Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
| a. | bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara; |
| b. | bahwa untuk menyesuaikan dengan perkembangan program pengasuransian Barang Milik Negara dan menyelaraskan dengan kebijakan dana bersama penanggulangan bencana, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara perlu diganti; |
| c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengasuransian Barang Milik Negara; |
| 1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
| 2. | Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
| 3. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994); |
| 4. | Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845); |
| 5. | Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523); |
| 6. | Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 183); |
| 7. | Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354); |
| 8. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063); |
| 1. | Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. |
| 2. | BMN Program adalah BMN yang masuk dalam program pengasuransian yang ditetapkan oleh Pengelola Barang. |
| 3. | BMN Nonprogram adalah BMN yang tidak masuk dalam program pengasuransian yang ditetapkan oleh Pengelola Barang. |
| 4. | BMN Preferen adalah BMN Program yang diprioritaskan untuk diasuransikan berdasarkan penetapan Pengelola Barang. |
| 5. | BMN Nonpreferen adalah BMN Program dengan kriteria tertentu yang dapat diasuransikan berdasarkan penetapan Pengelola Barang. |
| 6. | BMN Mandatory adalah BMN Nonprogram yang harus diasuransikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| 7. | BMN Luar Negeri adalah BMN Nonprogram yang berada di luar negeri. |
| 8. | BMN Opsional adalah BMN Nonprogram selain BMN Mandatory dan BMN Luar Negeri. |
| 9. | Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN. |
| 10. | Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN. |
| 11. | Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. |
| 12. | Satuan Kerja Koordinator adalah satuan kerja yang menjadi koordinator pengasuransian BMN untuk melakukan pengadaan jasa asuransi BMN Program. |
| 13. | Unit Pengelola Dana Bersama Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Unit Pengelola Dana adalah unit pengelola Dana Bersama di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
| 14. | Mitra Pemanfaatan BMN yang selanjutnya disebut Mitra adalah pihak yang melakukan pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, kerjasama penyediaan infrastruktur, dan kerjasama terbatas untuk penyediaan infrastruktur berdasarkan ketentuan di bidang pemanfaatan BMN. |
| 15. | Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang mengoperasikan BMN berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penggunaan BMN. |
| 16. | Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. |
| 17. | Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Peraturan Perundang-undangan lainnya. |
| 18. | Tertanggung atau Peserta adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi atau perjanjian Asuransi Syariah. |
| 19. | Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu Perusahaan Asuransi dan pemegang Polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh Perusahaan Asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada Tertanggung atau pemegang Polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita Tertanggung atau pemegang Polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. |
| 20. | Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara Perusahaan Asuransi Syariah dan pemegang Polis dan perjanjian di antara para pemegang Polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara memberikan penggantian kepada Peserta atau pemegang Polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita Peserta atau pemegang Polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. |
| 21. | Asuransi BMN adalah Asuransi dan/atau Asuransi Syariah yang memberikan perlindungan terhadap BMN. |
| 22. | Kerugian Aktual adalah kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita Tertanggung atau Peserta atau pemegang Polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. |
| 23. | Indeks adalah angka atau parameter yang digunakan sebagai dasar pembayaran klaim asuransi yang disepakati dan tertuang dalam Polis. |
| 24. | Polis Asuransi yang selanjutnya disebut Polis adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, dan dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, serta memuat perjanjian antara Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan pemegang Polis, yang dibuat secara tertulis baik dalam bentuk cetak atau elektronik. |
| 25. | Penyedia Jasa Asuransi BMN Program adalah pelaku usaha yang menyediakan jasa asuransi terhadap BMN Program berdasarkan kontrak atau perjanjian dengan Pemerintah, baik dengan cara sendiri-sendiri atau maupun bersama-sama dalam kurun waktu tertentu. |
| 26. | Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram adalah pelaku usaha yang menyediakan jasa asuransi terhadap BMN Nonprogram berdasarkan kontrak atau perjanjian dengan Pemerintah, baik dengan cara sendiri-sendiri atau maupun bersama-sama dalam kurun waktu tertentu. |
| 27. | Perusahaan Asuransi Umum yang selanjutnya disebut Perusahaan Asuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum dan terdaftar pada lembaga pengawas industri jasa keuangan di Indonesia. |
| 28. | Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang selanjutnya disebut Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah dan terdaftar pada lembaga pengawas industri jasa keuangan di Indonesia. |
| 29. | Konsorsium Asuransi BMN yang selanjutnya disebut Konsorsium adalah kumpulan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan/atau perusahaan reasuransi syariah yang terikat dalam kontrak konsorsium untuk memberikan dan menyelenggarakan pengasuransian BMN. |
| 30. | Nilai Pertanggungan adalah harga sebenarnya atau nilai sehat suatu objek yang dipertanggungkan sesaat sebelum terjadi suatu kerugian atau kerusakan, yang dihitung berdasarkan biaya memperoleh /memperbaiki objek yang dipertanggungkan ke dalam keadaan baru dan dapat dikurangi penyusutan teknis. |
| 31. | Harga Perolehan adalah total biaya yang dikeluarkan untuk memiliki aset sampai aset tersebut siap untuk digunakan. |
| 32. | Nilai Perolehan adalah Harga Perolehan suatu aset dengan memperhitungkan biaya dan nilai yang dikapitalisasi terhadap aset tersebut sesuai ketentuan. |
| 33. | Nilai Buku adalah nilai suatu aset yang tersisa setelah dikurangi dengan sejumlah penyusutan yang dibebankan selama umur penggunaan aset tersebut. |
| 34. | Nilai Pemulihan Kembali adalah sejumlah uang yang diperlukan untuk memperbaiki barang atau mengganti barang dengan barang yang sama atau serupa, dalam kondisi baru dan harga pada saat ini. |
| 35. | Nilai Tunai Sebenarnya adalah sejumlah uang yang diperlukan untuk memperbaiki barang atau mengganti barang dengan barang yang sama atau serupa, dalam kondisi baru dan harga pada saat ini, setelah dikurangi dengan penyusutan. |
| 36. | Nilai Estimasi adalah nilai taksiran aset dari tim internal Kementerian/Lembaga atau nilai yang ditetapkan oleh pejabat/instansi yang berwenang. |
| 37. | Nilai Lainnya adalah nilai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan selain Nilai Perolehan, Nilai Buku, Nilai Pemulihan Kembali, Nilai Tunai Sebenarnya dan Nilai Estimasi. |
| 38. | Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi dan disetujui oleh pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi. |
| 39. | Kontribusi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi Syariah dan disetujui oleh pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi Syariah. |
| 40. | Biaya Akuisisi adalah biaya-biaya yang dibayarkan oleh penyedia jasa asuransi kepada pemegang Polis atau pihak ketiga dalam rangka perolehan bisnis, termasuk komisi, diskon, dan bonus. |
| 41. | Dana Bersama Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Dana Bersama adalah dana yang berasal dari berbagai sumber dan digunakan untuk mendukung dan melengkapi dana penanggulangan bencana yang memadai dan berkelanjutan. |
| 42. | Perjanjian Penggunaan atau Pemanfaatan adalah perjanjian antara Pengelola Barang atau Pengguna Barang dengan Pihak Lain atau Mitra terkait penggunaan atau pemanfaatan BMN. |
| 43. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. |
| a. | menjadi pedoman bagi Pengelola Barang, dan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, dalam pengasuransian BMN; dan |
| b. | terselenggaranya pengasuransian BMN yang tertib, terarah, adil, dan akuntabel guna mewujudkan pengelolaan BMN yang efisien, efektif, dan optimal. |
| a. | Pengelola Barang; dan |
| b. | Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. |
| (1) | BMN dapat diasuransikan. |
| (2) | Pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk pengamanan BMN, kepastian keberlangsungan pemberian pelayanan umum, upaya penanggulangan bencana melalui pengalihan risiko, dan/atau kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. |
| (1) | BMN yang diasuransikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) merupakan BMN dalam kondisi baik atau rusak ringan. | ||||||||
| (2) | Selain memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BMN yang diasuransikan juga harus memenuhi kriteria:
|
| (1) | Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang berwenang untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| (2) | Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan secara subdelegasi oleh Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| (3) | Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan direktorat jenderal pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. |
| (1) | Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang berwenang dan bertanggung jawab:
|
||||||||||||||||
| (2) | Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada pejabat struktural pada unit organisasi eselon I yang membidangi pengelolaan BMN. |
| (1) | Kepala Satuan Kerja Koordinator Pengasuransian BMN berwenang dan bertanggung jawab:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| (1) | Kuasa Pengguna Barang berwenang dan bertanggung jawab:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| a. | menyampaikan informasi besaran pendanaan atas kebutuhan pengasuransian BMN Preferen, yang akan didanai dengan Dana Bersama; |
| b. | melakukan pembayaran Premi atau Kontribusi Asuransi BMN Preferen yang didanai dengan Dana Bersama kepada Penyedia Jasa Asuransi BMN Program; |
| c. | menjadi pemegang Polis dan menjadi Tertanggung atau Peserta bersama dengan Pengguna Barang atas BMN Preferen yang didanai dengan Dana Bersama; dan |
| d. | menerima pembayaran klaim asuransi dari Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atas Polis asuransi BMN Preferen yang didanai dengan Dana Bersama. |
| (1) | Objek Asuransi BMN meliputi:
|
||||||
| (2) | BMN Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
||||||
| (3) | BMN Nonprogram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
||||||
| (4) | BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan BMN yang berada pada:
|
| (1) | Kriteria BMN yang masuk dalam kategori BMN Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. | ||||
| (2) | Kriteria BMN yang masuk dalam kategori BMN Nonprogram sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b ditetapkan dalam:
|
| a. | Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada Pengelola Barang; dan |
| b. | Pengguna Barang, untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang. |
| (1) | Pengasuransian BMN dapat mengikutsertakan barang lain yang melekat pada BMN yang diasuransikan. |
| (2) | Barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
| (1) | Pengelola Barang merupakan pihak yang memegang Polis sekaligus menjadi pihak Tertanggung atau Peserta atas BMN Program dan BMN Nonprogram yang berada pada Pengelola Barang. |
| (2) | Pengelola Barang dapat menetapkan unit lain untuk melaksanakan program pengasuransian BMN yang berada pada Pengelola Barang. |
| (3) | Unit lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
| (4) | Unit lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menjadi Tertanggung atau Peserta dalam Polis pengasuransian BMN. |
| (1) | Pengguna Barang merupakan pihak yang memegang Polis pada Kementerian/Lembaga sekaligus menjadi pihak Tertanggung atau Peserta atas BMN Program. |
| (2) | Dalam hal BMN Program yang akan diasuransikan berada pada lebih dari 1 (satu) satuan kerja, Pengguna Barang menunjuk satuan kerja pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang bertindak sebagai Satuan Kerja Koordinator untuk melakukan pengadaan jasa asuransi BMN Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a. |
| (3) | Penunjukan Satuan Kerja Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan untuk pengadaan jasa asuransi BMN Nonpreferen. |
| (4) | Jumlah Satuan Kerja Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan jumlah, nilai, dan sebaran BMN yang diasuransikan. |
| (5) | Kuasa Pengguna Barang merupakan pihak yang memegang Polis pada satuan kerja di Kementerian/Lembaga sekaligus menjadi Tertanggung atau Peserta atas BMN Nonprogram sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3). |
| a. | Konsorsium; |
| b. | Perusahaan Asuransi; |
| c. | Perusahaan Asuransi Syariah; dan |
| d. | perusahaan asuransi asing. |
| (1) | Konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a merupakan pihak yang menyediakan jasa asuransi terhadap BMN Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a. |
| (2) | Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. |
| (3) | Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh salah satu Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang telah bergabung dalam Konsorsium. |
| (4) | Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan Polis sampai berakhirnya masa pertanggungan BMN yang diasuransikan, termasuk apabila terdapat perubahan keanggotaan dalam Konsorsium tersebut. |
| (1) | Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b dan/atau Perusahaan Asuransi Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c merupakan pihak yang menyediakan jasa asuransi BMN Nonprogram sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3). | ||||
| (2) | Perusahaan asuransi asing dapat menjadi pihak yang menyediakan jasa asuransi BMN Nonprogram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
|
| (1) | Pengadaan jasa Asuransi BMN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. | ||||||||||
| (2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap pengasuransian:
|
| a. | ketentuan peraturan perundang-undangan; atau |
| b. | Perjanjian Penggunaan atau Pemanfaatan. |
| (1) | Pengasuransian BMN Program menggunakan produk asuransi yang telah mendapatkan:
|
||||
| (2) | Pengasuransian BMN Nonprogram untuk BMN Mandatory dan BMN Opsional menggunakan produk asuransi yang telah:
|
||||
| (3) | Pengasuransian BMN Nonprogram untuk BMN Luar Negeri menggunakan produk asuransi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara setempat. | ||||
| (4) | Pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan melalui:
|
| (1) | Polis asuransi BMN Program disusun dengan mengacu pada Polis standar yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari produk asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| (2) | Polis asuransi BMN Nonprogram berupa BMN Mandatory dan BMN Opsional disusun dengan mengacu pada Polis standar yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari produk asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| (3) | Polis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pimpinan/pejabat yang berwenang pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, yang ditunjuk sebagai penerbit Polis oleh Konsorsium. |
| (4) | Polis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pimpinan/pejabat yang berwenang pada Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram. |
| (5) | Polis asuransi BMN Nonprogram untuk BMN Luar Negeri mengikuti ketentuan yang berlaku di negara setempat. |
| (1) | Premi atau Kontribusi Asuransi BMN dibayarkan kepada penyedia jasa Asuransi BMN oleh:
|
||||||||
| (2) | Pembayaran Premi atau Kontribusi Asuransi BMN oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
|
||||||||
| (3) | Pembayaran Premi atau Kontribusi Asuransi BMN oleh Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:
|
||||||||
| (4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Premi atau Kontribusi Asuransi BMN dapat dibayarkan kepada penyedia jasa Asuransi BMN, oleh:
|
||||||||
| (5) | Mekanisme pembayaran Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau Polis. |
| (1) | Besaran Premi atau Kontribusi Asuransi BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 merupakan:
|
||||
| (2) | Besaran Premi atau Kontribusi Asuransi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai bersih setelah dikurangi Biaya Akuisisi. | ||||
| (3) | Pemungutan/pemotongan pajak atas Premi atau Kontribusi yang dibayarkan kepada Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atau Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | ||||
| (4) | Penyetoran pajak atas pemungutan/pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | ||||
| (5) | Pemungutan, pemotongan, dan penyetoran pajak atas Premi atau Kontribusi yang dibayarkan kepada penyedia jasa asuransi BMN Luar Negeri mengikuti ketentuan yang berlaku di negara setempat. |
| a. | Nilai Pertanggungan, untuk skema asuransi berbasis Kerugian Aktual, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) huruf a; dan/atau |
| b. | Nilai Pertanggungan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Polis, untuk skema asuransi berbasis Indeks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) huruf b. |
| a. | Harga Perolehan; |
| b. | Nilai Perolehan; |
| c. | Nilai Buku; |
| d | Nilai Pemulihan Kembali; |
| e. | Nilai Tunai Sebenarnya; |
| f. | Nilai Estimasi; atau |
| g. | Nilai Lainnya. |
| (1) | Nilai Pemulihan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d diperoleh melalui perkalian antara besaran satuan objek dengan satuan nilai BMN untuk asuransi. |
| (2) | Nilai Tunai Sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e diperoleh melalui perkalian antara besaran satuan objek dengan satuan nilai BMN untuk asuransi dikurangi penyusutan yang disebabkan karena umur, pemakaian, dan/atau keausan. |
| (3) | Mekanisme penyusunan satuan nilai BMN untuk asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. |
| (1) | Nilai Pertanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditentukan oleh:
|
||||||
| (2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Nilai Pertanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat ditentukan oleh:
|
| (1) | Sumber pendanaan pengasuransian BMN berasal dari:
|
||||||||||
| (2) | Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk rupiah murni dan penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum. | ||||||||||
| (3) | Sumber pendanaan berupa Dana Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat digunakan untuk pengasuransian BMN Preferen. |
| (1) | Klaim Asuransi BMN diberikan oleh Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atau Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram dalam bentuk:
|
||||||||||
| (2) | Khusus untuk BMN Preferen yang sumber pendanaan preminya dari Dana Bersama, klaim Asuransi BMN diberikan oleh Penyedia Jasa Asuransi BMN Program dalam bentuk uang tunai. | ||||||||||
| (3) | Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atau Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram menyetorkan klaim Asuransi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ke Rekening Kas Umum Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak. | ||||||||||
| (4) | Dalam hal pengasuransian BMN Program atau BMN Nonprogram menggunakan sumber pendanaan dari:
|
||||||||||
| (5) | Ketentuan mengenai bentuk klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyetoran klaim Asuransi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
| (1) | Klaim Asuransi BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan dalam hal:
|
||||
| (2) | Penetapan besaran klaim Asuransi BMN terhadap Kerugian Aktual yang disebabkan terjadinya risiko yang dipertanggungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh penilai kerugian. | ||||
| (3) | Pelaksanaan penetapan besaran klaim Asuransi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan instansi yang berwenang. | ||||
| (4) | Penetapan besaran klaim Asuransi BMN terhadap Indeks yang telah tercapai atau terlampaui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan data yang telah diverifikasi oleh instansi atau pihak yang berwenang. |
| (1) | Pengelola Barang menetapkan pengasuransian:
|
||||
| (2) | Pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. | ||||
| (3) | Pengguna Barang menetapkan pengasuransian BMN Nonprogram sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang. | ||||
| (4) | Pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam keputusan pimpinan Kementerian /Lembaga. | ||||
| (5) | Pengasuransian BMN Nonpreferen dilaksanakan jika BMN Preferen sebagian atau seluruhnya telah diasuransikan. |
| (1) | Pengasuransian BMN dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
|
||||||||||
| (2) | Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
|
||||||||||
| (3) | Khusus untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang, perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan bagian dari perencanaan kebutuhan BMN. | ||||||||||
| (4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna Barang dapat melakukan pengasuransian BMN dalam kondisi tertentu melalui:
|
||||||||||
| (5) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
|
||||||||||
| (6) | Tahapan penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan berdasarkan hasil persiapan dan/atau perencanaan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. | ||||||||||
| (7) | Tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi kegiatan pengadaan jasa pengasuransian, pengamanan, dan pemeliharaan BMN. | ||||||||||
| (8) | Tahapan klaim asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi proses pengajuan dan penyelesaian klaim asuransi, termasuk bentuk klaim dan penggunaan dana klaim asuransi dalam rangka pemulihan BMN. | ||||||||||
| (9) | Tahapan pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui sistem pengelolaan BMN berbasis elektronik yang terintegrasi. | ||||||||||
| (10) | Ketentuan mengenai tata cara pengasuransian BMN yang berada pada Pengelola Barang dan Pengguna Barang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. |
| (1) | Pengguna Barang dapat mengajukan persetujuan penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait Asuransi BMN kepada Menteri Keuangan. | ||||||
| (2) | Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||
| (3) | Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka perbaikan atas kerusakan, pembangunan kembali, atau penggantian atas BMN yang dipertanggungkan. | ||||||
| (4) | Dalam hal telah dilakukan perbaikan atas kerusakan, pembangunan kembali, atau penggantian atas BMN yang dipertanggungkan, penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait Asuransi BMN dapat dilakukan dalam rangka:
|
||||||
| (5) | Ketentuan penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait Asuransi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan penerimaan negara bukan pajak. |
| (1) | Pengasuransian BMN tidak menggugurkan kewajiban melaksanakan pengamanan dan pemeliharaan atas BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi:
|
||||||
| (2) | Dalam hal terhadap BMN yang diasuransikan sedang dilakukan:
|
| (1) | Pengamanan atas BMN yang dipertanggungkan dalam hal terjadi risiko yang dipertanggungkan sesuai dengan Polis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan tanggung jawab:
|
||||||||||||
| (2) | Pengamanan atas BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
|
| (1) | Kuasa Pengguna Barang menyusun laporan pelaksanaan pengasuransian BMN yang menjadi bagian dari laporan barang kuasa pengguna. | ||||||||||||||||
| (2) | Pengguna Barang menyusun laporan pelaksanaan pengasuransian BMN berdasarkan laporan pelaksanaan pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang menjadi bagian dari laporan barang pengguna. | ||||||||||||||||
| (3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||||||
| (4) | Pengelola Barang menghimpun laporan pelaksanaan pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menyusun laporan tahunan pelaksanaan pengasuransian BMN, yang menjadi bagian dari Laporan BMN. | ||||||||||||||||
| (5) | Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penatausahaan BMN. |
| (1) | Pengelola Barang melakukan penghapusan terhadap BMN yang dipertanggungkan yang berada pada Pengelola Barang, setelah pengajuan klaim asuransi kepada Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atau Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram. |
| (2) | Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengajukan permohonan penghapusan terhadap BMN yang dipertanggungkan yang berada pada Pengguna Barang, setelah pengajuan klaim asuransi kepada Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atau Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram. |
| (3) | Penghapusan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN. |
| (1) | Dalam hal terdapat sisa objek pertanggungan yang tidak diambil alih oleh Penyedia Jasa Asuransi BMN Program atau Penyedia Jasa Asuransi BMN Nonprogram, Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan:
|
||||
| (2) | Pemindahtanganan atau pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| (1) | Penyelesaian perselisihan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Polis. |
| (2) | Dalam hal Polis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencantumkan ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan, perselisihan diselesaikan melalui forum perdamaian atau musyawarah. |
| (3) | Dalam hal penyelesaian perselisihan melalui forum perdamaian atau musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui arbitrase atau pengadilan. |
| (4) | Penyelesaian perselisihan BMN Luar Negeri dilakukan sesuai dengan Polis dan/atau ketentuan yang berlaku di negara setempat. |
| a. | proses pengasuransian BMN yang telah berlangsung sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan telah sesuai dan proses selanjutnya dilaksanakan menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; | ||||
| b. | Polis Asuransi BMN yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan sesuai dengan:
|
||||
| c. | dokumen atau surat yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.