PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2025

TENTANG

DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, DAN PAJAK ALAT BERAT TAHUN 2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang  :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (9) huruf a, Pasal 14, dan Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Alat Berat Tahun 2025;

Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
  6. Peraturan Presiden Nomor 149 Tahun 2024 tentang Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 345);
  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1433);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, DAN PAJAK ALAT BERAT TAHUN 2025.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat atau kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan.
  2. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  3. Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor.
  4. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BBNKB adalah Pajak atas penyerahan hak milik Kendaraan Bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
  5. Kendaraan Bermotor Ubah Bentuk adalah Kendaraan Bermotor yang mengalami perubahan teknis dan/atau fungsi dan/atau penggunaannya.
  6. Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat NJKB adalah harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor.
  7. Nilai Jual Kendaraan Bermotor Ubah Bentuk yang selanjutnya disebut NJKB Ubah Bentuk adalah harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor yang mengalami perubahan teknis, fungsi dan/atau penggunaannya.
  8. Harga Pasaran Umum yang selanjutnya disingkat HPU adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat.
  9. Tahun Pembuatan adalah tahun perakitan dan/atau tahun yang ditetapkan berdasarkan registrasi dan identifikasi oleh pihak berwenang.
  10. Alat Berat adalah alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara permanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
  11. Pajak Alat Berat yang selanjutnya disingkat PAB adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat.
  12. Nilai Jual Alat Berat yang selanjutnya disingkat NJAB adalah harga pasaran umum Alat Berat yang bersangkutan.
  13. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
  15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  16. Hari adalah hari kerja.

BAB II
OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, DAN PAJAK ALAT BERAT

Bagian Kesatu
Pajak Kendaraan Bermotor

Pasal 2

(1) Objek PKB merupakan kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor.
(2) Subjek PKB merupakan orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor.
(3) Wajib PKB merupakan orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor.
(4) Kendaraan Bermotor yang menjadi objek PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas jalan darat; dan
  2. Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air.


Pasal 3

(1) Objek PKB yang dioperasikan di atas jalan darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, terdiri atas:
  1. mobil penumpang yang meliputi sedan, jeep, dan minibus;
  2. mobil bus yang meliputi microbus dan bus;
  3. mobil barang yang meliputi blind van, pick up, light truck, truck, pick up box dan sejenisnya;
  4. mobil roda tiga meliputi mobil penumpang roda tiga dan mobil barang roda tiga;
  5. sepeda motor roda dua; dan
  6. sepeda motor roda tiga meliputi sepeda motor roda tiga penumpang dan sepeda motor roda tiga barang.
(2) Yang dikecualikan dari objek PKB yang dioperasikan di atas jalan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kepemilikan dan/atau penguasaan atas:
  1. kereta api;
  2. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  3. Kendaraan Bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan Lembaga- lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak dari Pemerintah;
  4. Kendaraan Bermotor berbasis energi terbarukan termasuk kendaraan berbasis listrik, biogas, dan tenaga surya;
  5. Kendaraan Bermotor yang dilakukan konversi bahan bakar fosil menjadi kendaraan berbasis energi terbarukan; dan
  6. Kendaraan Bermotor lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah mengenai Pajak dan retribusi daerah.


Pasal 4

(1) Objek PKB yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, meliputi :
a. kendaraan di atas air yang dengan ukuran isi kotor diatas 7 (tujuh) gross tonnage untuk perikanan tangkap;
b. kendaraan diatas air lainnya yang menjadi objek PKB,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Dikecualikan sebagai objek PKB yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air oleh:
  1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
  2. kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak dari Pemerintah;
  3. orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis;
  4. orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air untuk kepentingan penangkapan ikan dengan ukuran isi kotor dibawah 7 gross tonnage; dan
  5. subjek Pajak lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah mengenai Pajak dan retribusi daerah.
(3) Kendaraan di atas air perintis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yaitu kapal yang digunakan untuk pelayanan angkutan perintis.


Bagian Kedua
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Pasal 5

(1) Objek BBNKB merupakan penyerahan pertama atas Kendaraan Bermotor.
(2) Subjek Pajak BBNKB merupakan orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.
(3) Wajib Pajak BBNKB merupakan orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.
(4) Kendaraan Bermotor yang menjadi objek BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas jalan darat; dan
  2. Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air.


Pasal 6

(1) Objek BBNKB yang dioperasikan di atas jalan darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a, terdiri atas:
  1. mobil penumpang yang meliputi sedan, jeep, dan minibus;
  2. mobil bus yang meliputi microbus dan bus;
  3. mobil barang yang meliputi blind van, pick up, light truck, truck, pick up box dan sejenisnya;
  4. mobil roda tiga meliputi mobil penumpang roda tiga dan mobil barang roda tiga;
  5. sepeda motor roda dua; dan
  6. sepeda motor roda tiga meliputi sepeda motor roda tiga penumpang dan sepeda motor roda tiga barang.
(2) Yang dikecualikan dari objek BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan atas:
  1. kereta api;
  2. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  3. Kendaraan Bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak dari Pemerintah;
  4. Kendaraan  Bermotor  berbasis  energi  terbarukan termasuk kendaraan berbasis listrik, biogas, dan tenaga surya;
  5. Kendaraan Bermotor yang dilakukan konversi bahan bakar fosil menjadi kendaraan berbasis energi terbarukan; dan
  6. Kendaraan Bermotor lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah mengenai Pajak dan retribusi daerah.
(3) Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas jalan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali:
  1. untuk diperdagangkan;
  2. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia; dan
  3. digunakan untuk pameran, objek penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c tidak berlaku apabila selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut Kendaraan Bermotor tidak dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia.


Pasal 7

(1) Objek BBNKB yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. kendaraan di atas air yang dengan ukuran isi kotor diatas 7 (tujuh) gross tonnage untuk perikanan tangkap;
b. kendaraan diatas air lainnya yang menjadi objek PKB,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 
(2) Dikecualikan sebagai objek BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air oleh :
  1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
  2. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak dari Pemerintah;
  3. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis;
  4. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air untuk kepentingan penangkapan ikan dengan ukuran isi kotor dibawah 7 gross tonnage;dan
  5. subjek Pajak lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah mengenai Pajak dan retribusi daerah.
(3) Kendaraan di atas air perintis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yaitu kapal yang digunakan untuk pelayanan angkutan perintis.
(4) Termasuk penyerahan Kendaraan di atas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan di atas air dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali:
  1. untuk diperdagangkan;
  2. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia; dan
  3. digunakan untuk pameran, objek penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
(5)  Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c tidak berlaku apabila selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut Kendaraan di atas air tidak dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia.


Pasal 8

(1) Pemungutan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan di atas air dilakukan diluar pengaturan dalam peraturan perundang- undangan mengenai sistem administrasi manunggal satu atap Kendaraan Bermotor.
(2) Pendaftaran dan pendataan Kendaraan di atas air mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan laut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan di atas air ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 9

(1) Opsen dikenakan atas Pajak terutang dari:
a.    PKB; dan
b.    BBNKB.
(2) Wajib Pajak untuk Opsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak atas jenis Pajak:
a.    PKB; dan
b.    BBNKB.
(3) Opsen PKB dan Opsen BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (l) didasarkan pada nama, nomor induk kependudukan, dan/atau alamat pemilik Kendaraan Bermotor di wilayah kabupaten/kota.
(4) Pemungutan Opsen yang dikenakan atas pokok Pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan Pemungutan Pajak terutang dari PKB dan BBNKB.
(5) Besaran pokok Opsen PKB dan Opsen BBNKB terutang sebagaimana pada ayat (4) ditetapkan oleh gubernur di wilayah kabupaten/kota tersebut berada dan dicantumkan di dalam satuan kerja perangkat daerah.
(6) Satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa dokumen penetapan dan pembayaran sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem administrasi manunggal satu atap Kendaraan Bermotor.
(7) Satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk kendaraan di atas air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai administrasi pembayaran PKB, BBNKB, Opsen PKB dan Opsen BBNKB.


Bagian Ketiga
Pajak Alat Berat

Pasal 10

(1) Objek PAB merupakan kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat.
(2) Subjek PAB merupakan orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Alat Berat.
(3) Wajib PAB merupakan orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Alat Berat.
(4) Yang dikecualikan dari objek PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kepemilikan dan/atau penguasaan atas:
  1. Alat Berat yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  2. Alat Berat yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak dari Pemerintah; dan
  3. kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat lainnya yang diatur dalam peraturan daerah mengenai Pajak dan retribusi daerah.


Pasal 11

(1) Setiap Wajib PAB wajib mendaftarkan objek Pajaknya kepada Pemerintah Provinsi melalui surat pendaftaran objek Pajak atau bentuk lain yang dipersamakan.
(2) Surat pendaftaran objek Pajak atau bentuk lain yang dipersamakan harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa olehnya.
(3) Surat pendaftaran objek Pajak atau bentuk lain yang dipersamakan disampaikan paling lambat untuk:
  1. Alat Berat baru 30 (tiga puluh) Hari sejak saat kepemilikan dan/atau saat penguasaan;
  2. Alat Berat bukan baru sampai dengan tanggal berakhirnya masa Pajak; dan
  3. Alat Berat dari luar Daerah paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak datang ke Daerah tujuan.
(4) Surat pendaftaran objek Pajak atau bentuk lain yang dipersamakan, paling sedikit memuat:
  1. jenis/merk;
  2. type/model;
  3. nomor produksi;
  4. Tahun Pembuatan;
  5. nomor mesin;
  6. nomor chasis/nomor rangka;
  7. faktur kendaraan atau bukti transaksi pembelian; dan
  8. surat kepemilikan Alat Berat atau surat perjanjian sewa Alat Berat.


Pasal 12

Dalam rangka penyeragaman tata cara pemungutan PAB, administrasi pemungutan PAB lebih lanjut ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


BAB III
PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, DAN PAJAK ALAT BERAT

Bagian Kesatu
Penghitungan Dasar Pengenaan PKB

Pasal 13

(1) Penghitungan dasar pengenaan PKB dilakukan terhadap jenis Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di atas jalan darat.
(2) Penghitungan dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:
  1. NJKB; dan
  2. bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.


Pasal 14

(1) NJKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, ditetapkan berdasarkan HPU atas Kendaraan Bermotor pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.
(2) NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan ketentuan dalam hal diperoleh harga jual kendaraan tanpa adanya pembiayaan pengurusan dokumen dan Pajak atau harga kosong, NJKB ditetapkan dengan pengurangan Pajak pertambahan nilai.
(3) NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dijadikan dasar pengenaan BBNKB.


Pasal 15

NJKB Ubah Bentuk sebagai dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditetapkan berdasarkan hasil penjumlahan NJKB dan nilai jual ubah bentuk.


Pasal 16

(1) Bobot sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dinyatakan dalam koefisien, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan
  2. koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.
(2) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan faktor-faktor:
  1. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;
  2. jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor, yang dibedakan menurut bahan bakar bensin, diesel, atau jenis bahan bakar lainnya selain bahan bakar berbasis energi terbarukan; dan
  3. jenis, penggunaan, Tahun Pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan Bermotor yang dibedakan berdasarkan isi silinder.
(3) Koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  1. mobil penumpang roda tiga dan mobil barang roda tiga, sepeda motor roda dua, sepeda motor roda tiga penumpang, dan sepeda motor roda tiga barang nilai koefisien sama dengan 1 (satu);
  2. sedan nilai koefisien sama dengan 1,025 (satu koma nol dua puluh lima);
  3. jeep dan minibus nilai koefisien sama dengan 1,050 (satu koma nol lima puluh);
  4. blind van, pick up, pick up box dan microbus nilai koefisien sama dengan 1,085 (satu koma nol delapan puluh lima);
  5. bus nilai koefisien sama dengan 1,1 (satu koma satu);
  6. light truck dan sejenisnya nilai koefisien sama dengan 1,3 (satu koma tiga); dan
  7. truck dan sejenisnya nilai koefisien sama dengan 1,4 (satu koma empat).
(4) Dalam rangka pemenuhan ketentuan baku mutu emisi untuk Kendaraan Bermotor yang telah beroperasi lebih dari 3 (tiga) tahun, koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan penyesuaian.
(5) Ketentuan mengenai penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Gubernur.


Pasal 17

NJKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan NJKB Ubah Bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 untuk Tahun 2025 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 18

(1) Pengenaan PKB angkutan umum untuk orang ditetapkan paling tinggi 60% (enam puluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
(2) Pengenaan BBNKB angkutan umum untuk orang ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari dasar pengenaan BBNKB.
(3) Pengenaan BBNKB angkutan umum barang ditetapkan paling tinggi 60% (enam puluh persen).
(4) Ketentuan  mengenai  persyaratan  sebagai  kendaraan umum angkutan orang dan angkutan barang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 19

Pengenaan PKB dan BBNKB untuk ambulans, pemadam kebakaran, dan pelayanan kebersihan, Kendaraan Bermotor yang diperuntukkan untuk kegiatan sosial dan/atau keagamaan diberikan insentif berupa pengurangan pokok Pajak yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.


Pasal 20

Pengenaan PKB dan BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Pasal 19 ditetapkan dengan mempertimbangkan kebijakan makroekonomi daerah dan/atau faktor lain yang berpotensi menghambat investasi serta untuk menjaga inflasi daerah.


Pasal 21

(1) Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan di atas air ditetapkan berdasarkan NJKB untuk kendaraan di atas air.
(2) NJKB untuk kendaraan di atas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu kendaraan di atas air pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.
(3) Dalam hal HPU atas suatu kendaraan di atas air tidak diketahui, NJKB untuk kendaraan di atas air ditentukan berdasarkan faktor:
  1. penggunaan kendaraan di atas air;
  2. jenis kendaraan di atas air;
  3. merek kendaraan di atas air;
  4. Tahun Pembuatan atau renovasi kendaraan di atas air;
  5. isi kotor kendaraan di atas air;
  6. banyaknya penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan;dan/ atau
  7. dokumen impor untuk jenis kendaraan di atas air tertentu.


Bagian Kedua
Penghitungan Dasar Pengenaan PAB

Pasal 22

(1) Penghitungan dasar pengenaan PAB ditetapkan berdasarkan NJAB.
(2) NJAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan HPU atas Alat Berat yang bersangkutan pada minggu pertama bulan Desember tahun Pajak sebelumnya.


Pasal 23

NJAB dan penyusutan NJAB untuk Tahun 2025 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Ketiga
Pemutakhiran Dasar Pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB

Pasal 24

Pemutakhiran dasar pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB Tahun Pembuatan 2025 yang jenis, merek, tipe, dan nilai jualnya belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 25

(1) Untuk melaksanakan pemutakhiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Menteri membentuk tim pemutakhiran dasar pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), beranggotakan unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian lain yang terkait sesuai dengan kebutuhan.
   

Pasal 26

(1) Dalam hal Menteri belum menetapkan NJKB dan NJAB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB, BBNKB dan PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dasar penghitungan pengenaan PKB, BBNKB dan PAB ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(2) Gubernur dapat menetapkan dasar pengenaan PKB dan BBNKB atas kereta gandeng atau tempel dan tambahan atau selisih NJKB ganti mesin yang belum ditetapkan oleh Menteri.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah.


Pasal 27

Dasar pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB berlaku sampai dengan ditetapkannya penghitungan dasar pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB oleh Menteri.


BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 28

(1) NJKB dan NJAB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB bagi Kendaraan Bermotor yang masuk melalui kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(2) Ketentuan mengenai NJKB dan NJAB sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB, BBNKB, dan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah.


Pasal 29

(1) Dalam hal blind van, minibus, microbus, bus, pick up, double cabin, mobil penumpang roda tiga, mobil barang roda tiga, sepeda motor roda tiga penumpang, dan sepeda motor roda tiga barang sebagai bentuk dasar mengalami ubah bentuk, dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditambah dengan NJKB Ubah Bentuk.
(2) Dalam hal light truck, truck, dan tronton masih berbentuk chassis, dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditambah dengan NJKB Ubah Bentuk.
(3) Dalam hal kendaraan berbentuk tractor head, dasar pengenaan PKB dan BBNKB ditambahkan dengan NJKB kereta gandeng/tempel atau Ubah Bentuk.


Pasal 30

(1) NJKB, NJAB, dan Nilai Jual Ubah Bentuk untuk Kendaraan Bermotor pembuatan sebelum tahun 2025 ditetapkan dengan Peraturan Gubernur dengan memperhatikan penyusutan/penyesuaian NJKB.
(2) Penyusutan/penyesuaian NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.


BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2024 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Alat Berat Tahun 2024 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 458), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 32

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Maret 2025
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MUHAMMAD TITO KARNAVIAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Maret 2025
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHAHANA PUTRA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 204

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA