Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meliputi penerimaan dari:
|
||||||||||||||||||||||||||
(2) | Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l memiliki jenis dan tarif sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c berupa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: Tarif PKH = ((L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif) + (L3 x 7 x tarif)) Rp/tahun |
(2) | Tarif dalam formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(3) | Ketentuan mengenai L1, L2, dan L3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
(1) | Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf d dikenakan untuk seluruh areal Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Tetap yang bersifat komersial. | ||||
(2) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pelepasan kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berupa:
|
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimalsud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f berupa pungutan atas kegiatan perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi pada kawasan konservasi dikenakan per tahun. | ||||
(2) | Pengenaan per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan:
|
||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran nilai A, nilai Bl, nilai B2, dan nilai B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. | ||||
(4) | Besaran nilai A, nilai B1, nilai B2, dan nilai B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan, |
(1) | Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h berupa tiket masuk pengunjung di Taman Nasional dan Taman Wisata Alam dibedakan berdasarkan kelas. |
(2) | Ketentuan mengenai pembagian kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h berupa penggantian biaya penataan batas kawasan hutan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan hal:
|
||||
(2) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan dengan ketentuan untuk penataan batas kawasan hutan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) tahun sebelum pelaksanaan penataan batas areal kerja persetujuan penggunaan kawasan hutan, perizinan berusaha pemanfaatan hutan, dan persetujuan pelepasan kawasan hutan oleh pemegang izin. | ||||
(3) | Standar B dan C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan standar biaya bidang planologi kehutanan yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
(1) | Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i dibagi dalam kelompok tipe fasilitas sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi. |
(2) | Ketentuan mengenai kriteria dan pengelompokan tipe fasilitas sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k berupa ganti kerugian lingkungan hidup berdasarkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup:
|
||||||||
(2) | Ganti kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l berupa denda administratif melakukan perbuatan yang melebihi baku mutu air limbah dan/ atau baku mutu emisi dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: Tarif Denda Administratif Melebihi Baku Mutu (DAMBM) = ((A-B) x C x D) x TD |
(2) | Dalam hal denda administratif melebihi baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan untuk parameter tertentu berupa warna, coliform, pH, dan temperatur, penghitungan besaran tarif denda administratifnya ditentukan berdasarkan formula sebagai berikut: Denda Administratif Melebihi Baku Mutu Air Limbah Untuk Parameter Warna, Coliform, pH, dan Temperatur = C x D x TD |
(3) | Besaran nilai A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai konsentrasi aktual air limbah/emisi berdasarkan hasil swapantau, hasil analisis contoh uji oleh laboratorium dan/atau hasil pemantauan secara terus menerus. |
(4) | Besaran nilai B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan konsentrasi baku mutu air limbah dan/atau baku mutu emisi dalam persetujuan teknis atau ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Besaran nilai C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan debit air limbah/laju alir emisi hasil swapantau, hasil analisis contoh uji oleh laboratorium dan/atau hasil pemantauan secara terus menerus. |
(6) | Besaran nilai D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan lamanya waktu pelanggaran melakukan perbuatan melebihi baku mutu berdasarkan hasil swapantau atau hasil pemantauan secara terus menerus. |
(7) | TD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan tarif denda untuk masing-masing parameter dalam rupiah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(8) | Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). |
a. | karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu gangguan, dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang dimilikinya; dan |
b. | melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan/atau kerusakan lingkungan hidup, di mana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang, |
(1) | Selain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l yang diatur dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat mengenakan denda administratif di bidang lingkungan hidup dan kehutanan meliputi:
|
||||||||||
(2) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. |
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf m berupa denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan Pemerintah terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: Tarif Total Besaran Denda Keterlambatan (TBDK) = ∑ (P x DPB x HK) |
||||||
(2) | Besaran nilai TBDK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjumlahan seluruh besaran denda keterlambatan, | ||||||
(3) | Besaran nilai P sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan konstanta yang menjelaskan paksaan pemerintah yang terlambat dilaksanakan sesuai jangka waktu, yang ditetapkan sebagai berikut:
|
||||||
(4) | Besaran nilai DPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil penjumlahan dari seluruh denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l, dan/atau Pasal 11 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c yang penerapannya dilakukan bersamaan dengan paksaan pemerintah yang terlambat. | ||||||
(5) | Besaran nilai HK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah hari keterlambatan. | ||||||
(6) | Dalam hal keterlambatan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, diterapkan kewajiban pelunasan pembayaran denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan pemberatan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, huruf h, dan huruf j yang menggunakan Harga Patokan, dikali dengan persentase sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. | ||||||||||
(2) | Harga Patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk tujuan penjualan di pasar domestik atau pasar internasional. | ||||||||||
(3) | Penetapan harga patokan untuk tujuan penjualan di pasar domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan harga rata-rata tertimbang di pasar domestik. | ||||||||||
(4) | Harga rata-rata tertimbang di pasar domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
||||||||||
(5) | Penetapan harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
(1) | Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i, huruf k, huruf l, dan huruf m dapat ditetapkan sampai dengan Rp 0,00 (nol rupiah) atau 0 % (nol persen). |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
(3) | Besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari:
a. | Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5506); |
b. | Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5538); dan |
c. | Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5540), |
a. | Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 20l4 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5506); |
b. | Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 20l4 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 107, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5538); dan |
c. | Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 20l4 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 124, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 5540), |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 September 2024 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd JOKO WIDODO |
I. | UMUM Sehubungan dengan adanya perubahan struktur organisasi pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu dilakukan perubahan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu dengan melakukan perubahan dan penggabungan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup. Hal tersebut sejalan dengan upaya mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak, sebagai salah satu sumber penerimaan Negara guna menunjang pembangunan nasional dan perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. |
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tarif" dalam ketentuan ini merupakan batas tarif tertinggi.
Pasal 2
Ayat (1)
L1 adalah area penggunaan kawasan hutan dalam satuan hektar untuk sarana prasarana penunjang yang bersifat permanen.
Area L1 terdiri atas 2 (dua) kriteria yaitu: Untuk bukaan tambang aktif dan sarana prasarana penunjang, yang bersifat perrnanen. Yang termasuk sarana prasarana penunjang antara lain pabrik pengolahan, washing plant, sarana penampungan tailing, bengkel, stockpile, tempat penimbunan slag, pelabuhan/ dermaga/jetty, jalan, kantor, perumahan karyawan, sarana pengolahan, instalasi penunjang, tempat penyimpanan dan objek penggunaan kawasan hutan lainnya; dan Untuk area pengembangan dan/ atau area penyangga untuk pengamanan kegiatan. L2 adalah area penggunaan kawasan hutan dalam satuan hektar yang bersifat temporer dan/atau memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup terdiri atas area penimbunan tanah pucuk, waste dump/disposal, kolam sedimen/sediment pond/landfill, bukaan tambang selesai (mined out) dan atau kolam sementara bekas tambang selesai, kolam dampak atau area yang terdampak akibat aktifitas pertambangan, subsiden tanah atau penurunan permukaan tanah akibat aktifitas pertambangan, dan area L1 selain area pengembangan dan area penyangga yang sudah tidak digunakan lagi, yang secara teknis dapat dilakukan reklamasi. L3 adalah area penggunaan kawasan hutan dalam satuan hektar yang mengalami kerusakan permanen yang wajib dilakukan reklamasi semaksimal mungkin, namun pada bagian tertentu tidak dapat direklamasi/direvegetasi atau tidak dapat ditimbun/ditutup kembali secara optimal, maka bagian tersebut harus tetap diupayakan ditinggalkan dalam keadaan aman secara ekologis/lingkungan, aman secara ekonomi dan aman secara sosial. Faktor pengali pada formula PNBP-PKH merupakan tingkat risiko kerusakan ekologi atau dampak lingkungan yang dihasilkan oleh setiap kegiatan penggunaan kawasan hutan antara lain berubahnya morfologi alam, ekologi, hidrologi, pencemaran air, udara dan tanah. Perhitungan PNBP berdasarkan formula, dengan contoh sebagai berikut:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "L" adalah luas areal kegiatan usaha.
Yang dimaksud dengan "A" adalah Nilai keanekaragaman hayati per hektar per tahun. Yang dimaksud dengan "B1" adalah Nilai pengaturan tata air per hektar per tahun. Yang dimaksud dengan "B2" adalah Nilai perosotan karbon per hektar per tahun. Yang dimaksud dengan "B3" adalah Nilai Pelepasan karbon per hektar per tahun. Perhitungan pungutan kegiatan atas Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi Tahap Eksploitasi dan Pemanfaatan berdasarkan formula, dengan contoh sebagai berikut: Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi Tahap Eksploitasi dan Pemanfaatan dalam kawasan Hutan Konservasi dengan Luas Areal Kegiatan Usaha (L) = 200 Ha yang masa berlaku izin dari tahun 2016-2040:
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "A" adalah panjang batas izin yang sekaligus merupakan batas kawasan hutan yang telah ditata batas (km).
Yang dimaksud dengan "B" adalah biaya pengukuran dan pemasangan tanda batas definitif per kilometer.
Yang dimaksud dengan "C" adalah biaya pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga per kilometer.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sebesar ganti kerugian lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan" adalah besaran ganti kerugian lingkungan hidup yang disepakati antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pihak pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup yang wajib dibayar oleh pihak pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9 Ayat (1)
Perhitungan Denda Administratif Melakukan Perbuatan Melebihi Baku Mutu Air Limbah/Baku Mutu Emisi, dengan contoh sebagai berikut:
Berdasarkan hal tersebut di atas, PT X dapat dikenakan denda administratif sebagai berikut:
DABM = (A - B) x C x D X TD
Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan, PT X dapat dikenakan denda administratif untuk pelanggaran melakukan perbuatan melebihi baku mutu air limbah sebesar Rp1.607.333,00.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Perhitungan PNBP Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan Paksaan Pemerintah, dengan contoh sebagai berikut:
PT X melakukan pelanggaran "tidak melakukan pengolahan air limbah karena tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL)", sehingga dikenakan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah dan denda administratif pelanggaran berat terhadap kewajiban dalam Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan sebesar Rp25.000.000,00 melalui keputusan sanksi administratif yang diterima tanggal 2 Juli 2023. Berdasarkan keputusan sanksi administratif, PT X diperintahkan untuk membangun IPAL dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender dengan tanggal jatuh tempo 29 September 2023. Berdasarkan hasil pengawasan ketaatan sanksi administratif paksaan pemerintah, diketahui bahwa PT X menyelesaikan perintah membangun IPAL pada tanggal 19 Oktober 2023.
Berdasarkan fakta di atas, PT X mengalami 20 (dua puluh) hari kalender keterlambatan menyelesaikan perintah membangun IPAL, yang dihitung dari tanggal 30 September 2023 (jangka waktu terakhir penyelesaian pembangunan IPAL) ke tanggal 19 Oktober 2023 (waktu penyelesaian pembangunan IPAL). Terhadap PT X dikenakan denda keterlambatan atas pelaksanaan paksaan pemerintah, dengan formula dan perhitungan sebagai berikut: Formula:
TBDK = ∑ Penghitungan:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tempat pengumpulan kayu" adalah tempat untuk pengumpulan hasil penebangan di sekitar petak kerja tebangan yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tempat pengumpulan" adalah tempat untuk pengumpulan hasil pemanenan di sekitar tempat pemanenan yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pertimbangan tertentu" antara lain:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.