Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) |
Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut :
|
|
|
(2) |
Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
(1) |
Wajib Pajak dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum melakukan pembayaran dan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang sebesar perhitungan setelah pengurangan.
|
(2) |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas wajib mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dan (6).
|
(3) |
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) dan surat permohonan pengurangan BPHTB dengan menyampaikan pernyataan tertulis sepanjang tidak melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dan (6) kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak.
|
(4) |
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) dan surat permohonan pengurangan BPHTB yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak tanggal SSB sebelum pembetulan sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan.
|
(5) |
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang seharusnya dibayar lebih besar dari jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak dalam SSB, maka terhadap jumlah yang kurang dibayar tersebut diterbitkan SKBKB ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lambat 24 (dua puluh empat ) bulan , dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.
|
(6) |
Terhadap pajak yang kurang dibayar dalam SKBKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), tidak dapat diajukan pengurangan kembali.
|
(1) |
Apabila Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan berdasarkan keterangan lain diketahui bahwa pajak terutang tidak atau kurang dibayar maka atas kekurangan pajak terutang tersebut diterbitkan SKBKB.
|
(2) |
Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan permohonan pengurangan kecuali masih memenuhi jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dan (6).
|
(1) |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b angka 1, angka 2, angka 6 dan angka 7 serta huruf c dalam hal pajak yang terutang paling banyak Rp 2.500.000.000,00 ( dua milyar lima ratus juta rupiah ).
|
(2) |
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1huruf a dan huruf b angka 1,angka 2, angka 6 dan angka 7 serta huruf c dalam hal pajak yang terutang lebih dari Rp 2.500.000.000,00 ( dua milyar lima ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
|
(3) |
Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hal atas Tanah dan Bangunan selain dimaksud dalam ayat (1) dan (2).
|
(1) |
Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau bangunan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf a, dan huruf b angka 1, angka 2, angka 6 dan angka 7 serta huruf c.
|
(2) |
Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 3, angka 4 dan angka 5.
|
(3) |
Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berada pada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Bangunan meneruskan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas ) hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
|
(4) |
Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berada pada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meneruskan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
|
(5) |
Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan melampirkan :
|
|
|
(6) |
Permohonan pengurangan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat pembayaran dan melampirkan :
|
|
|
(7) |
Apabila Wajib Pajak tidak dapat memenuhi jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan (6) karena keadaan diluar kekuasaannya maka Wajib Pajak tersebut harus membuktikan keadaan tersebut.
|
(1) |
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Direktorat Jenderal Pajak memberikan tanda terima kepada Wajib Pajak setelah menerima permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
|
(2) |
Tanda terima surat permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bagi kepentingan Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
|
|
|
(3) |
Atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dari Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan sederhana yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
|
(4) |
Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, tidak dianggap sebagai surat permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan agar persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dipenuhi kecuali apabila permohonan tersebut tidak memenuhi jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dan (6).
|
(1) |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2), dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Bea Pengolahan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan Wajib Pajak.
|
(2) |
Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan Wajib Pajak.
|
(3) |
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) berupa mengabulkan sebagian, atau mengabulkan seluruhnya, atau menolak.
|
(4) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) telah lewat dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak belum memberikan suatu keputusan, permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan dianggap dikabulkan dengan mengacu kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.