Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
PER - 01/BC/2016
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 01/BC/2016

TENTANG

TATA LAKSANA PUSAT LOGISTIK BERIKAT

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;


Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 194/KMK.03/ 2012 tentang Pertukaran Data Antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

 

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA PUSAT LOGISTIK BERIKAT.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
6. Penyelenggara PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan PLB.
7. Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB.
8. Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
9. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
10. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
11. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
12. Media Penyimpan Data Elektronik yang selanjutnya disingkat MPDE adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk atau sejenisnya.
13. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alir informasi antar aplikasi dan organisasi secara elektronik yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.
14. Sistem Pengendalian Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis perusahaan, pergerakan dokumen pemberitahuan, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan penerapan peraturan kepabeanan dan/atau cukai.
15. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
16. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
18. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
19. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
20. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
21. Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di PLB.
22. Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

 

Pasal 2

(1) PLB merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam rangka pengawasan terhadap PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(4) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB dan/atau PDPLB dapat diberikan kemudahan pelayanan kepabeanan dan cukai berupa:
a. kemudahan pelayanan perizinan;
b. kemudahan pelayanan kegiatan operasional; dan/atau
c. kemudahan kepabeanan dan cukai selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(5) Ketentuan mengenai pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kemudahan kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai manajemen risiko di TPB.

 

BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN

Pasal 3
 
(1) Di dalam PLB dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan PLB.
(2) Penyelenggaraan PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara PLB yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(3) Penyelenggara PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan PLB.
(4) Dalam 1 (satu) penyelenggaraan PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan PLB.
(5) Pengusahaan PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Pengusaha PLB; dan/atau
b. PDPLB.
(6) Pengusaha PLB atau PDPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang asal tempat lain dalam daerah pabean guna didistribusikan ke luar daerah pabean dan/atau tempat lain dalam daerah pabean.
(7) Penyelenggara PLB dan/atau Pengusaha PLB dapat memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB dalam 1 (satu) izin penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB.
(8) PDPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbentuk badan usaha.
(9) Bentuk badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(10) Terhadap Pengusaha PLB atau PDPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pelayanan dan pengawasan berdasarkan manajemen risiko.

 

Pasal 4

(1) Kegiatan menimbun barang di dalam PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pemasukan ke PLB.
(2) Jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) tahun dalam hal barang yang ditimbun dalam PLB merupakan barang untuk keperluan:
a. operasional minyak dan/atau gas bumi;
b. pertambangan;
c. industri tertentu; atau
d. industri lainnya dengan izin Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan alasan dan bukti yang mendukung.
(3) Pengusaha PLB atau PDPLB menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ayat (2) huruf b, dan ayat (2) huruf c kepada Kepala Kantor Pabean.
(4) Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. Industri penerbangan;
b. Industri perkapalan;
c. Industri kereta api;
d. Industri pertahanan keamanan; dan/atau
e. Industri pertanian, perikanan, dan/atau peternakan.
(5) Tanggal pemasukan barang ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pemasukan barang ke PLB.

 

Pasal 5

(1) Kegiatan penimbunan barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean di dalam PLB dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana yaitu:
a. pengemasan atau pengemasan kembali;
b. penyortiran;
c. standardisasi (quality control);
d. penggabungan (kitting),
e. pengepakan;
f. penyetelan;
g. konsolidasi barang tujuan ekspor;
h. penyediaan barang tujuan ekspor;
i. pemasangan kembali dan/atau perbaikan;
j. maintenance pada industri yang bersifat strategis, termasuk pengecatan (painting);
k. pembauran (blending);
l. pemberian label berbahasa Indonesia; 
m. pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya atas Barang Kena Cukai;
n. pelelangan barang modal asal luar daerah pabean;
o. pameran barang impor dan/atau asal tempat lain dalam daerah pabean;
p. pemeriksaan dari lembaga atau instansi teknis terkait dalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan impor dan/atau ekspor;
q. pemeriksaan untuk penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) oleh instansi teknis terkait dalam rangka impor dan/atau ekspor; dan/atau
r. kegiatan sederhana lainnya yang dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan kegiatan pengolahan (manufacture) yang menghasilkan produk baru yang memiliki sifat, karakteristik, dan/atau fungsi yang berbeda dari barang asal.

 

Pasal 6

Di dalam 1 (satu) lokasi Pengusaha PLB atau PDPLB hanya dapat dilakukan penimbunan jenis barang yang memiliki karakteristik sejenis dan/atau untuk mendukung industri sejenis.

 

Pasal 7

Dalam 1 (satu) pengusahaan PLB yang diusahakan oleh Pengusaha PLB atau PDPLB harus memiliki:
a. tujuan distribusi lebih dari 1 (satu) perusahaan;
b. lebih dari 1 (satu) pemasok (supplier) di luar daerah pabean; dan/atau
c. tujuan distribusi barang ke luar daerah pabean.

 

Pasal 8

(1) Barang yang ditimbun di dalam PLB dapat dimiliki oleh:
a. Penyelenggara PLB;
b. Pengusaha PLB;
c. PDPLB;
d. Pemasok (supplier) di luar daerah pabean; atau
e. Orang atau badan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
(2) Orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemilik barang di dalam daerah pabean dan/atau pemilik barang di luar daerah pabean.

 

BAB III
PENDIRIAN PLB

Pasal 9

(1) Bangunan, tempat, atau kawasan yang akan menjadi PLB harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. terletak di lokasi yang dapat dilalui oleh sarana pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut lainnya;
b. mempunyai batas-batas dan luas yang jelas;
c. mempunyai tempat untuk pemeriksaan fisik atas barang impor dan/atau barang ekspor;
d. mempunyai tempat untuk melakukan penimbunan, pemuatan, pembongkaran, pemasukan, dan pengeluaran barang ke dan dari luar daerah pabean atau tempat lain dalam daerah pabean;
e. mempunyai tempat atau area transit untuk barang yang telah didaftarkan pemberitahuan pabeannya sebelum dilakukan pengeluaran barang, kecuali dalam hal calon PLB akan menimbun barang yang mempunyai karakteristik tertentu berupa barang cair, gas, atau sejenisnya; dan
f. mempunyai tata letak dan batas yang jelas untuk melakukan setiap kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Perusahaan dan/atau orang yang bertanggungjawab terhadap perusahaan yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan, cukai dan/atau perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tidak dapat diberikan persetujuan sebagai Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana.

 

Pasal 10

(1) Perusahaan dan/atau orang yang bertanggungjawab terhadap perusahaan yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan, cukai dan/atau perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tidak dapat diberikan persetujuan sebagai Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan berkas dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli atau fotokopi yang ditandasahkan dalam MPDE atau media elektronik lainnya, berupa:
a. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan telah memiliki SPI yang baik dan mengisi daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada Pusat Logistik Berikat;
c. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan:
1. telah ditetapkan sebagai perusahaan peserta Authorized Economic Operator (AEO) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (terbuka);
3. Badan Usaha Milik Negara; atau
4. memiliki luas lokasi tanah dan/atau bangunan paling kurang 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi), kecuali untuk jenis barang yang ditimbun dalam tangki penimbunan;
d. bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas- batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain;
e. peta dan denah (layout) lokasi/tempat yang akan dijadikan PLB;
f. surat izin tempat usaha, izin lokasi, atau dokumen sejenis;
g. Surat Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
h. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
i. dokumen lingkungan hidup berupa analisa mengenai dampak lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL), atau surat keterangan lain dari instansi teknis terkait;
j. akta pendirian badan usaha dan perubahan terakhir beserta pengesahan dari pejabat yang berwenang;
k. identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
l. Surat keterangan dari kantor pajak atau bukti tidak memiliki tunggakan Pajak; dan m. Profil perusahaan yang memuat informasi paling kurang mengenai bisnis proses yang dilakukan atau akan dilakukan, perkiraan investasi, jumlah tenaga kerja, dan detail kegiatan yang akan dilakukan di dalam PLB, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menyampaikan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian kelengkapan berkas.
(5) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(6) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lengkap, Kepala Kantor Pabean:
a. membuat Berita Acara pemeriksaan lokasi sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dalam bentuk softcopy dilengkapi dengan denah, peta, dan foto lokasi yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
b. membuat rekomendasi dalam bentuk softcopy sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
c. mengirimkan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), softcopy Berita Acara sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak berkas permohonan diterima dengan surat pengantar yang mencantumkan daftar data yang dikirim.
(7) Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memaparkan visi, misi, dan business plan perusahaan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan sebagai salah satu dasar pertimbangan penilaian;
(8) Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan berdasarkan manajemen risiko atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6)    huruf c diterima secara lengkap oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan;
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan.
(11) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui sistem komputer pelayanan PLB.

 

Pasal 11

(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai PLB dan pemberian izin Pengusaha PLB, pihak yang akan menjadi Pengusaha PLB mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan berkas dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli atau fotokopi yang ditandasahkan dalam MPDE atau media elektronik lainnya, berupa:
a. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan telah memiliki SPI yang baik dan mengisi daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
c. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan:
1. telah ditetapkan sebagai perusahaan peserta Authorized Economic Operator (AEO) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (terbuka);
3. Badan Usaha Milik Negara;
4. menimbun jenis barang untuk mendukung:
a) industri penerbangan;
b) industri perkapalan;
c) industri kereta api;
d) industri atau keperluan infrastruktur;
e) industri pertahanan keamanan;
f) industri pertanian, perikanan, dan/atau peternakan; dan/atau
g) industri kecil dan menengah;
5. menimbun jenis barang berupa minyak, gas, dan/atau barang lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal untuk dapat ditimbun di PLB dengan pengecualian batasan luas lokasi PLB; atau
6. memiliki luas lokasi tanah dan/atau bangunan paling kurang 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi), kecuali untuk jenis barang yang ditimbun dalam tangki penimbunan;
d. bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-  
batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain;
e. peta dan denah (layout) lokasi/tempat yang akan dijadikan PLB;
f. surat izin tempat usaha, izin lokasi, atau dokumen sejenis dipersamakan;
g. surat izin usaha perdagangan atau dokumen sejenis yang dipersamakan;
h. Surat Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
i. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
j. dokumen lingkungan hidup berupa analisa mengenai dampak lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL), atau surat keterangan lain dari instansi teknis terkait lingkungan hidup;
k. akta pendirian badan usaha dan perubahan yang terakhir beserta pengesahan dari pejabat yang berwenang;
l. identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
m. Surat keterangan dari kantor pajak atau bukti tidak memiliki tunggakan Pajak; dan
n. Profil perusahaan yang memuat informasi paling kurang mengenai bisnis proses yang dilakukan atau akan dilakukan, perkiraan investasi, detail kegiatan yang akan dilakukan di dalam PLB, daftar jenis barang yang ditimbun, perkiraan volume penimbunan per tahun, daftar calon supplier, daftar calon buyer disertai status perusahaan industri atau sejenisnya, dan jumlah tenaga kerja, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian kelengkapan berkas.
(5) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(6) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lengkap, Kepala Kantor Pabean:
a. membuat Berita Acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dalam bentuk softcopy dilengkapi dengan denah, peta, dan foto lokasi yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
b. membuat rekomendasi dalam bentuk softcopy sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
c. mengirimkan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), softcopy Berita Acara sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak berkas permohonan diterima dengan surat pengantar yang mencantumkan daftar data yang dikirim.
(7) Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memaparkan visi, misi, dan business plan perusahaan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan sebagai salah satu dasar pertimbangan penilaian.
(8) Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan berdasarkan manajemen risiko atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c diterima secara lengkap oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan;
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai PLB dan pemberian izin Pengusaha PLB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan.
(11) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui sistem komputer pelayanan PLB.

 

Pasal 12

(1) Untuk mendapatkan izin PDPLB, pihak yang akan menjadi PDPLB mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan berkas dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli atau fotokopi yang ditandasahkan dalam MPDE atau media elektronik lainnya, berupa:
a dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan telah memiliki SPI yang baik dan mengisi daftar isian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
c. fotokopi kontrak penguasaan tempat, bangunan, atau kawasan dengan Penyelenggara PLB;
d. denah lokasi/tempat yang akan diusahakan oleh PDPLB;
e. surat izin usaha atau dokumen sejenis yang dipersamakan;
f. Surat Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
g. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang wajib menyerahkan SPT;
h. akta pendirian badan usaha dan perubahan yang terakhir beserta pengesahan dari pejabat yang berwenang;
i. identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
j. Rekomendasi dari Penyelenggara PLB;
k. Surat keterangan dari kantor pajak atau bukti tidak memiliki tunggakan Pajak; dan
l. Profil perusahaan yang memuat informasi paling kurang mengenai bisnis proses yang dilakukan atau akan dilakukan, jumlah tenaga kerja, detail kegiatan yang akan dilakukan di dalam PLB, perkiraan investasi, daftar jenis barang yang ditimbun, perkiraan volume penimbunan per tahun, daftar calon supplier, dan daftar calon buyer disertai status perusahaan industri atau sejenisnya, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menyampaikan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian kelengkapan berkas.
(5) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(6) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lengkap, Kepala Kantor Pabean:
a. membuat Berita Acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dalam bentuk softcopy dilengkapi dengan denah, peta, dan foto lokasi yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
b. membuat rekomendasi dalam bentuk softcopy sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
c. mengirimkan softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), softcopy Berita Acara sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak berkas permohonan diterima dengan surat pengantar yang mencantumkan daftar data yang dikirim.
(7) Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memaparkan visi, misi, dan business plan perusahaan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan sebagai salah satu dasar pertimbangan penilaian.
(8) Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak softcopy berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c diterima secara lengkap oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan;
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai izin PDPLB sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan penolakan.
(11) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui sistem komputer pelayanan PLB.

 

Pasal 13
 
Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 berdasarkan manajemen risiko, dengan mempertimbangkan:
a. kelengkapan persyaratan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b. kelengkapan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12;
c. Berita Acara dan rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean;
d. Berita Acara dan rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean;
e. roadmap atau rencana pengembangan industri terkait dari intansi teknis terkait; dan
f. analisa dampak ekonomi (economic impact) yang dihasilkan dari pemberian izin PLB yang bersangkutan,
yang dituangkan dalam score/penilaian dalam format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Pasal 14

(1) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang saat akan dimulainya kegiatan PLB.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pabean untuk:
a. memberikan akses kepada Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB terhadap Sistem Komputer Pelayanan; dan/atau
b. menugaskan Pejabat untuk melakukan kegiatan pelayanan dan/atau pengawasan.

 

Pasal 15
 
Jangka waktu izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB berlaku untuk waktu yang tidak terbatas sampai dengan:
a. izin usaha sudah tidak berlaku lagi;
b. bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sudah tidak berlaku lagi; dan/atau
c. izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB dicabut.

 

BAB IV
PERUBAHAN IZIN PLB

Pasal 16
 
(1) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB wajib mengajukan permohonan perubahan data izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan yang dapat disampaikan melalui Sistem Komputer Pelayanan PLB.
(2) Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual, dalam hal:
a. Kantor Pabean belum menerapkan Sistem Komputer Pelayanan PLB;
b. penerapan Sistem Komputer Pelayanan PLB belum dapat dilakukan; atau
c. keadaan kahar.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dokumen yang mendukung data yang dilakukan perubahan.
(4) Dalam hal perubahan izin PLB merupakan penambahan lokasi PLB pada alamat yang berbeda, ketentuan luas lokasi tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c angka 4, dan Pasal 11 ayat (2) huruf c angka 6 tidak diberlakukan.
(5) Surat permohonan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Pasal 17

(1) Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan permohonan perubahan data yang diajukan melalui Sistem Komputer Pelayanan PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
(2) Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan permohonan perubahan data yang diajukan menggunakan surat permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
(3) Persetujuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

BAB V
PEMASUKAN BARANG KE PLB

Pasal 18
 
Pemasukan barang ke PLB dapat dilakukan dari:
a. luar Daerah Pabean;
b. TPB lainnya;
c. tempat lain dalam daerah pabean;
d. KEK;
e. Kawasan Bebas; dan/atau
f. Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan.

 

Pasal 19

(1) Terhadap barang yang dimasukkan ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas.
(2) Pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah barang dimasukkan ke PLB dengan mengacu kepada proses bisnis perusahaan.
(3) Kewajiban pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap:
a. barang cair, gas, atau sejenisnya; dan/atau
b. barang lain berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan.

 

Pasal 20

(1) Pemasukan barang dari luar daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a yang mendapat fasilitas penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PDRI dilakukan dengan menggunakan dokumen Pemberitahuan Pabean Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean Untuk Ditimbun di PLB.
(2) Pemberitahuan Pabean Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean Untuk Ditimbun di PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
a. Penyelenggara PLB;
b. Pengusaha PLB;
c. PDPLB; atau
d. Penyelenggara Pos.
(3) Pemberitahuan Pabean Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean Untuk Ditimbun di PLB yang disampaikan oleh Penyelenggara PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terbatas hanya untuk Barang Modal untuk keperluan pengusahaan di PLB yang bersangkutan seperti forklift, generator set, crane, dan sejenisnya.
(4) Atas perpindahan barang dari Kawasan Pabean ke PLB dilakukan pemasangan tanda pengaman elektronik (e- seal).
(5) Dalam hal tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterapkan, Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan untuk penggunaan tanda pengaman lainnya dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan, risiko barang, dan/atau risiko lain.
(6) Ketentuan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku dalam hal perpindahan barang secara nyata tidak dapat dilakukan pemasangan tanda pengaman seperti perpindahan barang melalui saluran pipa, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya.
(7) Tata cara pemasukan barang dari luar daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Direktur Jenderal mengenai tata laksana pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk ditimbun di PLB.

 

Pasal 21

(1) Pemasukan barang dari PLB lain atau dari TPB lain ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya.
(2) Perpindahan barang dari lokasi PLB ke lokasi PLB lain yang masih dalam 1 (satu) izin PLB dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan perpindahan barang antar tempat penimbunan dalam satu PLB.
(3) Dokumen pemberitahuan perpindahan barang antar tempat penimbunan dalam satu PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Atas perpindahan barang dari PLB lainnya atau dari TPB lainnya ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perpindahan barang dari lokasi PLB ke lokasi PLB lainnya yang masih dalam 1 (satu) izin PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemasangan tanda pengaman dengan tanda pengaman elektronik (e-seal).
(5) Dalam hal tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterapkan, Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan untuk penggunaan tanda pengaman lainnya dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan, risiko barang, dan/atau risiko lain.
(6) Ketentuan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku dalam hal perpindahan barang secara nyata tidak dapat dilakukan pemasangan tanda pengaman seperti perpindahan barang melalui saluran pipa, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya.
(7) Tata cara pemasukan barang dari PLB lainnya atau dari TPB lainnya ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Tata cara perpindahan barang dari lokasi PLB ke lokasi PLB lainnya yang masih dalam 1 (satu) izin PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Pasal 22

(1) Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c hanya dapat dilakukan terhadap:
a. barang untuk mendukung barang asal luar daerah pabean yang ditimbun di PLB;
b. barang yang secara lazim dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
c. barang untuk tujuan ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor; dan/atau
d. barang untuk tujuan khusus di tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke TPB.
(3) Atas pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dengan tujuan ekspor, pemenuhan ketentuan ekspor dapat diselesaikan pada saat pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB.
(4) Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dengan tujuan ekspor yang pemenuhan ketentuan ekspornya dilakukan pada saat pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dengan tujuan ekspor.
(5) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terkena pungutan bea keluar, pembayaran pungutan bea keluar dilakukan pada saat pemasukan barang ke PLB berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dengan tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Tata cara pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dengan tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan Direktur Jenderal mengenai tata laksana pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dengan tujuan ekspor.
(7) Tata cara pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Pasal 23
 
Pemasukan barang dari KEK ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d dilakukan dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KEK.

 

Pasal 24

(1) Pemasukan barang dari Kawasan Bebas ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TPB yang diajukan oleh Pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas.
(2) Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sampai ke PLB dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak barang dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas melakukan penagihan Bea Masuk dan PDRI yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(4) Atas perpindahan barang dari Kawasan Bebas ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemasangan tanda pengaman elektronik (e-seal).
(5) Dalam hal tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterapkan, Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan untuk penggunaan tanda pengaman lainnya dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan, risiko barang, dan/atau risiko lain.
(6) Ketentuan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku dalam hal perpindahan barang secara nyata tidak dapat dilakukan pemasangan tanda pengaman seperti perpindahan barang melalui saluran pipa, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya.
(7) Tata cara pemasukan barang dari Kawasan Bebas ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

BAB VI
PENGELUARAN BARANG DARI PLB

Pasal 25

(1) Barang asal luar daerah pabean yang ditimbun di PLB dapat dikeluarkan untuk:
a. mendukung kegiatan industri di Kawasan Berikat, KEK, Kawasan Bebas, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan;
b. mendukung kegiatan industri di tempat lain dalam daerah pabean;
c. dimasukkan ke TPB lainnya;
d. diekspor;
e. mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, keringanan Bea Masuk, dan/atau pengembalian Bea Masuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
f. mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah;
g. mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang tertentu di dalam negeri; dan/atau
h. mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) di tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang ditimbun di PLB dapat dikeluarkan untuk:
a. diekspor; dan/atau
b. tujuan khusus di tempat lain dalam daerah pabean.
(3) Barang-barang tertentu untuk mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g yaitu:
a. barang keperluan industri yang tidak bisa diimpor langsung oleh perusahaan industri karena adanya ketentuan pembatasan impor, seperti bahan peledak untuk industri pertambangan; dan/atau
b. barang yang secara nyata mempengaruhi biaya produksi bagi industri di dalam negeri, meskipun peredaran barang tersebut tidak semata-mata untuk perusahaan industri, yaitu:
1. bahan bakar minyak;
2. listrik;
3. gas;
4. barang untuk keperluan proyek pembangunan infrastruktur; dan
5. barang untuk keperluan industri pertambangan, minyak, dan gas.
(4) Tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf e, yaitu:
a. operasional minyak dan/atau gas bumi;
b. operasional pertambangan;
c. kegiatan industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4);
d. dipamerkan;
e. dilelang; dan/atau
f. tujuan lainnya menurut kelaziman atau situasi bisnis, berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.

 

Pasal 26

(1) Pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB untuk mendukung industri di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a hanya dapat ditujukan kepada pengusaha yang telah mendapat izin usaha industri atau sejenisnya dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas.
(2) Pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB untuk mendukung industri di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan impor barang dari PLB.
(3) Dokumen pemberitahuan impor barang dari PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha industri atau sejenisnya dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk.
(4) Dalam hal barang dari PLB tidak sampai ke Kawasan Bebas dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak barang dikeluarkan dari PLB, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi PLB melakukan penagihan Bea Masuk dan PDRI yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(5) Tata cara pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB untuk mendukung industri di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Pasal 27
 
Pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB untuk mendukung industri di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai KEK.

 
Pasal 28

(1) Pengeluaran barang dari PLB ke luar daerah pabean dilakukan dengan menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang yang diajukan oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB.
(2) Atas pengeluaran barang dari PLB ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.

 

Pasal 29

(1) Pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dari PLB.
(2) Dokumen pemberitahuan impor barang dari PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh importir, yaitu pihak yang mengeluarkan barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara.
(3) Penyelenggara PLB dapat bertindak sebagai importir dalam rangka mengeluarkan barang modal untuk keperluan pengusahaan PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) yang telah dipakai lebih dari 2 (dua) tahun di dalam PLB, dari PLB ke TLDDP untuk diimpor untuk dipakai.
(4) Atas pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan
b. berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.
(5) Tata cara pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari PLB untuk impor untuk dipakai.

 

Pasal 30

(1) Pengeluaran barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran kembali barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari TPB.
(2) Dokumen pemberitahuan pengeluaran kembali barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
a. Penyelenggara PLB;
b. Pengusaha PLB; atau
c. PDPLB.
(3) Tata cara pengeluaran barang asal tempat lain dalam daerah pabean dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

BAB VII
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG CONTOH

Pasal 31

(1) Pengusaha PLB atau PDPLB dapat memasukkan barang contoh yang diimpor secara khusus sebagai contoh atau prototype untuk pengerjaan:
a. kegiatan sederhana di dalam PLB; dan/atau
b. industri di tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Pengusaha PLB atau PDPLB dapat mengeluarkan barang contoh yang diimpor secara khusus sebagai contoh atau prototype sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendukung industri di dalam daerah pabean dengan diperlakukan sebagai impor barang contoh sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3) Barang contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. diperuntukkan bagi pengenalan hasil produksi atau untuk pengembangan produk baru;
b. dengan jumlah, jenis, merek, model, dan tipe berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean;
c. bukan merupakan barang untuk diolah lebih lanjut kecuali untuk penelitian dan pengembangan kualitas; dan
d. tidak untuk dipindahtangankan, dijual, atau dikonsumsi di tempat lain dalam daerah pabean.

 

BAB VIII
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN

Pasal 32

(1) Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean untuk ditimbun di PLB:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
c. tidak dipungut PDRI.
(2) Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB yang ditujukan untuk:
a. ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor;
b. tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4); dan/atau
c. mendukung kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1),
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(3) Barang yang dimasukkan dari PLB lainnya ke PLB, berupa:
a. barang asal luar daerah pabean:
1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
2. tidak dipungut PDRI;
3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
b. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(4) Barang yang dimasukkan dari TPB selain PLB ke PLB, berupa:
a. barang asal luar daerah pabean:
1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
2. tidak dipungut PDRI;
3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
b. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(5) Barang yang dimasukkan dari KEK, Kawasan Bebas, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan, ke PLB, berupa:
a. barang asal luar daerah pabean:
1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas barang Mewah (PPnBM).
b. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(6) Barang asal luar daerah pabean yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean oleh pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan ke PLB yang ditujukan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (4):
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. tidak dipungut PDRI;
c. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
d. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) termasuk barang untuk keperluan pengusahaan PLB.
(8) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) tidak termasuk:
a. barang modal untuk konstruksi PLB;
b. barang modal dan/atau peralatan untuk pembangunan dan/atau perluasan PLB;
c. peralatan kantor; dan
d. barang untuk dikonsumsi di PLB.

 

Pasal 33

(1) Barang asal luar daerah pabean yang dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai:
a. dilunasi Bea Masuk;
b. dipungut PDRI; dan/atau
c. dilunasi cukainya untuk Barang Kena Cukai.
(2) Pengeluaran barang asal luar daerah pabean yang dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan impor untuk dipakai yang menjadi objek pemungutan PDRI, dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah penyerahan dalam negeri (PPnBM).
(3) Barang asal luar daerah pabean yang dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan kepada pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4) Barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang dikeluarkan kembali dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean diberlakukan ketentuan perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

BAB IX
TARIF DAN NILAI PABEAN

Pasal 34
 
(1)  Pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dikenakan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI, yang dihitung dengan ketentuan:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
1. nilai pabean berdasarkan nilai transaksi pada saat pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean;
2. klasifikasi yang berlaku atas barang pada saat pengeluaran dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean; dan
3. pembebanan yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor didaftarkan;
b. Cukai berdasarkan ketentuan cukai yang berlaku; dan/atau
c. PDRI berdasarkan:
1. tarif pada saat Pemberitahuan Pabean Impor didaftarkan; dan
2. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari PLB.
(2) Nilai transaksi sebagai dasar nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 merupakan:
a. harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar oleh pembeli di tempat lain dalam daerah pabean kepada penjual di luar daerah pabean atau kepada pemilik barang, dalam hal barang yang ditimbun di PLB bukan milik Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB; atau
b. harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar oleh pembeli di tempat lain dalam daerah pabean kepada Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, dalam hal barang yang ditimbun di PLB milik Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB.
(3) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean pada saat dikeluarkan dari PLB ditambah Bea Masuk dan/atau Cukai.
(4) Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) untuk menghitung Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.

 

Pasal 35

(1) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean mengandung kandungan barang impor dan barang asal tempat lain dalam daerah pabean hasil dari kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Bea Masuk dan PDRI dihitung berdasarkan persentase kandungan barang impor yang terkandung pada barang campuran dimaksud.
(2) Persentase kandungan barang impor yang terkandung pada barang campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari nilai barang.
(3) Atas barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang terkandung pada barang campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikeluarkan kembali ke tempat lain dalam daerah pabean dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku berdasarkan persentase kandungan barang asal tempat lain dalam daerah pabean tersebut.

 

Pasal 36
 
Pengeluaran barang sisa dari kegiatan sederhana di PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berupa waste/scrap ke tempat lain dalam daerah pabean:
a. dikenakan bea masuk sebesar:
1. 5% (lima persen) dikalikan harga jual, apabila tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation) waste/scrap 5% (lima persen) atau lebih; atau
2. tarif yang berlaku dikalikan harga jual, apabila tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation) waste/scrap kurang dari 5% (lima persen); dan
b. dikenakan PDRI yang dihitung berdasarkan harga jual.

 

Pasal 37

(1) Untuk pemenuhan hak keuangan negara dan ketentuan impor yang berlaku, Pejabat melakukan penelitian terhadap tarif dan nilai pabean berdasarkan manajemen risiko.
(2) Tata cara penelitian tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tarif dan/atau nilai pabean.

 

BAB X
PEMUSNAHAN BARANG

Pasal 38
 
(1) Pengusaha PLB atau PDPLB dapat melakukan pemusnahan atas barang-barang yang busuk dan/atau kadaluwarsa.
(2) Untuk melakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha PLB atau PDPLB harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan daftar rincian barang yang akan dimusnahkan dengan mencantumkan dokumen pemasukan.
(3) Pengusaha PLB atau PDPLB harus menyebutkan alasan pemusnahan, cara pemusnahan, dan lokasi pemusnahan di dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

 

Pasal 39

(1) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilakukan dibawah pengawasan Petugas Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan.
(2) Dalam hal pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di luar lokasi PLB yang bersangkutan, atas pengeluaran barang yang akan dimusnahkan ke lokasi pemusnahan dilakukan pengawasan oleh Petugas Bea dan Cukai.

 

BAB XI
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN

Pasal 40
 
Penyelenggara PLB wajib:
a. memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Penyelenggara PLB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
b. menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
c. menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk pemeriksaan fisik, seperti forklift, timbangan digital, atau alat sejenisnya;
d. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha PLB atau PDPLB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE);
e. mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
f. melakukan pencatatan secara realtime dan online pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT
Inventory) atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke PLB;
g. memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan online serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang;
h. memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan online serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang;
i. mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan PLB;
j. memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan PLB yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
k. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan PLB apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Pasal 41
 
Pengusaha PLB dan PDPLB wajib:
a. memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Pengusaha PLB atau PDPLB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
b. mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
c. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha PLB atau PDPLB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE);
d. melakukan pencatatan secara realtime dan online pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) atas pemasukan dan pengeluaran barang dari
dan ke PLB;
e. memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan online serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang;
f. memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC);
g. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang ditimbun di PLB, bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
h. menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam PLB secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis secara elektronik, serta posisinya apabila dilakukan pencacahan (stock opname);
i. menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
j. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
k. mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan PLB;
l. memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan PLB yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
m. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan PLB apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 Pasal 42

(1) Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf e dan Pasal 41 huruf b paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. dipergunakan untuk melakukan pencatatan:
1. pemasukan barang;
2. pengeluaran barang;
3. penyesuaian (adjustment); dan
4. hasil pencacahan (stock opname);
secara kontinu dan realtime di PLB yang bersangkutan.
b. harus dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan laporan berupa:
1. laporan pemasukan barang per dokumen pabean dengan menampilkan data paling kurang:
a) Jenis, nomor, serta tanggal dokumen pabean pemasukan barang;
b) Nomor dan tanggal bukti penerimaan barang di perusahaan;
c) Nama pemasok atau pengirim barang;
d) Nama pemilik barang;
e) Kode barang, jumlah, satuan, dan nama barang; dan
f) Nilai barang.
2. laporan pengeluaran barang per dokumen pabean dengan menampilkan data paling kurang:
a) Jenis, nomor, serta tanggal dokumen pabean pengeluaran barang;
b) Nomor dan tanggal bukti pengeluaran barang di perusahaan;
c) Nama pembeli atau penerima barang;
d) Nama pemilik barang;
e) Kode barang, jumlah, satuan, dan nama barang; dan
f) Nilai barang.
3. laporan pertanggungjawaban mutasi barang dengan menampilkan data paling kurang:
a) Kode barang, jumlah, satuan, dan nama barang;
b) Jumlah Saldo awal;
c) Jumlah Pemasukan;
d) Nama pemilik barang;
e) Penyesuaian (Adjusment);
f) Saldo Akhir;
g) Hasil pencacahan (stock opname);
h) Selisih; dan
i) Keterangan.
c. mencatat riwayat perekaman dan penelusuran kegiatan pengguna;
d. harus bisa diakses secara online dari Kantor Pabean dan dari Kantor Pajak serta memberikan data yang terkini (realtime) ketika diakses oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pejabat Pajak;
e. pencatatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki akses khusus (authorized access);
f. perubahan pencatatan dan/atau perubahan data hanya dapat dilakukan oleh orang sesuai dengan kewenangannya; dan
g. harus dapat menggambarkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dengan mencantumkan data jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean.
(2) Akses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dapat dilakukan oleh Kantor Pabean sebatas:
a. membaca laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan
Cukai yang secara khusus diberikan hak akses oleh Pengusaha PLB atau PDPLB; dan
b. mengunduh (download) data laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

 

Pasal 43
 
Ruangan, sarana kerja, bagi Petugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. ruangan memiliki akses untuk memonitor aktifitas pengeluaran dan pemasukan barang;
b. sarana dan prasarana lainnya untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan; dan
c. adanya perangkat komputer yang terkoneksi dengan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) Perusahaan dan adanya jaringan komunikasi (internet).

 

Pasal 44

(1) Sebelum melakukan pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf g, Pengusaha PLB atau PDPLB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Pengawasan dari Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan manajemen risiko.
(3) Pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dan ditandatangani oleh Pengusaha PLB atau PDPLB bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai.
(4) Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean dengan mencantumkan hasil pencacahan (stock opname) pada kolom yang telah disediakan.
(5) Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar perhitungan persediaan barang PLB selanjutnya.

 

Pasal 45
 
(1) Penyelenggara PLB bertanggung jawab terhadap:
a. Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean untuk keperluan penyelenggaraan PLB yang berada atau seharusnya berada di PLB; dan
b. Cukai dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean untuk keperluan penyelenggaraan PLB yang berada atau seharusnya berada di PLB.
(2) Pengusaha PLB atau PDPLB bertanggung jawab terhadap:
a. Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean yang berada atau seharusnya berada di PLB; dan
b. Cukai dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean yang berada atau seharusnya berada di PLB.
(3) Dalam hal PDPLB tidak dapat mempertanggung jawabkan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena PDPLB tidak ditemukan, Penyelenggara PLB harus bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di PLB.
(4) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, dalam hal barang:
a. musnah tanpa sengaja;
b. diekspor dan/atau diekspor kembali;
c. diimpor untuk dipakai dengan diselesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
d. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
e. dikeluarkan ke Kawasan Bebas;
f. dikeluarkan ke KEK;
g. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean; dan/atau
h. dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Dalam rangka memenuhi ketentuan ayat (3), Penyelenggara PLB harus membuat surat pernyataan mengenai kesanggupan untuk mempertanggung-jawabkan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang di PLB.
(6) Pertanggungjawaban Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai cukai.

 

Pasal 46
 
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB, dilarang:
a. memasukkan barang untuk ditimbun di PLB selain:
1. barang untuk tujuan pengeluaran yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
2. barang untuk keperluan pengusahaan PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7) dan/atau barang modal dan peralatan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8); dan/atau
3. barang contoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
b. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor; dan/atau
c. mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin PLB.

 

BAB XII
PEMBERITAHUAN PABEAN

Pasal 47

(1) Penyampaian:
a. pemberitahuan pabean pemasukan barang ke PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, Pasal 24 ayat (1);
b. pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1); dan/atau
c. pemberitahuan perpindahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), harus dilakukan melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE).
(2) Pemberitahuan Pabean dan/atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual, dalam hal:
a. Kantor Pabean belum menerapkan ketentuan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE);
b. penerapan Pertukaran Data Elektronik (PDE) belum dapat dilakukan; atau
c. kondisi kahar.

 

Pasal 48

(1) Pemberitahuan Pabean dan/atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 diajukan untuk setiap transaksi pengeluaran barang.
(2) Pemberitahuan Pabean dan/atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat disampaikan secara berkala atau periodik untuk:
a. barang yang dimasukkan atau dikeluarkan menggunakan saluran pipa, jaringan transmisi, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya; dan/atau
b. pemasukan dan pengeluaran barang dengan volume yang tinggi dan memerlukan kecepatan pelayanan.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan dokumen pelengkap pabean dan mempertaruhkan jaminan.
(4) Untuk dapat menyampaikan pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan secara berkala atau periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan setelah pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Peyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
(5) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.

 

Pasal 49
 
Terhadap pengangkutan atas Barang Kena Cukai ke dan dari PLB, berlaku ketentuan yang mengatur mengenai Cukai.
 
 
BAB XIII
KETENTUAN PEMBATASAN IMPOR EKSPOR DAN SURAT KETERANGAN ASAL

Pasal 50

(1) Pemasukan barang asal luar daerah pabean ke PLB belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemenuhan ketentuan pembatasan di bidang impor dipenuhi pada saat pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean untuk diimpor untuk dipakai.
(3) Dalam hal pemenuhan ketentuan pembatasan di bidang impor telah dipenuhi pada saat pemasukan barang ke PLB, pada saat pengeluarannya tidak diperlukan kembali pemenuhan ketentuan pembatasan di bidang impor.
(4) Pemenuhan ketentuan pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dengan menggunakan pemotongan kuota.
(5) Pemenuhan ketentuan pembatasan atas barang yang akan dikeluarkan dari PLB dapat dilakukan oleh:
a. Penyelenggara PLB;
b. Pengusaha PLB;
c. PDPLB; atau
d. badan usaha selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, sebagai pihak yang mengeluarkan barang dari PLB,
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

Pasal 51

(1) Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan oleh negara asal barang di luar negeri dapat diberlakukan pada saat pemasukan barang ke PLB.
(2) Atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan tarif bea masuk sesuai skema preferential tariff pada saat dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean.
(3) Pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara parsial dengan menggunakan pemotongan kuota.
(4) Surat Keterangan Asal (SKA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi oleh:
a. Penyelenggara PLB;
b. Pengusaha PLB;
c. PDPLB; atau
d. badan usaha selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c.

 

Pasal 52
 
Dalam hal barang asal luar daerah pabean yang akan dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean terdiri dari barang yang terdapat SKA dan barang yang tidak terdapat SKA, skema preferential tariff sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dihitung secara proporsional berdasarkan persentase nilai barang.

 

BAB XIV
PENGAWASAN

Pasal 53

(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dan Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap kegiatan Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan PDPLB yang berada dalam pengawasannya.
(2) Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dilakukan melalui analisa dari akses terhadap sistem IT Inventory dan CCTV PLB serta data pada sistem komputer pelayanan dokumen pemberitahuan pabean;
(3) Kepala Kantor Pabean menyampaikan hasil analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Kantor Wilayah paling kurang 1 (satu) bulan sekali melalui sistem komputer atau melalui media elektronik.
(4) Kepala Kantor Wilayah melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui analisa terhadap laporan yang disampaikan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Kepala Kantor Wilayah menyampaikan hasil analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan paling kurang 1 (satu) tahun sekali melalui sistem komputer atau melalui media elektronik sebagai salah satu bahan kegiatan evaluasi.

 

Pasal 54

(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu di PLB.
(2) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kepatuhan Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB atas pelaksanaan ketentuan yang berlaku, meliputi:
a. kebenaran pemberitahuan jumlah dan jenis barang yang diberitahukan;
b. kebenaran tarif dan nilai pabean yang diberitahukan;
c. pemenuhan kewajiban serta larangan;
d. pemenuhan ketentuan pembatasan impor; dan/atau
e. kesesuaian pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan penimbunan barang dalam sistem IT Inventory.

 

Pasal 55

(1) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari PLB, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklajuti dengan penyidikan sesuai ketentuan perundang-undangan.
(4) Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.

 

BAB XV
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 56

(1) Direktur Fasilitas Kepabeanan atau pejabat yang ditunjuk melakukan kegiatan monitoring terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, secara periodik berdasarkan manajemen risiko paling kurang 1 (satu) tahun sekali yang dilakukan pada setiap akhir tahun buku.
(2) Pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengetahui:
a. kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan dan kegiatan operasional PLB; dan
b. perkembangan bisnis atau profil perusahaan tahun terakhir, yang memuat paling kurang:
1. jumlah nilai investasi dibandingkan dengan perkiraan investasi awal atau investasi tahun sebelumnya;
2. jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan perkiraan tenaga kerja awal atau tenaga kerja tahun sebelumnya;
3. nilai dan volume impor dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya;
4. nilai dan volume ekspor dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya;
5. data perpajakan dibandingkan dengan tahun sebelumnya;
6. daftar jenis barang yang ditimbun dan volume penimbunan dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya; dan
7. daftar pemasok (supplier) dan pembeli (buyer) dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya.

 

Pasal 57
 
Dalam hal atas pelaksanaan:
a. pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;
b. pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54;
c. pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56; dan/atau
d. hasil audit kepabeanan dan/atau cukai,
ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan dan/atau cukai, atas pelanggaran dimaksud dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 58

(1) Direktur Fasilitas Kepabeanan atau pejabat yang ditunjuk melakukan kegiatan evaluasi terhadap:
a. izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang telah diberikan; dan
b. ketentuan mengenai PLB.
(2) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk menguji apakah izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang telah diberikan kepada perusahaan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
(3) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk menguji apakah ketentuan mengenai PLB:
a. sesuai dengan arah kebijakan dan tujuan pemerintah;
b. dapat dilaksanakan di lapangan; dan
c. telah mengakomodir perkembangan bisnis proses perdagangan dan perindustrian.
(4) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling kurang 1 (satu) tahun sekali yang dilakukan pada setiap akhir tahun buku berdasarkan hasil kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan data pendukung lainnya.
(5) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling kurang 3 (tiga) tahun sekali.

 

BAB XVI
SELISIH BARANG

Pasal 59
 
(1) Dalam hal terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas pemberitahuan pabean pemasukan barang ke PLB, penanganan atas selisih kurang atau selisih lebih dimaksud diatur dengan peraturan Direktur Jenderal tentang tata laksana pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di PLB.
(2) Dalam hal terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari PLB, penanganan atas selisih kurang atau selisih lebih dimaksud diatur dengan peraturan Direktur Jenderal tentang tata laksana pengeluaran barang impor dari PLB untuk diimpor untuk dipakai.
(3) Dalam hal terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di PLB, yang:
a. ditemukan pada saat pelaksanaan pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44;
b. ditemukan pada saat pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai; dan/atau
c. diketahui oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB atau PDPLB yang disampaikan sebelum dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Audit melakukan penelitian mengenai selisih dimaksud.
(4) Dalam hal hasil penelitian kepala Kantor Pabean atau Pejabat Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menemukan bahwa selisih kurang tersebut:
a. dikarenakan musnah tanpa sengaja, atas selisih tersebut:
1. tidak dipungut bea masuk, cukai, dan PDRI; dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory.
b. dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, yaitu selisih kurang tersebut bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih bea masuk, cukai, dan PDRI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda; dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory.
c. tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, yaitu selisih kurang tersebut karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih bea masuk dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan perundang-undangan;
2. terhadap barang kena cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan yang mengatur mengenai cukai; dan
3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory.
d. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
(5) Dalam hal hasil penelitian kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menemukan bahwa selisih lebih tersebut:
a. dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, yaitu selisih lebih tersebut bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih lebih tersebut dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; atau
b. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(6) Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi selisih kurang yang terjadi akibat penguapan, penyusutan karena perubahan suhu, kelembaban udara, dan/atau sejenisnya.

 

BAB XVII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN PLB

Pasal 60

(1) Penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB dibekukan dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB:
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 40, dan/atau Pasal 41;
b. melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
c. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
1. memasukkan barang untuk ditimbun yang tidak sesuai dengan izin PLB;
2. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor dan/atau untuk diekspor; dan/atau
3. mengeluarkan barang kepada badan yang tidak tercantum dalam izin PLB;
d. menunjukkan ketidakmampuan dalam mengusahakan PLB, antara lain berupa:
1. tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya;
2. tidak melakukan kegiatan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut;
3. tidak melunasi utang kepabeanan dan cukai dalam jangka waktu yang ditentukan;
4. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB berdasarkan hasil monitoring dan/atau evaluasi terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB; atau
5. tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB.
(2) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Direktur Jenderal dengan surat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah.
(4) Surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang bersangkutan.
(5) Terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang izinnya dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. dilarang memasukkan barang ke PLB;
b. masih diperbolehkan melakukan kegiatan di dalam PLB; dan
c. masih diperbolehkan mengeluarkan barang dari PLB.

 

Pasal 61
 
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat diberlakukan kembali dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB:
a. telah melaksanakan ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 40, dan Pasal 41;
b. tidak terbukti dengan sengaja melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
c. tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf c; atau
d. telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan PLB.

 

Pasal 62
 
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB:
a. telah terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan;
b. tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB berdasarkan rekomendasi dari hasil audit Pejabat Bea dan Cukai; atau
c. telah terbukti dengan sengaja melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.

 

Pasal 63
 
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB tidak diperbolehkan untuk melakukan pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari PLB terhitung sejak:
a. tidak berlakunya izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a sampai dengan izin usaha diberlakukan kembali atau diperpanjang; dan/atau
b. tidak berlakunya bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b sampai dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi diperpanjang.

 

Pasal 64

(1) Penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB dilakukan pencabutan dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB:
a. tidak melakukan kegiatan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
b. tidak mendapatkan pemberlakuan kembali atau perpanjangan izin usaha dan/atau bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tidak berlakunya izin usaha dan/atau bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi;
c. bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas PLB dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
d. dinyatakan pailit; dan/atau
e. mengajukan permohonan pencabutan.
(2) Pencabutan penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi memberikan rekomendasi pencabutan penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan menyampaikan informasi tambahan berupa:
a. hasil audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan penyelesaiannya dalam hal sudah pernah diaudit;
b. rekam jejak (past performance) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dan data pelanggaran apabila yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai beserta penyelesaiannya; dan
c. pungutan negara yang masih terutang oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang bersangkutan.
(4) Sebelum dilakukan pencabutan izin, berdasarkan manajemen risiko terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat dilakukan audit kepabeanan dan/atau audit cukai atau pemeriksaan sederhana.
(5) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan data pencacahan (stock opname) dibandingkan dengan data pada IT Inventory perusahaan dan data dokumen pemberitahuan pabean pemasukan dan pengeluaran barang di Kantor Pabean.

 

Pasal 65

(1) Dalam hal penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB dicabut sebagaimana dimasud dalam Pasal 64, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB harus:
a. melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, baik berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean;
b. mengekspor kembali barang yang masih ada di PLB; atau
c. memindahkan barang yang masih ada di PLB ke PLB lain,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, atas barang yang berada di PLB dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
(3) Dalam hal penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB dicabut, PDPLB yang berada di lokasi Penyelenggara PLB dapat mengajukan:
a. permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara PLB lain kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk, dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara PLB lain tersebut; atau
b. permohonan menjadi Pengusaha PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 di lokasi Penyelenggara PLB yang telah dicabut izinnya.

 

BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 66

(1) Dalam hal izin PLB diberikan terhadap lokasi yang sebelumnya telah ada barang di dalamnya, atas seluruh barang tersebut harus dilakukan pencacahan (stock opname) oleh Kantor Pabean dan dapat diperlakukan menjadi saldo awal PLB.
(2) Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk, dapat diperlakukan sebagai saldo awal PLB dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
(3) Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dilunasi bea masuk, dapat diperlakukan sebagai saldo awal PLB dan dianggap sebagai barang dari tempat lain dalam daerah pabean.

 

Pasal 67

(1) Dalam hal barang yang ditimbun oleh Pengusaha PLB atau PDPLB melewati jangka waktu penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, barang tersebut harus:
a. diekspor kembali
b. dikeluarkan ke TPB lain;
c. dikeluarkan ke Kawasan Bebas;
d. dikeluarkan ke KEK; atau
e. dikeluarkan ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan
(2) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang asal luar daerah pabean, selain penyelesaian dengan ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan dilunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI setelah memenuhi ketentuan perundang-undangan di bidang impor.
(3) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang asal luar daerah pabean yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean atau TPB lainnya, selain penyelesaian pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat dikeluarkan dari PLB dengan diselesaikan kewajiban kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai dengan skema fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan dimaksud.
(4) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang asal tempat lain dalam daerah pabean, selain penyelesaian dengan ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat dikeluarkan kembali ke tempat lain dalam daerah pabean dengan menyelesaikan kewajiban perpajakannya.
(5) Dalam hal Pengusaha PLB atau PDPLB tidak melakukan penyelesaian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu penimbunan terlewati, Pengusaha PLB atau PDPLB yang bersangkutan dibekukan sampai dengan dilakukan penyelesaian atas barang dimaksud.
(6) Barang untuk keperluan pengusahaan PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7) dan Pasal 32 ayat (8) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

 

Pasal 68

(1) Barang yang akan dikeluarkan dari PLB dan telah diajukan dokumen pemberitahuan pabean atau dokumen pemberitahuan, harus diletakkan pada tempat tertentu (area transit) yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko.
(2) Terhadap barang yang mempunyai karakteristik tertentu antara lain berupa cairan, gas dan sejenisnya, dikecualikan dari ketentuan meletakkan pada tempat tertentu (area transit) sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Barang yang telah mendapat persetujuan pengeluaran barang dari Pejabat atau Sistem Komputer Pelayanan PLB, harus dikeluarkan dari PLB dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan pengeluaran barang.
(4) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui, terhadap pengajuan dokumen Pemberitahuan Pabean berikutnya yang diajukan oleh pihak yang telah mendapat persetujuan pengeluaran barang tidak dapat dilayani.

 

Pasal 69

(1) Terhadap barang yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk untuk operasi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (master list) yang termasuk dalam barang yang mendapatkan cost recovery yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan mengharuskan untuk diekspor kembali, dapat diselesaikan dengan memasukan barang dimaksud ke PLB, sementara menunggu diekspor kembali atau penggunaan kembali di TLDDP.
(2) Terhadap barang yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk untuk operasi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (master list) yang termasuk dalam barang yang mendapatkan cost recovery dapat dimasukkan lagi ke PLB, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Terhadap barang impor yang menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk (master list) yang termasuk dalam barang yang mendapatkan cost recovery yang dimasukkan ke PLB dan belum digunakan sesuai skema fasilitas pembebasan bea masuk dimaksud, masih diberlakukan sebagai barang impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya;
b. Terhadap barang asal PLB yang dikeluarkan ke TLDDP dengan menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk (master list) yang termasuk dalam barang yang mendapatkan cost recovery yang dimasukkan kembali ke PLB dan belum digunakan sesuai skema fasilitas pembebasan bea masuk dimaksud, masih diberlakukan sebagai barang impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya.
(3) Pemasukan kembali barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pemasukan Kembali Barang asal PLB dari lokasi penerima fasilitas di tempat lain dalam daerah pabean ke PLB sesuai Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Pemberitahuan Pemasukan Kembali Barang asal PLB dari lokasi penerima fasilitas di tempat lain dalam daerah pabean ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar menyesuaikan kuota masterlist.

 

Pasal 70
 
Dalam hal Kepala Kantor Pabean memerlukan data perpajakan dalam rangka pengawasan, Kepala Kantor Pabean dapat meminta data perpajakan kepada pimpinan kantor vertikal pada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan mengenai pertukaran data antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 71

 

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 29 Januari 2016



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2016
DIREKTUR JENDERAL,

-ttd-

HERU PAMBUDI

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA