan Hibah Langsung untuk SP2HL;
c. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga untuk Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga;
d. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung untuk SP4HL; dan
e. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan untuk SPD-PL/SPD-PP.
(6) Ketentuan penyampaian informasi RPD Harian atas dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan penyampaian informasi RPD Harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(7) Ketentuan koreksi data transaksi atas dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan koreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
(8) Ketentuan penyesuaian pagu DIPA atas SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan penyesuaian pagu DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65.
   
34. Ketentuan huruf e dan f Pasal 67 dihapus sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 67

Modul Persediaan digunakan untuk kegiatan antara lain sebagai berikut:
a. perekaman referensi barang persediaan;
b. perekaman transaksi persediaan;
c. tutup buku persediaan; dan
d. pencetakan laporan persediaan.
   
35. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 68

(1) Pengguna Modul Persediaan meliputi:
a. operator; dan
b. approver.
(2) Operator melakukan perekaman referensi barang persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a, perekaman transaksi persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, dan tutup buku persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf c.
(3) Approver melakukan verifikasi dan persetujuan terhadap perekaman transaksi persediaan dan melakukan tutup buku persediaan yang dilakukan oleh operator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah sesuai.
(4) Pencetakan laporan persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf d dapat dilakukan oleh operator dan approver.
   
36. Di antara Pasal 68 dan 69 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 68A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 68A
Perekaman transaksi persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, meliputi:
a. transaksi masuk;
b. transaksi keluar;
c. transaksi koreksi; dan
d. transaksi opname fisik.
   
37. Ketentuan ayat (1) huruf a Pasal 69 dihapus sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 69

(1) Modul Persediaan menghasilkan laporan sebagai berikut:
a. Dihapus;
b. laporan persediaan; dan
c. laporan posisi persediaan di neraca.
(2) Dalam hal UAKPB membentuk UAPKPB, laporan persediaan UAKPB mencakup data persediaan pada UAPKPB di bawahnya.
   
38. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 70

Modul Aset Tetap digunakan untuk pemrosesan transaksi sebagai berikut:
a. perekaman transaksi BMN nonpersediaan;
b. perekaman transaksi barang nonBMN yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dilaporkan;
c. perhitungan penyusutan/amortisasi;
d. tutup buku aset tetap; dan
e. pencetakan buku/daftar dan laporan BMN.
   
39. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 71

(1) Pengguna Modul Aset Tetap terdiri atas:
a. operator;
b. validator, dan
c. approver.
(2) Operator melakukan perekaman transaksi BMN non persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, perekaman transaksi barang nonBMN yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, perhitungan penyusutan/amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, dan tutup buku aset tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf d.
(3) Validator melakukan verifikasi kesesuaian dan validasi terhadap pemrosesan transaksi yang telah dilakukan oleh operator sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Approver meneliti dan melakukan persetujuan terhadap pemrosesan transaksi yang telah sesuai berdasarkan verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh validator sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian data hasil pemrosesan transaksi dengan penelitian oleh approver sebagaimana dimaksud pada ayat (4), approver mengembalikan data hasil perekaman kepada validator untuk dilakukan batal validasi dan dilakukan perbaikan oleh operator.
(6) Operator, validator, dan approver dapat melakukan pencetakan laporan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e.
   
40. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 72

Perekaman transaksi BMN nonpersediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a dan perekaman transaksi barang nonBMN yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, meliputi:
a. perolehan BMN, perubahan BMN, BMN Hilang, penghentian penggunaan, usulan penghapusan BMN, penghapusan BMN, bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya (BPYBDS), aset kemitraan, transfer internal, inventarisasi dan penilaian kembali, aset konsesi jasa, properti investasi;
b. perolehan KDP, perubahan/pengembangan KDP, penghapusan/penghentian KDP, transfer internal KDP, saldo awal KDP, hibah masuk KDP, koreksi perubahan nilai KDP, transfer online KDP, perolehan lainnya KDP, reklasifikasi KDP, koreksi pencatatan KDP;
c. saldo awal BMN bersejarah, perolehan BMN bersejarah dan penghapusan BMN bersejarah;
d. saldo awal aset tetap renovasi, pembelian aset, penyelesaian langsung, penyelesaian dengan KDP, dan perolehan lainnya;
e. perolehan dan penghapusan barang pihak ketiga; dan
f. perolehan, perubahan, dan penghapusan aset konsesi jasa mitra.
   
41. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 73

Modul Aset Tetap menghasilkan laporan berupa:
a. laporan barang;
b. laporan penyusutan; dan
c. laporan posisi BMN di neraca.
   
42. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 75

Perhitungan penyusutan/amortisasi atas aset tetap dan aset lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai penyusutan BMN dan/atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai kebijakan akuntansi pemerintah pusat.
   
43. Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
   
Pasal 76

Modul Piutang digunakan untuk kegiatan:
a. perekaman referensi debitur;
b. perekaman transaksi piutang;
c. perekaman surat penagihan;
d. tutup buku piutang; dan
e. pencetakan laporan piutang.
   
44. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 77A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 77A
Perekaman transaksi piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf b, meliputi:
a. perekaman data piutang;
b. perekaman settlement pembayaran/pelunasan piutang;
c. reklasifikasi kualitas piutang;
d. perhitungan penyisihan piutang;
e. transfer keluar-transfer masuk data piutang;
f. perekaman hapus buku/hapus tagih;
g. perekaman koreksi piutang dan koreksi hapus piutang; dan
h. perhitungan bagian lancar piutang jangka panjang.
   
45. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 79

Modul Akuntansi dan Pelaporan digunakan untuk kegiatan:
a. perekaman transaksi;
b. monitoring jurnal;
c. tutup buku; dan
d. pencetakan Laporan Keuangan.
   
46. Di antara Pasal 80 dan Pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 80A sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 80A

Perekaman transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf a meliputi:
a. jurnal manual dan jurnal penyesuaian;
b. transaksi resiprokal; dan
c. penerimaan dari potongan SP2D Satker lain.
   
47. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 81

Modul Akuntansi dan Pelaporan menghasilkan komponen Laporan Keuangan meliputi:
a. laporan operasional;
b. neraca;
c. laporan realisasi anggaran;
d. laporan perubahan ekuitas;
e. laporan arus kas; dan
f. laporan perubahan saldo anggaran lebih.
   
48. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 84

(1) Aplikasi untuk monitoring data dan transaksi SAKTI disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(2) Aplikasi untuk monitoring data dan transaksi SAKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk monitoring realisasi anggaran, data supplier, data kontrak, status tagihan, hasil rekonsiliasi data, dan indikator kesesuaian data pelaporan.
   
49. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                         
Pasal 101

Penatausahaan transaksi Bendahara Pengeluaran pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan Satker atase teknis di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan penerbitan SPM dan pencatatan SP2D atas transaksi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dilakukan dengan menggunakan SAKTI paling lambat tanggal 31 Desember 2024.


Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
                         
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ASEP N. MULYANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1063

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA